73. Untuk Hidup Dengan Bermartabat, Hiduplah Dengan Jujur
Pada tahun 2015, untuk menghindari penangkapan dan penganiayaan oleh PKT, aku melarikan diri ke luar negeri. Aku bekerja sambil percaya kepada Tuhan. Aku mendapatkan pekerjaan sebagai kasir di sebuah supermarket besar, dan ini adalah pekerjaan pertamaku di dunia luar. Aku sangat menghargai pekerjaan ini dan ingin melakukannya dengan baik, tetapi karena kurangnya pengalaman, ditambah lagi dengan fakta bahwa supermarket itu menjual berbagai macam barang, dan semua komunikasi dilakukan dalam bahasa asing, aku tidak terbiasa dengan semua itu. Bos akan marah dan menyuruhku bekerja lebih cepat saat aku lambat, tetapi ketika aku bekerja cepat, aku lebih mudah melakukan kesalahan, dan bos sering memarahiku karena ceroboh, dan ketika pembukuannya salah, aku harus membayar selisihnya dengan jumlah yang tepat. Bekerja seperti ini membuatku merasa gelisah setiap hari. Bahkan pada malam hari pun aku bermimpi sedang menghitung uang di kasir. Saat itu, aku merasa sangat tertekan setiap hari dan benar-benar tidak ingin pergi bekerja, tetapi kemudian aku berpikir tentang betapa sulitnya menemukan pekerjaan di luar negeri, dan betapa sulitnya mencari pekerjaan lain jika aku berhenti dari pekerjaan ini. Dalam situasi seperti itu, aku terpaksa bertahan. Suatu hari, aku bertanya kepada seorang kasir yang berpengalaman, "Bagaimana aku bisa menghindari kesalahan ketika ada begitu banyak pelanggan dan situasi yang sangat sibuk?" Kasir itu tersenyum kepadaku dan berkata, "Kesalahan tidak bisa dihindari. Lagi pula, siapa yang tidak pernah melakukan kesalahan? Kuncinya adalah mencari cara untuk menyelesaikan masalahnya. Pikirkan saja, istri bos sibuk setiap hari, jadi bagaimana dia akan mampu memeriksa setiap transaksi? Selama jumlah totalnya cocok dengan sistem, itu tidak masalah. Terkadang, ketika pelanggan membeli beberapa barang, aku hanya mengambil uangnya tanpa memberikan struk atau mencatatnya, dengan begitu, aku bisa diam-diam memperbaiki pembukuan dan menghindari teguran, atau setidaknya sedikit mengurangi selisihnya." Aku terkejut. Jadi, caranya agar tidak ditegur adalah dengan menipu dan bermain-main, dan semuanya hanya soal memperdaya istri bos. Aku tidak bisa menerimanya dalam hatiku. Aku percaya kepada Tuhan dan harus menjadi orang yang jujur. Kelicikan dan tipu daya dibenci oleh Tuhan, jadi aku tidak bisa melakukan itu. Aku harus tetap teliti dan melakukan pekerjaanku dengan baik, dengan begitu, pikiranku bisa tenang.
Namun, meskipun aku sudah berhati-hati dan teliti, ketika ada banyak pelanggan dan situasinya sedang sibuk, kesalahan masih tidak bisa dihindari. Suatu hari, bos memperingatkanku lagi, "Jika kau membuat kesalahan lagi, kau harus mengganti tiga kali lipat dari jumlahnya, atau kau akan dipecat!" Ketika mendengar bosku mengucapkan kata-kata keras itu tanpa sedikit pun belas kasihan, aku langsung merasa terpukul. Jika aku tidak segera menemukan solusi, aku akan dipecat. Jadi, aku mulai melakukan hal-hal seperti yang dilakukan kasir yang lebih berpengalaman itu. Ketika aku melihat selisih dalam pembukuan, aku mengambil uangnya saja tanpa memberikan struk ketika pelanggan membeli barang-barang kecil. Dengan cara ini, jumlah uangnya akan seimbang, dan tidak akan ada catatan di sistem komputer, dan setelah selisihnya cukup tertutupi, aku kembali menjalankan prosedur kasir seperti biasa. Pada awalnya, aku sangat gugup dan takut ada orang yang mengetahuinya, karena bagaimanapun juga, mesin kasir berada tepat di bawah kamera CCTV, jadi jika ada yang menonton rekaman, mereka akan bisa melihat setiap gerakanku dengan jelas. Terkadang, bosku datang dan bertanya, "Kenapa kau tidak memberikan struk kepada pelanggan itu?" dan aku dengan cepat bersikap acuh tak acuh dan berkata, "Mereka bilang itu hanya jumlah kecil, jadi mereka tidak membutuhkan struk, dan aku pun lupa." Setelah mendengar itu, bosku tidak mengatakan apa-apa lagi. Menutupi selisih uang pun berjalan "mulus" dengan cara ini. Namun, bagaimanapun juga, aku masih merasa tidak senang terhadap hal itu. Saat aku tiba di rumah, aku langsung jatuh ke tempat tidur, memikirkan bahwa aku adalah orang yang percaya kepada Tuhan, dan seharusnya aku mengatakan kebenaran serta menjadi orang yang jujur, tetapi aku tidak pernah menyangka prinsipku akan runtuh begitu mudahnya karena kepentingan pribadi. Aku merasa sedikit bersalah, dan hati nuraniku gelisah, tetapi kemudian aku berpikir, "Aku melakukan ini hanya karena tidak punya pilihan, aku harus mempertahankan pekerjaanku." Jadi aku menggunakan pembenaran ini untuk menenangkan diriku.
Di luar dugaanku, dalam beberapa hari berikutnya, beberapa hal yang tidak terduga terjadi kepadaku. Beberapa pelanggan bahkan menukar label harga barang, dan karena tidak ada barcode pada beberapa barang, dan aku tidak mengenali beberapa alat, barang seharga $55 akhirnya terjual dengan harga $5. Ada juga cek senilai lebih dari $400 yang aku terima tanpa tanda tangan pelanggan. Bosku mengetahui semua kejadian ini. Aku terperangah, berpikir, "Bagaimana mungkin aku membuat begitu banyak kesalahan yang melibatkan jumlah uang sebesar itu?" Setelah mendengar tentang hal ini, bosku berkata dengan kasar, "Habislah kau. Nanti akan kuperiksa rekaman CCTV agar aku bisa melihat bagaimana kau membuat kesalahan-kesalahan ini. Jika uangnya tidak kembali, kau harus menggantinya tiga kali lipat!" Saat itu, aku merasa sudah tamat, bahwa aku mungkin akan kehilangan pekerjaanku, dan semua uang yang kudapatkan dengan susah payah harus dikembalikan. Aku merasa semuanya hancur berantakan. Ketika aku tiba di rumah, aku tidak bisa tenang dan merasa tidak berdaya. Aku tidak tahu bagaimana cara mengganti kerugian ini, tetapi aku menyadari bahwa ada maksud Tuhan di balik situasi-situasi ini, jadi aku menghampiri Tuhan dan berdoa, meminta Tuhan membimbingku dan memberiku pencerahan agar aku bisa memahami maksud-Nya, sehingga aku tahu bagaimana cara bertindak dengan tepat. Setelah berdoa, aku membaca satu bagian dari firman Tuhan: "Engkau harus tahu bahwa Tuhan menyukai mereka yang jujur. Dalam esensi-Nya, Tuhan adalah setia, jadi firman-Nya selalu bisa dipercaya; tindakan-tindakan-Nya, terlebih lagi, tidak mengandung kesalahan dan tidak dapat disangkal, inilah sebabnya Tuhan menyukai mereka yang sepenuhnya jujur kepada-Nya. Kejujuran berarti memberikan hatimu kepada Tuhan, bersungguh-sungguh kepada Tuhan dalam segala sesuatu, terbuka kepada-Nya dalam segala sesuatu, tidak pernah menyembunyikan yang sebenarnya, tidak berusaha menipu mereka yang di atas dan di bawahmu, dan tidak melakukan sesuatu semata-mata demi mengambil hati Tuhan. Singkatnya, jujur berarti murni dalam tindakan dan perkataanmu, dan tidak menipu baik Tuhan maupun manusia" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Tiga Peringatan"). Ya. Esensi Tuhan adalah kudus dan setia, dan Dia berbicara dengan jujur. Tuhan mengasihi orang-orang yang jujur. Dia berkata bahwa hanya dengan menjadi orang yang jujur kita bisa diselamatkan dan masuk ke dalam kerajaan surga. Sebagai orang Kristen, aku harus menerapkan sikap yang jujur sesuai dengan firman Tuhan, menerima pemeriksaan Tuhan dalam segala hal, dan menyebut sesuatu sebagaimana adanya, serta tidak pernah berbuat licik. Ketika berinteraksi dan bekerja dengan orang lain, aku harus berusaha untuk dapat dipercaya, membuat orang lain merasa aman dan mereka dapat memercayaiku. Hidup seperti ini membawa martabat dan sejalan dengan maksud Tuhan. Namun pada saat itu, untuk menghindari teguran oleh bosku atau ketahuan telah melakukan kesalahan, aku mulai berbuat licik, sama seperti orang-orang yang tidak percaya. Aku menjual barang, mengambil uangnya, dan tidak memberikan struk untuk menutupi selisih yang ada. Aku menggunakan cara-cara tercela ini untuk menipu bosku dan membohongi orang lain. Meskipun hati nuraniku merasa bersalah, aku masih menenangkan diriku dengan alasan-alasan yang tampaknya bermartabat. Orang lain mungkin tidak langsung menyadari apa yang kulakukan, tetapi Tuhan memeriksa segala sesuatu dengan jelas. Pada saat itu, aku mulai lebih memahami tentang maksud dan tuntutan Tuhan. Aku menyadari bahwa menjadi orang yang jujur mencerminkan keserupaan dengan manusia yang sejati, dan aku juga menyadari bahwa hambatan dan rintangan baru-baru ini adalah cara Tuhan mengingatkan dan memperingatkanku untuk tidak terus berada di jalan yang salah.
Setelah itu, aku mulai merenung, bertanya kepada diriku sendiri, "Apa yang membuatku bersedia mengikuti orang-orang di sekitarku dalam berbuat licik? Apa yang mengendalikan diriku?" Saat mencari, aku membaca firman Tuhan yang berkata: "Mengapa orang bersikap licik? Karena mereka ingin mencapai tujuan mereka sendiri, ingin mencapai sasaran mereka sendiri, jadi mereka menggunakan cara-cara yang curang. Ketika melakukannya, mereka tidak terbuka dan tidak jujur, dan mereka bukanlah orang yang jujur. Pada saat-saat inilah orang memperlihatkan keburukan dan kelicikan mereka, atau kekejaman dan kehinaan mereka. Dengan watak rusak seperti ini di dalam hati manusia, mereka merasa bahwa menjadi orang jujur itu sangat sulit. Di sinilah letak kesulitan dalam menjadi orang jujur. Namun, jika engkau adalah orang yang mencintai kebenaran, dan mampu menerima kebenaran, menjadi orang yang jujur tidak akan terlalu sulit. Engkau akan merasa itu jauh lebih mudah. Mereka yang memiliki pengalaman pribadi tahu betul bahwa penghalang terbesar untuk menjadi orang yang jujur adalah kelicikan manusia, tipu muslihat, kejahatan, dan niat tercela mereka. Selama watak-watak rusak ini masih ada, menjadi orang jujur akan sangat sulit" (Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Penerapan Paling Mendasar untuk Menjadi Orang Jujur"). Saat merenungkan firman Tuhan, aku pun tenggelam dalam pemikiran yang mendalam. Ternyata, aku berbuat licik untuk melindungi kepentingan pribadiku. Ketika dihadapkan dengan kehilangan uang dan harga diri, bahkan risiko kehilangan pekerjaanku, aku mulai berbuat licik dan menipu, bahkan aku merugikan kepentingan orang lain untuk menutupi kesalahan-kesalahanku. Lebih parahnya lagi, bahkan rasa bersalah dalam hatiku pun tidak menyadarkanku. Aku berpikir bahwa semua orang pun menipu seperti ini, jadi tindakanku tidak melewati batas. Setelah aku melakukan kesalahan, aku melakukan tipu daya, dan berbuat licik, bahkan aku tidak merasa malu, tetapi justru menemukan alasan yang terdengar mulia untuk diriku sendiri. Aku benar-benar tidak memiliki kemanusiaan! Aku hidup menurut watak rusak Iblis dalam diriku, dengan berbohong dan menipu. Hal ini membuat Tuhan membenciku, dan menyebabkan rasa sakit yang luar biasa kepadaku. Hanya dengan bertobat kepada Tuhan dan fokus pada mengatakan kebenaran serta bersikap jujur aku bisa menemukan kedamaian dan tidak merasa lelah. Tuhan menggunakan situasi-situasi ini untuk membangunkan hatiku yang mati rasa, dan aku tidak boleh berbohong atau menipu lagi. Kehilangan uang dan harga diri adalah satu hal, tetapi kehilangan martabat dan integritas adalah hal yang sama sekali berbeda. Dengan pemikiran ini, aku memutuskan untuk bertanggung jawab, dan aku menggunakan gajiku di bulan itu untuk mengganti kerugian ini. Secara tidak terduga, anggota staf lain di supermarket mengenali orang yang belum menandatangani cek dengan menonton rekaman CCTV, dan mereka mendapatkan cara untuk menemukan orang itu. Mengenai alat-alat yang aku jual secara keliru, istri bos berkata bahwa pelanggan juga memiliki tanggung jawab, dan karena aku masih muda, aku memang belum bisa diharapkan mampu mengenali beberapa alat, jadi aku hanya diminta untuk mengganti setengah dari jumlahnya. Masalah-masalah ini akhirnya terselesaikan dengan mudah. Aku tahu Tuhanlah yang mengatur dan menata orang-orang, kejadian, dan segala sesuatu di sekitarku untuk membantuku. Aku mengungkapkan rasa syukurku yang tulus dan memuji Tuhan, dan imanku untuk menjadi orang yang jujur pun dikuatkan.
Suatu malam, saat memeriksa pembukuan, aku menyadari bahwa aku kekurangan delapan dolar. Aku berpikir, "Apakah semalam aku memasukkan terlalu banyak uang kas? Tidak. Apakah mungkin ada beberapa kupon yang belum dihitung? Tidak. Apakah ada kesalahan dalam pembukuan? Tidak." Aku memikirkannya dari berbagai sudut, tetapi tetap tidak bisa menemukan di mana letak kesalahannya. Aku diliputi kecemasan, memikirkan bagaimana aku akan ditegur oleh istri bos besok, dan aku merasa tertekan serta cemas. Bosku pernah berkata bahwa jika aku membuat kesalahan lagi, aku akan dipecat, dan sekarang karena aku membuat kesalahan lagi, aku merasa tidak yakin apakah aku akan bisa mempertahankan pekerjaanku. Namun kemudian aku berpikir, "Biasanya, istri bos hanya memeriksa laporan keuangan setiap dua atau tiga hari sekali, jadi dia mungkin tidak akan memeriksa hari ini. Besok aku bisa mencari kesempatan untuk 'menutupi' uang tersebut, dengan begitu, aku tidak akan ditegur atau kehilangan pekerjaanku." Namun, ketika aku memikirkan bahwa aku sudah bertekad di hadapan Tuhan untuk mengatakan yang benar dan jujur, aku merasa sedikit bersalah. Setibanya di rumah, aku kembali berdoa kepada Tuhan tentang kesulitanku, memohon kepada Tuhan untuk membimbingku lagi dan memberikan jalan ke depan. Setelah berdoa, aku membaca firman Tuhan yang berkata: "Ketika orang hidup di dunia ini, di bawah pengaruh Iblis, dikuasai dan dikendalikan oleh kekuatan Iblis, mustahil bagi mereka untuk bersikap jujur. Mereka hanya bisa menjadi makin licik dan suka menipu. Hidup di tengah manusia yang rusak, menjadi orang yang jujur tentu saja banyak kesulitannya. Kemungkinan besar kita akan diejek, difitnah, dikritik, bahkan dikucilkan dan diusir oleh orang tidak percaya, oleh raja setan, dan setan-setan hidup. Jadi, mungkinkah bertahan hidup sebagai orang yang jujur di dunia ini? Adakah ruang bagi kita untuk bertahan hidup di dunia ini? Ya. Tentu saja ada ruang bagi kita untuk bertahan hidup. Tuhan telah menentukan kita dari semula dan memilih kita, dan Dia pasti membukakan jalan keluar bagi kita. Kita percaya kepada Tuhan dan mengikuti Dia sepenuhnya di bawah bimbingan-Nya, dan kita hidup sepenuhnya dengan napas dan hidup yang Dia anugerahkan. Karena kita telah menerima kebenaran firman Tuhan, kita memiliki aturan baru tentang cara hidup, dan tujuan baru untuk hidup kita. Landasan hidup kita telah diubah. Kita telah memiliki cara hidup yang baru, cara baru dalam berperilaku, yang sepenuhnya demi memperoleh kebenaran dan agar kita diselamatkan. Kita telah memiliki cara hidup yang baru: kita hidup untuk melaksanakan tugas kita dengan baik dan memuaskan Tuhan. Ini sama sekali tidak ada kaitannya dengan apa yang kita makan secara fisik, apa yang kita kenakan, atau di mana kita tinggal; ini berkaitan dengan kebutuhan rohani kita" (Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Penerapan Paling Mendasar untuk Menjadi Orang Jujur"). "Terlepas dari perbedaan dalam kemampuan, kecerdasan, dan tekad, semua orang adalah setara di hadapan nasib, yang tidak membedakan antara yang besar dan yang kecil, yang tinggi dan yang rendah, yang terpandang dan yang rata-rata. Pekerjaan apa pun yang dijalani seseorang, apa yang orang lakukan untuk mencari nafkah, dan berapa banyak kekayaan yang orang kumpulkan dalam hidup ini, itu tidaklah ditentukan oleh orang tua, talenta, upaya, ataupun ambisi seseorang, melainkan telah ditentukan dari semula oleh Sang Pencipta" (Firman, Jilid 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Tuhan itu Sendiri, Tuhan yang Unik III"). Setelah membaca firman Tuhan ini, aku merasa benar-benar tenang. Di dunia yang penuh kejahatan ini, orang-orang bertahan hidup dengan mengandalkan falsafah Iblis tentang cara berinteraksi dengan orang lain. Demi kepentingan diri sendiri, kita saling menipu, dan ada pemahaman tentang setiap tindakan harus dibalas dengan setimpal. Seolah-olah jika kita tidak bertindak seperti ini, kita tidak akan bisa bertahan hidup. Aku percaya kepada Tuhan dan aku tahu bahwa hidupku berasal dari-Nya, bahwa Tuhan berdaulat atas takdirku, dan kenyataan bahwa aku masih hidup dan bernapas adalah karena kedaulatan dan perlindungan Tuhan. Jenis pekerjaan yang kumiliki bergantung pada ketetapan dan pengaturan Tuhan, bukan pada siapa pun. Mengapa aku terus memeras otakku dengan berusaha meraih segala sesuatu melalui penipuan? Bukankah lebih baik memiliki hati yang terbuka, melakukan apa yang harus kulakukan, dan menyerahkan semuanya kepada Tuhan? Dengan pemikiran ini, aku merasa jauh lebih tenang, dan aku bertekad untuk menjadi orang yang jujur dan menerima pengawasan Tuhan dalam apa pun yang kulakukan. Karena aku telah membuat kesalahan, aku harus bertanggung jawab, dan soal bagaimana cara mengganti rugi dan apakah aku bisa mempertahankan pekerjaan ini, semua ini ada di tangan Tuhan, dan aku bersedia tunduk pada kedaulatan dan pengaturan Tuhan.
Keesokan harinya, saat aku bertugas di kasir, aku kebetulan memiliki kesempatan untuk tidak memberikan struk, yang berarti aku bisa menutupi kekurangan delapan dolar itu. Hatiku kembali terguncang, dan tepat saat aku hendak bertindak, aku tiba-tiba teringat firman Tuhan ini: "Engkau harus menjadi orang yang polos; jangan mencoba untuk menjadi licin dan jangan menjadi orang yang licik. (Di sini, Aku memintamu sekali lagi untuk menjadi orang yang jujur.)" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Pelanggaran akan Menuntun Manusia ke Neraka"). Aku sadar bahwa Tuhan sedang mengingatkanku untuk menjadi orang yang jujur, bukan penipu. Orang-orang yang penuh tipu daya itu memalukan. Aku teringat firman Tuhan yang berkata: "Dalam segala sesuatu yang terjadi pada orang-orang, Tuhan mengharuskan mereka untuk berdiri teguh dalam kesaksian mereka bagi Dia. Meskipun tidak ada hal besar yang terjadi kepadamu saat ini dan engkau tidak menjadi kesaksian yang besar, semua detail kehidupanmu sehari-hari berhubungan dengan kesaksian bagi Tuhan. Jika engkau dapat membuat saudara-saudari, anggota keluarga, dan semua orang di sekitarmu kagum; jika pada suatu hari orang tidak percaya datang, dan mengagumi semua hal yang kaulakukan, dan melihat bahwa semua yang Tuhan lakukan menakjubkan, berarti engkau telah menjadi kesaksian. Walaupun engkau tidak memiliki pengertian dan kualitasmu rendah, melalui penyempurnaan Tuhan atas dirimu, engkau akan mampu memuaskan Dia dan memperhatikan maksud-Nya, menunjukkan kepada orang lain pekerjaan besar apa yang telah Dia lakukan dalam diri orang-orang dengan kualitas terburuk. Ketika orang mulai mengenal Tuhan dan menjadi para pemenang di hadapan Iblis, luar biasa setia kepada Tuhan, maka tidak ada yang lebih pemberani daripada sekelompok orang ini, dan inilah kesaksian yang terbesar" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Hanya Mengasihi Tuhan yang Berarti Sungguh-Sungguh Percaya kepada Tuhan"). Aku memahami bahwa pada saat ini, Tuhan sedang mengawasiku untuk melihat apakah aku bisa menerapkan kebenaran. Meskipun ini tidak terlihat seperti masalah besar, pilihan dan tindakan ini melibatkan kesaksian. Aku tahu betul bahwa Tuhan menyukai orang-orang yang jujur, tetapi aku masih hidup mengikuti prinsip bertahan hidup Iblis, menggunakan trik dan menipu. Bukankah aku sedang mencemarkan nama Tuhan? Meskipun aku tidak akan bisa memberikan kesaksian besar, aku harus menerapkan kebenaran dalam hal-hal kecil yang kutemui dalam kehidupan sehari-hari. Setelah memahami maksud Tuhan, aku membuat tekad yang kuat bahwa apa pun situasinya, aku akan menjadi orang yang jujur dan menyenangkan Tuhan. Setelah itu, aku berhenti memikirkan bagaimana menutupi kekurangan delapan dolar itu, dan mulai bekerja dengan tekun. Hari itu pun berlalu, dan ketika tiba saatnya untuk menghitung pembukuan di malam hari, aku dengan tenang berdoa kepada Tuhan, dan mempersiapkan diriku untuk kemungkinan kehilangan uang. Setelah berdoa, aku mulai menghitung uangnya, dan yang mengejutkanku, jumlahnya tepat! Aku terkejut. Malam sebelumnya, aku yakin ada selisih delapan dolar, jadi bagaimana mungkin jumlahnya sekarang tepat? Aku menghitungnya beberapa kali lagi, dan tidak diragukan lagi, jumlahnya benar-benar tepat! Aku merasa sangat bersyukur kepada Tuhan dan lega karena tidak memilih untuk menipu. Hatiku merasa tenang karena aku telah menerapkan sikap jujur sesuai dengan firman Tuhan.
Sejak saat itu, tidak peduli masalah apa yang muncul di pekerjaan atau apakah aku perlu bertanggung jawab atas sesuatu, aku akan secara proaktif berkomunikasi dengan bosku untuk menyelesaikannya. Bos dan rekan-rekanku memujiku karena ketekunan dan tanggung jawabku dalam pekerjaan, dan beberapa bulan kemudian, bos memberiku kenaikan gaji. Kemudian, aku bertanya kepada bosku apakah aku bisa mengurangi jam kerja, dan tidak kusangka, bos yang biasanya ketat terhadap karyawan justru menyetujuinya dengan senang hati. Suatu hari, tanpa sengaja, aku mendengar percakapan antara seorang kasir dan staf lainnya. Kasir itu berkata, "Bos benar-benar tidak adil; dia begitu memanjakan Meredith, memberinya kenaikan gaji, mempersingkat jam kerjanya, bahkan membiarkannya menyesuaikan jadwalnya sendiri. Apa pun permintaanku, dia langsung menolaknya." Staf itu menjawab, "Siapa yang tidak mau bekerja dengan orang yang jujur, teguh, dan membuat orang lain merasa tenang?" Mendengar ini, aku bersyukur dan memuji Tuhan dari lubuk hatiku yang terdalam, karena aku tahu bahwa kritik bosku terhadapku telah berubah menjadi rasa hormat dan kepedulian, bukan karena aku baik, tetapi karena firman Tuhan telah mengubahku. Ketika aku menerapkan sikap jujur sesuai dengan firman Tuhan, aku mendapatkan kembali martabatku sebagai manusia dan mendapatkan rasa hormat dari orang lain. Aku merasakan di lubuk hatiku bahwa firman Tuhan adalah kebenaran, dan bahwa firman-Nya adalah kriteria bagi perilaku dan sikap manusia. Melakukan penerapan sesuai dengan firman Tuhan itu sungguh luar biasa!