81. Pelajaran yang Kupetik Saat Anggota Keluargaku Dikeluarkan
Aku mulai percaya kepada Tuhan bersama orang tuaku saat aku berusia 17 tahun. Pada tahun 2001, seluruh keluarga kami menerima pekerjaan Tuhan Yang Mahakuasa di akhir zaman, dan setelah itu, kami masing-masing mulai melaksanakan tugas kami. Aku berpikir bahwa selama kami terus mengorbankan diri dan melaksanakan tugas kami untuk Tuhan dan mengikuti Tuhan Yang Mahakuasa sampai akhir, karena Tuhan itu benar, saat pekerjaan Tuhan berakhir, seluruh keluarga kami akan diselamatkan dan masuk ke dalam kerajaan Tuhan.
Pada akhir tahun 2012, aku ditangkap oleh PKT saat memberitakan Injil. Setelah dibebaskan, aku meninggalkan rumah untuk melaksanakan tugasku di tempat lain agar tidak ditangkap lagi. Pada tahun 2014, aku bertemu ayahku di tempat aku melaksanakan tugasku. Saat aku melihatnya aktif melaksanakan tugasnya, dan mengetahui bahwa kakak perempuanku juga sedang melaksanakan tugasnya di gereja, aku sangat senang. Aku teringat kembali bagaimana, selama lebih dari sepuluh tahun terakhir, seluruh anggota keluarga kami telah melaksanakan tugas masing-masing, dan aku merasa bahwa selama kami terus melaksanakan tugas kami dan mengikuti sampai akhir, saat pekerjaan Tuhan berakhir, keluarga kami akan diselamatkan dan masuk ke dalam kerajaan Tuhan. Namun, yang sama sekali tidak kuduga, suatu hari di tahun 2015, para pemimpin distrik datang untuk berkomunikasi dengan kami tentang pekerjaan, dan mereka menyebutkan sepucuk surat dari gereja asalku, yang mengatakan bahwa ayahku terus-menerus mencari-cari kelemahan pemimpin dalam pertemuan, dan tidak peduli bagaimana saudara-saudari bersekutu dengannya, sikapnya tidak berubah. Ayahku bahkan berkata bahwa pemimpin itu tidak memahami apa-apa dan menyarankan untuk mencari seorang ahli untuk bersekutu dengannya. Ini mengganggu saudara-saudari dan membuat mereka tidak bisa berkumpul dengan tenang. Para pemimpin distrik mengatakan bahwa mereka berencana untuk menyelidiki situasinya secara spesifik dan kemudian bersekutu baik-baik dengan ayahku. Aku berpura-pura tenang dan berkata, "Bagaimana keadaan ayahku bisa seburuk itu?" Namun di dalam hati, aku marah dan tertekan, sambil berpikir, "Ada apa dengannya? Dia sudah percaya kepada Tuhan selama lebih dari sepuluh tahun, tetapi dia tidak mau melaksanakan tugasnya dengan benar dan malah menyebabkan gangguan?" Saat itu, aku sangat ingin bertemu ayahku sesegera mungkin, agar aku bisa berbicara dengannya, dan mencoba membujuknya untuk tidak menimbulkan gangguan lagi. Namun, aku juga tahu bahwa ayahku memiliki watak yang congkak, dia tak mau mengalah ketika merasa dirinya benar, dan usahaku untuk membujuknya tak akan berhasil. Jika dia terus menimbulkan gangguan dan tidak bertobat, naturnya akan menjadi sangat serius, dan mungkin dia akan dikeluarkan. Sejak percaya kepada Tuhan hingga menerima pekerjaan Tuhan di tahap ini, ayahku telah percaya selama hampir dua puluh tahun, dan selama masa ini, dia telah banyak menderita, bahkan terus melaksanakan tugasnya dalam situasi berbahaya. Jika dia dikeluarkan, bukankah semua penderitaannya selama bertahun-tahun akan sia-sia? Kehidupan imannya akan berakhir sepenuhnya. Setelah memikirkan hal ini, aku berkata kepada para pemimpin, "Jika aku bisa bertemu ayahku dan mencoba menyadarkannya, mungkin keadaannya bisa berbalik." Salah satu dari mereka berkata, "Kau terlalu emosional saat ini. Jika kau bertemu ayahmu, kau akan bertindak berdasarkan sikap yang gampang marah atau karena kasih sayang. Kau punya tugasmu sendiri. Kami akan pergi bersekutu dengan ayahmu. Fokus saja pada tugasmu untuk saat ini." Kupikir apa yang dikatakan pemimpin itu benar, dan lebih baik membiarkan mereka bersekutu dengannya. Selama beberapa hari berikutnya, aku begitu terganggu oleh situasi ayahku sehingga aku tidak bisa tidur, tidak nafsu makan, pikiranku kacau, dan aku tidak bisa fokus pada tugasku. Aku berharap melalui persekutuan mereka, ayahku bisa berubah, dan setidaknya, tidak akan dikeluarkan. Aku merasa bahwa selama dia masih bisa berjerih payah di rumah Tuhan, masih akan ada harapan baginya untuk diselamatkan. Jadi setiap hari, aku menunggu kabar baik tentang ayahku dengan penuh semangat.
Tak lama kemudian, aku menerima surat dari saudara-saudari yang bertanggung jawab atas pekerjaan pembersihan, yang memintaku untuk memberikan laporan tentang perilaku ayahku biasanya dan sebuah evaluasi tentangnya. Saat aku membaca surat itu, aku merasakan sakit yang tak terlukiskan di hatiku, dan mataku mulai berkaca-kaca. Sungguh sulit bagiku untuk menerima kenyataan ini, dan aku berpikir, "Sepertinya masalah ayahku serius. Jika perilakunya buruk, dia akan dikeluarkan, dan begitu dia dikeluarkan, dia akan terputus dari rumah Tuhan selamanya. Maka kehidupan imannya akan berakhir selamanya, dan dia tidak akan punya harapan sama sekali untuk diselamatkan." Lisanku berkata bahwa kemanusiaan ayahku tidak terlalu baik, dan dikeluarkannya dia adalah kebenaran Tuhan, tetapi jauh di lubuk hati, aku terus khawatir, "Jika ayahku benar-benar dikeluarkan, apakah dia akan sanggup menanggungnya? Dia sudah berusia enam puluhan; bagaimana dia akan melanjutkan hidupnya jika dia dikeluarkan?" Aku segera berlutut untuk berdoa kepada Tuhan, "Tuhan, melihat ayahku menghadapi kemungkinan dikeluarkan sangatlah menyakitkan. Tolong jaga hatiku agar aku tidak mengeluh atau salah memahami-Mu, dan agar aku bisa tunduk." Aku berdoa berulang kali. Saat menulis evaluasi ayahku, aku ingat bahwa kemanusiaan ayahku tidak baik, dan dia hampir melakukan hal-hal ekstrem saat berada di dunia luar. Jika aku menulis tentang aspek-aspek perilaku ayahku ini dan gereja menilai perilakunya yang konsisten, bukankah mereka akan memutuskan untuk mengeluarkannya? Sejak aku kecil, ayahku sangat baik padaku. Ketika masih kecil, aku memiliki fisik yang lemah dan selalu terkena flu, dan setelah disuntik, aku tidak mau berjalan, jadi ayahku menggendongku pulang. Selama bertahun-tahun aku jauh dari rumah untuk melaksanakan tugasku, orang tuaku telah berhemat, menyisihkan uang untukku, dan mereka telah banyak membantuku. Beberapa kali, mertuaku membuat masalah di rumah kami, dan ayahku sering khawatir karena masalah-masalahku. Jadi aku merasa bahwa mungkin sebaiknya aku tidak menulis tentang kemanusiaan ayahku yang buruk, dan sebaliknya, aku akan menulis tentang bagaimana dia mengorbankan diri dengan antusias. Dengan begitu, ketika saudara-saudari melihat bahwa perilaku ayahku di masa lalu baik, mungkin mereka akan memberinya kesempatan untuk bertobat dan membiarkannya tetap tinggal untuk berjerih payah, dan ayahku masih memiliki harapan untuk keselamatan. Selama beberapa hari berikutnya, aku begitu terganggu oleh masalah ini sehingga aku tidak bisa fokus pada tugasku. Di tengah penderitaanku, aku teringat akan sebaris firman Tuhan: "Jika orang tuamu melakukan apa pun yang tidak ada manfaatnya bagi gereja, mereka tidak akan luput." Jadi aku mencari bagian firman di mana baris ini muncul. Tuhan berfirman: "Engkau harus menunjukkan kekuatan dan nyali, dan berdiri teguh dalam kesaksianmu bagi-Ku; bangkitlah dan berbicaralah demi Aku dan jangan takut akan apa yang mungkin orang katakan. Penuhilah maksud-maksud-Ku, dan jangan biarkan siapa pun mengendalikanmu. ... Aku adalah penopang dan perisaimu, dan semuanya ada di tangan-Ku. Jadi, apa yang kautakutkan? Bukankah engkau terlalu sentimental? Engkau harus secepat mungkin menyingkirkan perasaanmu; Aku tidak bertindak karena perasaan, tetapi sebaliknya Aku melakukan kebenaran. Jika orang tuamu melakukan apa pun yang tidak ada manfaatnya bagi gereja, mereka tidak akan luput" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Perkataan Kristus pada Mulanya, Bab 9"). Setelah membaca firman Tuhan, aku merasa sangat tertekan dan sedih. Maksud Tuhan adalah agar aku berpihak pada kebenaran saat menghadapi berbagai hal, bukan bertindak berdasarkan kasih sayang, agar aku berpegang pada prinsip-prinsip kebenaran, dan untuk menjunjung tinggi kepentingan rumah Tuhan. Namun, ketika tahu bahwa aku harus menuliskan secara rinci perilaku ayahku biasanya, aku tidak melihat segala sesuatunya menurut prinsip-prinsip kebenaran, dan sebaliknya, aku mengingat betapa baiknya ayahku padaku sejak kecil, dan aku kehilangan pendirian serta prinsipku. Aku bahkan berpikir untuk bertemu ayahku secara langsung untuk mencoba berbicara dengannya, untuk menghentikannya agar tidak menimbulkan gangguan lagi. Dengan begitu, dia tidak akan dikeluarkan, dan dia bisa tetap tinggal untuk terus berjerih payah, dan dia akan memiliki kesempatan untuk diselamatkan. Jika aku punya sedikit hati nurani dan nalar, aku seharusnya berpihak pada Tuhan serta menjunjung tinggi pekerjaan gereja dan dengan jujur menuliskan perilakunya yang kuketahui, tetapi aku lebih memihak ayahku berdasarkan kasih sayang, dan aku hanya ingin menonjolkan perilakunya yang baik sambil menutupi atau tidak menuliskan perilakunya yang buruk. Di manakah hatiku yang takut akan Tuhan? Setelah menyadari hal ini, aku dengan jujur menuliskan semua perilaku ayahku yang kuketahui, dan kemudian memberikan laporan itu kepada saudara-saudari.
Beberapa waktu kemudian, aku melihat pemberitahuan bahwa ayahku dikeluarkan. Ayahku tidak hanya mencari-cari kesalahan pemimpin, tetapi juga sama sekali tidak menerima kebenaran. Dia juga telah memakai firman Tuhan ke luar dari konteksnya, mengutuk dan menuduh siapa pun yang bersekutu kepadanya. Dia terus-menerus mengganggu kehidupan bergereja dan benar-benar tak mau bertobat, sehingga akhirnya dia dikeluarkan. Berdasarkan perilaku yang terus ditunjukkan ayahku, dia benar-benar tidak masuk akal, tidak memiliki pemahaman rohani, naturnya juga sangat muak dan membenci kebenaran. Dikeluarkannya dia memanglah kebenaran Tuhan. Saat menyadari hal ini, aku melepaskan kasih sayangku terhadap ayahku.
Suatu hari di bulan Maret 2022, aku menerima surat dari para pemimpin gereja kakakku, yang mengatakan bahwa kakakku sama sekali tidak menghadiri pertemuan sejak Agustus 2021. Menurut prinsip gereja, orang yang sudah lama tidak berkumpul, mengejar kebenaran, atau melaksanakan tugasnya haruslah dikeluarkan, dan mereka memintaku untuk segera menuliskan perilaku yang terus ditunjukkan kakakku. Saat membaca ini, aku merasakan sakit yang menyayat hati, dan aku benar-benar tidak bisa menerima kenyataan ini. Pikiranku kacau dan aku tidak bisa fokus berkomunikasi dengan para saudari tentang pekerjaan, jadi aku meringkuk dan terisak sambil memegangi kepalaku. Karena melihatku seperti ini, para saudari segera datang untuk membantuku dengan bersekutu kepadaku, tetapi perkataan mereka sama sekali tidak masuk ke dalam hatiku. Aku berpikir, "Bagaimana ini bisa terjadi? Beberapa waktu lalu, kakakku mengirimiku surat beserta sejumlah uang saku. Bagaimana dia bisa putus kontak dengan gereja hanya dalam beberapa bulan? Mungkinkah telah terjadi sesuatu di rumah? Aku ingat kakakku selalu antusias mengorbankan diri dalam imannya dan aktif dalam tugasnya. Mengapa dia tidak berhubungan dengan gereja akhir-akhir ini? Pasti telah terjadi masalah besar di rumah. Mungkinkah gereja akan memberinya kesempatan lain untuk bertobat?" Hari itu, aku juga mengetahui bahwa gereja hanya mengumpulkan informasi tentang perilaku yang terus ditunjukkan kakakku, dan jika dia sungguh-sungguh bertobat dan bersedia untuk percaya kepada Tuhan dengan setia, dia masih akan memiliki kesempatan untuk bertobat. Namun, aku masih khawatir, "Bagaimana jika kakakku tidak segera kembali menghadiri pertemuan?" Malam itu, aku berguling-guling di tempat tidur, tidak bisa tidur. Kenangan indah tentang keluargaku, yang semuanya percaya kepada Tuhan dan melaksanakan tugasnya, terputar di benakku seperti sebuah film. Kakakku selalu merawatku sejak kecil. Ketika keadaanku sedang buruk, dia menolongku, dan ketika aku melaksanakan tugasku di tempat lain, dia sering mengirimiku uang saku. Beberapa tahun sebelumnya, ayahku telah dikeluarkan, dan sekarang jika kakakku juga dikeluarkan, itu berarti iman mereka selama bertahun-tahun sia-sia, dan mereka tidak punya harapan untuk diselamatkan. Saat memikirkan ini, aku merasakan kesedihan yang mendalam, dan hatiku dicengkeram oleh rasa tertekan. Selama beberapa hari berikutnya, aku sangat dimurnikan karena kakakku, keadaanku sangat buruk, dan ketika melaksanakan tugas, hatiku tidak bisa tenang. Aku berpikir, "Aku harus pulang dan berbicara baik-baik dengan kakakku. Selama dia kembali ke gereja dan melakukan yang terbaik dalam tugasnya, dia tidak akan dikeluarkan." Namun, kemudian aku berpikir, "Aku sedang diburu karena percaya kepada Tuhan, aku punya catatan kriminal, dan jika aku nekat pulang lalu tertangkap, aku tidak akan bisa melaksanakan tugasku, serta akan membahayakan saudara-saudari. Akibatnya bisa tidak terbayangkan." Pikiranku kacau dan aku tidak tahu harus berbuat apa. Tiga hari kemudian, aku merasa pusing, jantungku berdebar-debar, dadaku terasa sesak, dan sulit bernapas. Awalnya, kupikir itu flu, yang akan bisa sembuh dengan istirahat dan minum obat. Namun, setelah aku minum obat, kondisiku bukan hanya tidak membaik, melainkan malah terus memburuk, dan saat berjalan, aku merasa seperti bisa pingsan kapan saja. Baru saat itulah aku datang kepada Tuhan dan berdoa, "Tuhan, apa yang terjadi padaku? Apakah aku telah melakukan sesuatu yang tidak sejalan dengan maksud-Mu, sehingga Engkau mendisiplinkanku? Tuhan, aku berdoa agar Engkau mencerahkan dan membimbingku sehingga aku dapat memahami maksud-Mu dalam penyakit ini." Kemudian, aku tiba-tiba menyadari bahwa dalam masalah yang baru-baru ini menimpaku mengenai kakakku, aku hidup dalam kasih sayangku dan selalu ingin mengesampingkan tugasku untuk mendukungnya, dan dalam masalah ini, aku tidak pernah mencari maksud Tuhan.
Setelah itu, aku berdoa kepada Tuhan dan mencari firman-Nya untuk mengatasi kekhawatiranku. Aku membaca firman Tuhan: "Mengapa suami mengasihi istrinya? Dan mengapa istri mengasihi suaminya? Mengapa anak-anak berbakti kepada orang tuanya? Mengapa orang tua menyayangi anak-anak mereka? Niat macam apa yang sebenarnya dimiliki orang? Bukankah niat mereka adalah untuk memuaskan rencana dan keinginan egois mereka sendiri? Apakah mereka benar-benar bermaksud untuk bertindak demi rencana pengelolaan Tuhan? Apakah mereka benar-benar bertindak demi pekerjaan Tuhan?" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Tuhan dan Manusia akan Masuk ke Tempat Perhentian Bersama-sama"). Setiap pertanyaan Tuhan membuatku merasa malu. Aku bertanya pada diriku sendiri, "Aku ingin mengesampingkan tugasku dan pulang untuk menyadarkan kakakku, tetapi apakah ini sejalan dengan maksud Tuhan? Apakah ini berarti aku memikirkan maksud Tuhan? Tidak, keinginan ini bercampur dengan kasih sayang." Aku bersyukur atas bimbingan firman Tuhan, yang mencegah tindakanku yang bodoh dan impulsif, jika tidak, aku akan mengesampingkan tugasku dan pulang karena kasih sayang, dan jika aku sampai tertangkap, konsekuensinya tidak akan terbayangkan.
Tidak lama setelah itu, aku menerima surat dari saudara-saudari yang mengawasi pekerjaan pembersihan, yang memintaku untuk memberikan laporan tentang perilaku kakakku biasanya. Saat berpikir bahwa kakakku mungkin akan dikeluarkan, aku merasa sedikit sedih. Aku menceritakan keadaanku kepada seorang saudari yang tinggal bersamaku, dan dia membacakan beberapa bagian firman Tuhan untukku. Melalui persekutuan dengan saudari itu, aku memahami bahwa di rumah Tuhan, yang berkuasa adalah kebenaran dan kebenaran, dan rumah Tuhan tidak akan pernah berbuat tidak adil kepada orang baik, juga tidak akan membiarkan pelaku kejahatan tidak dihukum. Karena gereja sedang menyusun catatan perilaku kakakku, ini terjadi atas izin Tuhan. Meskipun aku tidak dapat memahaminya, aku harus tunduk terlebih dahulu dan menyampaikan apa yang kuketahui tentang perilakunya. Tidak peduli bagaimana hasilnya, aku akan menerima bahwa itu adalah dari Tuhan. Kemudian, aku melihat catatan perilaku kakakku yang diberikan oleh saudara-saudari, dan di situ disebutkan bahwa dalam beberapa tahun terakhir, kakakku hanya fokus mencari uang untuk membiayai persiapan universitas putranya, dan dia tidak memiliki rasa terbeban terhadap tugasnya. Dalam tugasnya, dia selalu bersikap asal-asalan, melakukan segala sesuatu sesuka hatinya, menunda-nunda tugasnya, tidak bertanggung jawab, dan secara serius menunda pekerjaan gereja. Bahkan setelah saudara-saudari berulang kali menunjukkan masalahnya dan membantunya, dia tetap sama, tanpa rasa bersalah atau penyesalan. Di rumah, dia jarang makan atau minum firman Tuhan atau menonton video yang diproduksi oleh rumah Tuhan, dan dia hanya fokus bekerja untuk mencari uang. Akhirnya, dia bahkan hampir tidak pernah menghadiri pertemuan. Seorang saudari pergi untuk mendukungnya, tetapi dia berkata, "Ketika ibuku sakit, dia sembuh setelah percaya kepada Tuhan, jadi aku mengikutinya dan percaya kepada Tuhan. Namun, sekarang penyakitnya kambuh lagi, lalu mengapa aku tidak merasakan keberadaan Tuhan?" Setelah mengatakan ini, dia pergi. Setelah bertahun-tahun percaya kepada Tuhan, cara pandangnya terhadap segala sesuatu masih sama seperti orang tidak percaya. Dia hanya fokus mengikuti tren-tren jahat, dan dia tidak mau menghadiri pertemuan atau melaksanakan tugasnya. Setelah melihat perilaku ini, aku sangat marah, dan pada saat yang sama, aku memahami esensi kakakku sebagai seorang pengikut yang bukan orang percaya. Pada tahun-tahun awal beriman kepada Tuhan, dia tampak bersemangat dalam mengorbankan diri, jadi kupikir dia benar-benar percaya kepada Tuhan, tetapi sekarang aku menyadari bahwa niat dan tujuan awalnya dalam imannya salah. Setelah melihat penyakit yang sudah lama diderita ibuku sembuh secara ajaib melalui iman kepada Tuhan dan kehidupan keluarga kami juga berangsur-angsur membaik, barulah dia mulai percaya kepada Tuhan, karena dia menyaksikan kasih karunia dan berkat Tuhan. Kemudian, ketika ibuku sakit lagi, kakakku menyadari bahwa dia tidak mendapatkan manfaat yang diinginkannya meski telah percaya kepada Tuhan, dan keinginannya akan berkat pun hancur, jadi dia berbalik melawan Tuhan, menyangkal-Nya, dan mengeluh tentang-Nya, dan dia sama sekali tidak bertanggung jawab dalam tugasnya. Dia merugikan tugasnya, tetapi tidak menunjukkan rasa bersalah atau penyesalan. Dari perilaku kakakku, tampak jelas bahwa dia sama sekali tidak mengejar kebenaran, bukan orang yang benar-benar percaya kepada Tuhan, dan esensinya adalah esensi seorang pengikut yang bukan orang percaya.
Kemudian, aku merenung: Aku selalu berpikir bahwa karena seluruh keluarga kami percaya kepada Tuhan, selama kami bersusah payah, mengorbankan diri untuk Tuhan, dan mengikuti Tuhan sampai akhir, kami pada akhirnya akan diselamatkan. Namun, apakah pandangan ini memang benar? Aku membaca firman Tuhan: "Orang-orang mengatakan bahwa Tuhan adalah Tuhan yang benar, dan selama manusia mengikuti Dia sampai akhir, Dia pasti akan bersikap adil kepada manusia, sebab Dialah Yang Mahabenar. Jika manusia mengikuti Dia sampai akhir, bisakah Dia membuang manusia? Aku tidak memihak terhadap semua orang dan menghakimi semua orang dengan watak-Ku yang benar, tetapi ada beberapa syarat yang sesuai yang Kutuntut dari manusia, dan apa yang Kutuntut itu harus dilaksanakan oleh semua orang, siapa pun mereka. Aku tidak peduli tentang kualifikasimu, atau sudah berapa lama engkau memilikinya; yang Kupedulikan hanyalah apakah engkau mengikuti jalan-Ku, dan apakah engkau mengasihi dan haus akan kebenaran. Jika engkau tidak memiliki kebenaran, dan justru mempermalukan nama-Ku, serta tidak bertindak sesuai dengan jalan-Ku, hanya mengikuti tanpa perhatian atau kepedulian, pada waktu itulah Aku akan memukul dan menghukum engkau karena kejahatanmu, dan apa jawabmu kemudian? Bisakah engkau berkata bahwa Tuhan itu tidak benar? Jika engkau telah mematuhi firman yang Kusampaikan hari ini, engkau adalah jenis orang yang Kuperkenan. Engkau mengatakan bahwa engkau selalu menderita selama mengikuti Tuhan, bahwa engkau telah mengikuti-Nya melalui berbagai kesulitan, dan telah berbagi saat-saat suka dan duka bersama-Nya, tetapi engkau belum hidup dalam firman yang Tuhan sampaikan; engkau hanya ingin sibuk bagi Tuhan dan mengorbankan dirimu bagi Tuhan setiap hari, dan tidak pernah berpikir untuk hidup dalam kehidupan yang bermakna. Engkau juga berkata, 'Bagaimanapun juga, aku percaya bahwa Tuhan itu benar. Aku telah menderita bagi-Nya, sibuk bekerja bagi Dia, mempersembahkan diriku bagi Dia, dan aku telah bekerja keras meskipun tidak menerima penghargaan apa pun; Dia tentunya akan mengingat aku.' Memang benar bahwa Tuhan itu benar, tetapi kebenaran ini tidak ternoda oleh kecemaran apa pun. Kebenaran ini tidak mengandung kehendak manusia, dan tidak tercemar oleh daging, atau oleh transaksi manusia. Semua yang memberontak dan menentang, dan semua yang tidak mematuhi jalan-Nya, akan dihukum; tidak ada yang diampuni, dan tak seorang pun yang luput! Beberapa orang berkata, 'Hari ini aku sibuk bekerja untuk-Mu; ketika saat akhir tiba, bisakah Engkau memberiku sedikit berkat?' Lalu Aku bertanya, 'Sudahkah engkau menuruti firman-Ku?' Kebenaran yang engkau bicarakan didasarkan pada transaksi. Engkau hanya berpikir bahwa Aku benar dan tidak memihak terhadap semua orang, bahwa semua orang yang mengikut Aku sampai akhir pasti akan diselamatkan dan memperoleh berkat-berkat-Ku. Ada makna rohani dalam firman-Ku bahwa 'semua orang yang mengikut Aku sampai akhir pasti akan diselamatkan': mereka yang mengikut Aku sampai akhir adalah orang-orang yang akan sepenuhnya Kudapatkan, mereka adalah orang-orang yang setelah Kutaklukkan, mencari kebenaran dan disempurnakan. Syarat apa yang telah engkau capai? Engkau hanya mencapai syarat untuk mengikut Aku sampai akhir, tetapi apa lagi? Sudahkah engkau menuruti firman-Ku? Engkau telah mencapai salah satu dari lima persyaratan-Ku, tetapi engkau tidak berniat menyelesaikan empat sisanya. Engkau baru sekadar menemukan jalan yang termudah dan paling sederhana, dan mengejarnya dengan sikap hanya berharap mendapatkan keberuntungan. Terhadap orang sepertimu, watak-Ku yang benar adalah hajaran dan penghakiman, itulah ganjaran yang benar dan hukuman yang benar bagi semua pelaku kejahatan; semua orang yang tidak mengikuti jalan-Ku pasti akan dihukum, bahkan sekalipun mereka mengikut Aku sampai akhir. Inilah kebenaran Tuhan" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Pengalaman Petrus: Pengetahuannya tentang Hajaran dan Penghakiman"). Setelah membaca firman Tuhan, aku merasa malu. Manusia menghakimi orang lain berdasarkan penampilan luar, tetapi Tuhan melihat esensi manusia. Tuhan tidak melihat seberapa banyak seseorang telah berkorban, seberapa banyak dia telah menderita, atau senioritasnya. Kuncinya adalah apakah seseorang mengikuti jalan Tuhan, apakah dia menerapkan kebenaran dan apakah wataknya telah berubah. Atas dasar hal-hal inilah kesudahan seseorang ditentukan. Namun, aku percaya bahwa Tuhan menentukan kesudahan dan tempat tujuan seseorang berdasarkan apakah dia dapat mengikuti sampai akhir, berapa lama dia telah percaya, dan seberapa banyak dia telah menderita atau mengorbankan diri. Aku berpikir bahwa jika kami sekeluarga percaya kepada Tuhan, selama kami bersusah payah dan mengorbankan diri serta mengikuti Tuhan sampai akhir, saat pekerjaan Tuhan berakhir, seluruh keluarga kami akan memiliki harapan untuk diselamatkan oleh Tuhan, dan dibawa ke dalam kerajaan Tuhan untuk menikmati berkat-berkat Tuhan. Namun, ini hanyalah gagasan dan imajinasiku. Aku juga memahami bahwa diselamatkan setelah mengikuti sampai akhir berarti seseorang dapat mengejar kebenaran dan perubahan watak, dan dapat menerapkan sesuai dengan firman Tuhan dalam segala hal, yang pada akhirnya membuat watak rusak mereka disucikan, dan bahwa di tengah berbagai ujian serta pemurnian, mereka tidak mengkhianati atau menyangkal Tuhan dan masih dapat mengikuti serta tunduk kepada Tuhan. Hanya orang-orang seperti itulah yang pada akhirnya akan diselamatkan oleh Tuhan dan dibawa ke dalam kerajaan-Nya. Mereka yang tidak mengejar kebenaran, yang watak rusaknya tidak menunjukkan perubahan, dan yang masih memberontak terhadap Tuhan serta menentang-Nya, adalah orang-orang yang dibenci Tuhan. Jika kurenungkan, saat dua kali menghadapi kenyataan bahwa anggota keluargaku dikeluarkan, aku tidak memahami esensi mereka. Aku tidak tahu orang seperti apa yang Tuhan selamatkan atau singkirkan, dan aku justru berpihak pada kasih sayang daging, ingin berlari pulang dan bertemu mereka untuk menyadarkan mereka. Aku berpikir bahwa selama aku bersekutu dengan mereka dan mereka tidak menimbulkan gangguan sesudahnya, mereka tidak akan dikeluarkan. Aku mengira jika mereka tinggal di rumah Tuhan dan berjerih payah, mereka akan memiliki harapan untuk diselamatkan. Namun, pemikiranku sama sekali tidak sesuai dengan firman Tuhan. Aku teringat akan apa yang Tuhan Yesus katakan: "Bukan setiap orang yang memanggil-Ku, Tuhan, Tuhan, yang akan masuk ke dalam kerajaan surga; melainkan dia yang mengikuti kehendak Bapa-Ku yang di surga. Banyak orang akan berkata kepada-Ku di hari itu kelak, Tuhan, Tuhan, bukankah kami telah bernubuat demi nama-Mu, telah mengusir setan-setan demi nama-Mu, dan melakukan banyak pekerjaan ajaib demi nama-Mu? Saat itu Aku akan menyatakan kepada mereka, Aku tidak pernah mengenalmu: pergilah daripada-Ku, engkau yang melakukan kejahatan" (Matius 7:21-23). Aku merenung, "Mengapa mereka yang bersusah payah dan mengorbankan diri untuk Tuhan tidak menerima perkenanan Tuhan Yesus, tetapi justru dihukum dan dikutuk oleh Tuhan?" Menurut sudut pandangku, siapa pun yang secara lahiriah bersusah payah dan mengorbankan diri, banyak menderita, dan mengikuti Tuhan selama bertahun-tahun pasti akan diselamatkan. Lalu mengapa orang-orang Farisi, yang telah melayani Yahweh selama bertahun-tahun di bait suci, bukan hanya tidak diselamatkan oleh Tuhan, melainkan justru dikutuk dan dikecam oleh Tuhan, disebut sebagai orang munafik, keturunan ular beludak, dan diberitahu bahwa mereka akan celaka? Itu karena, meskipun mereka tampak percaya kepada Tuhan, mereka tidak memiliki hati yang takut akan Tuhan, mereka tidak pernah mengikuti jalan Tuhan, dan mereka bahkan menyangkal serta menentang Tuhan Yesus, dan menyalibkan-Nya di kayu salib. Mereka sangat menyinggung watak Tuhan, sehingga Tuhan menghukum dan mengutuk mereka. Jika kuingat kembali, dulu aku berpikir bahwa kalau keluarga kami percaya kepada Tuhan, bersusah payah dan mengorbankan diri untuk Tuhan, serta mengikuti Tuhan sampai akhir, kami akan diselamatkan dan masuk ke dalam kerajaan surga. Namun, ini semua hanyalah angan-angan, gagasan, dan imajinasiku. Ini benar-benar konyol, tidak masuk akal, dan sama sekali tidak berdasar! Aku membuat evaluasi berdasarkan gagasan dan imajinasiku, bahkan ingin mempertahankan keluargaku di gereja untuk berjerih payah, berpikir bahwa pada akhirnya, Tuhan akan memberi mereka kesudahan dan tempat tujuan yang baik. Aku benar-benar bodoh dan buta! Berdasarkan esensi mereka dan jalan yang mereka tempuh, mereka persis seperti lalang yang disingkapkan oleh pekerjaan Tuhan di akhir zaman. Mereka tidak mencintai kebenaran dan tidak menerimanya, dan bahkan jika mereka terpaksa tinggal di rumah Tuhan, mereka tidak dapat diselamatkan dan akan tetap disingkirkan oleh Tuhan.
Aku terus merenung, "Ketika menghadapi fakta bahwa anggota keluargaku dikeluarkan, aku tidak pernah bisa berpihak kepada Tuhan. Dilihat dari akar penyebabnya, apa yang mengendalikanku?" Aku membaca firman Tuhan: "Pada dasarnya, apa arti perasaan? Perasaan adalah sejenis watak yang rusak. Perwujudan dari perasaan dapat digambarkan dengan beberapa kata: pilih kasih, perlindungan yang tidak berprinsip terhadap orang lain, menjaga hubungan daging, dan keberpihakan; inilah arti perasaan. Apa akibatnya jika orang memiliki perasaan dan hidup berdasarkan perasaan? Mengapa Tuhan paling membenci perasaan manusia? Sebagian orang selalu dikekang oleh perasaannya, mereka tidak mampu menerapkan kebenaran, meskipun mereka ingin tunduk kepada Tuhan, mereka tak mampu melakukannya sehingga mereka tersiksa dengan perasaan mereka. Ada banyak orang yang memahami kebenaran, tetapi tidak mampu menerapkannya; ini juga karena mereka dikekang oleh perasaan" (Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Apa yang Dimaksud dengan Kenyataan Kebenaran?"). "Ada orang-orang yang sangat sentimental. Setiap hari, dalam semua yang mereka katakan dan dalam semua cara mereka berperilaku terhadap orang lain, mereka hidup berdasarkan perasaan mereka. Mereka merasakan sesuatu kepada orang ini dan orang itu, dan mereka menghabiskan hari-hari mereka untuk mengurus masalah hubungan dan perasaan. Dalam segala sesuatu yang mereka lakukan, mereka hidup dalam alam perasaan. Ketika kerabat orang semacam itu, yang tidak percaya kepada Tuhan, meninggal, dia akan menangis selama tiga hari dan tidak mengizinkan jenazahnya dikuburkan. Dia masih memiliki perasaan terhadap almarhum dan perasaannya terlalu kuat. Dapat dikatakan bahwa perasaan adalah kelemahan fatal orang ini. Dia dikekang oleh perasaannya dalam segala hal, dia tidak mampu menerapkan kebenaran atau bertindak sesuai dengan prinsip, dan sering cenderung memberontak terhadap Tuhan. Perasaan adalah kelemahan terbesarnya, kelemahan fatalnya, dan perasaannya sepenuhnya mampu membawanya pada kehancuran dan menghancurkannya. Orang yang terlalu sentimental tidak mampu menerapkan kebenaran atau tunduk kepada Tuhan. Mereka disibukkan oleh daging, dan mereka bodoh dan bingung. Menjadi sangat sentimental adalah natur orang tersebut, dan dia hidup berdasarkan perasaannya" (Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Cara Mengenal Natur Manusia"). Dari firman Tuhan itulah aku akhirnya menyadari bahwa ketika menghadapi fakta bahwa ayah dan kakakku dikeluarkan, aku ingin berlari pulang untuk mendukung mereka, akar penyebabnya adalah karena aku terkekang oleh kasih sayang. Aku mementingkan kasih sayangku terhadap keluargaku di atas segalanya, bahkan di atas prinsip-prinsip kebenaran. Aku hidup menurut prinsip-prinsip Iblis yaitu "Darah lebih kental daripada air", "Keluarga saling mendukung", dan "Manusia bukan benda mati; bagaimana bisa dia bebas dari perasaan?" Aku tak bisa membedakan yang benar dan yang salah, dan aku kehilangan pendirian serta prinsipku. Padahal, jika aku tidak memahami perilaku mereka, aku bisa mengklarifikasinya dengan menulis surat ke gereja. Aku juga bisa memahami esensi mereka menurut prinsip-prinsip kebenaran, untuk melihat apakah mereka benar-benar perlu dibantu dengan penuh kasih. Namun, jika mereka tidak perlu dibantu, sekalipun mereka adalah keluargaku, aku tidak boleh menunjukkan kebaikan dengan gegabah berdasarkan kasih sayang. Namun, aku tidak berpikir seperti itu. Awalnya, aku berpihak pada kasih sayang, merasa sangat sedih dan menangisi mereka, juga tidak fokus pada tugasku. Aku bahkan berpikir untuk berlari pulang demi mendukung mereka, tanpa peduli bahaya. Ketika gereja memintaku untuk memberikan catatan perilaku mereka, aku hanya mempertimbangkan ikatan darah kami sebagai keluarga, dan yang bisa kupikirkan hanyalah kebaikan mereka terhadapku. Aku dibutakan oleh kasih sayang dan tidak melindungi kepentingan rumah Tuhan. Aku bahkan ingin menggunakan tipu daya dan berbuat licik untuk melindungi keluargaku, sama sekali tidak mempertimbangkan seberapa besar kerusakan yang akan ditimbulkan pada pekerjaan gereja jika mereka dipertahankan di rumah Tuhan. Aku menyadari bahwa kasih sayang adalah kelemahan fatalku, dan itu telah menjadi penghalang dan batu sandungan bagiku untuk menerapkan kebenaran. Aku mengandalkan kasih sayang dagingku untuk memperlakukan ayah dan kakakku dengan hati nurani dan kasih, tanpa mencari maksud Tuhan sama sekali. Aku tidak tahu bagaimana perilaku mereka, tetapi ingin pulang dan mendukung mereka dengan gegabah. Bukankah ini kasih yang bodoh? Jika aku lari pulang, aku tidak hanya akan jatuh ke dalam godaan kasih sayang, tetapi keadaanku akan terganggu, tugasku akan tertunda, dan yang terpenting, dengan catatan kriminalku, jika aku ditangkap oleh naga merah yang sangat besar, itu akan berdampak pada pekerjaan. Bukankah ini akan menimbulkan kekacauan dan gangguan? Setelah menyadari hal ini, aku merasakan ketakutan yang tak kunjung hilang, dan aku bersyukur kepada Tuhan karena telah menyingkapkanku, jika tidak, aku tidak akan melihat dengan jelas bahaya dan konsekuensi dari hidup berdasarkan kasih sayang, dan aku akan dihancurkan oleh kasih sayang tanpa kusadari. Aku harus melepaskan kasih sayang dan memperlakukan keluargaku menurut prinsip-prinsip kebenaran. Aku tak boleh lagi bersedih karena ayah dan kakakku dikeluarkan oleh gereja, sebab itu sepenuhnya adalah kebenaran Tuhan. Lepuh di kaki mereka disebabkan oleh jalan mereka sendiri, dan mereka tidak bisa menyalahkan siapa pun kecuali diri mereka sendiri.
Kemudian, aku membaca lebih banyak firman Tuhan: "Suatu hari, ketika engkau memahami sedikit kebenaran, engkau tidak akan lagi berpikir bahwa ibumu adalah orang yang terbaik, atau orang tuamu adalah orang yang terbaik. Engkau akan menyadari bahwa mereka juga adalah bagian dari umat manusia yang rusak, dan bahwa watak rusak mereka semuanya sama. Satu-satunya yang membedakan mereka adalah hubungan darah mereka secara jasmani dengan dirimu. Jika mereka tidak percaya kepada Tuhan, mereka sama saja dengan orang tidak percaya. Engkau tidak akan lagi memandang mereka dari sudut pandang anggota keluarga, atau dari sudut pandang hubungan dagingmu, tetapi dari sisi kebenaran. Apa aspek utama yang harus kaulihat? Engkau harus melihat pandangan mereka tentang kepercayaan kepada Tuhan, pandangan mereka tentang dunia, pandangan mereka tentang penanganan masalah, dan yang terpenting, sikap mereka terhadap Tuhan. Jika engkau menilai aspek-aspek ini secara akurat, engkau akan mampu melihat dengan jelas apakah mereka orang baik atau orang jahat. ... Setelah engkau benar-benar melepaskan diri dari perasaan ini, meskipun terkadang engkau mungkin masih memikirkan mereka, apakah engkau tetap akan merindukan mereka dengan sepenuh hatimu, memikirkan mereka, dan merindukan mereka seperti yang kaulakukan sekarang? Engkau tidak akan melakukannya. Engkau tidak akan berkata: 'Orang yang benar-benar tidak dapat kutinggalkan adalah ibuku; dialah yang mengasihiku, merawatku, dan paling memperhatikanku.' Setelah engkau mencapai taraf pemahaman seperti ini, apakah engkau akan tetap menangis saat memikirkan mereka? Tidak. Masalah ini akan terselesaikan. Jadi, saat menghadapi masalah atau hal-hal yang membuatmu mengalami kesulitan, jika engkau belum memperoleh aspek kebenaran itu dan jika engkau belum masuk ke dalam aspek kenyataan kebenaran itu, engkau akan terjebak dalam kesulitan atau keadaan seperti itu, dan engkau tidak akan pernah mampu keluar darinya. Jika engkau menganggap kesulitan dan masalah semacam ini sebagai masalah utama dalam jalan masuk kehidupanmu dan kemudian mencari kebenaran untuk menyelesaikannya, maka engkau akan mampu masuk ke dalam aspek kenyataan kebenaran ini; tanpa disadari, engkau akan belajar dari kesulitan dan masalah ini. Setelah masalah ini mampu kauselesaikan, engkau akan merasa bahwa engkau tidak sedekat itu dengan orang tua dan anggota keluargamu, engkau akan memahami esensi natur mereka dengan lebih jelas, dan engkau akan memahami orang seperti apa mereka sebenarnya. Ketika engkau dengan jelas memahami orang yang kaukasihi, engkau akan berkata: 'Ibuku sama sekali tidak menerima kebenaran; dia sebenarnya muak akan kebenaran dan membencinya. Pada dasarnya, dia adalah orang jahat, setan. Ayahku adalah seorang penyenang orang, yang berpihak pada ibuku. Dia sama sekali tidak menerima atau menerapkan kebenaran; dia bukanlah orang yang mengejar kebenaran. Berdasarkan perilaku ibu dan ayahku, mereka berdua adalah pengikut yang bukan orang percaya; mereka berdua adalah setan. Aku harus sepenuhnya memberontak terhadap mereka, dan membuat batasan yang jelas dengan mereka.' Dengan cara ini, engkau akan berpihak pada kebenaran, dan akan mampu meninggalkan orang tuamu. Setelah engkau mampu mengetahui yang sebenarnya tentang mereka, orang seperti apa mereka, akankah engkau tetap memiliki perasaan terhadap mereka? Akankah engkau tetap merasa sayang kepada mereka? Akankah engkau tetap memiliki hubungan daging dengan mereka? Tidak. Masih perlukah engkau menahan perasaanmu? (Tidak.) Jadi, apa yang sebenarnya kauandalkan untuk menyelesaikan kesulitan ini? Engkau mengandalkan pemahaman akan kebenaran, mengandalkan Tuhan, dan mengharapkan Tuhan" (Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Hanya Menyelesaikan Watak Rusak yang Dapat Membawa Perubahan Sejati"). Dari firman Tuhan, aku menemukan cara untuk melepaskan kasih sayang. Ketika menyangkut anggota keluarga, pertama, kita harus mengenali dan memahami orang seperti apa mereka menurut firman Tuhan, dan begitu kita memahami esensi natur mereka, kita akan tahu bagaimana cara memperlakukan mereka sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran. Untuk anggota keluarga yang mengejar dan mencintai kebenaran, jika mereka tidak memahami kebenaran dan memperlihatkan kerusakan, atau jika mereka tidak dapat memahami tren-tren jahat dunia dan tersesat sesaat, kita dapat mengikuti prinsip-prinsip kebenaran dan membantu mereka dengan kasih jika diperlukan, dan menyingkapkan serta memangkas mereka jika perlu. Namun, jika mereka muak akan kebenaran, membenci kebenaran, dan tidak mengejar kebenaran sama sekali, berdasarkan firman Tuhan, begitu kita memahami esensi mereka sebagai pengikut yang bukan orang percaya, jenis orang yang sesat, dan orang jahat, kita tidak boleh mengasihi mereka, juga tidak boleh menawarkan bantuan atau dukungan dengan membabi buta berdasarkan kasih. Kita harus membedakan antara kasih dan benci, lalu membenci dan menolak mereka di dalam hati kita, dan menarik garis yang jelas antara kita dan mereka. Pada saat yang sama, aku juga memahami bahwa meskipun secara lahiriah, aku memiliki hubungan darah dengan ayah serta kakakku, dan mereka adalah keluargaku, esensi mereka adalah esensi Iblis, mereka adalah pengikut yang bukan orang percaya, mereka tidak termasuk orang-orang yang ingin Tuhan selamatkan, dan mereka tidak menempuh jalan yang sama denganku. Begitu aku memahami aspek kebenaran ini, aku tidak lagi terkekang oleh kasih sayang.
Setelah mengalami masalah di mana anggota keluargaku dikeluarkan, aku memperoleh pemahaman tentang esensi ayah dan kakakku, dan aku mengerti bahayanya hidup menurut kasih sayang. Hatiku tidak lagi terganggu atau terkekang oleh kasih sayang, dan aku bisa melaksanakan tugasku dengan tenang. Kemampuanku untuk memperoleh pemahaman dan jalan masuk ini adalah hasil dari pekerjaan firman Tuhan terhadap diriku. Syukur kepada Tuhan!