12. Berhenti Berpura-pura dan Menjadi Orang Jujur

Pada tahun 2022, aku terpilih sebagai pemimpin gereja. Aku berpikir bahwa aku mungkin cukup baik dalam segala aspek, kalau tidak, saudara-saudari tidak akan memilihku. Suatu kali, dalam sebuah pertemuan, Saudari Li Yu, diaken penginjilan, sedang hidup dalam keadaan membatasi diri karena menganggap dirinya tidak memiliki kualitas yang baik. Dia bersikap cukup negatif dan ingin menyerah. Aku tahu bahwa kualitas Li Yu sebenarnya tidak terlalu buruk. Dia ingin menyerah terutama karena masalah watak rusak. Aku berpikir dalam hati, "Aku baru saja menjadi pemimpin gereja. Ketika aku menemui masalah seperti ini, aku harus bersekutu tentangnya dan segera menyelesaikannya. Ini akan membuatku terlihat mampu dalam pekerjaanku dan dipandang baik oleh Li Yu." Kupikir karena aku pernah berada dalam keadaan yang sama dengan Li Yu, aku mencari satu bagian firman Tuhan yang sedang kubaca saat itu dan membagikan pemahamanku berdasarkan firman Tuhan tersebut. Ketika aku melihat bahwa dia setuju, hatiku merasa senang. Lalu, Li Yu bertanya kepadaku, "Lantas bagaimana kau melakukan penerapan dan masuk sesudah itu?" Aku langsung menjadi gugup, karena saat itu aku hanya memiliki sedikit pemahaman dan belum menerapkan maupun masuk. Aku berpikir dalam hati, "Aku mempersekutukan pemahamanku dengan sangat baik, tetapi begitu kami membahas soal menerapkan dan masuk, aku tidak bisa berkata apa-apa. Apa yang akan dipikirkan Li Yu tentangku? Ini tidak boleh terjadi. Aku harus mencari cara untuk mempersekutukan jalan ke depan." Aku mulai memutar otak, mencari cara untuk mengatasinya, sambil diam-diam menutupi bagian-bagian yang tak ada dalam pengalamanku. Lalu aku hanya berbicara tentang firman Tuhan yang kubaca saat itu dan apa yang kupahami. Ketika sampai pada bagian-bagian yang sama sekali belum kualami, aku langsung melewatinya, lalu berbicara tentang pemahaman terbaruku tentang firman Tuhan. Akhirnya, aku menyelesaikan persekutuanku dengan cara menambal-nambal berbagai hal seperti itu. Ketika aku melihat Li Yu tidak bereaksi, hatiku merasa sangat kecewa dan berpikir, "Level asliku sudah terungkap dan sekarang Li Yu akan memandangku rendah." Kemudian, ketika kami berbicara tentang pekerjaan Injil, Li Yu mengajukan beberapa pertanyaan lagi. Meskipun aku ingin mengusulkan beberapa solusi untuk menyelamatkan muka, aku tidak bisa menemukan saran yang berharga bahkan setelah merenung untuk waktu yang lama. Lalu aku memikirkan bagaimana aku sekarang adalah pemimpin gereja. Bagaimanapun juga, aku harus menunjukkan jalan ke depan. Jadi aku berkata kepada Li Yu, "Sebenarnya, ketika menghadapi masalah-masalah ini, Tuhan melihat sikap kita terhadap tugas kita. Selama kita lebih banyak mencurahkan pikiran dan membayar harga, Tuhan pasti akan menuntun kita." Aku mengamati ekspresi Li Yu saat aku bersekutu. Sepanjang persekutuanku, Li Yu tidak bereaksi. Ketika kusadari bahwa aku sudah berbicara begitu banyak tetapi tidak mendapatkan hasil apa pun, aku merasa sangat kehilangan muka. Aku sekadar punya gelar sebagai pemimpin gereja, tetapi tidak mampu menyelesaikan masalah. Apa yang akan Li Yu pikirkan tentangku? Dalam perjalanan pulang, aku merasa sangat terpuruk dan benar-benar patah semangat. Aku berpikir dalam hati, "Aku baru saja mulai memimpin dan sudah menunjukkan begitu banyak kekurangan. Aku tidak tahu berapa banyak pertemuan yang harus kuhadiri dan berapa banyak masalah yang harus kuhadapi di masa mendatang. Jika setiap kali sama seperti hari ini, aku harus bagaimana? Jika semua orang melihat kekuranganku, bagaimana aku bisa tetap berada di gereja ini di masa mendatang?" Aku merasa tekanannya berlipat ganda dan hatiku terasa berat, seolah-olah ditumbuk oleh batu.

Setelah aku sampai di rumah, aku menonton video kesaksian pengalaman berjudul Aku Menyakiti Diriku Sendiri dengan Menutupi Diri dan Tipu Muslihat. Saat mengingat saat-saat ketika aku berada di depan Li Yu, berpura-pura paham, aku akhirnya menyadari bahwa aku sedang hidup dalam keadaan berpura-pura. Aku teringat satu bagian firman Tuhan dan mencarinya untuk kubaca. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Ada pemimpin dan pekerja yang tidak dapat melihat masalah nyata yang ada dalam gereja. Ketika sedang menghadiri pertemuan, mereka merasa tidak memiliki sesuatu yang bermanfaat untuk mereka ucapkan, jadi mereka hanya memaksakan diri untuk menyampaikan beberapa kata-kata dan doktrin. Mereka tahu betul bahwa apa yang mereka ucapkan hanyalah doktrin semata, tetapi mereka tetap mengucapkannya. Pada akhirnya, mereka bahkan merasa bahwa kata-kata yang mereka ucapkan tidak bermutu, dan saudara-saudari juga tidak menganggapnya dapat membangun kerohanian mereka. Jika engkau tidak menyadari permasalahan ini, tetapi dengan keras kepala terus mengucapkan hal semacam itu, maka Roh Kudus tidak bekerja dalam dirimu, dan semua khotbahmu itu tidak bermanfaat bagi orang lain. Jika engkau belum pernah mengalami kebenaran, tetapi engkau tetap ingin berbicara tentang kebenaran, maka apa yang kauucapkan, engkau tidak akan mampu memahami kebenaran; apa pun yang kau ucapkan selanjutnya hanya akan menjadi kata-kata dan doktrin. Engkau mungkin berpikir bahwa khotbahmu memberi pencerahan, tetapi itu hanya doktrin; khotbahmu itu bukanlah kenyataan kebenaran. Sekeras apa pun orang berusaha untuk mendengarkan khotbahmu, mereka tak akan mampu memahami apa pun yang nyata dari ucapanmu. Ketika mendengarkan, mereka mungkin merasa bahwa apa yang kaukatakan memang benar, tetapi setelahnya, mereka akan melupakan semuanya. Jika engkau tidak berbicara tentang keadaan nyatamu, maka engkau tak akan mampu menyentuh hati orang lain, dan mereka tidak akan mengingat khotbahmu setelah mereka mendengarkannya. Khotbahmu tidak mengandung hal yang membangun iman orang. Saat engkau mengalami situasi seperti ini, engkau harus sadar bahwa apa yang kausampaikan bukanlah sesuatu yang nyata, tidak ada gunanya bagi siapa pun jika engkau terus berbicara seperti itu, dan jika seseorang melontarkan pertanyaan yang tidak mampu kaujawab, situasinya hanya akan menjadi lebih canggung. Engkau harus segera berhenti dan membiarkan orang lain yang bersekutu—itulah pilihan yang bijaksana. Ketika engkau menghadiri sebuah kebaktian, dan memahami suatu masalah, engkau dapat berbicara tentang hal-hal nyata tentang permasalahan itu. Mungkin itu terdengar agak dangkal, tetapi semua orang akan memahaminya. Jika engkau selalu ingin berbicara dengan cara yang lebih mendalam untuk membuat orang terkesan dan engkau tidak pernah mampu menyampaikannya, maka engkau harus berhenti melakukannya. Semua yang kauucapkan sejak saat itu hanya akan menjadi doktrin kosong; sebaiknya biarkan orang lain berbicara sebelum engkau melanjutkan persekutuan. Jika engkau merasa bahwa apa yang kaupahami adalah doktrin dan menyampaikannya tidak akan membangun siapa pun, maka Roh Kudus tidak akan bekerja ketika engkau berbicara dalam keadaan seperti itu. Jika engkau memaksakan diri untuk berbicara, pada akhirnya engkau mungkin akan mengucapkan hal-hal yang tidak masuk akal dan menyimpang, dan menyesatkan orang lain. Kebanyakan orang memiliki dasar iman dan kualitas diri yang buruk sehingga mereka tidak mampu memahami hal-hal yang mendalam dalam waktu singkat, atau mengingatnya dengan mudah. Sebaliknya, ketika mendengar sesuatu yang menyimpang, aturan, dan bersifat doktrin, mereka memahaminya dengan cepat. Ini benar-benar jahat, bukan? Jadi, engkau harus berpegang teguh pada prinsip-prinsip ketika mempersekutukan kebenaran dan berbicara tentang hal-hal yang kaupahami. Kesombongan bercokol dalam hati manusia, dan terkadang, ketika kesombongan itu menguasai mereka, mereka bersikeras untuk terus berbicara meski tahu bahwa apa yang mereka ucapkan adalah doktrin. Mereka berpikir, 'Saudara-saudariku mungkin tidak akan mengetahuinya. Aku akan mengabaikan semua itu demi reputasiku. Sekarang, yang terpenting adalah menjaga nama baik.' Bukankah ini adalah upaya untuk mengelabui orang lain? Ini adalah bentuk ketidaksetiaan kepada Tuhan! Jika hal ini terjadi pada orang yang bernalar, mereka pasti akan menyesal dan segera berhenti berbicara. Mereka akan merasa harus mengganti topik pembicaraan dan mempersekutukan sesuatu yang benar-benar telah mereka alami, atau mungkin mempersekutukan kebenaran yang telah mereka pahami dan ketahui. Seberapa banyak orang memahami suatu hal, sebanyak itulah yang boleh mereka ucapkan. Sebanyak apa pun orang berbicara, ada batasan tentang hal-hal nyata yang dapat diucapkannya. Tanpa pengalaman, imajinasi dan pemikiranmu hanyalah teori, itu sekadar gagasan manusia" (Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Bagian Tiga"). Tuhan mengatakan bahwa ketika bersekutu dalam pertemuan, orang seharusnya hanya mengatakan sejauh apa yang dipahaminya. Inilah nalar yang seharusnya dimiliki orang. Jika orang memaksakan diri untuk berbicara tentang hal-hal yang belum dialaminya atau yang belum dilihatnya dengan jelas, meskipun dia tahu betul bahwa dia sedang melontarkan doktrin, dia hanya sedang memuaskan kesombongannya dan membodohi orang lain. Itulah yang kulakukan dalam pertemuan itu. Ketika aku mendengar diaken penginjilan berbicara tentang berbagai masalah, aku hanya ingin segera menyelesaikan masalah-masalah itu untuknya, untuk menunjukkan bahwa aku berada pada level tertentu sebagai pemimpin gereja. Namun, saat bersekutu, aku menyadari bahwa setelah aku membahas sedikit pemahamanku, tidak ada hal lain yang bisa kukatakan. Demi menjaga citraku, aku memaksakan diri untuk terus mengucapkan doktrin, ingin berpura-pura sebagai orang yang berpengalaman. Akibatnya, masalah Li Yu tetap tidak terselesaikan. Sepanjang prosesnya, aku terus memikirkan bagaimana caranya agar tidak kehilangan muka. Aku sama sekali tidak memikirkan bagaimana cara untuk benar-benar menyelesaikan masalah-masalah itu. Diaken penginjilan tidak dalam keadaan baik dan ada kesulitan nyata dalam pekerjaan Injil, tetapi aku tidak merasa cemas akan hal itu. Aku bahkan memikirkan apakah aku kehilangan muka atau justru dihargai. Aku sungguh egois dan tercela! Aku telah menipu Li Yu dengan doktrin yang kuucapkan, tetapi Tuhan menyelidiki kedalaman hati kita. Melaksanakan tugasku dengan cara seperti itu—tidak melakukan pekerjaan nyata atau menyelesaikan masalah nyata—merupakan perilaku seorang pemimpin palsu.

Setelah saudara-saudari mengetahui keadaanku, mereka menemukan satu bagian firman Tuhan untukku. Itu membuatku bisa melihat masalah-masalahku dengan lebih jelas. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Manusia itu sendiri adalah makhluk ciptaan. Mampukah makhluk ciptaan memperoleh kemahakuasaan? Mampukah mereka mencapai kesempurnaan dan keadaan tanpa cela? Mampukah mereka mencapai kemahiran dalam segala sesuatu, memahami segala sesuatu, mengetahui yang sebenarnya tentang segala sesuatu, dan cakap dalam segala sesuatu? Mereka tidak mampu. Namun, di dalam diri manusia, ada watak-watak yang rusak dan kelemahan yang fatal: begitu mereka mempelajari sebuah keterampilan atau profesi, manusia merasa bahwa mereka cakap, bahwa mereka adalah orang-orang yang memiliki status dan nilai, dan bahwa mereka adalah para profesional. Betapa pun tidak istimewanya mereka, mereka semua ingin mengemas diri mereka sebagai tokoh terkenal atau individu luar biasa, mengubah diri mereka menjadi selebritas kecil, dan membuat orang berpikir bahwa mereka sempurna dan tanpa cacat, tanpa kekurangan sedikit pun; di mata orang lain, mereka ingin menjadi terkenal, berkuasa, atau tokoh yang hebat, dan mereka ingin menjadi perkasa, mampu melakukan apa saja, tak satu pun yang tidak mampu mereka lakukan. Mereka merasa bahwa jika mereka mencari bantuan orang lain, mereka akan terlihat tidak mampu, lemah, dan kurang cerdas, serta orang-orang akan memandang rendah mereka. Karena alasan ini, mereka selalu ingin berpura-pura. ... Watak macam apa ini? Kecongkakan orang semacam itu tidak mengenal batas, mereka telah menjadi sama sekali tidak bernalar. Mereka tidak ingin menjadi seperti orang lain, mereka tidak ingin menjadi orang biasa, orang normal, tetapi ingin menjadi manusia super, orang yang luar biasa, atau orang yang hebat. Ini sebuah masalah besar! Mengenai kelemahan, kekurangan, ketidaktahuan, kebodohan, dan kurangnya pemahaman dalam kemanusiaan yang normal, mereka akan menyembunyikannya rapat-rapat, dan tidak membiarkan orang lain melihatnya, dan kemudian terus menyamarkan diri. Ada orang-orang yang tidak dapat melihat apa pun dengan jelas, tetapi di dalam hatinya tetap mengeklaim bahwa mereka mengerti. Ketika engkau meminta mereka untuk menjelaskannya, mereka tidak mampu. Setelah orang lain menjelaskannya, mereka kemudian mengeklaim bahwa mereka sebenarnya akan mengatakan hal yang sama tetapi tidak mampu menyampaikannya tepat pada waktunya. Mereka melakukan semua yang mereka bisa untuk menyamarkan diri mereka dan berusaha terlihat baik. Bagaimana menurutmu, bukankah orang-orang semacam itu hidup dalam angan-angan? Bukankah mereka sedang bermimpi? Mereka tidak mengenal diri mereka sendiri, mereka juga tidak tahu bagaimana hidup dalam kemanusiaan yang normal. Mereka tidak pernah sekali pun bertindak seperti manusia yang nyata. Jika engkau menjalani hari-harimu dengan hidup dalam angan-angan, bersikap asal-asalan, tidak melakukan apa pun berdasarkan kenyataan, selalu hidup berdasarkan imajinasimu sendiri, maka ini adalah masalah. Jalan dalam kehidupan yang kaupilih itu tidak benar. Jika engkau melakukan hal ini, bagaimanapun engkau percaya kepada Tuhan, engkau tidak akan memahami kebenaran. Terus terang, engkau tidak mampu memperoleh kebenaran, engkau juga tidak akan mampu mendapatkan kebenaran, karena titik awalmu salah" (Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Lima Syarat yang Harus Kaupenuhi agar Dapat Masuk ke Jalur yang Benar dalam Kepercayaanmu kepada Tuhan"). Tuhan menyingkapkan bahwa manusia memiliki watak congkak dan tidak mau menempatkan diri sebagai orang biasa. Mereka selalu ingin berpura-pura mampu melakukan segalanya dan memahami segalanya, berusaha agar orang lain dengan keliru menganggap bahwa level mereka tinggi dan bukan orang rata-rata. Beginilah perilakuku saat itu. Setelah aku dipilih menjadi pemimpin gereja, aku merasa bahwa aku cukup baik dalam segala hal. Aku ingin menunjukkan kepada orang lain bahwa aku bisa memikul beban ini dan merasa bahwa apa pun masalah yang kuhadapi, aku akan mampu membantu saudara-saudari menyelesaikannya dan hanya inilah yang sesuai dengan identitasku saat ini. Namun, ketika aku tidak bisa menyediakan jalan penerapan saat mencoba menyelesaikan masalah orang lain, aku hanya menyampaikan beberapa hal seadanya untuk dipersekutukan dengan mereka serta memaksakan diri untuk mengucapkan beberapa kata dan doktrin demi menjaga citra. Aku selalu menyembunyikan apa yang kurang dariku, apa yang tidak kupahami, dan apa yang tidak bisa kulakukan. Aku ingin berpura-pura di depan orang lain bahwa tidak ada masalah yang bisa menggoyahkanku. Bukankah aku sedang berusaha berpura-pura menjadi manusia super? Aku belum pernah menjadi pemimpin gereja sebelumnya dan tidak terlalu paham dengan banyak masalah yang terlibat. Jika aku tidak bisa langsung menyelesaikan masalah Li Yu, itu adalah hal yang wajar. Namun, untuk mengukir citra baikku, aku menutupi apa yang belum kulihat dengan jelas atau kupahami. Aku tidak mau menempatkan diri pada posisiku yang semestinya sebagai orang biasa. Naturku terlalu congkak, aku benar-benar tidak memiliki nalar!

Setelah itu, aku menemukan firman Tuhan yang mengungkap orang-orang yang selalu menutupi diri mereka. Aku pun memperoleh pemahaman lebih lanjut tentang diriku. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Watak macam apakah ketika orang selalu menyamarkan diri, selalu menyembunyikan diri mereka yang sebenarnya, selalu berpura-pura agar orang lain menghormati mereka dan tidak dapat melihat kesalahan atau kekurangan mereka, ketika mereka selalu berusaha menampilkan sisi terbaik mereka kepada orang-orang? Ini adalah watak yang congkak, palsu, dan munafik, ini adalah watak Iblis, ini adalah sesuatu yang jahat. Sebagai contoh, lihatlah anggota rezim Iblis: sebanyak apa pun mereka bertengkar, berseteru, atau membunuh di balik layar, tak seorang pun yang diperbolehkan untuk melaporkan atau menyingkapkan mereka. Mereka takut orang akan melihat wajah Iblis mereka, dan mereka melakukan segala yang mereka bisa untuk menutupinya. Di depan umum, mereka berusaha sekuat tenaga untuk menyembunyikan diri mereka yang sebenarnya, mengatakan betapa mereka mengasihi rakyat, betapa baik, mulia dan tak bercelanya mereka. Ini adalah natur Iblis. Ciri paling menonjol dari natur Iblis adalah tipu muslihat dan tipu daya. Dan apa tujuan dari tipu muslihat dan tipu daya ini? Untuk menipu orang, untuk menghalangi orang agar tidak melihat esensi dan diri mereka yang sebenarnya, dan dengan cara demikian mencapai tujuan untuk memperlama kekuasaan mereka. Rakyat jelata mungkin tidak memiliki kekuasaan dan status semacam itu, tetapi mereka juga ingin membuat orang lain memiliki pandangan yang baik tentang diri mereka, ingin orang memiliki penilaian yang tinggi terhadap mereka, dan ingin status mereka tinggi di hati orang lain. Ini adalah watak yang rusak, dan jika orang tidak memahami kebenaran, mereka tidak mampu mengenali hal ini. Watak yang rusak adalah yang paling sulit untuk dikenali; mengenali kesalahan dan kekuranganmu sendiri itu mudah, tetapi mengenali watak rusakmu sendiri tidaklah mudah. Orang-orang yang tidak mengenal diri mereka sendiri tidak pernah membicarakan keadaan mereka yang rusak—mereka selalu berpikir bahwa mereka baik. Dan tanpa disadari, mereka mulai pamer: 'Selama bertahun-tahun aku beriman, aku telah mengalami begitu banyak penganiayaan dan menderita begitu banyak kesukaran. Tahukah kalian bagaimana aku mengatasi semua itu?' Apakah ini watak yang congkak? Apa motivasi di balik upaya mereka untuk memamerkan diri? (Untuk membuat orang-orang menghormati mereka.) Apa motif mereka membuat orang-orang menghormati mereka? (Agar memiliki status di benak orang-orang ini.) Jika engkau memiliki status di benak orang lain, maka ketika mereka berada bersamamu, mereka menghormatimu, dan terutama bersikap sopan ketika mereka berbicara kepadamu. Mereka selalu mengagumimu, mereka selalu memprioritaskan dirimu dalam segala hal, mereka memberi jalan kepadamu, mereka menyanjung dan mematuhimu. Dalam segala hal, mereka mencarimu dan membiarkanmu mengambil keputusan. Dan engkau merasakan kenikmatan dari hal ini—engkau merasa dirimu lebih kuat dan lebih baik daripada orang lain. Semua orang menyukai perasaan ini. ... Perkataan dan tindakanmu didorong oleh keinginanmu untuk mengejar dan memperoleh status, dan engkau berjuang, merebut, dan bersaing dengan orang lain untuk mendapatkannya. Tujuanmu adalah merebut posisi, dan membuat umat pilihan Tuhan mendengarkanmu, mendukungmu, dan memujamu. Begitu engkau memegang posisi itu, engkau kemudian memperoleh kekuasaan dan dapat menikmati manfaat dari statusmu, menikmati kekaguman dari orang lain, dan menikmati semua keuntungan lain yang menyertai posisi itu. Orang selalu menyamar, memamerkan diri mereka di depan orang lain, berlagak, berpura-pura, dan memperelok diri mereka sendiri untuk membuat orang lain menganggap mereka sempurna. Tujuan mereka dalam hal ini adalah untuk mendapatkan status, sehingga mereka dapat menikmati manfaat dari status itu. Jika engkau tidak percaya, pikirkan ini dengan saksama: mengapa engkau selalu ingin membuat orang menghormatimu? Engkau ingin membuat mereka memujamu dan menghormatimu, sehingga pada akhirnya engkau dapat mengambil alih kekuasaan dan menikmati manfaat dari statusmu. Status yang sangat kaucari akan memberimu banyak manfaat, dan manfaat inilah yang sebenarnya membuat orang lain iri dan menginginkannya. Jika orang merasakan banyak manfaat dari status mereka, itu akan memabukkan mereka, dan mereka akan terbenam dalam kehidupan mewah seperti itu. Orang mengira hanya kehidupan seperti inilah yang tidak sia-sia itu. Manusia yang rusak senang terbenam dalam hal-hal seperti ini. Oleh karena itu, begitu orang memperoleh posisi tertentu dan mulai menikmati berbagai manfaat dari status mereka, mereka akan selalu bernafsu mengejar kesenangan yang berdosa ini, bahkan sampai tidak pernah melepaskannya. Pada dasarnya, mengejar ketenaran dan status didorong oleh keinginan untuk menikmati keuntungan yang menyertai posisi tertentu, untuk memerintah seperti raja, untuk mengendalikan umat pilihan Tuhan, untuk menguasai segalanya, dan untuk mendirikan kerajaan mereka sendiri di mana mereka dapat menikmati manfaat dari status mereka dan terbenam dalam kesenangan yang berdosa. Iblis menggunakan segala macam cara untuk menipu orang, memperdaya mereka, memberi mereka kesan yang salah. Iblis bahkan menggunakan intimidasi dan ancaman untuk membuat orang mengagumi dan takut kepadanya, dengan tujuan utama membuat mereka tunduk dan menyembahnya. Inilah yang menyenangkan Iblis; inilah juga tujuannya ketika dia bersaing dengan Tuhan untuk mendapatkan manusia" (Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Prinsip-Prinsip yang Seharusnya Menuntun Perilaku Orang"). Tuhan mengungkapkan bahwa orang-orang yang senantiasa ingin berpura-pura dan menutupi diri mereka adalah orang-orang munafik, memiliki natur congkak dan palsu, serta menutupi masalah mereka dan menipu orang dengan penampilan palsu hanya untuk menikmati pujian besar dan perlakuan istimewa dari orang lain. Setelah dipilih menjadi pemimpin gereja, ketika aku mencoba menyelesaikan masalah Li Yu, aku berpura-pura memahami dan memiliki pengalaman padahal sebenarnya tidak. Aku juga menggunakan kata-kata yang disusun sembarangan untuk menipu orang lain. Tujuanku adalah mempertahankan citra baikku sendiri. Aku ingin orang lain memujiku, mengagumiku, berkumpul di sekitarku, dan menjadikanku pusat perhatian. Pada akhirnya, aku juga melakukannya untuk menikmati perasaan lebih unggul yang datang dari pujian orang lain. Hatiku sungguh jahat! Sebelum aku dipilih menjadi pemimpin gereja, ketika mendengar saudara-saudari mengajukan pertanyaan, aku selalu ingin membicarakan pengalaman-pengalamanku dengan mereka, karena aku pikir semua orang akan menghormati orang yang punya pengalaman. Oleh karena itu, meskipun aku tidak punya banyak pemahaman berdasarkan pengalaman, aku tetap berusaha bicara lebih banyak. Setelah menjadi pemimpin gereja, aku masih ingin membangun diriku sendiri melalui persekutuan dalam pertemuan-pertemuan. Terlepas dari apakah aku membangun diriku atau tidak, dari segi niat, aku berusaha agar orang menghormati dan mengagumiku. Inilah menempuh jalan antikristus. Begitu aku menjadi pemimpin gereja, aku mulai memikirkan bagaimana caranya membuat orang menghormati dan mengagumiku. Aku juga menggunakan penyamaran dan tipu daya untuk menipu saudara-saudari dan menikmati manfaat dari status. Aku benar-benar tidak memiliki nalar! Apa yang kukejar berlawanan dengan tuntutan Tuhan. Jika hal ini terus berlanjut, itu akan menghambat jalan masuk kehidupan saudara-saudari dan pekerjaan gereja. Cepat atau lambat, aku akan menyinggung Tuhan! Ketika aku memahami hal ini, aku menulis surat kepada Li Yu dan berbicara secara terbuka tentang keadaanku hari itu dan pemahamanku, serta menemukan beberapa firman Tuhan lagi untuk membantunya. Li Yu juga menulis surat kepadaku dan membagikan beberapa pemahamannya. Dengan membuka jati diriku yang sebenarnya, aku merasa seolah-olah telah sedikit menemukan tempat yang tepat untukku dan merasa jauh lebih tenang.

Ketika aku menyadari bahwa masalah berpura-pura dan menutupi diriku ini sangat serius, aku mulai mencari jalan penerapan untuk kumasuki. Dalam pencarianku, aku membaca firman Tuhan: "Engkau harus mencari kebenaran untuk menyelesaikan setiap masalah yang timbul, apa pun masalahnya, dan sama sekali tidak menyamarkan dirimu atau mengenakan kedok di hadapan orang lain. Kekuranganmu, kelemahanmu, kesalahanmu, watakmu yang rusak—terbukalah sepenuhnya mengenai semua itu, dan bersekutulah tentang semuanya itu. Jangan menyembunyikannya di dalam hati. Belajar untuk membuka dirimu sendiri adalah langkah awal menuju jalan masuk kehidupan, dan inilah rintangan pertama, yang paling sulit untuk diatasi. Begitu engkau berhasil mengatasinya, masuk ke dalam kebenaran menjadi mudah. Apa yang ditunjukkan dari mengambil langkah ini? Ini menunjukkan bahwa engkau sedang membuka hatimu dan menunjukkan semua yang kaumiliki, baik atau buruk, positif atau negatif; menelanjangi dirimu agar dilihat oleh orang lain dan oleh Tuhan; tidak menyembunyikan apa pun dari Tuhan, tidak menutupi apa pun, tidak menyamarkan apa pun, bebas dari kelicikan dan tipu muslihat, dan juga bersikap terbuka serta jujur dengan orang lain. Dengan cara ini, engkau hidup dalam terang, dan bukan saja Tuhan akan memeriksamu, tetapi orang lain akan bisa melihat bahwa engkau bertindak dengan prinsip dan dengan suatu tingkat keterbukaan. Engkau tak perlu menggunakan cara apa pun untuk melindungi reputasi, citra, dan statusmu, engkau juga tak perlu menutupi atau menyamarkan kesalahanmu. Engkau tak perlu terlibat dalam upaya yang sia-sia ini. Jika engkau dapat melepaskan hal-hal ini, engkau akan sangat tenang, engkau akan hidup tanpa kekangan atau rasa sakit, dan akan sepenuhnya hidup dalam terang" (Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Bagian Tiga"). "Bagaimana seharusnya engkau berlatih menjadi orang biasa dan normal? Bagaimana ini bisa dilakukan? ... Pertama, jangan memberi gelar pada dirimu sendiri dan menjadi terikat oleh gelar tersebut, dengan berkata, 'Aku ini seorang pemimpin, kepala tim, aku pengawas, tak seorang pun tahu urusan ini lebih baik daripadaku, tak seorang pun mengerti keahlian ini lebih daripadaku.' Jangan terjebak dalam gelar yang kau tunjuk sendiri. Begitu engkau melakukannya, itu akan mengikat tangan dan kakimu, dan apa yang kaukatakan dan lakukan akan terpengaruh. Pemikiran dan penilaian normalmu juga akan terpengaruh. Engkau harus membebaskan diri dari belenggu status ini. Pertama-tama, turunkan dirimu dari gelar dan kedudukan resmi ini dan tempatkanlah dirimu sebagai orang biasa. Jika engkau melakukannya, mentalitasmu akan menjadi sedikit normal. Engkau juga harus mengakui dan berkata, 'Aku tidak tahu bagaimana melakukan ini, dan aku juga tidak mengerti itu—aku harus melakukan penelitian dan belajar,' atau 'Aku tidak pernah mengalami ini, jadi aku tidak tahu harus berbuat apa.' Ketika engkau mampu mengatakan apa yang sebenarnya kaupikirkan dan mengatakannya dengan jujur, engkau akan memiliki nalar yang normal. Orang lain akan mengetahui dirimu yang sebenarnya, dan dengan demikian akan memiliki pandangan yang normal tentang dirimu, dan engkau tidak perlu berpura-pura, engkau juga tidak akan merasa sangat tertekan, sehingga engkau akan dapat berkomunikasi dengan orang-orang secara normal. Hidup seperti ini adalah hidup yang bebas dan mudah" (Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Menghargai Firman Tuhan adalah Landasan Kepercayaan kepada Tuhan"). Setelah membaca firman Tuhan, aku memahami bahwa untuk menyelesaikan masalah berpura-pura dan menutupi diri, kita harus membiarkan orang lain melihat sisi diri kita yang paling asli, bersikap terbuka sepenuhnya tentang segala hal yang tidak bisa kita lakukan dan yang tidak kita pahami, serta membiarkan orang melihat dan mengetahui hal-hal tersebut. Hanya dengan cara inilah kita perlahan dapat melepaskan diri dari kekangan citra dan status. Sebenarnya, dengan tingkat pertumbuhanku, apalagi saat aku baru saja mulai menjalani pelatihan untuk melaksanakan tugas sebagai pemimpin, bahkan jika aku sudah berlatih cukup lama, aku tetap tidak akan bisa memahami dan menyelesaikan setiap masalah yang ada. Yang perlu kulakukan hanyalah bersikap terbuka dan tidak berpura-pura atau menutupi diri. Ketika menyelesaikan masalah dalam melaksanakan tugasku, aku seharusnya bersekutu hanya tentang hal-hal yang kupahami, bersikap jujur kepada orang lain tentang hal-hal yang tidak kupahami atau belum kualami, lalu mencari prinsip-prinsip kebenaran bersama saudara-saudari atau berkonsultasi dengan saudara-saudari lain dan belajar dari mereka. Inilah yang seharusnya kumasuki.

Kemudian, dengan diingatkan oleh seorang saudari, aku mendapati bahwa sudut pandangku keliru. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Ketika seseorang dipilih untuk menjadi pemimpin oleh saudara-saudari, atau dipromosikan oleh rumah Tuhan untuk melakukan pekerjaan tertentu atau melaksanakan tugas tertentu, ini bukan berarti bahwa mereka memiliki status atau jabatan khusus, atau bahwa kebenaran yang mereka pahami lebih dalam dan lebih banyak daripada kebenaran yang dipahami orang lain—terlebih lagi, bukan berarti bahwa orang ini mampu tunduk kepada Tuhan dan tidak akan mengkhianati-Nya. Tentu saja, itu juga bukan berarti bahwa mereka mengenal Tuhan dan merupakan orang yang takut akan Tuhan. Sebenarnya, mereka belum mencapai semua ini. Promosi dan pembinaan hanya merupakan promosi dan pembinaan dalam arti yang sederhana, dan tidak berarti mereka telah ditakdirkan dan diperkenan oleh Tuhan. Promosi dan pembinaan mereka hanya berarti mereka telah dipromosikan dan menunggu pembinaan. Dan hasil akhir dari pembinaan ini tergantung pada apakah orang ini mengejar kebenaran atau tidak, dan apakah mereka mampu memilih jalan mengejar kebenaran atau tidak. Jadi, ketika seseorang di gereja dipromosikan dan dibina untuk menjadi pemimpin, mereka hanya dipromosikan dan dibina dalam arti yang sederhana; itu bukan berarti bahwa mereka telah memenuhi standar dan kompeten sebagai pemimpin, bukan berarti bahwa mereka sudah mampu melakukan pekerjaan kepemimpinan, dan dapat melakukan pekerjaan nyata—itu tidak benar. ... Jadi apa tujuan dan makna mempromosikan dan membina seseorang? Itu adalah agar orang ini, sebagai individu, dipromosikan agar dia dapat melakukan penerapan, dan agar dia dapat disiram dan dilatih secara khusus, dengan demikian memungkinkannya memahami prinsip-prinsip kebenaran, dan prinsip, sarana, dan metode-metode untuk melakukan berbagai hal dan memecahkan berbagai masalah, serta bagaimana menghadapi dan menangani berbagai jenis lingkungan dan orang-orang yang dia jumpai sesuai dengan maksud-maksud Tuhan, dan dengan cara yang melindungi kepentingan rumah Tuhan. Dengan menilai berdasarkan poin-poin ini, apakah orang-orang berbakat yang dipromosikan dan dibina oleh rumah Tuhan cukup mampu melakukan pekerjaan dan melaksanakan tugasnya dengan baik selama masa promosi dan pembinaan atau sebelum promosi dan pembinaan? Tentu saja tidak. Dengan demikian, tidak dapat dihindari bahwa selama masa pembinaan, orang-orang ini akan mengalami pemangkasan, penghakiman dan hajaran, penyingkapan dan bahkan pemberhentian; ini adalah hal yang normal, dan ini adalah pelatihan dan pembinaan" (Firman, Jilid 5, Tanggung Jawab para Pemimpin dan Pekerja, "Tanggung Jawab para Pemimpin dan Pekerja (5)"). Setelah membaca firman Tuhan, aku memahami bahwa pengangkatan dan pembinaan orang oleh rumah Tuhan tidak berarti bahwa orang itu telah memasuki kenyataan kebenaran. Itu tidak berarti bahwa orang tersebut bisa melakukan segalanya dan memahami semuanya. Rumah Tuhan membina orang untuk melatih mereka, agar mereka punya lebih banyak kesempatan untuk belajar bertindak sesuai dengan prinsip dan bisa lebih cepat memasuki kenyataan kebenaran. Hal ini seperti saat saudara-saudari memilihku menjadi pemimpin gereja; itu semata-mata karena aku memiliki kualitas tertentu dan kemampuan memahami. Namun, tidak berarti bahwa aku sudah memahami prinsip-prinsip kebenaran dan mampu bekerja. Untuk memikul tugas sebagai seorang pemimpin, orang harus melewati masa pencarian, pembelajaran, dan pelatihan, serta banyak mencari prinsip-prinsip kebenaran. Saat itu, aku baru saja berlatih sebagai pemimpin. Ini adalah kesempatan belajar yang sangat berharga. Jika aku tidak bisa melihat dengan jelas nilai diriku yang sebenarnya, dan terus bersikap begitu congkak, berpura-pura paham untuk menutupi masalahku demi status, tidak peduli berapa banyak kesempatan yang diberikan Tuhan dan berapa lama aku belajar, aku tidak akan mampu untuk banyak masuk ke dalam kebenaran. Sebaliknya, aku justru akan menempuh jalan antikristus karena mengejar statusku. Itu bertentangan dengan maksud Tuhan.

Kemudian, aku dipilih menjadi pemimpin distrik. Suatu kali, kami mengadakan pertemuan bersama para pemimpin tim penginjilan. Ketika aku mendengarkan saudari yang bekerja sama denganku bersekutu dengan para pemimpin tim, aku mendapati bahwa ada banyak pekerjaan yang tidak kukenal. Untuk beberapa saat, aku tidak tahu harus berkata apa atau mulai dari mana. Saat itu aku berpikir, "Kalau aku diam sepanjang waktu, akankah para pemimpin tim berpikir bahwa aku, sebagai pemimpin distrik, hanyalah pemimpin kosong tanpa kemampuan nyata? Ini adalah pertemuan pertama kami. Jika mereka mengira aku tidak paham apa-apa, bukankah aku akan dipandang rendah saat menindaklanjuti pekerjaan Injil nantinya?" Ketika memikirkan hal ini, aku ingin segera mengatakan sesuatu, agar para pemimpin tim setuju denganku. Namun, aku menyadari bahwa keadaanku saat itu salah. Aku pun segera memfokuskan kembali pikiranku. Aku teringat akan jalan masuk yang ditunjukkan dalam firman Tuhan. Tuhan berfirman: "Ketika engkau tidak lagi menganggap dirimu sebagai pemimpin atau pekerja, dan ketika engkau tidak lagi berpikir dirimu lebih baik daripada orang lain, dan merasa bahwa engkau hanya manusia biasa, yang sama dengan orang lain, dan bahwa ada beberapa area di mana engkau lebih rendah dari orang lain—ketika engkau mempersekutukan kebenaran dan hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan dengan sikap ini, maka dampaknya akan berbeda, demikian juga suasananya akan berbeda" (Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Menghargai Firman Tuhan adalah Landasan Kepercayaan kepada Tuhan"). Saat merenungkan firman Tuhan, aku sadar bahwa hanya dengan menempatkan diriku sebagai orang biasa, suasana pertemuan ini bisa menjadi santai dan alami, baru kemudian hasil dapat tercapai. Aku harus melepaskan identitasku sebagai pemimpin distrik, bertanya tanpa ragu kepada saudara-saudari tentang hal-hal yang tidak kupahami dan menunjukkan sisi diriku yang sebenarnya kepada semua orang. Ketika aku memikirkan hal ini, aku terus mendengarkan persekutuan saudara-saudari tentang pekerjaan penginjilan. Aku bertanya tentang apa pun yang tidak kupahami atau belum bisa kulihat dengan jelas. Lalu saat menemukan masalah, aku juga menyampaikan pemikiran serta saranku. Dengan cara ini, kami berkumpul seharian, meskipun aku tidak memberi banyak saran yang berarti, melalui diskusi dan persekutuan yang timbal balik bersama saudara-saudari, kami menemukan beberapa ide untuk pekerjaan penginjilan dan aku pun memiliki arahan untuk melaksanakan tugasku ke depannya. Aku merasa sangat lega dan senang. Setelah itu, dalam melaksanakan tugasku, aku kadang masih ingin menutupi hal-hal yang tidak kupahami atau tidak bisa kulakukan. Setiap kali aku menyadari keinginan untuk menutupi diriku lagi, aku dengan sadar berdoa kepada Tuhan untuk menyesuaikan keadaanku. Lalu, aku membuka diri dan memperlihatkan keadaanku yang sebenarnya kepada saudara-saudari agar mereka mengetahui situasiku yang sesungguhnya. Ketika aku menerapkan ini, saudara-saudari bukan hanya tidak memandangku rendah, melainkan lebih bersedia bekerja sama denganku. Kami pun jadi lebih bisa sepemikiran dalam melaksanakan tugas kami. Aku sangat bersyukur kepada Tuhan atas pencapaian ini!

Sebelumnya:  11. Bagaimana Menerima Pengawasan Membantuku

Selanjutnya:  13. Akibat Tidak Mengejar Jalan Masuk Kehidupan

Konten Terkait

Pengaturan

  • Teks
  • Tema

Warna Solid

Tema

Jenis Huruf

Ukuran Huruf

Spasi Baris

Spasi Baris

Lebar laman

Isi

Cari

  • Cari Teks Ini
  • Cari Buku Ini

Connect with us on Messenger