16. Kini Aku Bisa Memfokuskan Diri pada Tugasku

21 Februari 2024. Cerah.

Hari ini, pengawas pekerjaan tulis-menulis tiba-tiba mengirimiku pesan: Belakangan ini, mengapa kau belum sempat menulis naskah? Dengan begitu, kita bisa melihat apa kau bisa berlatih melaksanakan tugas sebagai penulis naskah. Saat membaca pesan itu, aku sangat bersemangat. Menulis adalah hobiku. Kalau dapat melaksanakan tugas sebagai penulis naskah di gereja, aku bisa mewujudkan impianku menjadi penulis. Selain itu, penulis naskah adalah orang yang berpikiran mendalam dan kreatif sehingga dihormati oleh saudara-saudari mereka. Sekarang aku mendapat kesempatan itu. Aku harus menghargai dan memanfaatkan kesempatan tersebut.

24 Februari 2024. Mendung.

Di luar terlihat berkabut dan buram. Aku menyandarkan pipi di telapak tangan dan terus menggerakkan tetikus dengan tangan satunya sambil menatap layar komputer dengan saksama. Namun, pikiranku melayang ribuan mil jauhnya. Aku menyerahkan naskah percobaanku kepada pengawas sehari sebelumnya dan tidak tahu kapan balasannya akan datang. Tiba-tiba terdengar notifikasi. Itu adalah pesan suara yang dikirim oleh pengawas: Aku sudah membaca naskah percobaanmu. Masih ada cukup banyak kekurangan. Untuk saat ini, mungkin kau bisa berlatih menyortir artikel terlebih dahulu. Itu bukan hasil yang kuharapkan. Menurutku, tugas menyortir artikel sama sekali tidak memerlukan keahlian teknis. Dengan melaksanakan tugas itu daripada menulis naskah, aku merasa bakatku kurang tersalurkan dan kurang dihargai oleh orang lain. Namun, bagaimanapun juga, itu tetap berkaitan dengan tugas tulis-menulis. Dengan perasaan campur aduk, aku menerimanya.

6 Maret 2024. Cerah.

Saat dihadapkan pada tumpukan artikel, meski kubaca, kata-kata pengawas terus terngiang di pikiranku. Apakah dia benar-benar punya rencana agar aku menulis naskah? Apakah dia berpikir, karena aku sudah lama tidak melaksanakan tugas tulis-menulis, dia memintaku menyortir artikel dahulu agar aku bisa memanfaatkan kesempatan ini untuk membekali diri dengan kebenaran? Lalu, aku teringat masa-masa yang menyenangkan ketika aku menulis naskah. Meskipun melaksanakan tugas itu melelahkan, setiap hari terasa begitu memuaskan. Berkat bimbingan pemimpin, keterampilan profesionalku berkembang pesat. Aku juga sering berbicara dan berdiskusi tentang masalah dengan pemimpin dan para direktur. Semua orang benar-benar menghormatiku. Namun sekarang, aku hanya melakukan pekerjaan menyortir artikel yang membosankan dan kurang diapresiasi. Saat saudara-saudari yang kukenal bertanya tugas apa yang kulaksanakan, aku bahkan tidak tahu bagaimana menjelaskannya. Aku merasa, meski masih melaksanakan tugas tulis-menulis, aku hanya mengurusi hal-hal kecil. Rasanya apa yang kulakukan sama sekali tidak pantas disebut penulisan naskah. Aku tidak tahu kapan akan ada kesempatan menulis naskah lagi. Makin kupikirkan, makin aku merasa negatif sehingga tak kuasa melanjutkan membaca artikel yang ada di tanganku. Kemudian, aku mencari dan membaca firman Tuhan. Tuhan berfirman: "Bagi semua orang yang melaksanakan tugas, sedalam atau sedangkal apa pun pemahaman mereka akan kebenaran, cara paling sederhana untuk masuk ke dalam kenyataan kebenaran adalah dengan memikirkan kepentingan rumah Tuhan dalam segala sesuatu, dan melepaskan keinginan mereka yang egois, niat pribadi, motif, kesombongan, dan status mereka. Prioritaskan kepentingan rumah Tuhan—inilah setidaknya yang harus orang lakukan. Jika seseorang yang melaksanakan tugas bahkan tak mampu berbuat sebanyak ini, lalu bagaimana mungkin dia bisa disebut melaksanakan tugasnya? Itu bukanlah melaksanakan tugas. Engkau harus terlebih dahulu memikirkan kepentingan rumah Tuhan, memikirkan maksud-maksud Tuhan, dan memikirkan pekerjaan gereja. Menempatkan hal-hal ini sebagai yang pertama dan terutama; baru setelah itulah engkau dapat memikirkan tentang stabilitas statusmu atau tentang bagaimana orang lain memandangmu. Bukankah engkau semua akan merasa bahwa ini menjadi sedikit lebih mudah apabila engkau membaginya menjadi kedua langkah ini dan melakukan beberapa kompromi? Jika engkau menerapkan hal ini selama beberapa waktu, engkau akan mulai merasa bahwa memuaskan Tuhan bukanlah hal yang sesulit itu. Selain itu, engkau harus mampu memenuhi tanggung jawabmu, melaksanakan kewajiban dan tugasmu, serta mengesampingkan keinginan egois, niat dan motifmu; engkau harus memikirkan maksud-maksud Tuhan dengan saksama, dan juga mengutamakan kepentingan rumah Tuhan, pekerjaan gereja, serta tugas yang harus kaulaksanakan. Setelah mengalami hal ini selama beberapa waktu, engkau akan merasa bahwa ini adalah cara berperilaku yang baik. Ini berarti menjalani hidup dengan jujur dan tulus, serta tidak menjadi orang yang hina dan keji; ini berarti hidup secara adil dan terhormat, bukan hidup dengan tercela, hina dan tidak berguna. Engkau akan merasa bahwa inilah cara orang seharusnya bertindak dan citra diri yang seharusnya mereka jalani. Lambat laun, keinginanmu untuk memuaskan kepentinganmu sendiri akan berkurang" (Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Kebebasan dan Kemerdekaan Hanya Dapat Diperoleh dengan Menyingkirkan Watak yang Rusak"). Setelah membaca firman Tuhan itu, aku dipenuhi penyesalan. Aku datang menghadap Tuhan sambil menangis dan berdoa, "Tuhan yang terkasih, aku benar-benar tidak memiliki hati nurani, egois, dan tercela. Engkau mengangkatku dengan memberi kesempatan untuk melaksanakan tugas tulis-menulis di gereja, tetapi aku masih belum puas, selalu memikirkan reputasi dan statusku sendiri. Di mata orang, aku tampak ingin meningkatkan keterampilan dan mendapatkan pelatihan lebih baik, padahal niat di baliknya hanya demi reputasi dan statusku. Semua yang kupertimbangkan adalah apakah tugasku itu penting, memberiku peluang untuk menjadi pusat perhatian, dan bisa membuatku dihormati orang lain. Saat keinginanku tak terpenuhi, aku menjadi menentang dan negatif, bahkan menolak melaksanakan tugas itu. Aku sadar betapa egois dan tercelanya diriku! Aku sudah cukup lama tidak melaksanakan tugas tulis-menulis dan tidak menguasai banyak prinsip. Aku juga tidak memiliki pemahaman yang jelas tentang kebenaran. Seandainya aku benar-benar diminta menulis naskah, aku tidak akan mampu melakukannya. Pengaturan mereka untuk terlebih dahulu melatihku menyortir artikel memang sudah tepat, tetapi aku masih merasa menentang. Aku sungguh tidak masuk akal! Tuhan yang terkasih, aku begitu memberontak. Aku tidak ingin lagi mempertimbangkan kepentinganku sendiri. Aku bersedia tunduk pada pengaturan gereja dan melaksanakan tugasku saat ini dengan baik." Setelah berdoa, aku merasa jauh lebih lega. Hatiku tidak lagi terganggu atau terkekang oleh hal ini. Ketika aku membaca artikel lagi, aku bisa menenangkan hatiku.

19 Maret 2024. Berawan.

Sudah hampir sebulan aku melaksanakan tugas tulis-menulis dan mampu menemukan beberapa masalah dalam artikel yang telah kubaca. Beberapa artikel yang kusortir dan kupilih bahkan sudah dibuat menjadi video. Aku sangat senang dan yakin bisa melaksanakan tugas ini dengan baik. Aku ingat beberapa hari lalu pengawas berkata, "Sekarang, gereja kekurangan penulis naskah. Kalau kau tertarik, kau bisa berlatih menulis naskah." Kata-kata itu meninggalkan kesan mendalam padaku. Sepertinya aku masih punya harapan untuk menulis naskah. Meskipun kualitasku biasa saja, asalkan aku membekali diri dengan banyak kebenaran, lambat laun aku akan berkembang. Karena hal itu, aku sangat menantikan setiap sesi belajar tim. Dengan cara itu, aku bisa mempelajari lebih banyak prinsip dan meningkatkan keterampilan profesionalku. Setelah sekian lama, mungkin aku bahkan akan diangkat menjadi penulis naskah. Hari ini adalah hari belajar tim. Seperti biasa, aku bangun lebih awal. Namun, sebelum sesi belajar dimulai, pengawas berkata kepadaku, "Kau boleh hadir sesuai dengan jadwalmu sendiri jika kau mau, tetapi jika tidak pun tidak apa-apa." Tiba-tiba aku merasa sedikit canggung. Mengapa dia tidak mewajibkanku untuk belajar? Bukankah dia sempat menyebut akan melatihku menulis naskah? Kelihatannya pengawas memang tidak berencana membinaku. Beberapa saat kemudian, dua saudari penulis naskah lainnya berhalangan hadir. Pengawas pun berkata, "Tidak semua orang hadir hari ini. Kita pelajari besok saja." Aku memaksakan diri untuk tetap tenang dan menjawab, "Oke." Setelah offline, aku tertegun cukup lama. Aku merasa impianku mendapatkan kesempatan menulis naskah benar-benar hancur. Apakah pengawas berpikir bahwa aku tidak layak dibina dan kualitasku tidak cukup untuk menulis naskah? Mengapa kehadiranku dalam sesi belajar tim tampak tidak penting sama sekali? Hari ini suasana hatiku sangat buruk. Aku tidak punya energi dalam hal apa pun yang kulakukan dan efisiensiku dalam melaksanakan tugas pun sangat rendah. Biasanya aku bisa membaca belasan artikel sehari, tetapi hari ini hanya beberapa saja. Pikiranku juga terasa sangat keruh dan aku tidak ingin berusaha merenungkan masalah yang tak kupahami. Aku hanya ingin menangis. Air mataku mengalir tak terkendali. Dalam hati aku berdoa, "Tuhan yang terkasih, aku ingin berlatih menulis naskah dan memberikan sedikit sumbangsihku. Sebanyak apa pun penderitaanku, itu bukanlah masalah. Mengapa aku tak pernah dipromosikan? Tuhan yang terkasih, aku tidak memahami maksud-Mu ...."

20 Maret 2024. Cerah.

Kicauan burung di luar jendelaku membangunkanku dari mimpiku. Seperti biasa, aku menyalakan ponsel dan membaca firman Tuhan. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Apa prinsip-prinsipmu dalam berperilaku? Engkau harus berperilaku sesuai dengan posisimu, menemukan tempatmu yang tepat dan melaksanakan tugas dengan baik yang seharusnya kaulaksanakan; hanya orang seperti inilah yang bernalar. Sebagai contoh, jika orang mahir dalam keterampilan profesional tertentu dan memahami prinsip-prinsipnya, mereka harus memikul tanggung jawab dan melakukan pemeriksaan akhir di area tersebut; jika orang mampu memberikan gagasan dan wawasan, menginspirasi orang lain dan membantu mereka untuk melaksanakan tugas mereka dengan lebih baik—itu berarti mereka harus menyampaikan ide-ide mereka. Jika engkau mampu menemukan tempatmu yang tepat dan bekerja secara harmonis dengan saudara-saudarimu, engkau akan mampu melaksanakan tugasmu—inilah yang dimaksud dengan cara engkau berperilaku sesuai dengan posisimu. Sebelumnya, engkau mungkin hanya mampu memberikan beberapa ide, tetapi jika engkau berusaha memberikan hal lain, dan engkau akhirnya berusaha sangat keras untuk melakukannya, tetapi tetap tak mampu melakukannya; dan kemudian, ketika orang lain memberikan hal tersebut, engkau merasa tidak nyaman dan tidak ingin mendengarnya, lalu hatimu sedih dan terkekang, dan engkau mengeluh tentang Tuhan dan menganggap Tuhan tidak benar—maka ini adalah ambisi. Watak apa yang melahirkan ambisi dalam diri seseorang? Watak congkaklah yang melahirkan ambisi. Semua keadaan ini tentu saja dapat muncul dalam dirimu setiap saat, dan jika engkau semua tidak mampu mencari kebenaran untuk menyelesaikannya dan tidak memiliki jalan masuk kehidupan, serta tidak dapat berubah dalam hal ini, maka tingkat kualifikasi dan kemurnianmu dalam pelaksanaan tugasmu akan menjadi rendah, dan hasilnya pun tidak akan terlalu bagus. Ini berarti engkau tidak melaksanakan tugasmu dengan memuaskan dan berarti Tuhan belum mendapatkan kemuliaan darimu. Tuhan telah mengaruniakan kepada setiap orang kelebihan dan karunia yang berbeda. Ada yang memiliki kelebihan dalam dua atau tiga bidang, ada yang dalam satu bidang, dan ada yang sama sekali tidak memiliki kelebihan—jika engkau semua dapat memperlakukan hal-hal ini dengan benar, berarti engkau memiliki nalar. Orang yang bernalar akan mampu menemukan tempat mereka, berperilaku menurut posisi mereka dan melaksanakan tugas mereka dengan baik. Seseorang yang tak pernah dapat menemukan tempatnya adalah orang yang selalu memiliki ambisi. Dia selalu mengejar status dan keuntungan di dalam hatinya. Dia tak pernah puas dengan apa yang dia miliki. Untuk mendapatkan lebih banyak keuntungan, dia berusaha mengambil sebanyak mungkin; dia selalu berharap untuk memuaskan keinginannya yang berlebihan. Dia berpikir jika dia berbakat dan berkualitas baik, dia seharusnya lebih menikmati kasih karunia Tuhan, dan memiliki beberapa keinginan yang berlebihan bukanlah suatu kesalahan. Apakah orang seperti ini memiliki nalar? Bukankah tak tahu malu jika selalu memiliki keinginan yang berlebihan? Orang yang memiliki hati nurani dan nalar dapat merasakan bahwa itu tak tahu malu. Orang yang memahami kebenaran tidak akan melakukan hal-hal bodoh ini. Jika engkau berharap mampu melaksanakan tugasmu dengan setia untuk membalas kasih Tuhan, maka harapanmu ini bukanlah keinginan yang berlebihan. Ini sesuai dengan hati nurani dan nalar kemanusiaan yang normal. Ini membuat Tuhan senang. Jika engkau benar-benar ingin melaksanakan tugasmu dengan baik, engkau harus terlebih dahulu menemukan tempat yang tepat untuk dirimu, dan kemudian melakukan apa yang dapat kaulakukan dengan segenap hatimu, dengan segenap pikiranmu, dengan segenap kekuatanmu, melakukannya sebaik mungkin. Ini artinya memenuhi standar, dan pelaksanaan tugas semacam itu memiliki tingkat kemurnian. Inilah yang harus dilakukan oleh makhluk ciptaan yang sejati" (Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Prinsip-Prinsip yang Seharusnya Menuntun Perilaku Orang"). Ketika membaca firman Tuhan, aku merasakan kehadiran-Nya yang menenangkan di sisiku. Hatiku terasa hangat. Tuhan memberi tahu kita prinsip tentang cara berperilaku: menemukan posisi kita, berperilaku sesuai kedudukan, dan mengoptimalkan bakat yang kita miliki. Orang dengan keterampilan profesional mumpuni dan pemahaman prinsip yang kuat harus memastikan pemeriksaan akhir berjalan baik; mereka yang tidak mampu melakukan pemeriksaan akhir dapat memberi ide atau saran, lalu bekerja sama dengan saudara-saudari untuk menyelesaikan tugas mereka. Dengan cara ini, Tuhan akan puas. Aku pun merenungkan diriku. Gereja mengatur agar aku menyortir artikel. Salah satu aspeknya adalah karena apa yang dibutuhkan dalam pekerjaan, sementara aspek lainnya adalah berdasarkan kualitas dan tingkat pertumbuhanku. Namun, aku selalu memiliki ambisi liar. Meskipun kualitasku jelas tak memenuhi syarat untuk menulis naskah, aku tetap mengeluh kepada Tuhan karena tak memberiku kesempatan itu. Betapa congkaknya aku! Aku selalu ingin menonjol dan dipandang sebagai perempuan berbakat dalam sastra serta dihormati oleh orang lain. Begitu keinginanku tidak terpenuhi dan tak ada wadah untuk menampilkan bakatku, aku menjadi negatif dan malas. Aku bahkan tak berhasrat membaca artikel dan tidak mau berupaya merenungkan masalah yang tidak bisa kupahami. Ini menghambat kemajuan dalam menyortir artikel. Aku sadar telah membawa ambisi liarku saat melaksanakan tugasku. Aku tak puas di posisiku. Rumput tetangga tampak lebih hijau. Aku bahkan tidak bisa mencurahkan hatiku dalam melakukan pekerjaan utamaku. Aku terus ingin melaksanakan tugas di luar kemampuanku. Jika aku selalu tidak praktis seperti ini, aku bahkan takkan mampu melaksanakan tugas menyortir artikel dengan baik, apalagi menulis naskah. Aku menyadari bahwa keadaanku sangat berbahaya. Jika aku tidak cepat menyelesaikannya, aku akan disingkap dan disingkirkan kapan saja!

24 Maret 2024. Berawan.

Aku tahu bahwa reputasi dan status adalah kelemahan fatalku, tetapi tak pernah benar-benar berusaha mengatasinya. Kali ini, aku mencari firman Tuhan yang mengungkapkan bagaimana antikristus mengejar reputasi dan status. Aku membaca firman Tuhan ini: "Kecintaan antikristus akan reputasi dan status mereka sendiri melampaui apa yang dirasakan oleh manusia normal, dan merupakan sesuatu yang ada dalam esensi watak mereka; itu bukanlah kesukaan pribadi yang sifatnya sementara ataupun efek sementara dari lingkungan mereka—itu adalah sesuatu yang ada dalam hidup mereka, dalam naluri mereka, dan dengan demikian, itulah esensi mereka. Dengan kata lain, dalam segala sesuatu yang antikristus lakukan, pertimbangan pertama mereka adalah reputasi dan status mereka sendiri, tidak ada yang lain. Bagi antikristus, reputasi dan status adalah hidup dan tujuan seumur hidup mereka. Dalam segala hal yang mereka lakukan, pertimbangan pertama mereka adalah: 'Apa yang akan terjadi dengan statusku? Lalu apa yang akan terjadi dengan reputasiku? Apakah melakukan hal ini akan memberiku reputasi yang baik? Apakah melakukan hal ini akan meningkatkan statusku di benak orang?' Itulah hal pertama yang mereka pikirkan, yang merupakan bukti yang cukup bahwa mereka memiliki watak dan esensi antikristus; itulah sebabnya mereka mempertimbangkan hal-hal seperti ini. Dapat dikatakan bahwa bagi antikristus, reputasi dan status bukanlah tuntutan tambahan, apalagi hal-hal lahiriah bagi mereka yang dapat mereka abaikan. Reputasi dan status adalah bagian dari natur para antikristus, kedua hal tersebut ada di dalam tulang mereka, dalam darah mereka, yang sudah menjadi bawaan lahiriah mereka. Para antikristus tidak acuh tak acuh apakah mereka memiliki reputasi dan status atau tidak; ini bukanlah sikap mereka. Lantas, apa sikap mereka terhadap kedua hal ini? Reputasi dan status berkaitan erat dengan kehidupan sehari-hari mereka, dengan keadaan sehari-hari mereka, dengan apa yang mereka kejar dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian bagi antikristus, status dan reputasi adalah hidup mereka. Bagaimanapun cara mereka hidup, di lingkungan mana pun mereka tinggal, pekerjaan apa pun yang mereka lakukan, apa pun yang mereka kejar, apa pun tujuan mereka, apa pun arah hidup mereka, semuanya berpusat pada memiliki reputasi yang baik dan status yang tinggi. Dan tujuan ini tidak berubah; mereka tak pernah mampu melepaskan hal-hal semacam ini. Inilah wajah para antikristus yang sebenarnya dan esensi mereka. Seandainya engkau menempatkan mereka di hutan primer jauh di pedalaman pegunungan, mereka tetap tidak akan mengesampingkan pengejaran mereka akan reputasi dan status. Engkau dapat menempatkan mereka di antara kelompok orang mana pun, dan satu-satunya yang mereka pikirkan tetaplah reputasi dan status. Meskipun para antikristus juga percaya kepada Tuhan, mereka memandang pengejaran akan reputasi dan status setara dengan iman kepada Tuhan dan menempatkan kedua hal ini pada kedudukan yang sama. Itu berarti, pada saat mereka menempuh jalan iman kepada Tuhan, mereka juga mengejar reputasi dan status mereka sendiri. Dapat dikatakan bahwa di dalam hati para antikristus, pengejaran akan kebenaran dalam iman mereka kepada Tuhan adalah pengejaran akan reputasi dan status, dan pengejaran akan reputasi dan status juga adalah pengejaran akan kebenaran; mendapatkan reputasi dan status berarti mendapatkan kebenaran dan hidup. Jika mereka merasa bahwa mereka tidak memiliki ketenaran, keuntungan, atau status, bahwa tak seorang pun mengagumi dan menghormati mereka, atau mengikuti mereka, mereka akan merasa sangat kecewa, mereka yakin tidak ada gunanya percaya kepada Tuhan, itu tidak bernilai, dan mereka berkata dalam hati, 'Apakah iman seperti ini kepada tuhan adalah kegagalan? Bukankah itu berarti aku tidak memiliki harapan?' Mereka sering kali memperhitungkan hal-hal semacam itu di dalam hatinya. Mereka memperhitungkan bagaimana mereka dapat memiliki kedudukan di rumah Tuhan, bagaimana mereka dapat memiliki reputasi yang tinggi di gereja, bagaimana mereka dapat membuat orang mendengarkan ketika mereka berbicara, dan mendukung mereka ketika mereka bertindak, dan bagaimana mereka dapat membuat orang mengikuti mereka di mana pun mereka berada, dan bagaimana mereka dapat memiliki suara yang berpengaruh di gereja, serta memiliki ketenaran, keuntungan, dan status—mereka sangat berfokus pada hal-hal semacam itu di dalam hati mereka. Semua ini adalah hal-hal yang dikejar oleh orang-orang semacam itu. Mengapa mereka selalu memikirkan hal-hal semacam itu? Setelah membaca firman Tuhan, setelah mendengarkan khotbah, apakah mereka benar-benar tidak memahami semua ini, apakah mereka benar-benar tidak mampu mengenali semua ini? Apakah firman Tuhan dan kebenaran benar-benar tidak mampu mengubah gagasan, ide, dan pendapat mereka? Sama sekali tidak. Masalahnya terletak pada diri mereka, itu sepenuhnya karena mereka tidak mencintai kebenaran, karena di dalam hatinya, mereka muak akan kebenaran, dan akibatnya, mereka sama sekali tidak menerima kebenaran—di mana hal ini ditentukan oleh esensi natur mereka" (Firman, Jilid 4, Menyingkapkan Antikristus, Bab Sembilan (Bagian Tiga)). Tuhan berfirman bahwa bagi antikristus, menghargai reputasi dan status sudah mendarah daging dalam diri mereka. Segala hal yang mereka lakukan didahului oleh pertimbangan reputasi dan status, serta bagaimana bertindak supaya orang mengikuti dan mengagumi mereka. Begitu reputasi dan status tidak bisa mereka dapatkan, mereka seakan kehilangan hidup dan merasa hidup ini tak ada arti lagi. Pengejaranku selama ini pun sama seperti antikristus. Aku teringat pada penyair wanita yang kupuja sewaktu di sekolah. Kupikir, tidak banyak penyair perempuan yang berbakat pada masa lampau, dan makin langka sesuatu, makin mudah dikagumi. Aku juga ingin meraih sesuatu di masa depan. Aku tidak ingin menjadi sosok biasa yang tidak dikenal. Aku menganggap hukum bertahan hidup yang Iblis tanamkan ke dalam diriku seperti "Orang harus selalu berusaha menjadi lebih baik dari rekan seangkatannya," dan "Manusia bergelut ke atas; air mengalir ke bawah," sebagai pepatah yang bijak. Sewaktu sekolah, aku giat belajar agar terpilih di komite kelas. Sepulang sekolah, ketika teman-teman sekelas sudah pulang, aku tetap tinggal di kelas untuk mengawasi beberapa teman sekelasku yang menyelesaikan pekerjaan rumah mereka. Pada akhirnya, guru menghargai usahaku. Nilai-nilaiku sebenarnya biasa saja, bukan yang terbaik di kelas. Namun, agar menonjol dari teman-teman sekelas, aku terus memamerkan diri di depan guru alih-alih belajar dengan tekun dan mempelajari berbagai mata pelajaran. Akhirnya, meskipun aku menjadi anggota komite kelas, itu hanya gelar kosong. Namun, aku tetap tak pernah lelah menikmati aura kehormatan status itu. Setelah mulai percaya kepada Tuhan, meskipun aku sadar mengejar reputasi dan status adalah hal yang salah, sementara Tuhan tidak menilai tinggi-rendah status seseorang, tetapi apakah dia mengejar kebenaran. Dalam hatiku, aku tetap tak bisa melepaskan dahagaku akan reputasi dan status serta sangat peduli apakah tugasku dihargai dan dihormati oleh orang lain. Jika tugas itu tidak menarik perhatian, aku merasa sangat tersiksa dan kehilangan minat pada apa pun yang kukerjakan. Hal itu sama seperti ketika Tuhan mengangkatku untuk melaksanakan tugas tulis-menulis ini, tetapi aku merasa bahwa menyaring artikel tidak sepenting menulis naskah. Dalam hati, aku meremehkan tugas ini dan selalu ingin pergi untuk menulis naskah. Dari komentar santai yang diucapkan oleh pengawas, aku menangkap seolah-olah dia tak berniat membinaku, lalu aku pun jatuh ke dalam kesedihan mendalam. Aku tidak punya tenaga untuk melakukan apa pun. Efisiensiku dalam menyortir artikel juga menurun. Ini menghambat proses penyerahan artikel. Aku menyadari bahwa aku terlalu terikat pada pemikiran dan pandangan iblis. Sebenarnya, kita perlu memahami kebenaran dan menguasai prinsip tertentu saat menyortir artikel. Jika tidak, kita tidak akan mampu menilai artikel mana yang berharga dan membangun. Seandainya aku menenangkan hati dan sungguh-sungguh merenungkan kebenaran dalam tiap artikel, setelah beberapa waktu, aku pasti memperoleh banyak pelajaran. Namun, aku tidak menyadari betapa besar kebaikan yang telah ditunjukkan kepadaku. Aku tidak mencari prinsip-prinsip kebenaran yang seharusnya kumasuki untuk berusaha membuat kemajuan dalam tugas ini. Sebaliknya, aku salah paham terhadap Tuhan dan mengeluh bahwa Tuhan tidak memberiku kesempatan untuk berlatih. Aku sangat tidak bernalar! Tanpa berfokus mengejar kebenaran, sekalipun benar-benar diizinkan menulis naskah dan harga diriku terpuaskan, aku tetap tidak akan mampu menulis dengan baik karena aku tidak memiliki kenyataan kebenaran.

Melalui perenungan, aku sadar bahwa sebenarnya aku hanya menulis naskah demi meraih aspirasi dan tujuan pribadiku. Aku telah memperlakukan pelaksanaan tugasku sebagai batu loncatan untuk meraih aspirasiku. Aku membaca firman Tuhan: "Di dunia, orang dianggap pantas mengejar terwujudnya aspirasinya sendiri. Apa pun aspirasi yang kaukejar, tidak menjadi masalah asalkan aspirasi itu legal dan tidak melanggar batasan moral. Tidak ada yang mempertanyakan apa pun dan engkau tidak terjebak dalam masalah benar atau salah. Engkau mengejar apa pun yang kausukai secara pribadi, dan jika engkau mendapatkannya, jika engkau mencapai tujuanmu, itu artinya engkau berhasil; sebaliknya, jika engkau tidak mencapainya, jika engkau gagal, itu adalah urusanmu sendiri. Namun, ketika engkau masuk ke rumah Tuhan, sebuah tempat istimewa, apa pun aspirasi dan keinginan yang kaumiliki, engkau seharusnya melepaskannya. Mengapa demikian? Pengejaran aspirasi dan keinginan, apa pun yang kaukejar secara spesifik—mari kita membahas tentang pengejaran itu sendiri—tindakan dan jalan yang diambil semuanya berkisar pada egoisme, kepentingan pribadi, status, dan reputasi. Hal-hal inilah yang berputar di sekelilingnya. Dengan kata lain, ketika orang mengejar terwujudnya aspirasi mereka, satu-satunya pihak yang diuntungkan adalah diri mereka sendiri. Adilkah bagi seseorang untuk mengejar terwujudnya aspirasinya demi status, reputasi, harga diri, dan kepentingan fisik? (Tidak.) Demi aspirasi, pemikiran, dan keinginan pribadi, metode dan pendekatan yang mereka gunakan semuanya egoistis dan terfokus pada keuntungan pribadi. Jika kita mengukurnya berdasarkan kebenaran, semua itu tidak adil dan tidak sah. Orang harus melepaskan semua hal tersebut, bukankah itu pasti? (Ya.) ... Gereja, rumah Tuhan adalah tempat di mana kehendak Tuhan dilaksanakan, firman-Nya disebarluaskan, Dia dipersaksikan, dan umat pilihan Tuhan menerima penahiran dan keselamatan. Gereja adalah tempat seperti itu. Di tempat seperti ini, apakah ada tugas atau pekerjaan, apa pun itu, yang sejalan dengan pencapaian aspirasi dan keinginan pribadi? Tidak ada tugas atau pekerjaan yang bertujuan untuk mewujudkan aspirasi dan keinginan pribadi, dan tidak ada aspek apa pun dari hal-hal tersebut yang bertujuan untuk mewujudkan aspirasi dan keinginan pribadi. Oleh karena itu, bolehkah aspirasi dan keinginan pribadi ada di dalam rumah Tuhan? (Tidak boleh.) Semua itu tidak boleh ada karena aspirasi dan keinginan pribadi bertentangan dengan pekerjaan apa pun yang Tuhan kehendaki di dalam gereja. Aspirasi dan keinginan pribadi bertentangan dengan pekerjaan apa pun yang dilakukan di dalam gereja. Aspirasi dan keinginan pribadi bertentangan dengan kebenaran, menyimpang dari kehendak Tuhan, menyimpang dari penyebarluasan firman-Nya, menyimpang dari kesaksian terhadap-Nya, dan menyimpang dari pekerjaan penahiran dan penyelamatan umat pilihan Tuhan. Apa pun aspirasi seseorang, selama itu adalah aspirasi dan keinginan pribadi, hal tersebut akan menghalangi orang untuk mengikuti kehendak Tuhan, dan memengaruhi atau menghalangi penyebarluasan firman-Nya dan kesaksian terhadap-Nya. Tentu saja, selama hal tersebut merupakan aspirasi dan keinginan pribadi, semua itu tidak memungkinkan orang untuk menerima penahiran dan penyelamatan. Ini bukan hanya masalah kontradiksi antara kedua belah pihak, melainkan pertentangan secara mendasar. Saat mengejar aspirasi dan keinginanmu sendiri, engkau menghalangi pelaksanaan kehendak Tuhan, pekerjaan penyebarluasan firman-Nya dan kesaksian terhadap-Nya, serta menghalangi keselamatan manusia, dan tentu saja, menghalangi keselamatanmu sendiri. Singkatnya, apa pun aspirasi manusia, semua itu tidak bertujuan untuk mengikuti kehendak Tuhan dan tidak dapat mencapai hasil nyata dari ketundukan mutlak kepada Tuhan. Ketika orang mengejar aspirasi dan keinginan mereka, tujuan akhirnya bukanlah untuk memahami kebenaran, atau memahami bagaimana berperilaku, bagaimana memuaskan maksud Tuhan, dan bagaimana melaksanakan tugas mereka dengan baik dan memenuhi peran mereka sebagai makhluk ciptaan. Tujuan akhirnya bukanlah agar orang memiliki rasa takut dan ketundukan yang sejati kepada Tuhan. Sebaliknya, makin aspirasi dan keinginan orang terwujud, makin jauh mereka menyimpang dari Tuhan dan makin dekat mereka dengan Iblis. Demikian pula, makin orang mengejar aspirasinya dan mencapainya, makin memberontak hatinya terhadap Tuhan, makin mereka menjauh dari Tuhan, dan pada akhirnya, ketika orang mampu mewujudkan aspirasinya sesuai keinginannya dan mewujudkan serta memuaskan hasratnya, mereka makin memandang rendah Tuhan, kedaulatan-Nya, dan segala sesuatu tentang Dia. Mereka bahkan mungkin menempuh jalan penolakan, penentangan, dan perlawanan terhadap Tuhan. Inilah kesudahannya" (Firman, Jilid 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran, "Cara Mengejar Kebenaran (7)"). Firman Tuhan memberiku pemahaman tentang pengejaran yang salah dan tersembunyi di dalam hatiku. Aku menjadikan rumah Tuhan dan gereja sebagai tempat mewujudkan aspirasi pribadiku dan memperlakukan berbagai tugas di gereja sebagai profesi berbeda di dunia. Aku menyukai pekerjaan tulis-menulis dan merasa bisa mewujudkan nilaiku dalam pekerjaan ini. Aku juga merasa bahwa orang-orang yang menulis karya sastra memiliki wawasan lebih mendalam dan ide lebih banyak sehingga banyak orang menghargai dan memperhatikan mereka. Titik awal dan sumberku dalam melaksanakan tugas ternyata salah: Aku ingin menonjol di tengah keramaian, bukan mengejar atau memperoleh kebenaran. Meski sudah melaksanakan tugas menyortir artikel, aku jarang mencari prinsip atau membekali diri dengan kebenaran dalam tugasku untuk meningkatkan efisiensiku membaca artikel dan kemampuanku menilai masalah. Sebaliknya, aku hanya menunggu untuk dipromosikan. Ketika pengawas mengatakan bahwa materi yang kami pelajari tidak berhubungan dengan tugasku saat ini, kupikir dia sama sekali tidak berencana membinaku sehingga aku melampiaskan ketidakpuasan di dalam hatiku dengan menjadi negatif dan malas. Bukankah aku benar-benar tidak masuk akal? Aku menyadari bahwa mengejar aspirasiku sendiri adalah tindakan yang egois: Hal ini tidak punya pengaruh apa pun dalam mendorong kemajuan tugas dan bahkan akan menghambat pekerjaan gereja. Sebenarnya kualitasku biasa saja dan kemampuan bahasaku agak kurang. Yang terpenting, aku tidak sepenuhnya memahami banyak kebenaran dan sama sekali belum memenuhi syarat untuk tugas menulis naskah. Menugaskanku untuk menyaring artikel adalah hal yang tepat. Gereja mengizinkanku berlatih dalam tugas tulis-menulis. Namun, aku tak puas di posisiku dan bahkan sampai salah paham terhadap Tuhan. Aku sungguh tak bernalar! Persis seperti firman Tuhan: "Apa pun aspirasi seseorang, selama itu adalah aspirasi dan keinginan pribadi, hal tersebut akan menghalangi orang untuk mengikuti kehendak Tuhan, dan memengaruhi atau menghalangi penyebarluasan firman-Nya dan kesaksian terhadap-Nya. Tentu saja, selama hal tersebut merupakan aspirasi dan keinginan pribadi, semua itu tidak memungkinkan orang untuk menerima penahiran dan penyelamatan." Kini hatiku jauh lebih cerah. Aku memahami mengapa Tuhan meminta manusia melepaskan aspirasi mereka. Gereja sejatinya adalah tempat kehendak Tuhan dilaksanakan. Inilah tempat orang mengejar kebenaran, mengalami penyucian, dan memperoleh keselamatan. Namun, jalan yang kutempuh bertentangan dengan maksud Tuhan. Selama masa itu, aku memikirkan cara meraih aspirasiku setiap hari dan menjadi sangat sensitif. Bahkan sepatah kata yang diucapkan orang lain bisa memengaruhi keadaanku saat aku melaksanakan tugas, dan hati serta pikiranku gelisah sepanjang hari. Meskipun aku tidak pernah berani menyuarakan keluhan apa pun tentang Tuhan, aku bergumul dengan Tuhan di dalam hatiku. Hubunganku dengan Tuhan sangatlah jauh. Ini sebenarnya adalah bentuk perlawanan diam-diam. Aku sedang menentang dan memberontak terhadap Tuhan! Aku selalu mengejar terwujudnya aspirasiku. Inilah pandangan orang tidak percaya. Jika aku tetap di jalan ini, bukan hanya watakku yang tidak akan pernah berubah, melainkan aku juga akan menyebabkan kekacauan dan gangguan bagi pekerjaan gereja. Jadi, apa yang kulakukan bukanlah mempersiapkan perbuatan baik, melainkan menumpuk perbuatan jahat. Saat aku menyadari hal ini, dari lubuk hatiku, aku bersedia untuk melepaskan keinginanku yang berlebihan dan berusaha melaksanakan tugasku saat ini dengan baik dan memuaskan Tuhan.

2 April 2024. Cerah.

Hari ini, aku menemukan jalan untuk melepaskan reputasi dan status dalam satu bagian firman Tuhan. Aku membaca firman Tuhan: "Jadi, apa sajakah tugas dan tanggung jawab makhluk ciptaan? Firman Tuhan dengan jelas menjabarkan tugas, kewajiban, dan tanggung jawab makhluk ciptaan, bukan? Mulai hari ini dan seterusnya, engkau adalah anggota sejati rumah Tuhan, dengan kata lain, engkau mengakui dirimu sendiri sebagai salah satu dari makhluk ciptaan Tuhan. Oleh karena itu, mulai hari ini, engkau harus merumuskan kembali rencana hidupmu. Engkau tidak boleh lagi mengejar tetapi harus melepaskan aspirasi, keinginan, dan tujuan yang sebelumnya kautetapkan untuk hidupmu. Sebaliknya, engkau harus mengubah identitas dan sudut pandangmu agar dapat merencanakan tujuan dan arah hidup yang seharusnya dimiliki oleh makhluk ciptaan. Yang pertama dan terutama, tujuan dan arahmu bukan untuk menjadi seorang pemimpin, atau memimpin atau unggul dalam industri apa pun, atau menjadi tokoh terkenal yang melaksanakan tugas tertentu atau menguasai keahlian tertentu. Tujuanmu seharusnya adalah menerima tugasmu dari Tuhan, yaitu mengetahui pekerjaan apa yang harus kaulakukan sekarang, pada saat ini, dan memahami tugas apa yang harus kaulaksanakan. Engkau harus bertanya apa yang Tuhan tuntut darimu dan tugas apa yang telah diatur untukmu di rumah-Nya. Engkau harus memahami dan mendapatkan kejelasan tentang prinsip-prinsip yang harus dipahami, dikuasai, dan diikuti sehubungan dengan tugas itu. Jika engkau tidak mampu mengingatnya, engkau dapat menuliskannya di kertas atau mencatatnya di komputermu. Luangkan waktu untuk meninjau dan merenungkannya. Sebagai bagian dari makhluk ciptaan, tujuan hidup utamamu adalah melaksanakan tugasmu dengan baik sebagai makhluk ciptaan dan menjadi makhluk ciptaan yang memenuhi standar. Inilah tujuan hidup paling mendasar yang harus kaumiliki. Yang kedua dan yang lebih spesifik adalah bagaimana melaksanakan tugasmu dengan baik sebagai makhluk ciptaan dan menjadi makhluk ciptaan yang memenuhi standar. Tentu saja, tujuan atau arah apa pun yang berkaitan dengan reputasi, status, harga diri, masa depan, dan sebagainya harus dilepaskan" (Firman, Jilid 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran, "Cara Mengejar Kebenaran (7)"). Firman Tuhan menerangi hatiku. Aku adalah makhluk ciptaan dan harus melaksanakan tugasku dengan baik sesuai dengan tempatku. Aku harus melepaskan aspirasi dan keinginanku, serta tunduk pada pengaturan dan penataan Tuhan. Tak peduli apakah tugas yang diatur gereja hari ini kusukai atau tidak, atau apakah menurutku tugas itu penting atau sepele, asalkan itu berasal dari Tuhan, aku harus menerimanya dengan penuh ketaatan. Sekarang aku bertanggung jawab untuk menyaring artikel, jadi aku harus memilih artikel yang bagus sesuai dengan prinsip-prinsip dan berusaha keras menelaah masalah yang belum kupahami demi mencapai hasil baik.

3 April 2024. Cerah.

Belakangan ini, seorang saudari bergabung dengan tim kami. Hatiku kembali merasa terusik. Bukankah pengawas pernah berkata bahwa jumlah penulis naskah sudah mencukupi? Mengapa dia mencari penulis baru alih-alih mempromosikanku? Apakah aku seburuk itu? Aku menyadari bahwa aku sekali lagi terpengaruh oleh reputasi dan status. Aku pun segera berdoa di dalam hatiku. Tidak peduli siapa yang dipromosikan, yang harus kulakukan sekarang adalah tetap melaksanakan tugasku dan tidak terganggu oleh hal tersebut. Setelah itu, aku mencurahkan waktu dan usaha untuk mencari prinsip-prinsip terkait cara memilih artikel yang baik dan cara menilai kepraktisan pemahaman dalam artikel itu. Aku membahas apa pun yang belum kupahami bersama saudari-saudariku dan melaksanakan tugasku dengan sikap positif. Aku tidak lagi mengejar status. Lambat laun, hatiku menjadi jauh lebih tenang dan aku bisa lebih memusatkan pikiran pada tugasku. Aku juga dapat merasakan bimbingan Tuhan dalam melaksanakan tugasku. Syukur kepada Tuhan!

Sebelumnya:  15. Setelah Dilaporkan oleh Teman Sekelasku Karena Memberitakan Injil

Selanjutnya:  17. Akibat Tidak Melaksanakan Tugas Sesuai Prinsip

Konten Terkait

Pengaturan

  • Teks
  • Tema

Warna Solid

Tema

Jenis Huruf

Ukuran Huruf

Spasi Baris

Spasi Baris

Lebar laman

Isi

Cari

  • Cari Teks Ini
  • Cari Buku Ini

Connect with us on Messenger