54. Aku Tidak Lagi Khawatir Tidak Dapat Melaksanakan Tugasku dengan Baik di Usia Tua

Pada tahun 1999, aku menerima pekerjaan Tuhan Yang Mahakuasa di akhir zaman. Aku tak pernah menyangka bahwa aku akan dapat menyambut Tuhan di akhir zaman. Rasanya sangat senang hingga tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Aku merasa bahwa kali ini akhirnya ada harapan untuk memasuki kerajaan dan mendapatkan hidup yang kekal. Saat itu, aku berusia 50-an dan masih sangat bertenaga. Baik saat melayani sebagai pemimpin gereja, memberitakan Injil, atau menyirami para pendatang baru, aku bekerja dengan sangat aktif, dan setiap hari sangatlah memuaskan. Pada akhir tahun 2018, tiba-tiba aku merasa pusing, kakiku terasa berat, dan aku tak bisa mengangkat kakiku untuk berjalan. Aku selalu tersandung bahkan saat berjalan di tanah yang datar. Lutut dan sikuku sering tergores hingga berdarah. Putriku membawaku ke rumah sakit untuk diperiksa. Dokter berkata bahwa aku terkena strok lakunar dan memperingatkanku dengan serius, "Anda harus sangat berhati-hati dengan penyakit ini! Jika Anda jatuh lagi, kemungkinan besar itu akan menyebabkan pendarahan otak." Aku sangat takut saat mendengar dokter mengatakan itu. "Jika aku mengalami pendarahan otak, mana mungkin aku masih bisa melaksanakan tugas? Bagaimana aku bisa diselamatkan jika tidak bisa melaksanakan tugasku? Bukankah sia-sia aku percaya selama bertahun-tahun ini?" Setelah itu, aku mengonsumsi obat untuk menyembuhkannya, lalu perlahan-lahan, kondisiku mulai stabil, dan aku merasa lebih baik. Aku tahu bahwa ini adalah perlindungan Tuhan, dan aku tetap teguh melaksanakan tugasku selama masa ini. Setelah memasuki usia 70 tahun, aku jelas merasa bahwa tubuhku mulai melemah di berbagai aspek. Aku bahkan sudah merasa lelah setelah sedikit bekerja, dan ingatanku memburuk. Saat berusia 73 tahun, aku menyaring khotbah di gereja. Suatu hari, pengawas mengadakan pertemuan dengan kami. Aku melihat beberapa saudara-saudari masih cukup muda, dan ketika pengawas bersekutu tentang prinsip, jari-jari mereka mengetik di keyboard komputer dengan lincah, menghasilkan bunyi ketikan yang cepat. Aku sangat iri pada mereka, dan berpikir, "Kami sama-sama percaya kepada Tuhan dan melaksanakan tugas. Mengapa perbedaannya begitu besar? Orang-orang muda melakukan semuanya dengan cepat, memahami dan menguasai prinsip dengan cepat, juga penuh energi. Namun, bagaimana denganku? Penglihatanku tidak sebaik dahulu, dan otakku lambat dalam merespons. Aku tertinggal beberapa langkah dari orang-orang muda itu. Kini aku sudah tua, dan apa pun yang berusaha kulakukan, tubuhku tak sanggup melakukannya. Dapatkah aku melaksanakan tugas ini dengan baik?" Makin kupikirkan, makin aku merasa putus asa. Perlahan-lahan, aku mulai merasa seperti balon yang kempes, dan tak tertarik untuk melakukan apa pun. Aku tak tahu harus berkata apa saat berdoa, dan aku tak memperoleh pencerahan atau terang sama sekali setelah membaca firman Tuhan. Aku bertanya-tanya apakah Tuhan telah meninggalkan dan menyingkirkanku. Kemudian, aku merenung, "Aku sudah tua, dan kualitasku buruk. Jika aku tidak aktif berusaha maju, bukankah aku akan makin tertinggal? Seperti kata pepatah, 'Jangan takut berjalan pelan, tetapi takutlah berhenti. Sekali berhenti, kau akan tertinggal jauh, seakan sudah sangat jauh di belakang.' Tidak, aku harus berusaha maju!" Selama berhari-hari itu, aku terus berdoa, memohon kepada Tuhan agar mencerahkan dan membimbingku untuk mengatasi keadaanku yang negatif.

Kemudian, aku teringat akan firman Tuhan: "Aku tidak mau meninggalkan atau menyingkirkan seorang pun di antaramu, tetapi jika manusia tidak berusaha untuk melakukan dengan baik, maka engkau hanya merusak dirimu sendiri; bukan Aku yang menyingkirkanmu, tetapi engkau sendiri." Aku mencari bagian firman Tuhan ini untuk kubaca. Tuhan berfirman: "Aku tidak mau meninggalkan atau menyingkirkan seorang pun di antaramu, tetapi jika manusia tidak berusaha untuk melakukan dengan baik, maka engkau hanya merusak dirimu sendiri; bukan Aku yang menyingkirkanmu, tetapi engkau sendiri. ... Maksud-Ku adalah agar engkau semua disempurnakan, dan setidaknya ditaklukkan, sehingga tahap pekerjaan ini berhasil diselesaikan. Keinginan Tuhan adalah agar setiap orang disempurnakan, agar akhirnya didapatkan oleh-Nya, untuk sepenuhnya ditahirkan oleh-Nya, dan untuk menjadi orang-orang yang Dia kasihi. Tidak soal apakah Aku mengatakan engkau semua terbelakang atau kualitasmu rendah—ini semua fakta. Perkataan-Ku tentang hal ini tidak membuktikan bahwa Aku bermaksud meninggalkanmu, bahwa Aku telah kehilangan harapan atas dirimu, apalagi bahwa Aku tidak mau menyelamatkanmu. Sekarang ini, Aku telah datang untuk melakukan pekerjaan keselamatanmu, yang berarti bahwa pekerjaan yang Kulakukan adalah kelanjutan dari pekerjaan penyelamatan. Setiap orang memiliki kesempatan untuk disempurnakan: asalkan engkau mau, asalkan engkau mengejar, pada akhirnya engkau akan dapat mencapai hasilnya, dan tak seorang pun di antaramu yang akan ditinggalkan. Jika kualitasmu rendah, tuntutan-Ku terhadapmu akan sesuai dengan kualitasmu yang rendah; jika kualitasmu tinggi, tuntutan-Ku terhadapmu akan sesuai dengan kualitasmu yang tinggi; jika engkau bodoh dan buta huruf, tuntutan-Ku terhadapmu akan sesuai dengan dirimu yang buta huruf; jika engkau terpelajar, tuntutan-Ku terhadapmu akan sesuai dengan fakta bahwa engkau terpelajar; jika engkau sudah tua, tuntutan-Ku terhadapmu akan sesuai dengan usiamu; jika engkau mampu menjadi tuan rumah, tuntutan-Ku terhadapmu akan sesuai dengan kemampuan ini; jika engkau mengatakan engkau tidak mampu menjadi tuan rumah, dan hanya mampu melaksanakan tugas tertentu, apakah itu mengabarkan Injil, atau mengurus gereja, atau menangani urusan umum lainnya, penyempurnaanmu oleh-Ku akan sesuai dengan tugas yang kaulakukan. Setia, tunduk sampai akhir, dan berusaha untuk memiliki kasih yang tertinggi kepada Tuhan—inilah yang harus kaucapai, dan tidak ada penerapan yang lebih baik dari ketiga hal ini. Pada akhirnya, manusia dituntut untuk mencapai ketiga hal ini, dan jika dia dapat mencapainya, dia akan disempurnakan. Namun, yang terpenting, engkau harus benar-benar mengejar, engkau harus secara aktif melangkah maju dan naik, dan tidak pasif dalam hal itu" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Memulihkan Kehidupan Normal Manusia dan Membawanya ke Tempat Tujuan yang Mengagumkan"). Setelah membaca firman Tuhan, hatiku sangat tercerahkan. Tuhan ingin semua orang diselamatkan dan disempurnakan. Selama kita mengejar kebenaran, Tuhan tidak akan menyingkirkan kita, dan kita akan didapatkan oleh Tuhan pada akhirnya. Tuhan memberi tuntutan pada manusia berdasarkan kualitas mereka yang berbeda-beda, dan tidak menuntut semua orang dengan standar yang sama. Tuhan tidak menuntut orang yang sudah tua dengan standar yang bisa dicapai orang-orang muda, juga tidak berkata bahwa Dia tidak akan menyelamatkan orang yang sudah tua. Entah kau sudah tua, responsmu lambat, atau kualitasmu buruk, asalkan bersedia mengejar kebenaran, kau memiliki kesempatan untuk diselamatkan. Tuhan itu sungguh benar! Namun, aku tak memahami maksud Tuhan. Aku meyakini bahwa karena orang-orang muda cepat memahami prinsip dan efisien dalam melaksanakan tugasnya, kesempatan mereka untuk diselamatkan lebih besar; dan karena aku sudah tua, responsku lambat, serta efisiensiku dalam melaksanakan tugas jauh lebih rendah dari orang-orang muda, Tuhan akan menyingkirkanku. Ini berasal dari gagasan dan imajinasiku. Melaksanakan tugas di gereja tidak seperti bekerja untuk seorang bos di dunia, di mana tak ada yang akan mempekerjakanmu saat kau sudah tua. Tuhan tidak memperlakukan manusia seperti ini. Sebelumnya, aku tak bisa melihat maksud Tuhan, dan merasa kecewa serta putus asa karena salah paham bahwa Tuhan tidak menyelamatkan orang yang sudah tua. Seharusnya aku tidak berpikir seperti itu! Setelah membaca firman Tuhan, pikiranku terasa sangat tenang, seolah ada gelombang ketenangan yang membasuh pikiranku. Selama aku bisa melaksanakan tugas barang sehari saja, aku akan mengejar dengan sungguh-sungguh dan berusaha aktif meraih kebenaran.

Pada awal bulan Februari 2022, Saudari Liu Yi, yang berusia 80 tahun, meninggal karena penyakit. Ini sangat menyentuh hatiku. Hari demi hari, aku makin menua, juga menderita strok lakunar, yang akan menyebabkan pendarahan otak jika makin parah. Khususnya, pada suatu hari, tiba-tiba aku merasa pusing, tak bisa berdiri, dan tak berani membuka mata. Aku merasa sangat takut, takut tiba-tiba jatuh sakit dan meninggal. Aku berpikir, "Usiaku hampir 80 tahun. Apa yang terjadi pada Saudari Liu hari ini bisa terjadi padaku besok. Aku ingin memanfaatkan saat ini untuk melaksanakan tugasku dengan benar, tetapi sekarang aku sudah tua. Apa pun pekerjaan yang kulakukan, tubuhku tak sanggup melakukan apa yang kuinginkan, dan aku selalu lupa akan berbagai hal. Bagaimana aku bisa diselamatkan jika tidak bisa melaksanakan tugasku? Andai saja aku beberapa tahun lebih muda!" Saat melihat pandemi makin memburuk, aku khawatir bahwa suatu hari aku akan terinfeksi, strok lakunar yang kuderita memburuk, dan aku bisa meninggal kapan saja. Selama hari-hari itu, aku terus hidup di tengah penderitaan dan kegelisahan. Hatiku sangat sedih juga tersiksa, dan aku tidak sanggup mengerahkan tenaga sedikit pun untuk melaksanakan tugasku. Namun, aku tahu bahwa apa pun yang terjadi, aku tak boleh melalaikan tugasku. Jika aku meninggalkan tugasku, itu bahkan lebih berbahaya. Aku berdoa kepada Tuhan, "Ya Tuhan, sekarang setelah menua, aku merasa umurku seperti sudah mulai dihitung mundur, dan aku selalu takut akan kematian. Ya Tuhan, kiranya Engkau menuntunku untuk memahami kebenaran dan keluar dari kecemasan serta penderitaan ini."

Suatu ketika, di saat teduhku, aku membaca firman Tuhan: "Jika Tuhan mengizinkanmu untuk hidup, engkau tidak akan mati separah apa pun penyakitmu. Jika Tuhan tidak mengizinkanmu untuk hidup, meskipun engkau tidak sakit, engkau akan tetap mati jika itu yang harus terjadi. Masa hidupmu ditentukan sejak semula oleh Tuhan. Mengetahui hal ini adalah pengetahuan yang sejati dan iman yang sejati. Jadi, apakah Tuhan membuat orang jatuh sakit secara kebetulan? Ini bukan sesuatu yang kebetulan; ini adalah sebuah cara untuk memurnikan iman mereka. Ini adalah penderitaan yang harus ditanggung manusia. Jika Dia membuatmu jatuh sakit, jangan mencoba untuk menghindarinya; jika Dia tidak membuatmu jatuh sakit, maka jangan memintanya. Semuanya berada di tangan Sang Pencipta, dan manusia harus belajar untuk membiarkan alam mengambil jalannya. Apa artinya alam? Tidak ada di alam ini yang terjadi secara kebetulan; semua berasal dari Tuhan. Ini benar adanya. Di antara para penderita penyakit yang sama, sebagian mati dan yang lainnya hidup; semua ini telah ditentukan sejak semula oleh Tuhan. Jika engkau bisa hidup, itu membuktikan bahwa engkau belum menyelesaikan misi yang Tuhan berikan kepadamu. Engkau harus bekerja keras untuk menyelesaikannya, dan menghargai waktu yang ada; jangan menyia-nyiakannya. Inilah artinya. Jika engkau sakit, jangan mencoba menghindarinya, dan, jika engkau tidak sakit, jangan memintanya. Bagaimanapun, engkau tidak bisa mendapatkan apa yang engkau inginkan hanya dengan memintanya, engkau juga tidak bisa melarikan diri dari apa pun hanya karena engkau menginginkannya. Tidak seorang pun bisa mengubah apa yang telah Tuhan putuskan untuk dilakukan-Nya" (Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Bagian Tiga"). Setelah membaca firman Tuhan, aku menyadari bahwa masa hidup manusia telah ditentukan dari semula oleh Tuhan. Saudari Liu meninggal di usia 80 tahun karena masa hidupnya sudah habis. Ini sepenuhnya wajar. Aku teringat akan tetanggaku, Xiaoshi. Dia meninggal saat masih berusia 34 tahun, padahal selama ini kesehatannya selalu baik. Tak kusangka, dia meninggal karena menabrak tiang listrik. Aku menyadari bahwa hidup semua orang ada di tangan Tuhan, dan kita tak bisa mengendalikan nasib kita sendiri. Saat masa hidup kita berakhir, kita akan mati sekalipun tidak sedang sakit. Contohnya adalah aku. Waktu aku didiagnosis mengidap strok lakunar, dokter berkata bahwa dengan mengidap penyakit ini di usiaku, jika aku sampai terjatuh, aku akan berisiko tinggi mengalami pendarahan otak. Namun, aku telah jatuh berulang kali, dan penyakitku tidak memburuk. Aku juga pernah tiba-tiba merasa pusing dan linglung, seolah-olah bisa pingsan kapan saja. Namun, setelah sehari merasa tidak nyaman, keadaanku membaik lagi. Jika misiku belum selesai, aku tak akan meninggal sekalipun sudah tua dan sakit. Kalau penyakitku benar-benar memburuk, ini adalah penderitaan yang harus kutanggung. Saat tiba waktunya aku meninggal, aku akan tunduk pada kedaulatan Tuhan. Inilah nalar yang seharusnya kumiliki. Selagi masih bisa bernapas, aku harus memanfaatkan kesempatan yang kupunya saat ini, dan menghabiskan waktu serta tenagaku untuk melaksanakan tugasku dan mengejar kebenaran, berusaha keras untuk memperoleh sesuatu di setiap hariku. Aku tak boleh lagi membuang-buang waktuku dengan merasa khawatir dan gelisah seperti dulu. Saat memahami hal ini, aku merasa jauh lebih tenang, dan lebih bersemangat untuk melaksanakan tugasku.

Kemudian, aku terinfeksi COVID-19, kesehatanku melemah, dan ingatanku memburuk. Suatu kali, pengawas mengadakan pertemuan dengan kami dan membacakan firman Tuhan. Saat itu, aku membaca satu bagian firman Tuhan yang sangat cocok dengan keadaanku, dan aku ingin mempersekutukan bagian ini nanti. Namun, saat terus membacanya, aku tak bisa mengingat poin utama dari bagian sebelumnya. Aku kembali untuk mencarinya, tetapi tidak bisa menemukannya. Aku sangat cemas hingga ujung hidungku mulai berkeringat. Pada akhirnya, aku berhasil bersekutu sedikit, tetapi ucapanku tidak jelas dan tidak teratur. Aku merasa sangat malu, sedikit putus asa, dan kecewa. Aku berpikir, "Di pertemuan selanjutnya, aku tak boleh mempermalukan diriku dengan mencoba bersekutu. Sekarang karena sudah tua, aku sungguh tak berguna. Otakku lambat bereaksi, dan sekeras apa pun aku mencoba, aku tak bisa mengimbangi orang-orang muda!" Makin kupikirkan, makin aku menjadi negatif. Aku merasa seakan kesempatanku untuk diselamatkan menjadi makin kecil, dan harapanku untuk diberkati pun makin tipis. Di lain waktu, seorang saudari menyalin satu video pembacaan firman Tuhan untukku. Aku melihat dengan mataku sendiri bahwa saudari itu menyalinnya ke kartu memori untukku, tetapi begitu tiba di rumah dan menyalakan komputerku, aku tak bisa menemukannya. Aku berpikir, "Sepertinya aku harus menerima fakta bahwa aku sudah tua. Mengapa ingatanku begitu buruk? Jika terjadi sesuatu yang mendesak, bukankah akhirnya aku akan menundanya?" Tepat saat aku mulai gelisah, saudariku datang, dan aku pun mengeluh padanya, berkata, "Kini aku sudah sangat tua hingga tak bisa mengingat apa pun. Bukankah semuanya sudah berakhir bagiku? Masih bisakah aku mengejar kebenaran dan diselamatkan?" Saat melihat bahwa aku sedikit negatif, saudariku menghiburku dan memintaku untuk membaca bab firman Tuhan "Cara Mengejar Kebenaran (3)". Setelah saudariku pergi, aku mencari bab dari firman Tuhan ini untuk kubaca. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Orang lanjut usia selalu memiliki kesalahpahaman, menganggap diri mereka linglung, ingatan mereka buruk, sehingga mereka tidak mampu memahami kebenaran. Benarkah demikian? (Tidak.) Meskipun orang muda jauh lebih bertenaga dibandingkan orang lanjut usia, dan secara fisik mereka lebih kuat, tetapi sebenarnya kemampuan mereka untuk mengerti, memahami, dan mengetahui sama saja dengan kemampuan orang lanjut usia. Bukankah orang lanjut usia juga pernah muda? Mereka tidak terlahir dalam keadaan tua, dan orang-orang muda, suatu hari juga akan menjadi tua. Orang lanjut usia tidak boleh selalu berpikir karena mereka sudah tua, lemah secara fisik, kurang sehat, dan memiliki ingatan yang buruk, itu berarti mereka berbeda dengan orang muda. Sebenarnya, tidak ada perbedaan. Apa maksud-Ku mengatakan tidak ada perbedaan? Entah seseorang itu sudah tua atau masih muda, mereka sama saja dalam hal watak rusak mereka, dalam hal sikap dan pandangan mereka, dan dalam hal perspektif dan sudut pandang mereka ketika memandang segala sesuatu. ... Jadi, orang lanjut usia itu bukannya tidak memiliki sesuatu yang bisa mereka lakukan, mereka juga bukan tidak mampu untuk melaksanakan tugas mereka, dan terlebih lagi, mereka bukan tidak mampu untuk mengejar kebenaran—ada banyak hal yang bisa mereka lakukan. Berbagai kebohongan dan kekeliruan yang telah kaukumpulkan sepanjang hidupmu, serta berbagai ide dan gagasan tradisional, hal-hal yang bodoh dan sulit dihilangkan, hal-hal yang kolot, hal-hal yang konyol dan hal-hal yang menyimpang yang telah kaukumpulkan, semuanya itu telah bertumpuk di dalam hatimu, dan engkau harus menghabiskan jauh lebih banyak waktu daripada yang dihabiskan orang muda untuk menyelidiki, menganalisis, dan mengenali hal-hal ini. Bukan berarti tidak ada apa pun yang bisa kaulakukan, atau bukan berarti engkau boleh merasa sedih, cemas, dan khawatir saat tidak ada apa pun yang bisa kaulakukan—ini bukan tugas ataupun tanggung jawabmu. Pertama-tama, orang lanjut usia harus memiliki pola pikir yang benar. Meskipun usiamu mungkin sudah lanjut dan secara fisik engkau relatif sudah tua, tetap saja engkau harus memiliki pola pikir orang muda. Meskipun engkau makin tua, daya pikirmu melambat dan daya ingatmu memburuk, jika engkau masih mampu mengenal dirimu sendiri, masih memahami firman yang Kuucapkan, dan masih memahami kebenaran, itu membuktikan bahwa engkau tidak tua dan kualitasmu tidak kurang. Jika orang sudah berusia 70-an tetapi tidak mampu memahami kebenaran, ini menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan mereka terlalu rendah dan mereka tak mampu melaksanakan tugas. Jadi, usia tidak ada kaitannya dengan kebenaran .... Di rumah Tuhan dan dalam hal kebenaran, apakah orang lanjut usia merupakan kelompok istimewa? Bukan. Usia tidak ada kaitannya dengan kebenaran, juga tidak ada kaitannya dengan watak rusakmu, dengan kedalaman kerusakanmu, dengan apakah dirimu memenuhi syarat untuk mengejar kebenaran, apakah engkau dapat memperoleh keselamatan, atau seberapa besar kemungkinanmu untuk diselamatkan. Bukankah benar demikian? (Ya.)" (Firman, Jilid 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran). Firman Tuhan benar-benar menyentuh hatiku, terutama firman ini: "Meskipun engkau makin tua, daya pikirmu melambat dan daya ingatmu memburuk, jika engkau masih mampu mengenal dirimu sendiri, masih memahami firman yang Kuucapkan, dan masih memahami kebenaran, itu membuktikan bahwa engkau tidak tua dan kualitasmu tidak kurang." Tuhan sangat mengenal kami, kaum lansia. Dia tidak menolak kaum lansia, tetapi Dia mendorong kami agar memiliki pola pikir yang positif, tidak hidup dalam tekanan dan kecemasan karena usia kami, dan melakukan yang terbaik demi melaksanakan tugas dengan sebaik dan semaksimal mungkin. Firman Tuhan memberiku jalan penerapan, dan aku melihat sedikit harapan. Aku selalu percaya bahwa orang-orang muda tidak hanya berkualitas baik, tetapi juga cepat memahami kebenaran, efisien dalam melaksanakan tugas mereka, sehingga memiliki harapan yang lebih besar untuk diselamatkan. Di sisi lain, semua fungsi tubuhku menurun seiring bertambahnya usiaku. Ingatanku buruk, aku lambat memahami kebenaran, dan tak bisa mengimbangi kecepatan dalam hal apa pun. Khususnya, ingatanku memburuk setelah aku terinfeksi COVID-19, dan aku bahkan merasa tidak berguna, tanpa ada harapan untuk memperoleh berkat, sehingga aku menjadi berkecil hati dan kecewa. Aku hidup dalam emosi negatif yang penuh tekanan dan kegelisahan, yang tidak hanya menghalangi jalan masuk kehidupanku sendiri, tetapi juga menghambat tugasku. Aku menyadari bahwa hidup dalam emosi negatif menyebabkan bahaya sebesar itu, dan aku harus mengejar kebenaran dengan positif dan aktif. Meski aku sudah tua, pemahamanku lambat, dan ingatanku buruk, bukan berarti aku tak bisa memahami kebenaran sama sekali. Aku juga belum terlalu tua sampai tak bisa memahami firman Tuhan. Aku harus menghargai waktuku yang terbatas dan berusaha mengubah watak rusakku. Masih banyak watak rusak yang belum kusingkirkan, dan masih banyak sudut pandang yang harus diubah. Selama aku tidak menyerah dalam mengejar kebenaran, aku masih punya kesempatan untuk diselamatkan. Kebenaran tidak memihak siapa pun. Saat memahami hal ini, hatiku terasa tenang.

Di hari-hari berikutnya, aku terus merenungkan alasanku selalu takut bahwa aku tidak akan bisa diselamatkan karena sudah terlalu tua untuk melaksanakan tugas. Watak rusak apa yang menguasaiku? Aku membaca firman Tuhan: "Orang percaya kepada Tuhan untuk mendapatkan berkat, memperoleh upah, dan menerima mahkota. Bukankah semua ini ada di hati semua orang? ... Tanpa motivasi untuk menerima berkat ini, bagaimana perasaanmu? Dengan sikap apa engkau akan melaksanakan tugasmu dan mengikuti Tuhan? Apa yang akan terjadi pada orang jika motivasi untuk menerima berkat yang tersembunyi di dalam hati mereka ini disingkirkan? Mungkin banyak orang akan menjadi negatif, sementara beberapa orang akan kehilangan motivasi dalam tugas mereka. Mereka akan kehilangan minat dalam kepercayaan mereka kepada Tuhan, seolah-olah jiwa mereka telah lenyap. Mereka akan terlihat seolah-olah hati mereka telah direnggut. Inilah sebabnya Kukatakan bahwa motivasi untuk mendapatkan berkat adalah sesuatu yang sangat tersembunyi dalam hati manusia. Mungkin, saat melaksanakan tugas mereka atau menjalani kehidupan bergereja, mereka merasa bahwa mereka mampu meninggalkan keluarga dan dengan senang hati mengorbankan diri mereka untuk Tuhan, dan bahwa sekarang mereka memiliki pengetahuan tentang motivasi mereka untuk menerima berkat, dan telah mengesampingkan motivasi ini, dan tidak lagi dikuasai atau dikendalikan olehnya. Kemudian, mereka berpikir bahwa mereka tidak lagi memiliki motivasi untuk diberkati, padahal menurut Tuhan justru sebaliknya. Orang-orang hanya melihat hal-hal yang terlihat di luarnya. Tanpa ujian, mereka merasa baik tentang diri mereka sendiri. Selama mereka tidak meninggalkan gereja atau menyangkal nama Tuhan, dan mereka bertekun dalam mengorbankan diri bagi Tuhan, mereka yakin bahwa mereka telah berubah. Mereka merasa tidak lagi didorong oleh semangat pribadi atau dorongan sesaat dalam melaksanakan tugas mereka. Sebaliknya, mereka yakin bahwa mereka mampu mengejar kebenaran, dan mereka mampu untuk terus mencari dan menerapkan kebenaran saat melaksanakan tugas mereka sehingga watak rusak mereka ditahirkan dan mereka mencapai sedikit perubahan sejati. Namun, jika sesuatu terjadi yang berkaitan langsung dengan tempat tujuan dan kesudahan manusia, bagaimana perilaku mereka? Kebenaran disingkapkan secara keseluruhan. Jadi, pada akhirnya, bagi manusia, apakah keadaan ini merupakan penyelamatan dan penyempurnaan, ataukah penyingkapan dan penyingkiran? Apakah ini hal yang baik atau buruk? Bagi mereka yang mengejar kebenaran, itu berarti penyelamatan dan penyempurnaan, yaitu sesuatu yang baik; bagi mereka yang tidak mengejar kebenaran, itu berarti disingkapkan dan disingkirkan, yaitu sesuatu yang buruk" (Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Enam Indikator Pertumbuhan dalam Hidup"). Saat merenungkan firman Tuhan, aku mengaitkannya dengan diriku sendiri: Aku percaya kepada Tuhan karena ingin diberkati. Setelah menerima tahap pekerjaan ini, aku mengorbankan diri dengan antusias dan melaksanakan dengan semaksimal mungkin tugas apa pun yang diberikan gereja padaku, tidak pernah merasa menderita atau lelah. Terkadang, aku memindahkan buku-buku firman Tuhan di situasi yang sangat berbahaya, tetapi aku tidak takut. Bahkan saat menderita strok lakunar di tahun 2018, aku tidak berhenti melaksanakan tugasku. Aku pikir selama aku aktif melaksanakan tugasku dengan cara ini, aku akan diberkati dan memiliki tempat tujuan yang baik di masa depan. Namun, sejak berusia 70 tahun, kondisi fisikku mulai menurun, dan ingatanku tak sebagus sebelumnya, ditambah lagi strok lakunar yang kuderita. Aku takut akan meninggal tanpa sempat melaksanakan tugasku, dan tidak diselamatkan, jadi aku hidup dalam keadaan putus asa. Secara lahiriah, aku melaksanakan tugasku dengan enggan, tetapi aku tidak bersemangat. Terutama setelah terinfeksi COVID-19 dan melihat bahwa kesehatan serta ingatanku makin buruk dari sebelumnya, aku merasa tak punya harapan untuk diberkati dan tak bisa memperoleh tempat tujuan yang baik, jadi aku hidup dalam kenegatifan dan penderitaan, juga tidak tertarik untuk melakukan apa pun. Aku yakin, jika aku tak bisa menerima berkat sama sekali, seluruh penderitaanku selama bertahun-tahun akan sia-sia, dan aku merasa sudah dirugikan. Aku tak mau membaca firman Tuhan atau berdoa kepada-Nya, dan tak punya tenaga sama sekali untuk melaksanakan tugasku; hatiku pun makin jauh dari Tuhan. Kini akhirnya aku menyadari bahwa dulu, saat aku berharap menerima berkat, aku mampu menanggung penderitaan dan membayar harga dalam tugasku, terlihat tulus kepada Tuhan. Padahal sebenarnya, aku menganggap pelaksanaan tugasku sebagai modal untuk mendapatkan berkat, dan aku terus berusaha tawar menawar dengan Tuhan. Selama ini aku melakukan tipu daya. Aku sangat egois dan hina, tidak memiliki kemanusiaan sama sekali! Mana mungkin aku adalah orang yang percaya dengan tulus kepada Tuhan? Tuhan itu kudus, dan watak-Nya tak dapat dilanggar. Bagaimana Dia bisa menoleransi orang yang yang berusaha menipu-Nya? Meskipun aku bertindak seperti ini, aku masih meminta berkat dari Tuhan. Bagaimana aku bisa sangat tidak bernalar? Aku sungguh tak tahu malu! Selama bertahun-tahun itu, aku tidak fokus mengejar kebenaran, dan watakku tidak berubah. Aku percaya kepada Tuhan demi mendapat berkat. Selama ini, aku menempuh jalan Paulus! Jika Tuhan tidak mengatur situasi ini untuk menyingkapkanku, aku akan tetap mengejar berkat, dan pada akhirnya, aku akan sepenuhnya disingkirkan dan dikirim ke neraka. Hari ini, aku dapat memahami bahwa aku menempuh jalan yang salah. Ini adalah keselamatan yang besar dari Tuhan untukku! Saat memahami hal ini, aku sangat menyesal karena tidak mengejar kebenaran selama bertahun-tahun ini. Kemudian, aku harus melepaskan niatku untuk mendapat berkat dan mengejar kebenaran dengan sungguh-sungguh. Aku tak boleh mengecewakan Tuhan lagi.

Kemudian, aku teringat akan satu bagian firman Tuhan: "Aku memutuskan tempat tujuan setiap orang bukan berdasarkan usia, senioritas, jumlah penderitaan, dan terlebih lagi, bukan berdasarkan seberapa menyedihkannya mereka, tetapi berdasarkan apakah mereka memiliki kebenaran. Tidak ada pilihan lain selain ini" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Persiapkan Perbuatan Baik yang Cukup demi Tempat Tujuanmu"). Tuhan telah menyatakan dengan jelas standar-standar untuk menentukan kesudahan manusia. Tuhan menentukan kesudahan manusia berdasarkan apakah mereka mengejar kebenaran, menerapkan kebenaran, dan pada akhirnya, apakah mereka mencapai perubahan dalam watak mereka. Inilah kebenaran Tuhan. Dulu, aku berpikir bahwa Tuhan menentukan kesudahan manusia berdasarkan usia dan seberapa banyak tugas yang mereka laksanakan. Jika dilihat dari sudut pandangku, semua orang yang sudah tua akan disingkirkan, dan orang-orang muda akan diselamatkan. Kalau begitu, watak benar Tuhan tidak akan terlihat. Aku teringat akan orang-orang muda yang telah dikeluarkan dari gereja. Mereka pintar dan memiliki karunia, tetapi mereka tidak mengejar kebenaran, tamak akan dunia, dan tidak mau melaksanakan tugas mereka. Mereka semua disingkirkan sebagai pengikut yang bukan orang percaya. Aku menyadari bahwa tak peduli tua atau muda, yang sangat penting adalah mengejar kebenaran dan melaksanakan tugas dengan baik dan semaksimal mungkin.

Aku membaca beberapa firman Tuhan lainnya, dan hatiku makin tercerahkan. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Ada orang yang berkata, 'Aku berumur enam puluh tahun. Selama enam puluh tahun, Tuhan telah mengawasi, melindungi, dan menuntunku. Jika usiaku telah lanjut dan aku tak mampu lagi melakukan tugas atau melakukan apa pun—apakah Tuhan tetap akan memedulikanku?' Bukankah ini hal yang konyol untuk dipertanyakan? Kedaulatan Tuhan atas nasib manusia, pengawasan dan perlindungan-Nya terhadap manusia, bukan hanya untuk satu rentang usia. Jika itu hanya untuk satu rentang usia, untuk satu masa kehidupan, maka itu tidak akan bisa menunjukkan bahwa Tuhan itu mahakuasa dan berdaulat atas segala sesuatu. Kerja keras yang Tuhan lakukan dan harga yang Dia bayar untuk seorang manusia bukan sekadar mengatur apa yang mereka lakukan dalam hidup ini, tetapi mengaturkan bagi mereka sejumlah kehidupan yang tak terhitung banyaknya. Tuhan bertanggung jawab penuh atas setiap jiwa yang bereinkarnasi. Dia bekerja dengan penuh perhatian, membayar harga dengan nyawa-Nya, menuntun setiap orang dan mengatur setiap kehidupan mereka. Tuhan bekerja keras dan membayar harga dengan cara seperti ini demi manusia, dan Dia menganugerahkan kepada manusia seluruh kebenaran dan hidup ini. Jika manusia tidak melaksanakan tugasnya sebagai makhluk ciptaan pada hari-hari terakhir ini, dan mereka tidak kembali ke hadapan Sang Pencipta—jika, pada akhirnya, betapapun banyaknya kehidupan dan generasi yang telah mereka lalui, mereka tidak melaksanakan tugas mereka dengan baik dan gagal memenuhi tuntutan Tuhan—bukankah utang mereka kepada Tuhan akan menjadi terlalu besar? Bukankah mereka tidak layak atas semua harga yang telah Tuhan bayarkan? Itu berarti mereka sangat tidak berhati nurani, sehingga mereka tidak layak disebut manusia, karena utang mereka kepada Tuhan akan menjadi terlalu besar" (Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Membayar Harga untuk Memperoleh Kebenaran Sangatlah Penting"). "Apa yang harus engkau semua lakukan sekarang? Saat hati Tuhan masih bekerja keras bagi manusia, saat Dia masih membuat rencana untuk manusia, saat Dia masih berduka dan resah atas setiap gerakan dan gerak tubuh setiap manusia, engkau harus segera membuat pilihan, dan menetapkan tujuan serta arah pengejaranmu. Jangan menunggu sampai hari perhentian Tuhan tiba, baru engkau membuat rencanamu. Jika baru pada saat itu engkau benar-benar merasakan kesedihan, penyesalan, duka, dan ratapan, semuanya akan terlambat. Tak seorang pun akan dapat menyelamatkanmu, Tuhan pun tidak akan menyelamatkanmu" (Firman, Jilid 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran, "Mengapa Manusia Harus Mengejar Kebenaran"). Setelah membaca firman Tuhan, aku sangat tersentuh. Tuhan selalu mengawasi dan menjaga manusia, juga selalu memimpin mereka. Harga yang telah dibayar Tuhan untuk keselamatan manusia sangatlah mahal. Contohnya adalah aku. Aku hanya ibu rumah tangga biasa. Aku tumbuh di keluarga miskin dan tidak ada yang memandangku, sehingga aku hidup dengan perasaan rendah diri. Tuhan telah memberiku kasih karunia dengan mengizinkanku menerima pekerjaan-Nya di akhir zaman dan melaksanakan tugasku di gereja, memperoleh kesempatan untuk diselamatkan. Tuhan juga terus mengatur lingkungan untuk menyingkapkan kerusakanku, menggunakan firman-Nya untuk mencerahkanku dan membantuku mengenal diriku sendiri serta memahami beberapa kebenaran. Setelah menua, aku percaya bahwa karena responsku terlalu lambat dan aku tidak dapat melaksanakan tugas apa pun, aku tidak dapat diselamatkan, sehingga aku hidup dalam keadaan negatif. Namun, Tuhan tetap mencerahkanku agar aku dapat memahami kebenaran dan membantuku keluar dari emosi negatif yang penuh penderitaan dan kegelisahan, sedikit demi sedikit membimbingku ke jalan mengejar kebenaran. Tuhan telah mencurahkan begitu banyak upaya-Nya yang tekun bagi diriku! Aku merenungkan firman Tuhan sambil menangis, merasa tidak memiliki hati nurani dan nalar sama sekali! Aku sudah sangat mengecewakan Tuhan dengan tidak sungguh-sungguh mengejar kebenaran selama bertahun-tahun, dan meninggalkan begitu banyak penyesalan. Kini pekerjaan Tuhan belum berakhir, dan Dia masih bekerja untuk menyelamatkan orang-orang. Aku tak boleh berhenti mengejar kebenaran dan menjalani hidup tanpa tujuan hanya karena aku sudah tua. Aku harus mencurahkan segenap tenaga dan waktuku untuk mengejar kebenaran, mengatasi watak rusakku, dan melaksanakan tugasku. Aku harus melaksanakan tugasku dengan baik dan semaksimal mungkin, juga tidak lagi membuat Tuhan cemas dan khawatir terhadap diriku.

Sekarang aku bertanggung jawab atas pertemuan dua kelompok. Saat melihat saudara atau saudari yang keadaannya buruk atau mengalami kesulitan, aku mencari firman Tuhan yang relevan untuk membantu menyelesaikan masalah mereka. Aku merasa sangat senang saat melihat keadaan mereka sedikit berubah. Ketika ada waktu, aku juga berlatih menulis artikel kesaksian pengalaman dan memberitakan Injil, melakukan apa pun yang kubisa dengan sebaik mungkin. Dengan hidup seperti ini, aku merasa sangat puas dan tenang setiap hari. Syukur kepada Tuhan Yang Mahakuasa atas keselamatanku!

Sebelumnya:  50. Tersadar dari Mimpi untuk Memperoleh Berkat

Selanjutnya:  55. Sebuah Pilihan di Lingkungan yang Berbahaya

Konten Terkait

26. Cara Memandang Tugasmu

Oleh Saudara Zhong Cheng, TiongkokTuhan Yang Mahakuasa berkata: "Hal paling mendasar yang dituntut dari manusia dalam kepercayaan mereka...

84. Iman yang Tak Terhancurkan

Oleh Saudara Meng Yong, TiongkokPada Desember 2012, beberapa saudara-saudari dan aku naik mobil menuju suatu tempat untuk mengabarkan...

Pengaturan

  • Teks
  • Tema

Warna Solid

Tema

Jenis Huruf

Ukuran Huruf

Spasi Baris

Spasi Baris

Lebar laman

Isi

Cari

  • Cari Teks Ini
  • Cari Buku Ini

Connect with us on Messenger