16. Bertekad Menempuh Jalan Iman kepada Tuhan
Chen Xiao memiliki keluarga kecil yang hangat dan harmonis, serta suami yang sangat menyayanginya. Dia juga akur sekali dengan mertua dan para tetangganya. Para kerabat dan tetangganya sangat iri padanya. Pada musim semi tahun 2008, Chen Xiao beruntung bisa menerima pekerjaan Tuhan Yang Mahakuasa pada akhir zaman. Dengan membaca firman Tuhan, Chen Xiao memahami bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan, bahwa sinar matahari, udara, dan hujan yang mereka nikmati, semuanya disediakan oleh Tuhan, dan bahwa dia harus melaksanakan tugasnya sebagai makhluk ciptaan untuk menyebarluaskan Injil Tuhan, membawa lebih banyak orang ke hadapan Tuhan untuk menerima keselamatan-Nya. Chen Xiao dengan gembira bergabung dengan barisan orang-orang yang memberitakan Injil. Namun, keadaan yang baik ini tidak bertahan lama, karena PKT berupaya menyingkirkan gereja Tuhan, mengarang berbagai rumor untuk memfitnah dan mencemarkan nama Gereja Tuhan Yang Mahakuasa, serta melancarkan penangkapan secara sewenang-wenang terhadap orang-orang yang percaya kepada Tuhan Yang Mahakuasa. Setelah memercayai rumor-rumor itu, suaminya, yang bekerja jauh dari rumah, sering menelepon Chen Xiao untuk menasihatinya agar meninggalkan imannya. Keluarganya juga mulai mengganggu dan menekannya.
Suatu sore pada musim dingin tahun 2010, tak lama setelah Chen Xiao pulang dari memberitakan Injil, kakak laki-lakinya datang, menunjuk ke arah Chen Xiao dan bertanya, "Kau masih percaya kepada Tuhan dan berkeliling memberitakan Injil? Jangan pikir aku bodoh! Negara melarang kepercayaan kepada Tuhan seperti ini. Kalau kau benar-benar ditangkap, kita tidak akan bisa lagi menunjukkan wajah di depan umum!" Saat dia berbicara, dia mengeluarkan ponselnya untuk menelepon orang tua mereka. Tak lama kemudian, mereka semua datang. Chen Xiao menyadari bahwa kakaknya telah membawa orang tua mereka untuk menghentikannya percaya kepada Tuhan, jadi dia berseru dalam hati kepada Tuhan agar hatinya tidak terusik. Ibunya memohon kepadanya, "Sayang, imanmu membuatku khawatir sepanjang hari. Aku takut suatu hari nanti kau akan ditangkap polisi dan seluruh keluarga kita akan menderita karenanya. Kau harus mendengarkan ibumu, tinggalkan saja imanmu itu." Melihat ibunya memohon kepadanya dengan begitu gigih, Chen Xiao berpikir, "Tidak mudah baginya untuk membesarkanku, lalu sekarang aku malah membuatnya khawatir dan takut. Bukankah aku tidak berbakti?" Chen Xiao tak sanggup lagi menatap wajah ibunya dan memalingkan kepala. Pada saat itu, ayahnya berkata dengan serius sambil merokok, "Dengarkan, Nak! Lakukan saja apa yang kami katakan, seperti kata pepatah, 'Orang harus menanggung sendiri akibatnya jika mengabaikan nasihat orang tua.' Bagaimana orang baik bisa bertahan hidup di dunia kita ini? Kita tak punya kerabat yang berkuasa, jadi kalau kau akhirnya benar-benar ditangkap, kau tidak hanya akan menderita, tetapi kau juga akan didenda. Kalau keadaannya buruk, kau bisa kehilangan segalanya. Selama Revolusi Kebudayaan, paman dari orang tuamu ditangkap pemerintah karena menjadi anggota 'organisasi keagamaan' dan dijatuhi hukuman panjang. Dia hampir mati di penjara. Orang bijak tahu kapan harus mundur dan tidak melempar telur ke batu! Nak, dengarkan aku dan tinggalkan saja imanmu. Mari kita hidup tenang supaya seluruh keluarga tidak terseret." Chen Xiao tidak sanggup membiarkan orang tuanya yang sudah lanjut usia begitu khawatir. Dia juga khawatir tentang apa yang akan dilakukannya jika dia akhirnya benar-benar ditangkap oleh polisi dan keluarganya terkena dampaknya. Di satu sisi, orang tuanya sudah tua. Di sisi lain, dia percaya kepada Tuhan yang benar dan mengikuti jalan yang benar. Chen Xiao terjebak dalam dilema. Lalu, kakaknya berkata dengan tegas, "Pemerintah PKT itu ateis. Selama kau percaya kepada Tuhan, hidupmu tidak akan pernah damai. Bukan hanya kau yang akan menderita, melainkan seluruh keluarga kita juga akan terseret. Haruskah kau bersikap keras kepala seperti ini? Dengarkan saja orang tua kita dan tinggalkan imanmu." Pada saat ini, Chen Xiao merasa dirinya berada dalam keadaan bingung dan tak yakin harus bertindak bagaimana. Dia hanya bisa berdoa dalam hati, "Tuhan, aku merasa lemah menghadapi tentangan dari keluargaku. Tolong beri aku pencerahan dan bimbing aku." Setelah berdoa, Chen Xiao teringat satu bagian firman Tuhan: "Dalam setiap langkah pekerjaan yang Tuhan lakukan pada manusia, di luarnya tampak sebagai interaksi antara manusia, seolah-olah lahir karena pengaturan manusia atau dari gangguan manusia. Namun di balik layar, setiap langkah pekerjaan, dan semua yang terjadi, adalah pertaruhan yang Iblis buat di hadapan Tuhan, dan menuntut orang-orang untuk tetap teguh dalam kesaksian mereka bagi Tuhan" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Hanya Mengasihi Tuhan yang Berarti Sungguh-Sungguh Percaya kepada Tuhan"). Dari firman Tuhan, Chen Xiao memahami bahwa meskipun keluarganya tampak menghalanginya, sebenarnya, Iblislah yang ingin menggunakan gangguan keluarganya terhadap dirinya untuk membuatnya meninggalkan dan mengkhianati Tuhan. Dengan demikian, Iblis membuat dia kehilangan kesempatan untuk diselamatkan. Iblis benar-benar berbahaya dan jahat! Lagi pula, nasib setiap orang ada di tangan Tuhan. Segala sesuatu yang harus dialami seseorang dan penderitaan yang harus ditanggungnya dalam hidup telah ditetapkan sebelumnya oleh Tuhan. Apakah dia akan ditangkap atau apakah keluarganya akan terseret juga telah ditentukan oleh Tuhan. Dia harus menyerahkan segalanya kepada Tuhan serta tunduk pada pengaturan dan penataan-Nya. Chen Xiao bersyukur dalam hati kepada Tuhan atas bimbingan-Nya dan bertekad: Sekeras apa pun keluarganya menghalanginya, dia tidak akan pernah menyerah pada mereka, dia tidak mau membiarkan rencana Iblis berhasil. Dia dengan tegas berkata kepada keluarganya, "Aku percaya kepada Tuhan dan menempuh jalan yang benar. Aku tidak melakukan hal-hal yang melanggar hukum atau terlibat dalam politik. Aku memberitakan Injil untuk membawa lebih banyak orang datang ke hadapan Tuhan agar diselamatkan. Ini adalah hal yang baik! Kalian tidak berani percaya kepada Tuhan karena takut ditangkap, jadi aku tidak akan memaksa kalian, tetapi aku juga tidak akan membiarkan kalian mengusik imanku. Aku bertekad untuk percaya kepada Tuhan sampai akhir." Mendengar ini, suaminya tampak tak berdaya dan terus merokok sambil menundukkan kepalanya. Melihat keteguhan tekad Chen Xiao, orang tuanya pergi sambil marah. Lalu kakak laki-lakinya berkata dengan kasar kepada suami Chen Xiao, "Kalau dia tidak mau mendengarkan dan bersikeras dengan imannya itu, patahkan saja kakinya!" Setelah mengatakan ini, dia pun pergi dengan perasaan marah. Setelah mendengar kata-kata kakaknya, Chen Xiao merasa takut dan bingung, "Namun, kau kakakku! Imanku kepada Tuhan adalah hal yang baik, bagaimana kau bisa begitu tak berperasaan terhadapku?" Saat dia memikirkan bahwa percaya kepada Tuhan berarti harus menanggung kesalahpahaman dan penolakan dari kerabat, dia bertanya-tanya bagaimana harus melanjutkan perjalanan hidupnya. Chen Xiao merasa sedikit lemah dan segera berseru kepada Tuhan dalam hatinya, "Tuhan, tolong berikan aku iman dan kekuatan. Tuntun aku di sepanjang jalan yang akan kutempuh."
Setelah itu, Chen Xiao teringat akan satu bagian firman Tuhan: "Tak seorang pun dari antaramu yang dilindungi oleh hukum—sebaliknya, engkau semua dihukum oleh hukum. Bahkan, yang lebih jadi masalah adalah orang-orang tidak memahamimu: entah itu kerabat, orang tua, para sahabat, atau rekan-rekanmu, tak seorang pun dari antara mereka yang memahami dirimu. Ketika engkau dibuang Tuhan, mustahil bagimu untuk melanjutkan hidup di bumi, tetapi, meskipun demikian, manusia tidak tahan berada jauh dari Tuhan, inilah arti penting penaklukan Tuhan atas manusia, dan inilah kemuliaan Tuhan" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Apakah Pekerjaan Tuhan Sesederhana yang Manusia Bayangkan?"). Chen Xiao merenungkan firman Tuhan dan memahami bahwa PKT menyangkal dan menentang Tuhan, bahwa dengan percaya kepada Tuhan di negara ateis yang diperintah oleh PKT, orang akan dianiaya dan ditangkap oleh PKT, keluarganya bahkan akan salah paham dan menolaknya. Semua hal ini tidak dapat dihindari. Pada akhir zaman, Tuhan datang untuk mengungkapkan kebenaran demi menyelamatkan umat manusia. PKT sangat menentang serta mengutuk Kristus, menangkap dan menganiaya orang-orang Kristen. PKT juga menggunakan segala cara yang tercela untuk menghalangi orang agar tidak percaya kepada Tuhan dan mengikuti-Nya. Di mana-mana, mereka memasang spanduk dan poster, mengarang berbagai rumor, serta mencemarkan dan menjelek-jelekkan Gereja Tuhan Yang Mahakuasa, mengarang segala macam kebohongan untuk memfitnah dan mengutuk pekerjaan Tuhan. Bahkan anggota keluarga orang Kristen pun ditindas dan dianiaya. Jika satu orang beriman, seluruh keluarganya ikut terlibat. Hal ini dilakukan untuk membangkitkan ketidakpuasan dan kebencian keluarganya terhadap orang Kristen. Banyak orang yang tidak memahami kebenaran telah dibutakan oleh PKT dan menjadi kaki tangannya. Chen Xiao memikirkan keluarganya sendiri yang telah disesatkan dan diintimidasi oleh rumor yang tak berdasar ini. Karena takut terseret, mereka memihak PKT serta menganiaya dan menghalanginya beriman kepada Tuhan, menyebabkan keluarga yang tadinya harmonis dilanda kekacauan. Dalang di balik semua ini adalah PKT, rezim Iblis itu! Chen Xiao dengan jelas melihat bahwa PKT adalah perwujudan Iblis, setan yang melahap manusia! Dia membenci setan itu dari lubuk hatinya yang terdalam dan bertekad untuk melepaskan diri dari ikatan dan kekangannya demi mengikuti Tuhan untuk selamanya.
Suatu hari pada musim dingin tahun 2011, setelah sarapan, Chen Xiao pergi keluar untuk memberitakan Injil. Sementara itu, suaminya pergi minum-minum bersama teman-temannya. Seorang teman memprovokasi suami Chen Xiao dengan berkata, "Negara tidak mengizinkan orang untuk percaya kepada Tuhan. Chen Xiao percaya kepada Tuhan dan berkeliling ke mana-mana untuk memberitakan Injil. Jika kau tidak menjaganya dan dia akhirnya ditangkap, bisa-bisa kau juga mendapat masalah!" Pada siang hari, Chen Xiao pulang ke rumah dan ketika dia melihat suaminya mengobrak-abrik barang, jantungnya berdebar kencang. Suaminya menemukan selembar kertas di bawah papan untuk menjahit yang bertuliskan firman Tuhan. Sambil merobeknya, dia meraung, "Sudah berapa kali aku bilang? Negara tidak mengizinkan orang percaya kepada Tuhan, tetapi kau tetap percaya! Kenapa kau tidak mau mendengar?" Sambil berkata demikian, dia memukul dada Chen Xiao beberapa kali. Chen Xiao terhuyung mundur beberapa langkah akibat pukulan itu, lalu menenangkan diri dan dengan marah berkata, "Aku tidak merugikan siapa pun dengan percaya kepada Tuhan, kenapa tidak kau biarkan saja aku percaya kepada Tuhan?" Ketika Chen Xiao mengatakan ini, suaminya mulai menendang kakinya dengan keras. Sambil menendang, suaminya berkata, "Kalau aku keluar, teman-temanku menertawakanku karena tidak bisa mengendalikan istriku sendiri, aku jadi malu! Akan kutunjukkan kepada mereka siapa yang memegang kendali!" Anak laki-laki mereka bergegas datang untuk melerai, tetapi suaminya tetap menendanginya, lalu Chen Xiao terhuyung dan hampir jatuh. Agar tidak dipukuli oleh suaminya, Chen Xiao lari ke luar pintu. Suaminya segera mengejar, mengambil batu bata dari pinggir jalan dan melemparkannya ke arah Chen Xiao, lalu mengenai tumitnya. Dia berlari untuk menyelamatkan diri. Ketika menoleh ke belakang, dia melihat suaminya mengejarnya dengan tongkat tebal yang panjangnya lebih dari satu meter. Chen Xiao panik. Sebelum sempat berlari jauh, dia dihantam tongkat oleh suaminya. Suaminya mengangkat tongkat itu lagi dan memukul Chen Xiao secara membabi buta, mengutuknya sambil memukulnya, "Aku akan memukulmu sampai mati kalau kau tidak meninggalkan imanmu itu!" Dia tidak berhenti sampai tongkat itu patah menjadi dua. Chen Xiao terus berseru kepada Tuhan dalam hatinya, lalu seorang tetangga keluar dan menarik suaminya agar menjauh. Chen Xiao dipukuli begitu parah sampai seluruh tubuhnya merasakan rasa sakit yang tak tertahankan. Dia berusaha bangkit dan tertatih-tatih ke rumah kakak perempuannya. Ketika kakaknya melihat tangan dan kaki Chen Xiao penuh dengan memar, dia merasa sangat terpukul. Sambil berlinang air mata, dia berkata, "Yang kau lakukan hanyalah percaya kepada Tuhanmu, tetapi dia begitu kejam! Bagaimana dia bisa memukulmu seperti ini?"
Malam itu, Chen Xiao berbaring di tempat tidur, berguling-guling kesakitan dan tidak bisa tidur. Dia memikirkan bagaimana keluarganya dulu harmonis dan suaminya tidak pernah bertengkar dengannya. Namun, hanya karena imannya kepada Tuhan, suaminya sampai tega memukul dan memakinya. Chen Xiao merasa lemah dan terus berseru kepada Tuhan, "Tuhan, aku merasa sangat lemah menghadapi penganiayaan dan penolakan dari keluargaku serta penangkapan oleh PKT. Bagaimana aku bisa melangkah ke depan?" Setelah berdoa, Chen Xiao teringat satu bagian firman Tuhan yang dibacanya dalam sebuah pertemuan: "Mungkin engkau semua ingat kata-kata ini: 'Sebab penderitaan ringan kami, yang hanya sementara, mengerjakan bagi kami kemuliaan yang lebih besar dan kekal.' Engkau semua pernah mendengar kata-kata itu sebelumnya, tetapi tak satu pun darimu yang memahami arti sebenarnya dari kata-kata tersebut. Hari ini, engkau sadar sepenuhnya akan makna sebenarnya dari kata-kata tersebut. Kata-kata ini akan dipenuhi oleh Tuhan pada akhir zaman, dan akan dipenuhi dalam diri orang-orang yang telah dianiaya secara brutal oleh si naga merah yang sangat besar di negeri tempatnya berbaring melingkar. Si naga merah yang sangat besar itu menganiaya Tuhan dan ia adalah musuh Tuhan, dan karenanya, orang-orang di negeri ini mengalami penghinaan dan penganiayaan karena kepercayaan mereka kepada Tuhan, dan sebagai hasilnya, perkataan-perkataan ini terpenuhi dalam diri engkau semua, sekelompok orang ini" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Apakah Pekerjaan Tuhan Sesederhana yang Manusia Bayangkan?"). Setelah merenungkan firman Tuhan, Chen Xiao memahami bahwa kini Tuhan telah datang pada akhir zaman untuk bekerja dan menyelamatkan manusia di negara yang paling menentang dan menganaiya Tuhan. Orang-orang yang percaya kepada Tuhan harus mengalami penganiayaan dan kesengsaraan ini serta harus menanggung penderitaan ini. Tuhan menggunakan keadaan-keadaan seperti ini untuk menanamkan kebenaran kepada orang-orang, sehingga mereka dapat melihat natur jahat, tercela, licik, dan kejam dari naga merah yang besar di tengah penganiayaan dan kesengsaraan, serta mengenali wajah iblisnya sebagai musuh Tuhan. Hal ini memungkinkan orang untuk menolaknya, meninggalkannya, tetap teguh dalam kesaksian mereka bagi Tuhan, dan mempermalukan Iblis. Hanya mereka yang pada akhirnya mampu tetap teguh dalam kesaksian setelah mengalami penganiayaan dan kesusahan yang memenuhi syarat untuk menerima berkat kekal. Dia juga memikirkan bagaimana Tuhan Yang Mahatinggi datang untuk bekerja dan menyelamatkan umat manusia di negara ateis, menanggung ejekan, penghinaan, fitnah, penolakan, penganiayaan, dan pengejaran dari orang-orang dunia sekuler. Dia tidak memiliki tempat untuk meletakkan kepala-Nya, tetapi Dia tidak pernah menyerah dalam menyelamatkan umat manusia. Chen Xiao berpikir dalam hatinya, "Apalah arti penderitaanku ini jika dibandingkan dengan itu." Setelah memikirkan hal ini, Chen Xiao merasa bahwa imannya sangat kecil. Dia sadar bahwa dirinya telah menjadi negatif dan lemah karena penderitaan yang kecil itu, bahkan sampai salah paham dan mengeluh kepada Tuhan. Ini menunjukkan bahwa dia benar-benar tidak memiliki hati nurani dan nalar! Dia juga menyadari bahwa penderitaan demi memperoleh keselamatan dalam iman adalah hal yang berharga dan bermakna. Dia pun terus bersyukur dan memuji Tuhan dalam hatinya! Ketika dia makin merasa terbebas dalam hatinya, rasa sakit di tubuhnya pun jauh berkurang. Tanpa disadari, dia pun tertidur.
Keesokan paginya, Chen Xiao kembali ke rumah. Suaminya menunjuk ke arahnya dan berkata, "Kalau kau mau mengatakan bahwa kau akan meninggalkan imanmu, aku akan memperlakukanmu seperti putri raja dan mencukupi kebutuhanmu. Kau tak perlu melakukan pekerjaan apa pun. Kalau kau meninggalkan imanmu, kau bisa melakukan apa pun yang kau mau!" Saat mendengar ini, Chen Xiao berpikir, "Sejak kita menikah, aku bekerja tanpa henti, bergadang, dan bekerja keras menjahit pakaian untuk orang lain demi menghidupi rumah tangga. Aku kelelahan hingga menderita berbagai penyakit. Aku sudah menghabiskan hari-hariku untuk mencurahkan hati dan jiwaku demi keluarga ini. Sekarang, hanya karena imanku, kau telah melupakan ikatan pernikahan kita dan memukuliku tanpa belas kasihan. Masih pantaskah kau disebut manusia?" Chen Xiao menyadari bahwa suaminya tidak akan berhenti sampai dia dipaksa mengkhianati Tuhan. Makin dia memikirkannya, makin marah dia jadinya. Dia teringat satu bagian firman Tuhan yang pernah dibacanya: "Mengapa suami mengasihi istrinya? Dan mengapa istri mengasihi suaminya? Mengapa anak-anak berbakti kepada orang tuanya? Mengapa orang tua menyayangi anak-anak mereka? Niat macam apa yang sebenarnya dimiliki orang? Bukankah niat mereka adalah untuk memuaskan rencana dan keinginan egois mereka sendiri? ... Tidak ada hubungan antara suami yang percaya dan istri yang tidak percaya, dan tidak ada hubungan antara anak yang percaya dan orang tua yang tidak percaya; kedua tipe orang ini sama sekali tidak sesuai. Sebelum memasuki peristirahatan, orang memiliki kasih sayang daging dan kekeluargaan, tetapi begitu memasuki peristirahatan, orang tidak lagi memiliki kasih sayang daging dan kekeluargaan untuk dibicarakan" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Tuhan dan Manusia akan Masuk ke Tempat Perhentian Bersama-sama"). Dia juga teringat bahwa Tuhan Yesus berfirman: "Jika dunia membenci engkau, ketahuilah bahwa ia sudah membenci Aku lebih dahulu sebelum ia membenci engkau. Jika engkau berasal dari dunia, dunia akan mengasihi engkau sebagai miliknya: tetapi karena engkau bukan berasal dari dunia, karena Aku telah memilih engkau dari dunia, karena itulah dunia membencimu" (Yohanes 15:18-19). Chen Xiao merenungkan firman Tuhan. Dia teringat bagaimana dia telah membanting tulang untuk mendapatkan uang dan menghidupi keluarganya, merawat orang tua dan anak-anak. Suaminya hanya peduli padanya jika ada untungnya. Setelah Chen Xiao mengenal Tuhan, watak asli suaminya pun terungkap karena dia mulai takut kalau penangkapan istrinya oleh PKT akan menyeretnya dan mengancam kepentingannya. Dia sepenuhnya mengabaikan ikatan pernikahan mereka demi melindungi kepentingannya sendiri, melakukan segala cara untuk menghalangi iman Chen Xiao kepada Tuhan, bahkan sampai menggunakan kekerasan. Saat itulah Chen Xiao sadar bahwa suaminya sama sekali tidak memiliki kasih sayang sejati terhadapnya. Orang percaya dan orang tidak percaya benar-benar tidak cocok. Esensi suaminya adalah setan yang membenci dan menentang Tuhan. Dia adalah musuh Tuhan. Chen Xiao memikirkan hal ini dan memahami bagaimana dia harus menerapkan. Saat menyadari bahwa waktu pertemuan sudah dekat, dengan bijak, dia berkata kepada suaminya, "Karena kau sudah sangat kejam kepadaku, aku dengan jelas bisa melihat seperti apa dirimu sebenarnya. Aku bertekad untuk percaya kepada Tuhan! Seluruh tubuhku masih sakit karena kaupukuli dan aku perlu suntikan serta obat." Setelah mengatakan ini, Chen Xiao pun pergi ke pertemuan.
Pada musim panas tahun 2017, seperti biasa, Chen Xiao pergi ke pertemuan seusai sarapan. Usai pertemuan, saat dia hampir sampai di depan pintu rumahnya, dia melihat ibu mertuanya dan ibunya sedang duduk di luar. Chen Xiao melihat wajah mereka yang pucat dan berlinang air mata, tetapi dia belum tahu apa yang telah terjadi. Begitu melihat Chen Xiao, ibu mertuanya segera berkata, "Tadi pagi, dua mobil polisi datang bersama sekelompok petugas. Mereka bilang ada orang yang melaporkan bahwa kau percaya kepada Tuhan dan mereka ingin membawamu ke kantor polisi untuk 'dididik ulang'. Aku bilang kau sedang bepergian, tetapi mereka tidak percaya dan terus bertanya di mana kau berada. Mereka juga bilang bahwa begitu kau pulang, kami harus segera melapor. Jika tidak, kami akan dianggap menyembunyikan seorang pelaku kehajatan." Ibunya menyeka air matanya dan berkata dengan suara yang bergetar, "Kau pulang tepat setelah polisi baru saja pergi, nyaris sekali! Sebaiknya kau segera pergi bersembunyi di rumah kakak perempuanmu!" Setelah mendengar bahwa polisi datang untuk menangkapnya, Chen Xiao merasa sangat gugup dan jantungnya berdebar kencang. Tanpa berpikir panjang, dia bergegas masuk untuk mengambil buku firman Tuhan dan beberapa pakaian, lalu cepat-cepat pergi dengan mengendarai sepeda listriknya. Ketika mendengar kabar bahwa polisi datang untuk menangkap Chen Xiao, suaminya pergi bersama sepupunya ke rumah kakak perempuan Chen Xiao. Sepupunya menasihatinya, "Pemerintah sekarang sedang menangkap orang percaya di mana-mana. Polisi bilang percaya kepada Tuhan itu melanggar hukum di Tiongkok. Selama ada anggota keluarga yang percaya kepada Tuhan, anak-anak tidak diizinkan masuk universitas atau mendaftar menjadi tentara. Tunjangan untuk orang tua pun akan dicabut. Kalau kau meneruskan imanmu ini, kau akan menyeret orang tua dan anak-anak bersamamu. Kau harus mempertimbangkan seluruh keluarga." Suaminya berkata, "Bagaimanapun, yang lemah tak mungkin bisa melawan yang kuat. Kalau kau terus percaya kepada Tuhanmu, keluarga kita tidak akan bisa hidup tenang lagi!" Saat mendengar kata-kata suaminya, Chen Xiao merasa agak lemah dan dia berpikir, "Anak kami sebentar lagi akan ikut ujian masuk universitas. Kalau imanku membuat anak kami tidak bisa kuliah dan keluargaku ikut terkena dampaknya, mereka pasti akan menyalahkanku." Chen Xiao merasakan gelombang kecemasan, jadi dia langsung berdoa kepada Tuhan, "Tuhan! Hari ini aku menghadapi situasi ini dengan seizin-Mu. Aku tahu bahwa PKT juga ada di tangan-Mu. Tolong beri aku pencerahan dan bimbing aku agar memahami maksud-Mu." Setelah berdoa, Chen Xiao teringat beberapa bagian firman Tuhan yang pernah dibacanya sebelumnya: "Dari saat engkau lahir dengan menangis ke dalam dunia ini, engkau mulai memenuhi tanggung jawabmu. Demi rencana Tuhan dan penentuan-Nya, engkau memainkan peranmu dan memulai perjalanan hidupmu. Apa pun latar belakangmu, dan apa pun perjalanan yang akan kautempuh, bagaimanapun juga, tak seorang pun dapat lolos dari pengaturan dan penataan Surga, dan tak seorang pun dapat mengendalikan nasibnya sendiri, karena hanya Dia yang berdaulat atas segala sesuatu yang mampu melakukan pekerjaan semacam itu" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Tuhan adalah Sumber Kehidupan Manusia"). "Pekerjaan apa pun yang dijalani seseorang, apa yang orang lakukan untuk mencari nafkah, dan berapa banyak kekayaan yang orang kumpulkan dalam hidup ini, itu tidaklah ditentukan oleh orang tua, talenta, upaya, ataupun ambisi seseorang, melainkan telah ditentukan dari semula oleh Sang Pencipta" (Firman, Jilid 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Tuhan itu Sendiri, Tuhan yang Unik III"). Chen Xiao mulai memahami dari firman Tuhan bahwa nasib seseorang telah ditentukan oleh Surga. Dia berpikir, "Aku hanyalah makhluk ciptaan yang kecil, tidak mampu mengendalikan nasibku sendiri. Lagi pula, bukankah nasib anakku juga ada di tangan Tuhan? Entah anakku bisa masuk universitas atau tidak, itu tidak ditentukan oleh pemerintah atau orang mana pun. Entah aku akan ditangkap oleh polisi atau tidak, itu juga tidak ditentukan oleh polisi." Setelah memahami hal ini, Chen Xiao pun tahu cara menerapkan. Mengenai apakah anak mereka bisa masuk universitas dan apakah dia akan ditangkap serta dipenjara, dia bersedia menyerahkan semua itu kepada Tuhan dan tunduk pada kedaulatan serta pengaturan-Nya.
Suami Chen Xiao melihat dia bertekad kuat dan bersikeras untuk terus beriman. Dia berkata kepada Chen Xiao, "Kau sudah menarik perhatian polisi dan harus bersembunyi. Kau tidak bisa terus mempertaruhkan dirimu seperti ini. Bagaimana kalau kau ikut aku bekerja ke Xinjiang agar bisa bersembunyi untuk sementara?" Chen Xiao menyadari bahwa suaminya ingin membawanya ke padang pasir. Di sana, dia tidak akan bisa membaca firman Tuhan atau menghadiri pertemuan dengan saudara-saudari. Tujuannya tetap untuk menghalangi imannya kepada Tuhan. Chen Xiao terus berdoa dalam hatinya, memohon kepada Tuhan agar memberinya iman untuk mengatasi siasat Iblis. Setelah berdoa, dia berkata dengan tegas, "Kondisi kesehatanku tidak baik dan aku tidak bisa bekerja di sana. Aku tidak mau pergi!" Ketika menyadari bahwa istrinya tidak bisa dibujuk, suaminya dengan marah berkata, "Lihat dirimu sekarang, kau sudah membuat seluruh kantor polisi kesal. Anak kita juga akan terdampak saat mendaftar ke universitas. Aku tidak sanggup menanggung malu karena ini. Aku mau cerai!" Mendengar suaminya mengatakan ini, Chen Xiao merasakan pergumulan sengit dalam hatinya. Dia berpikir, "Kalau suamiku benar-benar menceraikanku, siapa yang akan mengurus anak kami? Bagaimana aku akan bertahan hidup?" Ketika memikirkan segala hal ini, Chen Xiao merasa sangat tersiksa. Di tengah rasa sakitnya, Chen Xiao teringat sebuah lagu pujian firman Tuhan yang dahulu biasa dinyanyikannya:
Engkau Harus Tinggalkan Semua demi Kebenaran
1 Engkau harus menderita kesukaran demi kebenaran, engkau harus mengorbankan dirimu untuk kebenaran, engkau harus menanggung penghinaan demi kebenaran, dan engkau harus mengalami lebih banyak penderitaan demi memperoleh lebih banyak kebenaran. Inilah yang harus engkau lakukan. Janganlah membuang kebenaran demi kenikmatan keluarga yang harmonis, dan janganlah kehilangan martabat dan integritas seumur hidupmu demi kenikmatan sesaat.
2 Engkau harus mengejar segala yang indah dan baik, dan engkau harus mengejar jalan dalam hidup yang lebih bermakna. Jika engkau menjalani kehidupan biasa dan duniawi, dan tidak memiliki tujuan apa pun untuk dikejar, bukankah ini berarti menyia-nyiakan hidupmu? Apa yang dapat engkau peroleh dari kehidupan semacam itu? Engkau harus meninggalkan seluruh kenikmatan daging demi satu kebenaran, dan jangan membuang seluruh kebenaran demi sedikit kenikmatan. Orang-orang seperti ini tidak memiliki integritas atau martabat; keberadaan mereka tidak ada artinya!
—Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Pengalaman Petrus: Pengetahuannya tentang Hajaran dan Penghakiman"
Chen Xiao paham bahwa orang seharusnya melepaskan kenikmatan daging sesaat demi memperoleh kebenaran, memenuhi tugas mereka, dan menjadi makhluk ciptaan yang memenuhi standar untuk bersaksi bagi Tuhan. Hanya dengan demikian hidup menjadi bermakna. Dia menyadari bahwa percaya kepada Tuhan dan melaksanakan tugas adalah jalan yang benar. Jika dia meninggalkan imannya kepada Tuhan demi menikmati kesenangan jasmani dan keharmonisan keluarga, dia tidak pantas hidup di hadirat Tuhan dan akan kehilangan kesempatan untuk memperoleh keselamatan. Jadi, Chen Xiao berkata kepada suaminya, "Kalau kau mau cerai, silakan. Meskipun kita bercerai, aku akan tetap percaya kepada Tuhan dan mengikuti-Nya selamanya!" Suaminya terdiam dan keluar dari rumah kakak perempuan Chen Xiao dengan perasaan marah. Kemudian, suaminya dan keluarganya menyadari bahwa tidak peduli bagaimana mereka berusaha menghalanginya, Chen Xiao tidak akan menyerah, jadi mereka tidak lagi peduli terhadap iman Chen Xiao. Sejak saat itu, Chen Xiao bisa menghadiri pertemuan dan melaksanakan tugasnya dengan bebas.