34. Yang Kudapatkan Seusai Kegagalan Pahit
Pada tahun 2013, polisi menangkapku melalui penyadapan telepon. Mereka menunjukkan foto-foto para pemimpin tingkat atas dan menyuruhku mengidentifikasinya, dan ketika aku menolak berbicara, mereka mencoba mengancam dan mengintimidasi, berkata akan menempatkanku dalam sel isolasi dan menyiksaku. Pada waktu itu, berkat pemeliharaan dan perlindungan Tuhan, aku tidak merasa takut, dan setelahnya, aku melewati setiap interogasi polisi dengan berdoa dan aku tidak mengkhianati saudara-saudari. Kemudian, aku dijatuhi hukuman tiga tahun penjara.
Pada bulan April 2014, aku dipindahkan ke penjara wanita untuk menjalani hukumanku. Kepala unit penjara menyuruhku menulis pernyataan penyesalan dan bersumpah untuk tidak lagi percaya kepada Tuhan, tetapi aku menolak menulisnya dan malah bersaksi tentang Tuhan kepada mereka. Saat melihat pendirianku yang teguh, kepala unit penjara menyuruh tahanan lain menyiksaku, memukuliku, dan menghina secara verbal, dan mereka membuatku berdiri di sebuah ruangan kecil selama dua belas jam sehari tanpa bergerak. Kaki dan telapak kakiku mati rasa dan bengkak karena berdiri, dan setiap menit terasa seperti satu jam. Para tahanan mengejekku ketika melihat penderitaanku. Mereka berkata, "Kenapa kau tidak meminta Tuhanmu mengubahmu menjadi elang agar kau bisa terbang keluar dari sini!" Aku berdoa dalam hati, memohon agar Tuhan membimbingku untuk melewati hukuman fisik ini dan tidak mengkhianati-Nya, dan dengan bimbingan Tuhan, aku bertahan. Suatu hari, petugas penjara memintaku menjawab sepuluh pertanyaan, semuanya menyangkal dan memfitnah Tuhan. Hal itu membuatku sangat murka, "Setan-setan ini benar-benar ahli dalam mengarang kebohongan! Aku harus bersaksi untuk Tuhan dan tidak membiarkan nama-Nya tercemar." Jadi aku memanfaatkan kesempatan ini untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu dengan menggunakan firman Tuhan untuk menyanggah kekeliruan mereka. Akibatnya, petugas penjara menjadi marah dan mereka memutuskan untuk tidak memberiku makan siang selama tiga hari. Kadang-kadang, aku merasa pusing karena kelaparan dan dalam hati menangis kepada Tuhan, memohon agar Dia menguatkan imanku dan membuatku tetap teguh. Aku teringat pada firman Tuhan Yesus: "Manusia hidup bukan hanya dari roti, melainkan dari setiap firman yang keluar dari mulut Tuhan" (Matius 4:4). Setelah merenungkan firman Tuhan, aku tidak lagi merasa terlalu lapar. Enam bulan sebelum aku dibebaskan, naga merah yang sangat besar menekan unit penjara, dengan mengatakan bahwa aku satu-satunya di wilayah itu yang belum meninggalkan keyakinannya, dan supaya tidak mencoreng reputasi penjara tersebut, aku harus dibuat untuk meninggalkan keyakinanku. Setelah itu, mereka kembali menjatuhkan hukuman fisik padaku. Dalam suhu sekitar minus dua puluh derajat Celsius, mereka memaksaku berdiri di kamar mandi dan menyiramiku dengan air, bahkan sampai ke telingaku. Tubuhku basah kuyup, tetapi aku tidak diizinkan mengganti pakaian. Kemudian aku dibawa ke sebuah ruangan kecil, dan dua tahanan yang pernah membunuh disuruh memaksaku menandatangani "Tiga Pernyataan". Mereka berkata jika aku menolak, aku akan dibawa ke koridor tanpa pengawasan, dan jika aku dipukuli sampai mati, kematianku akan dicatat sebagai kematian alami. Hatiku bergejolak: "Jika kutandatangani, aku akan mengkhianati Tuhan, tetapi jika tidak, mereka akan mencari cara baru untuk menyiksaku. Bagaimana jika aku dipukuli sampai mati?" Aku teringat seorang tahanan pernah berkata bahwa ada seorang narapidana yang meninggal di sini sebelumnya, dan mereka menyeret jenazahnya seperti anjing mati. Bayangan itu membuatku sangat ketakutan. Jika aku dipukuli sampai mati, aku tidak akan punya kesempatan untuk diselamatkan. Aku kemudian teringat dua saudari di unit penjara yang sama yang berkata bahwa mereka berdua sudah menandatangani surat pernyataan penyesalan. Aku berpikir dalam hati, "Mereka sudah menandatanganinya. Apakah aku harus mengikuti aturan secara kaku? Tuhan melihat hati seseorang, bukan sekadar perilaku luarnya. Aku sebenarnya tidak ingin mengkhianati Tuhan; aku hanya menggunakan hikmat untuk menghadapi naga merah yang sangat besar ini." Jadi, aku menandatangani "Tiga Pernyataan". Namun, saat menandatanganinya, hatiku dipenuhi kegelapan. Meski begitu, aku terus menghibur diri, "Aku tidak benar-benar mengkhianati Tuhan; aku hanya menggunakan hikmat untuk menghadapi naga merah yang sangat besar." Aku bahkan berkata kepada mereka, "Aku sebenarnya tidak menandatangani ini. Aku hanya mengikuti prosedur kalian."
Pada bulan Juni 2016, aku dibebaskan dari penjara. Kemudian aku mendengar dari sebuah khotbah bahwa mereka yang menandatangani "Tiga Pernyataan" telah menerima tanda binatang buas dan membuka pintu neraka. Aku tiba-tiba merasa lumpuh, seakan langit berubah menjadi gelap. Aku akhirnya menyadari betapa seriusnya menandatangani "Tiga Pernyataan", dan bahwa itu sangat menyinggung watak Tuhan. Tidak kusangka, setelah bertahun-tahun percaya kepada Tuhan, aku mengakhiri perjalanan imanku dengan pengkhianatan. Rasa sakit dan keputusasaan dalam hatiku saat itu tidak terlukiskan dengan kata-kata. Meski tubuhku bebas, jiwaku berada dalam kegelapan. Dalam penderitaan yang luar biasa, aku bahkan terpikir untuk melompat dari sebuah gedung agar semuanya berakhir. Aku merasa seolah jiwaku telah hilang. Aku teringat pada firman Tuhan: "Terhadap mereka yang tidak menunjukkan kepada-Ku sedikit pun kesetiaan selama masa-masa kesukaran, Aku tidak akan lagi berbelas kasihan, karena belas kasihan-Ku hanya sampai sejauh ini. Lagi pula, Aku tidak suka siapa pun yang pernah mengkhianati Aku, terlebih lagi, Aku tidak suka bergaul dengan mereka yang mengkhianati kepentingan teman-temannya. Inilah watak-Ku, terlepas dari siapa pun orangnya. Aku harus memberi tahu engkau hal ini: siapa pun yang menghancurkan hati-Ku tidak akan menerima pengampunan dari-Ku untuk kedua kalinya, dan siapa pun yang telah setia kepada-Ku akan selamanya berada di hati-Ku" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Persiapkan Perbuatan Baik yang Cukup demi Tempat Tujuanmu"). Saat merenungkan firman Tuhan, aku merasakan sakit yang menusuk di hatiku. Watak Tuhan tidak menoleransi penghinaan, dan siapa pun yang mengkhianati Tuhan tidak akan pernah lagi menerima belas kasihan-Nya. Aku sudah menandatangani "Tiga Pernyataan" dan menyinggung watak Tuhan, dan merasa perjalanan imanku telah berakhir serta Tuhan tidak akan lagi menyelamatkan orang sepertiku. Saat memikirkan perbuatan jahat yang telah kulakukan, hatiku amat sakit, dan aku berharap bisa dipenjara lagi hanya untuk menebus kesalahanku. Selama beberapa hari itu, aku seperti mayat berjalan. Hari demi hari kulewati dalam keadaan linglung, dan aku terlalu malu untuk berdoa kepada Tuhan.
Suatu hari, aku melihat seorang saudara yang dahulu pernah bekerjasama denganku dalam sebuah film yang diproduksi rumah Tuhan, aku pun makin tertekan dan merasa bersalah. Kami berdua percaya kepada Tuhan, tetapi dia sedang melaksanakan tugasnya untuk bersaksi bagi Tuhan, sedangkan aku sudah disingkirkan dan akan dihukum. Aku makin membenci diriku sendiri. Di masa lalu, aku tidak pernah mengejar kebenaran, dan kurasa aku pantas mati serta tidak layak hidup. Aku hanya ingin menjalani hari demi hari apa adanya, dan jika suatu hari aku mati, itu adalah kebenaran Tuhan. Aku berbaring di tempat tidur malam itu, berguling-guling, tidak bisa tidur, dan firman Tuhan terlintas di pikiranku: "Ketika manusia memberontak terhadap-Ku, Aku membuat mereka mengenal-Ku dari dalam pemberontakan mereka. Mengingat natur lama manusia dan berdasarkan belas kasihan-Ku, ketimbang menghukum mati manusia, Aku memberi kesempatan kepada mereka untuk bertobat dan memulai lagi dari awal" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Firman Tuhan kepada Seluruh Alam Semesta, Bab 14"). "Mungkinkah nasibmu benar-benar tidak dapat berubah? Apakah engkau rela mati dengan penyesalan seperti itu?" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Esensi dan Identitas Manusia"). Aku benar-benar merasakan bahwa Tuhan tidak meninggalkanku, dan Dia masih memakai firman-Nya untuk memanggilku agar datang kepada-Nya dalam pertobatan. Firman Tuhan yang lembut bagaikan aliran air hangat yang menenangkan, memenuhi hatiku dengan kehangatan. Tuhan tidak ingin melihatku dalam keadaan negatif dan salah paham, tenggelam dalam keputusasaan, serta menyerah pada diriku sendiri. Tuhan ingin aku bangkit dari kegagalanku dan merenungkan akar penyebab kejatuhanku. Aku teringat bagaimana Tuhan berkata bahwa orang Niniwe bertobat dan memenangkan belas kasihan-Nya. Tuhan juga berharap aku dapat bertobat, memulai dari awal lagi, dan menapaki jalan iman sekali lagi. Aku merasakan kasih dan keselamatan Tuhan, dan hatiku penuh dengan rasa syukur kepada-Nya. Aku pun berlutut dan berdoa, "Ya Tuhan, Aku telah mengkhianati-Mu dan menghancurkan hati-Mu. Namun, Engkau tidak pernah berhenti menyelamatkanku dan masih memberiku kesempatan untuk bertobat. Terima kasih! Oh Tuhan, aku bersedia bertobat. Tolong tuntun aku untuk merenungkan diriku sendiri."
Kemudian, aku membaca firman Tuhan: "Mereka yang dilanda kesengsaraan tidak memiliki pekerjaan Roh Kudus dan tuntunan Tuhan, tetapi mereka yang telah benar-benar ditaklukkan dan yang sungguh-sungguh mencari Tuhan pada akhirnya akan tetap teguh; mereka inilah orang-orang yang memiliki kemanusiaan, dan yang sungguh-sungguh mengasihi Tuhan. Apa pun yang Tuhan lakukan, para pemenang ini tidak akan kehilangan visi dan akan tetap menerapkan kebenaran tanpa gagal dalam kesaksian mereka. Merekalah yang pada akhirnya akan keluar dari kesengsaraan besar. Meskipun orang-orang yang memancing di air keruh masih bisa mendompleng saat ini, tak seorang pun bisa lolos dari kesengsaraan terakhir ini, dan tak seorang pun bisa lolos dari ujian terakhir ini. Bagi mereka yang menang, kesengsaraan seperti itu adalah pemurnian yang luar biasa; tetapi bagi mereka yang memancing di air keruh, itu adalah pekerjaan penyingkiran sepenuhnya. Seperti apa pun mereka diuji, kesetiaan mereka yang memiliki Tuhan di dalam hatinya tetap tidak berubah; tetapi bagi mereka yang tidak memiliki Tuhan di dalam hatinya, begitu pekerjaan Tuhan tidak menguntungkan bagi dagingnya, mereka berubah pandangan tentang Tuhan dan bahkan meninggalkan Tuhan. Itulah orang-orang yang tidak akan tetap teguh sampai pada akhirnya, yang hanya mencari berkat Tuhan tanpa memiliki keinginan untuk mengorbankan diri kepada Tuhan dan mengabdikan diri bagi Tuhan. Orang-orang hina semacam itu semuanya akan diusir ketika pekerjaan Tuhan berakhir, dan sama sekali tidak layak dikasihani. Mereka yang tidak memiliki kemanusiaan tidak mampu bersungguh-sungguh mengasihi Tuhan. Ketika lingkungan aman dan terjamin, atau ketika mereka bisa mendapatkan keuntungan, mereka taat sepenuhnya kepada Tuhan, tetapi begitu keinginan mereka tidak terkabul atau akhirnya pupus, mereka langsung melawan. Bahkan hanya dalam waktu semalam, mereka bisa berubah dari sosok manusia yang penuh senyum dan 'baik hati' menjadi pembunuh berwajah buruk yang kejam, yang tiba-tiba memperlakukan orang yang memberi kebaikan kepada mereka di masa lalu sebagai musuh bebuyutan, tanpa sebab atau alasan. Jika setan-setan ini tidak diusir keluar, setan-setan yang bisa membunuh tanpa ragu ini, bukankah mereka akan menjadi bahaya yang tersembunyi?" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Pekerjaan Tuhan dan Penerapan Manusia"). Saat merenungkan firman Tuhan, aku menyadari bahwa aku adalah orang yang egois dan tercela. Saat menghadapi ancaman dari para pembunuh, aku menjadi takut bahwa jika aku dibunuh, aku tidak akan diselamatkan, jadi aku menandatangani "Tiga Pernyataan" dan mengkhianati Tuhan. Ketika tidak ada kepentingan daging yang penting yang dipertaruhkan, mulutku berkata dan hatiku berpikir bahwa apa pun yang dilakukan orang lain, aku tidak akan mengkhianati Tuhan, bahkan aku menganggap diriku sebagai orang yang sungguh-sungguh percaya kepada Tuhan. Namun, ketika nyawaku terancam, aku menyelamatkan diriku dan mengkhianati Tuhan demi melindungi diri sendiri. Di mana letak kemanusiaanku? Di mana kepercayaanku yang sesungguhnya kepada Tuhan? Mereka yang dapat menahan segala penderitaan untuk bersaksi bagi Tuhan saat mengalami siksaan naga merah yang sangat besar, hanya merekalah yang memiliki kemanusiaan dan sungguh-sungguh percaya kepada Tuhan. Aku teringat bahwa aku dipilih Tuhan pada zaman akhir untuk menjadi salah satu orang yang percaya kepada-Nya. Dengan membaca firman Tuhan, aku memahami kebenaran tentang bagaimana umat manusia telah dirusak oleh Iblis dan mengenal rencana pengelolaan Tuhan selama 6.000 tahun untuk menyelamatkan umat manusia. Melalui firman Tuhan, aku mengerti beberapa kebenaran dan memahami banyak hal, dan firman Tuhanlah yang menolongku melewati hari-hari tersulit saat menderita di penjara. Aku telah menerima begitu banyak dari Tuhan, tetapi ketika Tuhan ingin aku bersaksi, aku mengkhianati-Nya dengan menandatangani "Tiga Pernyataan" demi melindungi diri agar tidak dipukuli sampai mati. Aku telah melakukan pengkhianatan besar, dan benar-benar pantas dikutuk! Saat itu, aku akhirnya menyadari bahwa sekian tahun imanku bukanlah untuk memperoleh kebenaran dan kehidupan, aku juga telah mengorbankan keluarga dan karier, menderita, membayar harga, dan melaksanakan tugas hanya demi mendapat berkat, dan hubunganku dengan Tuhan jelas-jelas bersifat transaksional, didorong oleh kepentingan pribadi. Aku hanyalah sekam tak bernyawa, mana mungkin aku tidak terhempas? Saat menyadari hal-hal ini, aku ingin bangkit dan tidak lagi larut dalam sikap negatif, dan aku sering menghampiri hadirat Tuhan untuk berdoa memohon pertobatan. Tidak peduli akan seperti apa kesudahanku, aku bersedia melaksanakan tugas sebagai makhluk ciptaan dan berusaha mengejar kebenaran.
Pada bulan Februari 2018, aku melaksanakan tugas tulis-menulis, dan aku sangat bersyukur, ingin melaksanakan tugasku dengan baik dan menebus pelanggaranku sebelumnya. Saat melaksanakan tugas, setiap kali teringat pengkhianatan yang telah kulakukan, hatiku sakit seolah-olah tertusuk, seperti ada duri yang tertancap di hatiku, menimbulkan rasa sakit dan penyesalan yang mendalam. Kadang-kadang, aku bertanya pada diriku sendiri, "Kupikir ketika menandatangani 'Tiga Pernyataan', aku sedang menggunakan hikmat untuk menghadapi polisi, tetapi bagaimana Tuhan memandang hal ini?" Aku teringat akan firman Tuhan Yesus: "Barangsiapa yang menyangkal-Ku di hadapan manusia, Aku juga akan menyangkalnya di hadapan Bapa-Ku yang di surga" (Matius 10:33). Sejak aku menandatangani "Tiga Pernyataan" dan menyangkal serta mengkhianati Tuhan di hadapan Iblis, Tuhan tidak lagi mengakuiku sebagai orang yang percaya kepada-Nya, dan "hikmatku" tidak bertahan di hadapan kebenaran, itu hanya menipu diriku sendiri dan orang lain. Hikmat adalah sesuatu yang positif yang berasal dari Tuhan, dan menerapkan hikmat seharusnya melindungi kepentingan rumah Tuhan. Namun, aku memakai "hikmat" itu demi melindungi diri sendiri. Orang yang menyangkal serta mengkhianati Tuhan di depan manusia dikecam oleh Tuhan, dan Tuhan membenci pengkhianatan manusia terhadap-Nya. Yang Tuhan kehendaki adalah orang-orang mau bersaksi bagi-Nya di hadapan Iblis, senantiasa menjunjung nama-Nya, dan tidak pernah menyangkal-Nya. Setelah menyadari hal ini, aku makin membenci diriku, dalam hati diam-diam aku bersumpah, bahwa di masa mendatang, ketika menghadapi situasi serupa, aku akan tetap teguh dalam kesaksianku dan tidak akan lagi menyelamatkan diri sendiri.
Belakangan, aku kerap merenungkan di dalam hati, "Mengapa aku gagal? Mengapa ada saudara-saudari yang sanggup menanggung siksaan berat dan tetap teguh sampai mati tanpa mengkhianati Tuhan, sedangkan aku mengkhianati-Nya? Apa akar dari kegagalanku?" Setelah direnungkan, aku menyadari bahwa alasan utamanya adalah aku terlalu mementingkan nyawaku. Karena takut mati, aku mengkhianati Tuhan dan kehilangan kesaksianku. Suatu hari, aku membaca satu bagian firman Tuhan, dan aku pun mengerti bagaimana cara menghadapi kematian. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Bagaimanakah kematian para murid Tuhan Yesus? Di antara para murid, ada yang dirajam, diseret di belakang kuda, disalibkan terbalik, dikoyak-koyakkan oleh lima ekor kuda—berbagai jenis kematian menimpa mereka. Apakah alasan kematian mereka? Apakah mereka dihukum mati secara sah karena kejahatan mereka? Tidak. Mereka mengabarkan Injil Tuhan, tetapi orang-orang dunia tidak menerimanya, sebaliknya mereka justru mengutuk, memukul, memaki, bahkan membunuh mereka—dengan cara seperti itulah mereka menjadi martir. ... Sesungguhnya, begitulah tubuh mereka mati dan meninggal; itu adalah cara mereka meninggalkan dunia manusia, tetapi bukan berarti kesudahan mereka sama. Bagaimanapun proses kematian dan kepergian mereka, bagaimanapun itu terjadi, itu bukanlah cara Tuhan menentukan kesudahan akhir dari hidup mereka, kesudahan akhir dari makhluk ciptaan tersebut. Ini adalah sesuatu yang harus kaulihat dengan jelas. Sebaliknya, mereka justru menggunakan cara-cara itu untuk mengutuk dunia ini dan untuk bersaksi tentang perbuatan-perbuatan Tuhan. Makhluk ciptaan ini menggunakan hidup mereka yang paling berharga—mereka menggunakan saat-saat terakhir hidup mereka untuk bersaksi tentang perbuatan-perbuatan Tuhan, untuk bersaksi tentang kuasa Tuhan yang besar, dan untuk menyatakan kepada Iblis dan dunia bahwa perbuatan-perbuatan Tuhan benar, bahwa Tuhan Yesus adalah Tuhan, bahwa Dia adalah Tuhan, dan daging inkarnasi Tuhan. Bahkan hingga di saat terakhir hidup mereka, mereka tidak pernah menyangkal nama Tuhan Yesus. Bukankah ini suatu bentuk penghakiman terhadap dunia ini? Mereka menggunakan nyawa mereka untuk menyatakan kepada dunia, untuk menegaskan kepada manusia bahwa Tuhan Yesus adalah Tuhan, bahwa Tuhan Yesus adalah Kristus, bahwa Dia adalah daging inkarnasi Tuhan, bahwa pekerjaan penebusan seluruh umat manusia yang Dia lakukan memungkinkan manusia ini untuk terus hidup—fakta ini tidak akan berubah selamanya. Mengenai mereka yang menjadi martir karena mengabarkan Injil Tuhan Yesus, sampai sejauh mana mereka melaksanakan tugas mereka? Apakah sampai ke taraf tertinggi? Bagaimana taraf tertinggi itu diwujudkan? (Mereka mempersembahkan nyawa mereka.) Benar, mereka membayar harga dengan nyawa mereka. Keluarga, kekayaan, dan hal-hal materiel dari kehidupan ini semuanya adalah hal-hal lahiriah; satu-satunya hal yang berkaitan dengan diri mereka adalah nyawa mereka. Bagi setiap orang yang hidup, nyawa adalah hal yang paling bernilai untuk dihargai, hal yang paling berharga dan, yang terjadi adalah, orang-orang ini mampu mempersembahkan milik mereka yang paling berharga—nyawa—sebagai penegasan dan kesaksian tentang kasih Tuhan bagi manusia. Hingga saat wafatnya, mereka tidak menyangkal nama Tuhan, juga tidak menyangkal pekerjaan Tuhan, dan mereka menggunakan saat terakhir hidup mereka untuk bersaksi tentang keberadaan fakta ini—bukankah ini bentuk kesaksian tertinggi? Inilah cara terbaik orang dalam melaksanakan tugasnya; inilah yang artinya orang memenuhi tanggung jawabnya. Ketika Iblis mengancam dan meneror mereka, dan, pada akhirnya, bahkan ketika Iblis membuat mereka harus membayar harga dengan nyawa mereka, mereka tidak meninggalkan tanggung jawab mereka. Ini artinya orang memenuhi tugasnya hingga taraf tertinggi. Apakah yang Kumaksud dengan ini? Apakah yang Kumaksudkan adalah agar engkau semua menggunakan metode yang sama untuk bersaksi tentang Tuhan dan mengabarkan Injil-Nya? Engkau tidak perlu melakukan hal yang seperti itu, tetapi engkau harus memahami bahwa ini adalah tanggung jawabmu, bahwa jika Tuhan memintamu untuk melakukannya, engkau harus menerimanya sebagai sesuatu yang wajib kaulakukan" (Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Memberitakan Injil adalah Tugas yang Harus Dilaksanakan dengan Baik oleh Semua Orang Percaya"). Firman Tuhan menyentuh hatiku. Murid-murid Tuhan Yesus menjadi martir dengan berbagi macam cara demi Tuhan, kematian mereka menjadi penghakiman atas generasi yang jahat ini, dan mereka bersaksi bagi Tuhan dengan mengorbankan nyawa mereka sendiri. Hal itu merupakan penghinaan terbesar bagi Iblis, dan inilah makna dari menjadi makhluk ciptaan sejati. Mereka menunaikan tanggung jawab sebagai makhluk ciptaan, mati demi bersaksi bagi Tuhan. Walau tubuh mereka binasa, jiwa mereka kembali ke hadirat Tuhan. Orang yang ingin menyelamatkan dirinya dan takut mati, sekalipun tetap hidup, sama saja dengan mayat berjalan. Sebagaimana yang Tuhan Yesus katakan: "Karena barangsiapa ingin menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangannya, tetapi barang siapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan mendapatkannya" (Matius 16:25). Setiap kali teringat bagaimana aku mengkhianati Tuhan demi melindungi diri saat menghadapi ancaman kematian, hatiku terasa perih oleh rasa bersalah dan jiwaku tersiksa. Rasa sakit ini jauh lebih berat daripada penderitaan fisik. Melalui penyingkapan firman Tuhan, aku memperoleh sejumlah pemahaman tentang kematian. Aku menyadari bahwa kematian jasmani tidak menakutkan, dan bahwa yang benar-benar mengerikan adalah siksaan jiwa. Sesudah kematian, ada hukuman kekal yang harus ditanggung, dan kesakitan ini adalah penderitaan yang sesungguhnya. Dipukuli sampai mati hanyalah penderitaan sesaat, sedangkan jiwanya akan damai dan tenang. Aku juga mengerti bahwa nasib seseorang berada di tangan Tuhan, dan naga merah yang sangat besar tidak dapat menentukan hidup atau matiku. Ketika hari kematianku benar-benar tiba, itu berada di bawah kedaulatan dan ketetapan awal Tuhan, aku pun seharusnya tunduk pada pengaturan serta penataan-Nya. Bisa mati demi memuaskan Tuhan adalah hal yang paling berharga.
Pada suatu malam di bulan Desember 2023, aku menerima surat dari para pemimpin tingkat atas, yang berkata bahwa mereka sedang mengumpulkan bahan tentang orang-orang yang telah menandatangani "Tiga Pernyataan". Ketika kubaca surat itu, aku tertegun, dan aku teringat bahwa aku pernah menandatangani "Tiga Pernyataan". Terutama setelah membaca firman Tuhan yang mengatakan: "Bukankah mereka yang menandatangani 'Tiga Pernyataan' adalah mereka yang telah meledakkan bom dan menghancurleburkan diri mereka sendiri?" (Firman, Jilid 7, Tentang Pengejaran akan Kebenaran, "Cara Mengejar Kebenaran (5)"). Kurasa aku sudah benar-benar tamat dan perjalanan imanku sudah berakhir. Aku merasa putus asa, aku tahu bahwa dengan menandatangani "Tiga Pernyataan" dan mengkhianati Tuhan, aku ditakdirkan untuk ke neraka dan dihukum. Kurasa apa pun keputusan rumah Tuhan atas diriku, itu dapat dibenarkan. Walaupun aku berdoa dengan sungguh-sungguh, rela tunduk pada kedaulatan dan pengaturan Tuhan, bahkan menerima bahwa kematian adalah ganjaran yang pantas atas dosaku, hatiku tetap runtuh dalam keputusasaan. Malam itu, aku tidak punya tenaga untuk menyelesaikan masalah dalam pekerjaanku, aku sama sekali tidak kuat, dan sepanjang malam aku tidak mengucapkan sepatah kata pun. Beberapa hari berikutnya, aku tidak bisa makan ataupun tidur, dan setiap kali teringat akan pelanggaranku, aku merasa tidak akan memiliki kesudahan yang baik. Aku merasa hampa dan tak berminat melakukan apa-apa. Aku hanya menunggu kabar dari rumah Tuhan bahwa aku akan dikeluarkan. Dalam rasa sakit dan keputusasaan, aku menghampiri hadirat Tuhan dalam doa, memohon agar Dia menerangi serta menuntunku untuk memahami maksud-Nya.
Keesokan harinya, aku melihat satu bagian firman Tuhan yang dikutip dalam sebuah video kesaksian pengalaman: "Kebanyakan orang pernah melanggar dan menodai diri mereka sendiri dengan cara-cara tertentu. Misalnya, ada orang-orang yang pernah menentang Tuhan dan mengatakan hal-hal yang menghujat; ada orang-orang yang pernah menolak amanat Tuhan dan tidak melaksanakan tugas mereka, dan akibatnya ditolak oleh Tuhan; ada orang-orang yang pernah mengkhianati Tuhan ketika mereka dihadapkan pada pencobaan; ada yang pernah mengkhianati Tuhan dengan menandatangani 'Tiga Pernyataan' ketika mereka ditahan; ada yang pernah mencuri uang persembahan; ada yang pernah menghambur-hamburkan uang persembahan; ada yang sering mengganggu kehidupan bergereja dan menyebabkan kerugian terhadap umat pilihan Tuhan; ada yang pernah membentuk geng dan menangani orang lain dengan kasar, mengacaukan gereja; ada yang sering menyebarkan gagasan dan kata-kata mematikan, menyakiti saudara-saudari; dan ada yang pernah terlibat dalam percabulan dan pergaulan bebas, dan menjadi pengaruh yang sangat buruk. Bisa dikatakan setiap orang memiliki pelanggaran dan noda mereka sendiri. Namun, ada orang-orang yang mampu menerima kebenaran dan bertobat, sementara yang lain tidak mampu melakukannya dan akan mati tanpa pernah bertobat. Jadi, orang harus diperlakukan sesuai dengan esensi natur mereka dan perilaku konsisten mereka. Orang yang mampu bertobat adalah orang yang benar-benar percaya kepada Tuhan; sedangkan orang yang benar-benar tidak bertobat, orang yang sudah seharusnya diusir dan dikeluarkan, akan diusir dan dikeluarkan. Ada orang-orang yang jahat, ada yang bebal, ada yang bodoh, dan ada yang kejam. Setiap orang berbeda. Sebagian orang jahat dikuasai oleh roh-roh jahat, sementara yang lainnya adalah kaki tangan Iblis dan para setan. Ada orang-orang yang naturnya sangat jahat, ada yang sangat licik, ada yang sangat serakah dalam hal uang, dan ada yang senang melakukan percabulan. Perilaku setiap orang berbeda-beda, jadi semua orang harus dinilai berdasarkan natur dan perilaku konsisten mereka secara menyeluruh. ... Tuhan menangani setiap orang berdasarkan situasi aktual dari lingkungan dan latar belakang orang tersebut pada saat itu, berdasarkan tindakan serta perilaku orang tersebut, dan esensi natur dirinya. Tuhan tidak akan pernah memperlakukan orang secara tidak adil. Ini adalah satu sisi keadilan Tuhan" (Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Bagian Tiga"). Saat merenungkan firman Tuhan itu, hatiku tersentuh oleh kasih-Nya. Rumah Tuhan menangani orang sesuai dengan prinsip, watak Tuhan memiliki sisi kemegahan dan murka, juga sisi kasih setia dan belas kasihan; aku tidak boleh salah paham terhadap Tuhan. Aku menandatangani "Tiga Pernyataan" dan melakukan dosa penghujatan, dosa yang tak terampuni dalam hidup ini maupun di dunia mendatang. Sesudah mengkhianati Tuhan, hatiku menjadi gelap dan aku larut rasa sakit yang menyiksa, hidup bagaikan mayat berjalan. Ini adalah perwujudan dari watak benar Tuhan. Namun, Tuhan tidak meninggalkanku, dan Dia menerangi serta menuntunku melalui firman-Nya, sehingga aku dapat keluar dari keadaan negatif dan kesalahpahaman. Aku merasakan bahwa di dalam watak benar Tuhan juga terdapat belas kasihan dan keselamatan-Nya. Tuhan menentukan kesudahan manusia berdasarkan latar belakang perbuatannya, esensi naturnya, dan perilakunya yang konsisten, serta apakah dia sungguh-sungguh bertobat atau tidak. Aku teringat saat tertangkap dan mengalami penyiksaan selama lebih dari satu tahun, aku menghadapi bahaya kematian, dan dalam kelemahan jasmani sesaat aku mengkhianati Tuhan, setelah itu, aku dipenuhi penyesalan serta rasa bersalah. Rumah Tuhan melihat bahwa aku sedikit memahami diriku dan bertobat, lalu memberiku kesempatan untuk melaksanakan tugas. Sejak saat itu, aku terus berusaha melaksanakan tugasku sebaik mungkin. Sebaliknya, di antara mereka yang menandatangani "Tiga Pernyataan", orang-orang yang dikeluarkan terus-menerus melaksanakan tugasnya dengan buruk, dan sesudah mengkhianati Tuhan, mereka tidak sungguh-sungguh bertobat atau melaksanakan tugas dengan sepatutnya. Orang semacam itu adalah mereka yang disingkapkan dan disingkirkan oleh Tuhan. Firman Tuhan mengatakan bahwa mereka yang menandatangani "Tiga Pernyataan" akan hancur berkeping-keping dan melakukan dosa yang membawa maut. Namun, Tuhan memperlakukan manusia berdasarkan esensi natur serta pertobatannya. Setelah menandatangani "Tiga Pernyataan", hatiku dipenuhi penyesalan dan celaan terhadap diri sendiri. Tuhan memakai firman-Nya untuk menghakimi serta menghajarku, membantuku memahami natur dan akibat dari menandatangani "Tiga Pernyataan", mengetahui bahwa watak benar Tuhan tidak menoleransi pelanggaran, menumbuhkan hati yang takut akan Tuhan, dan memiliki pertobatan sejati. Pengalaman ini membuatku mengalami sepenuhnya apa yang Tuhan firmankan dalam: "Belas Kasih dan Toleransi Tuhan Tidaklah Langka—Pertobatan Sejati Manusialah yang Langka" (Firman, Jilid 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Tuhan itu Sendiri, Tuhan yang Unik II").
Lalu, aku membaca bagian lain dari firman Tuhan: Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Orang percaya kepada Tuhan untuk mendapatkan berkat, memperoleh upah, dan menerima mahkota. Bukankah semua ini ada di hati semua orang? Kenyataannya memang demikian. Meskipun orang tidak sering membicarakannya, dan bahkan menyembunyikan motif dan keinginan mereka untuk mendapatkan berkat, keinginan dan motif yang ada di lubuk hati orang ini selalu tak tergoyahkan. Sebanyak apa pun teori rohani yang orang pahami, pemahaman berdasarkan pengalaman apa pun yang mereka miliki, tugas apa pun yang dapat mereka laksanakan, sebanyak apa pun penderitaan yang mereka tanggung, atau sebesar apa pun harga yang mereka bayar, mereka tidak pernah melepaskan motivasi untuk mendapatkan berkat yang tersembunyi di lubuk hati mereka dan selalu secara diam-diam bekerja keras demi motivasi mendapatkan berkat itu. Bukankah ini hal yang tersembunyi paling dalam di lubuk hati manusia? Tanpa motivasi untuk menerima berkat ini, bagaimana perasaanmu? Dengan sikap apa engkau akan melaksanakan tugasmu dan mengikuti Tuhan? Apa yang akan terjadi pada orang jika motivasi untuk menerima berkat yang tersembunyi di dalam hati mereka ini disingkirkan? Mungkin banyak orang akan menjadi negatif, sementara beberapa orang akan kehilangan motivasi dalam tugas mereka. Mereka akan kehilangan minat dalam kepercayaan mereka kepada Tuhan, seolah-olah jiwa mereka telah lenyap. Mereka akan terlihat seolah-olah hati mereka telah direnggut. Inilah sebabnya Kukatakan bahwa motivasi untuk mendapatkan berkat adalah sesuatu yang sangat tersembunyi dalam hati manusia. Mungkin, saat melaksanakan tugas mereka atau menjalani kehidupan bergereja, mereka merasa bahwa mereka mampu meninggalkan keluarga dan dengan senang hati mengorbankan diri mereka untuk Tuhan, dan bahwa sekarang mereka memiliki pengetahuan tentang motivasi mereka untuk menerima berkat, dan telah mengesampingkan motivasi ini, dan tidak lagi dikuasai atau dikendalikan olehnya. Kemudian, mereka berpikir bahwa mereka tidak lagi memiliki motivasi untuk diberkati, padahal menurut Tuhan justru sebaliknya. Orang-orang hanya melihat hal-hal yang terlihat di luarnya. Tanpa ujian, mereka merasa baik tentang diri mereka sendiri. Selama mereka tidak meninggalkan gereja atau menyangkal nama Tuhan, dan mereka bertekun dalam mengorbankan diri bagi Tuhan, mereka yakin bahwa mereka telah berubah. Mereka merasa tidak lagi didorong oleh semangat pribadi atau dorongan sesaat dalam melaksanakan tugas mereka. Sebaliknya, mereka yakin bahwa mereka mampu mengejar kebenaran, dan mereka mampu untuk terus mencari dan menerapkan kebenaran saat melaksanakan tugas mereka sehingga watak rusak mereka ditahirkan dan mereka mencapai sedikit perubahan sejati. Namun, jika sesuatu terjadi yang berkaitan langsung dengan tempat tujuan dan kesudahan manusia, bagaimana perilaku mereka? Kebenaran disingkapkan secara keseluruhan" (Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Enam Indikator Pertumbuhan dalam Hidup"). Tuhan dengan tepat menyingkapkan keadaanku. Selama bertahun-tahun ini, kupikir aku sudah berhenti mengejar berkat, tetapi keinginan akan berkat masih tersembunyi jauh di dalam hatiku, dan seandainya fakta ini tidak tersingkap, aku masih akan mengira diriku sudah berubah dalam hal ini. Selama tahun-tahun ini, berkat belas kasihan Tuhan, aku tetap melaksanakan tugasku di rumah Tuhan, sehingga aku masih memelihara harapan palsu, mengira bahwa Tuhan mungkin telah mengampuniku. Aku menderita dan membayar harga dalam tugasku, tetap bertahan dalam tugasku meski sakit, dan karena itu aku menyangka diriku setia kepada Tuhan. Namun, ketika kulihat bahwa Tuhan menangani orang yang menandatangani "Tiga Pernyataan" dengan mengirim mereka ke neraka, aku pun tak berdaya, dan seluruh harapanku untuk mendapat berkat benar-benar sirna. Aku tidak lagi berkeinginan untuk melaksanakan tugas, bahkan melihat pekerjaanku pun enggan. Saat menghadapi fakta ini, kusadari bahwa aku masih berusaha membuat kesepakatan dengan Tuhan, dan bahwa aku menanggung penderitaan dalam melaksanakan tugas hanya demi berkat. Aku melihat betapa mengakarnya niatku untuk mendapat berkat. Aku bersyukur kepada Tuhan atas penyingkapan-Nya, yang membuatku mengenal diriku dan membangkitkan tekadku untuk mengejar kebenaran. Sesudah itu, aku bertekad untuk mempercayakan diriku kepada Tuhan, dan aku tahu bahwa apa pun perlakuan Tuhan padaku, yang perlu kulakukan adalah tunduk, tetap teguh di pos terakhirku, serta melaksanakan tugas yang seharusnya kulaksanakan. Aku berdoa, "Tuhan, mengingat apa yang telah kulakukan, seharusnya aku sudah lama dikeluarkan. Selama bertahun-tahun ini, aku telah menikmati begitu banyak penyiraman dan pemeliharaan firman-Mu secara cuma-cuma, dan aku memperoleh begitu banyak hal. Sekalipun Engkau kini menyingkirkanku, aku tetap bersyukur kepada-Mu. Tuhan! Aku ingin mengikuti Engkau selamanya, dan aku tidak menginginkan berkat apa pun lagi." Aku teringat akan firman Tuhan: "Aku tidak meminta untuk menerima berkat apa pun; yang Kuminta hanyalah agar Aku bisa menempuh jalan yang seharusnya Kutempuh sesuai dengan maksud-maksud Tuhan" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Jalan ... (6)"). Saat merenungkan firman Tuhan, aku tak kuasa menahan tangisku. Hatiku dipenuhi rasa syukur kepada Tuhan, dan jiwaku merasakan kebebasan yang belum pernah kurasakan sebelumnya.
Setelah melepaskan keinginan akan berkat dan ingin melaksanakan tugas, suatu hari, aku menerima surat dari para pemimpin tingkat atas. Dengan mempertimbangkan latar belakangku yang pernah menandatangani "Tiga Pernyataan" serta konsistensiku melaksanakan tugas dalam iman, mereka bersedia memberiku kesempatan untuk bertobat, dan mereka memintaku melaksanakan tugasku dengan tenang. Saat menerima surat itu, aku sangat terharu. Aku merasakan bahwa watak benar Tuhan terhadap manusia adalah kasih dan keselamatan. Apa pun yang Tuhan lakukan, semuanya demi membangunkan hatiku yang keras kepala dan mati rasa, agar aku dapat menapaki jalan yang benar dalam mengejar kebenaran. Pada saat itu, kesalahpahamanku terhadap Tuhan terselesaikan, aku membenci diriku yang licik dan tidak memahami niat Tuhan yang tekun, dan aku menyadari betapa besar kasih pengorbanan-Nya yang telah dicurahkan untukku. Lalu aku membaca firman Tuhan: "Hari ini Tuhan menghakimi, menghajar dan menghukum engkau, tetapi engkau harus tahu bahwa penghukuman atasmu bertujuan supaya engkau dapat mengenal dirimu sendiri. Penghukuman, kutukan, penghakiman, hajaran—semua ini bertujuan agar engkau dapat mengenal dirimu sendiri, sehingga watakmu bisa berubah. Terlebih lagi, supaya engkau dapat mengetahui nilaimu dan melihat bahwa semua tindakan Tuhan adalah benar, sesuai dengan watak Tuhan serta kebutuhan pekerjaan-Nya, Dia bekerja sesuai dengan rencana-Nya untuk keselamatan manusia dan Dia adalah Tuhan yang benar, yang mengasihi dan menyelamatkan manusia, serta yang menghakimi dan menghajar manusia" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Engkau Harus Mengesampingkan Berkat Status dan Memahami Maksud Tuhan untuk Memberikan Keselamatan kepada Manusia"). Bagian firman ini sudah sering kubaca sebelumnya, tetapi aku belum benar-benar memahaminya. Kini, melalui pengalamanku, aku menyadari bahwa apa pun yang Tuhan lakukan tidak pernah dilandasi dengan kebencian terhadap manusia. Bagaimana pun cara Tuhan bekerja, sekalipun melibatkan kecaman atau kutukan, semuanya demi menyucikan manusia, membebaskan mereka dari belenggu watak rusak, serta menyelamatkan manusia dari kuasa Iblis. Di dalam watak benar Tuhan, tersimpan keselamatan yang besar bagi manusia. Aku bersedia menghabiskan sisa hidupku untuk mengejar kebenaran dan berusaha memenuhi tuntutan Tuhan. Apa pun kesudahanku nanti, bahkan jika aku hanya dapat berjerih payah bagi Sang Pencipta, aku rela dan puas. Terima kasih Tuhan!