74. Tuntutan dan Harapanku pada Anakku Nyatanya Egois

Waktu aku kecil, kakekku suka sekali mendengarkan opera dan sering mengajakku menonton pertunjukan. Aku melihat betapa anggunnya para aktor di panggung, bagaimana nyanyian mereka menyentuh hati, dan bagaimana penonton menghujani mereka dengan tepuk tangan serta sorak-sorai. Aku sungguh mengagumi mereka, dan tanpa sadar berpikir, "Suatu hari nanti, jika aku bisa naik ke panggung dan menerima tepuk tangan serta pujian, maka hidup yang kujalani akan dipenuhi ketenaran dan kegemerlapan!" Aku sangat ingin bergabung dengan sanggar drama dan menjadi seorang pemain opera. Namun keluargaku miskin, dan kondisi keuangan kami tidak baik, jadi impianku untuk tampil di panggung sirna bagai fatamorgana.

Setelah menikah, aku memiliki seorang anak perempuan. Setelah putriku masuk taman kanak-kanak, aku melihat anak-anak seusia putriku, ada yang ikut les menari, ada juga yang ikut les musik. Terutama saat pertunjukan Hari Anak, mereka memesona banyak guru serta orang tua, dan dihujani tepuk tangan. Jadi aku memutuskan agar putriku belajar menari, karena ini tidak hanya akan membantunya memiliki postur tubuh bagus dan anggun, tetapi juga memberinya kesempatan tampil di panggung. Namun putriku takut melakukan split dan kayang, dan dia tetap tidak mau belajar bagaimanapun aku membujuknya. Aku berpikir, "Aku tidak mau begitu saja menuruti keinginanmu. Kau harus belajar satu keterampilan agar kelak bisa menjadi pusat perhatian di atas panggung." Pada tahun 2012, aku menerima pekerjaan Tuhan Yang Mahakuasa di akhir zaman, tetapi aku tidak melepaskan harapanku untuk melihat putriku tampil di panggung. Belakangan, kupikir belajar alat musik juga bisa membuatnya tampil di panggung, jadi aku membawanya ke toko musik untuk memilih alat musik. Namun putriku tidak tertarik. Dengan marah aku berkata kepada putriku, "Kau harus memilih satu. Hanya dengan belajar satu keahlian barulah kau punya kesempatan tampil di panggung, dan dengan begitu kau bisa hidup dengan glamor. Bayangkan berapa banyak orang akan mengagumimu nantinya!" Ketika melihatku sangat marah, putriku dengan enggan memilih guzheng. Awalnya, putriku tidak mau mempelajarinya, jadi aku mencari guru guzheng yang berpengalaman dan memaksanya untuk belajar. Untuk menumbuhkan minatnya pada guzheng, aku sering memberinya semangat, dan gurunya juga memujinya karena punya bakat alami. Perlahan-lahan, putriku mulai tertarik pada guzheng dan dengan cepat bisa memainkan beberapa lagu. Suatu hari, putriku dengan gembira berkata kepadaku, "Ibu, nanti aku bisa main guzheng untuk memuji Tuhan!" Saat melihat betapa pengertiannya putriku, aku merasa lega sekaligus bangga.

Kemudian, untuk membantu putriku mendapatkan lebih banyak pengalaman naik panggung, setiap kali mendengar ada pertunjukan, aku akan langsung mendaftarkannya. Meskipun aku mengidap penyakit saraf terjepit dan tidak bisa berdiri lama, aku tetap bersikeras menemaninya saat latihan. Dia membuat kemajuan pesat dan sangat menonjol dalam pertunjukan, dan selalu tampil di posisi utama. Dia juga mendapat pujian dari para guru dan juri, dan aku senang sekali. Untuk mengantarnya ke pertunjukan, aku harus bangun sekitar jam 3 pagi untuk bersiap-siap. Aku begitu sibuk ke sana kemari mengurusnya sampai-sampai tidak sempat makan. Setelah seharian sibuk ke sana kemari, aku lalu akan merasa pusing dan merasa kelelahan baik secara fisik maupun mental. Namun ketika melihat putriku cemerlang di panggung, aku membatin, "Meskipun impianku untuk tampil di panggung tidak terwujud, kenyataan bahwa aku bisa membuat putriku menjadi pusat perhatian telah membuat semua jerih payah dan kelelahan ini sepadan!" Karena kelelahan akibat pertunjukan, ditambah lagi dengan tekanan pelajaran sekolah, tubuh putriku tidak kuat, dan dia tidak mau berlatih guzheng lagi. Aku mencoba membujuk dan merayunya untuk terus berlatih, dan akhirnya, dia dengan enggan setuju. Setiap hari sepulang sekolah, aku akan memanfaatkan waktu memasak atau istirahat siang untuk menyuruh putriku berlatih guzheng. Ketika putriku ingin pergi keluar di akhir pekan, aku juga mengharuskannya menyelesaikan latihan guzheng dulu baru boleh pergi. Jika dia tidak menurut, aku akan memarahinya, "Menurutmu untuk apa Ayah dan Ibu bekerja keras serta berhemat demi membayar les dan menyuruhmu berlatih? Bukankah untuk menolongmu bisa naik panggung dan sukses nantinya? Tidak bisakah kau membuat kami bangga?" Ketika melihatku begitu cemas dan marah, putriku tidak punya pilihan selain menangis lalu berlatih guzheng. Saat SMP, tekanan belajarnya sangat berat, dan dia juga harus sering berlatih untuk berbagai pertunjukan, jadi dia tidak mau berlatih guzheng lagi. Dengan cemas aku memarahi putriku, "Mau sesibuk apa pun, kau harus tetap berlatih guzheng. Kalau kau berlatih dengan baik, kau bisa naik panggung dan hidup terkenal!" Namun dia tetap tidak mau berlatih. Dengan marah kulempar buku-buku dan tempat alat pemetiknya ke lantai, lalu berkata, "Oke. Tidak usah berlatih. Semoga kau senang saat dewasa nanti menjadi pemulung." Ketika melihatku begitu marah, putriku buru-buru berlatih. Terkadang, putriku merasa diperlakukan tidak adil lalu menangis dan berkata, "Mengapa Ibu selalu berusaha mengatur nasibku?" Aku akan berkata kepadanya dengan marah, "Bukankah semua yang Ibu lakukan ini demi kebaikanmu? Kenapa kau tidak mengerti apa yang baik untukmu?" Putriku akan berkata dengan marah, "Aku memang tidak suka bermain guzheng! Ibulah yang selama ini memaksaku belajar!" Pertengkaran kami selalu berakhir dengan tidak enak. Ketika ada jadwal pertunjukan dan pertemuan yang berbentrokan, aku akan menyuruh putriku menghadiri pertunjukan dulu. Jika putriku ingin menghadiri pertemuan, aku akan segera berkata, "Pertemuan masih bisa di lain waktu, tetapi kesempatan tampil tidak boleh dilewatkan. Kalau kau lewatkan kesempatan ini, hilanglah kesempatanmu tampil cemerlang di panggung." Karena ini, putriku jadi sering tidak ikut pertemuan.

Tak terasa, putriku berhasil masuk SMA seni. Setiap kali aku bercerita tentang putriku, rekan kerja dan teman-teman akan memandangku dengan iri dan kagum. Kesombonganku sangat terpuaskan. Perlahan-lahan, putriku jadi fokus sepenuhnya pada belajar dan bermain guzheng. Untuk bisa masuk ke akademi musik impiannya dan mengungguli teman-temannya, dia mulai menambah jam latihan guzheng. Aku juga mengeluarkan banyak uang untuk menyewa guru privat bagi putriku. Ketika melihat kemampuan putriku bermain guzheng meningkat, aku sangat senang. Ketika putriku pulang liburan, aku ingin dia ikut pertemuan, tetapi dia akan beralasan seperti "PR-ku belum selesai" atau "Aku belum latihan guzheng." Saat menyadari putriku sudah hampir setahun tidak ikut pertemuan, aku merasa sedikit cemas. Namun melihatnya sangat sibuk dengan pekerjaan rumah dan latihan guzheng, aku membatin, "Apa sebaiknya putriku tidak usah les guzheng di akhir pekan agar bisa ikut pertemuan?" Namun kemudian aku berpikir lagi, "Dia sudah susah payah meningkatkan kemampuannya bermain guzheng; kalau akhir pekan tidak latihan, bukankah dia akan ketinggalan dari yang lain? Dia tidak boleh mengendurkan latihannya. Namun, jika dia lama tidak ikut pertemuan, hidupnya juga akan menderita." Setelah berpikir cukup lama, aku memutuskan untuk mencari waktu agar bisa datang pertemuan dengannya. Suatu hari, putriku bilang padaku dia tidak mau sekolah lagi. Dia bilang suasana di sekolah tidak baik, ada yang merokok, pacaran, dan terlibat geng. Dia bilang sulit untuk fokus belajar dan merasa sangat tertekan. Ketika mendengar putriku berkata tidak mau sekolah, aku berpikir, "Kau sudah susah payah masuk sekolah seni, kalau kau berusaha dua tahun lagi saja, kau akan bisa ikut ujian masuk akademi seni, lalu begitu berhasil masuk, impianmu yang lebih besar untuk naik ke panggung akan terwujud, saat itulah kerabat, teman, guru, serta teman sekelasmu akan kagum dan ingin jadi sepertimu, dan kau juga akan bisa membuatku bangga." Jadi aku berkata dengan marah, "Kau sudah berhasil masuk SMA seni. Jika berhenti sekolah, bukankah kau akan menghancurkan masa depanmu?" Ketika melihatku begitu cemas dan marah, putriku hanya menangis dan berangkat ke sekolah. Saat melihat putriku yang merasa diperlakukan sedemikian tidak adil, hatiku hancur, tetapi agar putriku bisa tampil di panggung dan menonjol, aku merasa harus bersikeras.

Saat pertemuan, aku menceritakan keadaanku kepada Saudari Li Ling, dan dia menemukan satu bagian firman Tuhan untuk kubaca. Tuhan berfirman: "Jika anak-anak mereka terpapar hal-hal tertentu yang terjadi sebagai bagian dari tren jahat, argumen atau pemikiran dan sudut pandang tertentu yang keliru selama tahun-tahun awal mereka, dalam kasus di mana mereka tidak memiliki kearifan, mereka mungkin akan mengikuti atau meniru hal-hal tersebut. Orang tua harus mendeteksi masalah ini sejak dini dan segera memberikan koreksi serta bimbingan yang akurat. Ini juga merupakan tanggung jawab mereka. Singkatnya, tujuannya adalah untuk memastikan bahwa anak-anak memiliki arah perkembangan yang mendasar, positif, dan benar dalam pemikiran, perilaku, perlakuan mereka terhadap orang lain, dan persepsi mereka terhadap berbagai orang, peristiwa, serta hal-hal, sehingga mereka dapat berkembang ke arah yang konstruktif, bukan ke arah yang jahat. Sebagai contoh, orang-orang tidak percaya sering kali berkata, 'Hidup dan mati sudah ditentukan dari semula; kekayaan dan kehormatan ditentukan oleh Surga.' Besarnya penderitaan dan kenikmatan yang seharusnya dialami seseorang dalam hidup telah ditentukan oleh Tuhan dari semula dan tidak dapat diubah oleh manusia. Di satu sisi, orang tua harus memberi tahu anak-anak mereka tentang fakta objektif ini, dan di sisi lain, mengajari mereka bahwa hidup bukan hanya soal kebutuhan fisik, dan tentu saja bukan soal kesenangan. Ada hal-hal yang lebih penting untuk dilakukan orang dalam hidup ini daripada makan, minum, dan mencari hiburan; mereka harus percaya kepada Tuhan, mengejar kebenaran, dan mengejar keselamatan dari Tuhan. Jika orang hanya hidup untuk kesenangan, untuk makan, minum, dan mencari hiburan secara jasmani, artinya mereka seperti zombi, dan hidup mereka tidak ada nilainya sama sekali. Mereka tidak menciptakan nilai positif atau bermakna apa pun, dan mereka tidak pantas untuk hidup atau bahkan menjadi manusia. Sekalipun seorang anak tidak percaya kepada Tuhan, setidaknya biarlah dia menjadi orang baik dan menjadi orang yang melaksanakan tugasnya dengan benar. Tentu saja, jika dia dipilih oleh Tuhan dan bersedia berpartisipasi dalam kehidupan bergereja dan melaksanakan tugasnya sendiri seiring dia bertumbuh dewasa, itu jauh lebih baik. Jika anak-anak mereka seperti ini, orang tua harus terlebih lagi memenuhi tanggung jawab mereka terhadap anak-anak mereka yang masih kecil berdasarkan prinsip-prinsip yang telah Tuhan sampaikan kepada manusia. Jika engkau tidak tahu apakah mereka akan percaya kepada Tuhan atau akan dipilih oleh Tuhan atau tidak, setidaknya engkau harus memenuhi tanggung jawab yang kaumiliki terhadap anak-anakmu selama masa pertumbuhan mereka. Sekalipun engkau tidak mengetahui atau tidak mampu memahami hal-hal ini, engkau tetap harus memenuhi tanggung jawab ini. Sebisa mungkin, engkau harus memenuhi kewajiban dan tanggung jawab yang seharusnya kaupenuhi, menyampaikan pemikiran positif dan hal-hal yang telah kauketahui kepada anak-anakmu. Setidaknya, pastikan bahwa pertumbuhan rohani mereka mengikuti arah yang konstruktif, dan pikiran mereka bersih serta sehat. Jangan membuat mereka mempelajari segala macam keterampilan dan pengetahuan sejak usia muda di bawah pengharapan, pembinaan, atau bahkan tekananmu. Yang jauh lebih serius, ada orang tua yang mendampingi anak-anak mereka ketika berpartisipasi dalam berbagai pertunjukan bakat dan kompetisi akademis atau atletik, mengikuti segala macam tren sosial, menghadiri acara-acara seperti konferensi pers, sesi tanda tangan, dan sesi belajar, serta menghadiri kompetisi apa pun dan pidato penerimaan di upacara penghargaan, dll. Sebagai orang tua, setidaknya mereka tidak boleh membiarkan anak-anak mereka mengikuti jejak mereka dengan melakukan hal-hal tersebut. Jika orang tua mengajak anak-anak mereka melakukan kegiatan seperti itu, di satu sisi, jelas mereka belum memenuhi tanggung jawab mereka sebagai orang tua. Di sisi lain, mereka secara terang-terangan membawa anak-anak mereka ke jalan yang tidak dapat berbalik kembali, sehingga menghambat perkembangan konstruktif mental anak-anak mereka. Ke manakah orang tua ini membawa anak-anak mereka? Mereka telah membawa anak-anak mereka ke dalam tren-tren jahat. Ini adalah sesuatu yang tidak boleh dilakukan oleh orang tua. Selain itu, mengenai masa depan anak-anak mereka dan karier yang akan mereka kejar, orang tua tidak boleh menanamkan hal-hal seperti, 'Lihatlah si itu, dia adalah seorang pianis yang mulai bermain piano di usia empat atau lima tahun. Dia tidak menikmati waktu bermain, tidak punya teman ataupun mainan, dan dia berlatih piano setiap hari. Orang tuanya menemaninya mengikuti les piano, berkonsultasi dengan berbagai guru, dan mengikutsertakan mereka dalam lomba bermain piano. Lihatlah betapa terkenalnya dia sekarang, makan enak, berpakaian bagus, dikelilingi oleh pancaran kemuliaan dan dihormati di mana pun dia berada.' Apakah jenis didikan seperti ini dapat mendorong perkembangan pikiran anak yang sehat? (Tidak.) Jadi, didikan macam apa ini? Ini adalah didikan dari Iblis. Jenis didikan seperti ini merusak pikiran anak mana pun. Didikan seperti ini mendorong mereka untuk menginginkan ketenaran, mendambakan berbagai pancaran kemuliaan, kehormatan, kedudukan, dan kenikmatan. Didikan seperti ini membuat mereka mendambakan dan mengejar hal-hal ini sejak usia muda, membuat mereka merasa cemas, sangat ketakutan, serta khawatir, dan bahkan menyebabkan mereka membayar segala macam harga untuk mendapatkannya, bangun pada dini hari dan bekerja hingga larut malam untuk memeriksa pekerjaan rumah mereka dan mempelajari berbagai keterampilan, serta kehilangan masa kecil mereka, menukar tahun-tahun berharga itu dengan hal-hal ini" (Firman, Jilid 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran, "Cara Mengejar Kebenaran (19)"). Setelah membaca firman Tuhan, akhirnya aku mengerti bahwa tanggung jawab orang tua yang sebenarnya adalah memastikan anak-anaknya tumbuh sehat dan bahagia secara jasmani maupun rohani selama masa kanak-kanak mereka, untuk memberikan bimbingan positif dalam pikirannya, dan membiarkan mereka menikmati masa kanak-kanak. Bukan justru orang tua memaksakan harapan mereka kepada anak-anaknya, ataupun menuntun mereka untuk mengejar ketenaran, reputasi, kehormatan, status, dan kesenangan. Mau tak mau, aku pun merenung. Sejak kecil putriku tidak suka belajar alat musik, tetapi untuk membuatnya menjadi terkenal dan dihormati semua orang, aku memaksanya belajar guzheng; dan ketika dia mendapat pujian dari para juri dan guru, aku merasa impian yang belum kuraih akhirnya terwujud melalui putriku, sehingga tekadku untuk membimbingnya menjadi makin kuat; Setiap kali mendengar ada pertunjukan, aku akan mendaftarkannya tanpa persetujuannya, karena takut dia akan kehilangan kesempatan untuk tampil gemilang di panggung; Setiap kali putriku ingin pergi main, aku akan memarahinya karena takut itu menghambat latihannya. Untuk meningkatkan kemampuan musik putriku, aku tidak segan-segan mengeluarkan banyak biaya untuk menyewa guru profesional guna membimbingnya, semuanya demi membinanya agar menjadi terkenal dan membuatku dipuji. Dahulu kupikir dengan menyuruh anakku belajar berbagai keterampilan, dan membawanya ke panggung besar ternama agar menjadi terkenal, maka aku telah memenuhi tanggung jawabku sebagai seorang ibu. Sekarang aku sadar bahwa pandangan ini salah. Aku tidak pernah memikirkan betapa besar tekanan dan penderitaan yang ditanggung putriku yang masih belia, yang selalu kupikirkan hanyalah mewujudkan keinginanku. Di bawah didikanku, putriku juga menjadi sangat mementingkan reputasi dan statusnya, dan berlatih tanpa henti untuk mengungguli teman-teman sekelasnya, kehilangan keceriaan dan kepolosan yang dahulu dimilikinya. Di antara kami mulai timbul jarak, dan putriku juga kehilangan minat untuk makan dan minum firman Tuhan serta menghadiri pertemuan, dia juga mulai menjauh dari Tuhan. Semua ini akibat dari ulahku. Dahulu anakku mau ikut pertemuan dan makan minum firman Tuhan, tetapi aku tidak membimbingnya untuk percaya kepada Tuhan dan menempuh jalan yang benar, malah aku membawanya terjebak dalam tren-tren jahat, dan terus-menerus mengejar nama baik serta status. Seperti inikah cara memenuhi tanggung jawab sejati seorang ibu? Ketika memikirkan hal ini, aku sangat menyesali caraku mendidik yang penuh paksaan. Aku tidak pernah menyangka hal itu akan membawa dampak buruk dan kerusakan yang begitu besar bagi anakku.

Kemudian, aku membaca firman Tuhan: "Ada orang yang hidup demi anak-anak mereka; engkau mungkin berkata tidak ingin hidup seperti itu, tetapi mampukah engkau tidak hidup seperti itu? Ada orang-orang yang sangat sibuk mengejar kekayaan, ketenaran, dan keuntungan. Engkau mungkin berkata engkau tidak ingin sibuk mengejar hal-hal ini, tetapi mampukah engkau tidak hidup demi hal-hal itu? Tanpa kausadari, engkau telah berada di jalan ini, dan meskipun engkau ingin mengubah cara hidupmu, engkau tak mampu melakukannya. Engkau tidak bisa mengendalikan caramu hidup di dunia ini! Apa penyebabnya? Penyebabnya adalah karena orang tidak percaya kepada Tuhan yang sejati dan karena mereka belum memperoleh kebenaran. Apa yang membuat manusia tetap bersemangat dalam hidup mereka? Apa yang mereka cari untuk mempertahankan semangat hidup mereka? Mereka mencarinya dari berkumpul dengan keluarga, dari kebahagiaan pernikahan, kesenangan materi, harta kekayaan, ketenaran, dan dari keuntungan, status, perasaan mereka, dan dari karier mereka, serta dari kebahagiaan generasi berikutnya. Adakah yang tidak mencari hal-hal ini sebagai penyemangat hidup mereka? Mereka yang memiliki anak menemukan semangat hidup dari anak-anak mereka; mereka yang tidak memiliki anak menemukannya dalam karier mereka, dalam pernikahan, status di tengah masyarakat, dan dalam ketenaran, dan keuntungan. Oleh karena itu, cara hidup yang dihasilkan semuanya sama; tunduk pada kendali dan kuasa Iblis, dan meskipun tidak ingin seperti itu, semua orang terburu-buru dan sibuk demi ketenaran, keuntungan, prospek, karier, pernikahan, keluarga, atau demi generasi berikutnya, atau demi kesenangan daging. Apakah ini jalan yang benar? Sesibuk apa pun manusia di dunia ini, seberapa pun besarnya pencapaian profesional mereka, sebahagia apa pun keluarga mereka, sebesar apa pun keluarga mereka, seberapa pun bergengsinya status mereka—apakah mereka mampu menempuh jalan hidup yang benar? Dengan mengejar ketenaran dan keuntungan, atau dunia, atau karier, apakah manusia mampu melihat fakta bahwa Tuhanlah yang menciptakan segala sesuatu dan yang berdaulat atas takdir manusia? Tidak mungkin. Terlepas dari apa yang manusia kejar atau jalan seperti apa yang mereka tempuh, jika mereka tidak mengakui fakta bahwa Tuhanlah yang berdaulat atas takdir manusia, maka jalan yang mereka tempuh itu salah. Itu bukan jalan yang benar, melainkan jalan yang salah, jalan kejahatan" (Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Bagian Tiga"). "Iblis menggunakan ketenaran dan keuntungan untuk mengendalikan pikiran manusia, sampai satu-satunya yang orang pikirkan adalah ketenaran dan keuntungan. Mereka berjuang demi ketenaran dan keuntungan, menderita kesukaran demi ketenaran dan keuntungan, menanggung penghinaan demi ketenaran dan keuntungan, mengorbankan semua yang mereka miliki demi ketenaran dan keuntungan, dan mereka akan melakukan penilaian atau mengambil keputusan apa pun demi ketenaran dan keuntungan. Dengan cara ini, Iblis mengikat orang dengan belenggu yang tak kasatmata, dan dengan belenggu inilah, mereka tidak punya kekuatan ataupun keberanian untuk melepaskan diri darinya. Mereka tanpa sadar menanggung belenggu ini dan berjalan maju dengan susah payah. Demi ketenaran dan keuntungan ini, umat manusia menjauhi Tuhan dan mengkhianati Dia dan menjadi semakin jahat. Jadi, dengan cara inilah, generasi demi generasi dihancurkan di tengah ketenaran dan keuntungan Iblis" (Firman, Jilid 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Tuhan itu Sendiri, Tuhan yang Unik VI"). Melalui penyingkapan firman Tuhan, aku menyadari bahwa Iblis menggunakan ketenaran dan keuntungan untuk merusak dan mencelakai manusia, menanamkan gagasan dan pandangan kepada manusia seperti "Jika engkau lebih menonjol dari orang lain," "Dapatkan kedudukan di atas orang lain," dan "engkau akan membawa kehormatan bagi nenek moyangmu," mendorong manusia untuk tanpa henti mengejar ketenaran dan keuntungan. Demi mendapatkan ketenaran dan keuntungan, mereka menjadi makin jahat dan makin menderita. Sejak kecil, aku selalu bermimpi menjadi seorang aktor panggung, naik ke panggung untuk membuat semua orang kagum dan ingin menjadi sepertiku, juga untuk meraih status serta ketenaran. Namun ketika mimpiku tidak terwujud, aku jatuh dalam kekecewaan dan penderitaan. Kemudian, aku memaksakan mimpiku kepada putriku, memungkinkannya mengejar reputasi dan status sejak belia, dan memaksanya belajar guzheng. Aku berharap suatu hari nanti dia akan naik ke panggung dan bersinar. Ketika putriku tidak mau belajar guzheng, aku menjadi cemas dan marah, lalu memarahinya. Ketika putriku ingin menghadiri pertemuan, aku melarangnya, karena takut itu akan menghambat latihan dan kemajuannya. Seperti inikah cara memenuhi tanggung jawab sebagai seorang ibu? Yang kulakukan itu sungguh jahat! Aku telah percaya kepada Tuhan selama bertahun-tahun, tetapi tujuanku tidak berubah sedikit pun, aku juga masih hidup menurut pemikiran dan sudut pandang Iblis, mengejar ketenaran dan keuntungan sama seperti orang tidak percaya. Aku lebih memilih putriku menyimpang dari Tuhan dan mengkhianati-Nya daripada tidak mengejar ketenaran dan keuntungan demi memuaskan kesombonganku. Aku benar-benar dibutakan oleh ketenaran serta keuntungan, dan pikiranku dikaburkan oleh semua itu, aku juga membuat diriku menderita dan anakku terluka. Aku menyadari bahwa ketenaran dan keuntungan adalah belenggu tak kasat mata yang dikenakan Iblis padaku, dan semua itu membawa kami pada kesedihan dan penderitaan yang tak berkesudahan! Aku teringat bagaimana beberapa selebriti meraih ketenaran dan keuntungan di industri hiburan, tetapi akhirnya menderita depresi lalu terjun bebas mengakhiri hidupnya karena kekosongan rohani dan penderitaan. Aku melihat bahwa bahkan ketika seseorang meraih status dan ketenaran, itu hanya bisa memuaskan kesombongan mereka untuk sementara, tetapi tidak bisa mengatasi kekosongan dan penderitaan batin mereka. Sebaliknya, hal-hal tersebut pelan-pelan menjauhkan mereka dari Tuhan, dan membuat mereka menyangkal Dia, dan akibatnya adalah mereka akan dilahap oleh Iblis! Ketika menyadari ini, aku berdoa kepada Tuhan, mengatakan bahwa aku tidak akan lagi mengejar ketenaran dan keuntungan, aku juga bersedia tunduk pada kedaulatan serta pengaturan-Nya.

Kemudian, aku membaca lebih banyak firman Tuhan: "Segala sesuatu yang dilakukan orang tua untuk mewujudkan pengharapan mereka terhadap anak-anak mereka sebelum menjadi dewasa adalah bertentangan dengan hati nurani, nalar, dan hukum alam. Terlebih lagi, hal ini bertentangan dengan ketetapan dan kedaulatan Tuhan. Meskipun anak-anak belum memiliki kemampuan untuk membedakan antara yang benar dan yang salah, atau berpikir secara mandiri, nasib mereka tetap berada di bawah kedaulatan Tuhan, mereka tidak dikendalikan oleh orang tua mereka. Oleh karena itu, selain memiliki pengharapan terhadap anak-anak mereka dalam kesadaran mereka, orang tua yang bodoh juga melakukan lebih banyak tindakan, pengorbanan, dan membayar harga dalam hal perilaku mereka, melakukan apa pun yang mereka inginkan dan bersedia melakukannya untuk anak-anak mereka, entah ini berarti mengorbankan uang, waktu, tenaga, atau hal-hal lainnya. Meskipun orang tua melakukan hal-hal tersebut secara sukarela, hal-hal tersebut tidak manusiawi, dan hal-hal tersebut bukanlah tanggung jawab yang seharusnya dipenuhi oleh orang tua; mereka telah melampaui lingkup kemampuan dan tanggung jawab mereka. Mengapa Kukatakan demikian? Karena orang tua mulai berusaha merencanakan dan mengendalikan masa depan anak-anak mereka sebelum menjadi dewasa, dan juga berusaha menentukan masa depan anak-anak mereka. Bukankah itu bodoh? (Ya.) Sebagai contoh, katakanlah Tuhan telah menetapkan bahwa seseorang akan menjadi pekerja biasa, dan dalam kehidupan ini, dia hanya akan mampu memperoleh upah standar untuk memenuhi kebutuhan sandang dan pangan, tetapi orang tuanya bersikeras agar dia menjadi seorang selebritas, orang kaya, pejabat tinggi, merencanakan dan mengatur masa depannya sebelum dia menjadi dewasa, membayar berbagai macam harga, berusaha mengendalikan kehidupan dan masa depannya. Bukankah itu bodoh? (Ya.)" (Firman, Jilid 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran, "Cara Mengejar Kebenaran (18)"). Aku membaca bagian firman Tuhan ini berulang kali, dan hatiku sangat tertusuk dan merasa tertekan. Aku menyadari bahwa harapan, usaha, dan pengorbananku untuk putriku bertentangan dengan kemanusiaan dan melawan ketetapan serta kedaulatan Tuhan. Nasib seorang anak bukanlah sesuatu yang dapat dikendalikan oleh orang tuanya, dan aku harus menghormati pilihan anakku, tunduk pada ketetapan Tuhan, serta tidak memaksa putriku melakukan hal-hal yang tidak disukainya. Apa yang dilakukan seseorang dalam hidupnya dan bagaimana caranya mencari nafkah sudah ditetapkan oleh Tuhan. Sama seperti dulu aku sangat ingin menjadi pemain opera, tetapi kenyataannya tidak sesuai dengan keinginanku. Aku bahkan tidak bisa mengubah nasibku sendiri, tetapi ingin mengubah nasib putriku. Aku sungguh sangat bodoh!

Lalu aku membaca lebih banyak firman Tuhan: "Dengan menganalisis esensi dari pengharapan orang tua terhadap anak-anak mereka, kita dapat melihat bahwa pengharapan-pengharapan tersebut bersifat egois, bertentangan dengan kemanusiaan, dan selain itu, semua itu tidak ada hubungannya dengan tanggung jawab orang tua. Ketika orang tua memaksakan berbagai harapan dan tuntutan terhadap anak-anak mereka, mereka tidak sedang memenuhi tanggung jawab mereka. Jadi, apa 'tanggung jawab' mereka? Tanggung jawab paling mendasar yang harus dipenuhi oleh orang tua adalah mengajari anak-anak mereka berbicara, mendidik mereka untuk bersikap baik dan tidak menjadi orang jahat, serta membimbing mereka ke arah yang positif. Ini adalah tanggung jawab mereka yang paling mendasar. Selain itu, mereka harus mendampingi anak-anak mereka dalam mempelajari segala jenis ilmu, bakat, dan lain-lain yang sesuai dengan usia, kemampuan, serta kualitas dan minat mereka. Orang tua yang sedikit lebih baik akan membantu anak-anak mereka memahami bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan dan bahwa Tuhan itu ada di alam semesta ini, membimbing anak-anak mereka untuk berdoa dan membaca firman Tuhan, menceritakan kepada mereka beberapa kisah dari Alkitab, dan berharap bahwa mereka akan mengikuti Tuhan dan melaksanakan tugas sebagai makhluk ciptaan setelah mereka dewasa, dan bukan mengikuti tren duniawi, terjebak dalam berbagai hubungan antarpribadi yang rumit, dan dihancurkan oleh berbagai tren dunia dan masyarakat ini. Tanggung jawab yang harus dipenuhi orang tua tidak ada hubungannya dengan pengharapan mereka. Tanggung jawab yang harus mereka penuhi dalam peran mereka sebagai orang tua adalah memberikan bimbingan positif dan bantuan yang tepat kepada anak-anak mereka sebelum mereka menjadi dewasa, serta segera merawat mereka dalam kehidupan jasmaniah mereka sehubungan dengan makanan, pakaian, rumah, atau terkadang ketika mereka jatuh sakit. Jika anak-anak mereka jatuh sakit, orang tua harus mengobati penyakit apa pun yang perlu diobati; mereka tidak boleh mengabaikan anak-anak mereka atau berkata kepada mereka, 'Teruslah bersekolah, teruslah belajar. Kau tidak boleh tertinggal di kelasmu. Jika kau tertinggal terlalu jauh, kau tidak akan mampu mengejarnya.' Ketika anak-anak mereka perlu istirahat, orang tua harus membiarkan mereka beristirahat; ketika anak-anak mereka sakit, orang tua harus merawat mereka sampai sembuh. Inilah tanggung jawab orang tua. Di satu sisi, mereka harus menjaga kesehatan jasmaniah anak-anak mereka; di sisi lain, mereka harus mendampingi, mendidik, dan membantu anak-anak mereka dalam hal kesehatan mental mereka. Inilah tanggung jawab yang harus dipenuhi oleh orang tua, dan bukan memaksakan pengharapan atau tuntutan yang tidak realistis terhadap anak-anak mereka. Orang tua harus memenuhi tanggung jawab mereka baik dalam hal kebutuhan mental anak-anak mereka maupun hal-hal yang dibutuhkan anak-anak mereka dalam kehidupan jasmaniah mereka" (Firman, Jilid 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran, "Cara Mengejar Kebenaran (18)"). Setelah membaca firman Tuhan, aku merasakan kesedihan yang tak terlukiskan. Sebelumnya, kupikir dengan meminta putriku mempelajari berbagai keterampilan, dan membawanya ke panggung terkenal agar menjadi tenar, sehingga semua orang akan mengagumi dan memujinya, aku telah memenuhi tanggung jawabku sebagai seorang ibu. Namun tanggung jawab orang tua yang sebenarnya adalah memastikan kesehatan mental serta kebahagiaan anak-anaknya sambil membantu mereka membangun pemikiran dan sudut pandang yang positif, membimbing mereka agar memiliki tujuan hidup yang benar, membina mereka berdasarkan minat dan hobinya, dan membimbing mereka untuk tunduk pada ketetapan serta kedaulatan Tuhan. Dalam kehidupan sehari-hari, orang tua juga harus memberikan perhatian kepada anak-anaknya dalam hal kebutuhan pokok seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, dan transportasi. Misalnya: Mereka harus memberitahukan makanan apa yang sehat untuk dimakan dan makanan apa yang berbahaya bagi tubuh, merawat mereka ketika sakit, memberi mereka obat bila diperlukan, bila perlu memberi suntikan, dan memenuhi kebutuhan hidup dasar mereka. Inilah hal-hal yang seharusnya dilakukan orang tua. Meskipun kelihatannya aku berbuat baik pada anakku dengan menyibukkan diri dan pontang-panting demi dia, pada kenyataannya, aku hanya ingin anakku memberiku kemuliaan dan kebanggaan, bahkan dengan merenggut kegembiraan masa kecilnya dan menghalanginya menghadiri pertemuan serta makan dan minum firman Tuhan. Aku sungguh egois! Seharusnya aku membimbingnya sesuai dengan kualitas, minat, dan hobinya, bukan malah dengan paksa menekannya dan memaksakan pendidikan tertentu kepadanya. Selain itu, aku seharusnya membimbing anakku untuk datang ke hadapan Tuhan, menyuruhnya berdoa, makan dan minum firman Tuhan, menyembah Dia, dan menjauhi berbagai tren jahat dunia. Setelah memahami maksud Tuhan, aku tidak lagi mengajak putriku mengikuti berbagai pertunjukan, melainkan membimbingnya untuk tunduk pada kedaulatan dan pengaturan Tuhan, aku juga menghabiskan lebih banyak waktu bersamanya untuk makan dan minum firman Tuhan serta menghadiri pertemuan.

Kemudian, ketika aku dan putriku mengadakan pertemuan, kami menonton sebuah pementasan drama, berjudul Selamat Tinggal, Kampusku yang Tak Berdosa. Setelah menontonnya, putriku sangat tersentuh dan mengerti bahwa Iblis menggunakan ketenaran dan keuntungan untuk mencelakai manusia, dan dengan makan dan minum firman Tuhan, putriku mengerti bahwa hanya dengan melaksanakan tugasnya, dia dapat menempuh jalan hidup yang benar. Suatu hari, ketika putriku pulang sekolah, dia dengan tegas berkata kepadaku, "Bu, aku merasa sangat tertekan di sekolah, dan aku ingin hidup bebas dan merdeka seperti saudara-saudari. Aku ingin berhenti sekolah dan melaksanakan tugasku di rumah Tuhan." Aku sangat kaget, sambil berpikir, "Perjuanganmu untuk sampai di titik ini tidaklah mudah. Jika kau berhenti sekolah, kau akan mengubur impianmu untuk tampil panggung untuk selamanya. Bukankah itu berarti semua usahamu sebelumnya akan sia-sia?" Saat itu, aku menyadari telah kembali mengejar ketenaran dan keuntungan, dan aku berdoa kepada Tuhan dalam hatiku, "Tuhan, putriku ingin berhenti sekolah, tetapi aku masih tidak rela. Tuhan, mohon kuatkan tekadku dan bantu aku terbebas dari belenggu ketenaran dan keuntungan." Setelah berdoa, aku teringat firman Tuhan: "Dengan menganalisis esensi dari pengharapan orang tua terhadap anak-anak mereka, kita dapat melihat bahwa pengharapan-pengharapan tersebut bersifat egois, bertentangan dengan kemanusiaan ...." (Firman, Jilid 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran, "Cara Mengejar Kebenaran (18)"). "Siapa di antara engkau semua yang saat ini melaksanakan tugas di rumah Tuhan secara kebetulan? Apa pun latar belakang yang engkau miliki dalam melaksanakan tugasmu, semuanya tidak ada yang kebetulan. Tugas ini tidak bisa dilaksanakan hanya dengan menemukan beberapa orang percaya secara acak; ini adalah sesuatu yang telah ditentukan oleh Tuhan sejak zaman dahulu. Apa artinya sesuatu yang telah ditentukan? Apa arti spesifiknya? Artinya, dalam seluruh rencana pengelolaan-Nya, Tuhan telah lama merencanakan berapa kali engkau akan berada di bumi, dari garis keturunan dan keluarga mana engkau akan dilahirkan pada akhir zaman, bagaimana keadaan keluarga tersebut, apakah engkau akan berjenis kelamin laki-laki atau perempuan, apa saja yang akan menjadi kekuatanmu, tingkat pendidikanmu, seberapa pandai engkau berbicara, apa kualitasmu, dan seperti apa penampilanmu nantinya. Dia telah merencanakan umur di mana engkau akan datang ke rumah Tuhan dan mulai melaksanakan tugasmu dan tugas apa yang akan engkau lakukan pada waktu tertentu. Tuhan telah menetapkan setiap langkah untukmu sejak awal. Ketika engkau belum dilahirkan dan ketika engkau datang ke bumi dalam beberapa kehidupan terakhirmu, Tuhan telah mengatur tugas apa yang akan engkau laksanakan pada tahap akhir pekerjaan ini" (Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Bagian Tiga"). Dari firman Tuhan, aku mengerti bahwa waktu untuk seseorang datang ke rumah Tuhan dan melaksanakan tugasnya adalah sesuatu yang telah lama Tuhan atur. Tuhan telah lama menetapkan waktu kapan putriku akan datang dan melaksanakan tugasnya, dan aku tidak boleh bersikap seperti dahulu lagi, berusaha mengendalikan segala sesuatu dalam hidupnya demi reputasi dan statusku sendiri. Karena putriku telah memilih untuk mengikuti Tuhan dan melaksanakan tugasnya, ini adalah ketetapan dan pengaturan Tuhan, aku pun harus memberinya bimbingan positif dan membiarkannya menempuh jalan yang benar. Inilah tanggung jawab yang harus kupenuhi. Dengan pertimbangan ini, dengan senang hati aku menyetujui permintaan putriku. Tidak lama kemudian, putriku berhenti sekolah dan datang ke rumah Tuhan untuk melaksanakan tugasnya. Ketika melihat putriku kembali ceria dan bersemangat seperti biasanya, aku merasa sangat senang, aku juga menyadari bahwa hanya dengan tunduk pada ketetapan serta pengaturan Sang Penciptalah orang dapat hidup damai, bebas, dan bahagia. Ini adalah sesuatu yang tidak bisa ditukar dengan uang atau ketenaran sebanyak apa pun!

Setelah itu, aku membaca dua bagian firman Tuhan, dan makin mengerti tentang nilai dan makna hidup manusia. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Selain percaya kepada Tuhan, mengejar kebenaran, dan melaksanakan tugas mereka sebagai makhluk ciptaan, segala sesuatu dalam hidup manusia hampa dan tidak layak diingat. Meskipun engkau telah meraih prestasi yang paling menggemparkan; meskipun engkau sudah pulang pergi ke bulan; meskipun engkau sudah membuat terobosan ilmiah yang bermanfaat atau membantu manusia, semua itu sia-sia dan akan berlalu. Apakah satu-satunya hal yang tidak akan berlalu? (Firman Tuhan.) Hanya firman Tuhan, kesaksian bagi Tuhan, semua kesaksian dan pekerjaan yang menjadi kesaksian bagi Sang Pencipta, dan perbuatan baik manusia yang tidak akan berlalu. Hal-hal ini akan bertahan selamanya, dan hal-hal ini sangat berharga. Jadi, singkirkan semua hal yang merintangimu, laksanakan tugas luar biasa ini, dan jangan biarkan dirimu dikendalikan oleh orang, peristiwa, atau hal apa pun; korbankan dirimu dengan tulus bagi Tuhan, dan kerahkan segenap daya dan upayamu untuk melaksanakan tugasmu. Ini adalah hal yang paling Tuhan berkati, dan yang paling layak kaulakukan, sebanyak apa pun penderitaannya!" (Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Hanya dengan Melaksanakan Tugas sebagai Makhluk Ciptaan dengan Baik, Barulah Hidup itu Menjadi Berharga"). "Sekarang ini, engkau mengikut Tuhan, mendengarkan firman Tuhan, dan menerima amanat Sang Pencipta. Terkadang itu sedikit sulit dan melelahkan, dan terkadang engkau menerima dirimu sedikit dipermalukan dan mengalami pemurnian; tetapi ini adalah hal yang baik, bukan hal yang buruk. Apa yang akan kauperoleh pada akhirnya? Yang akan kauperoleh adalah kebenaran dan hidup, dan pada akhirnya, perkenanan dan peneguhan Sang Pencipta terhadapmu. Tuhan berkata, 'Engkau mengikut-Ku, dan Aku berkenan akan engkau, dan bersuka karenamu.' Jika Tuhan tidak mengatakan apa pun selain bahwa engkau adalah makhluk ciptaan di mata-Nya, maka hidupmu selama ini tidak sia-sia, dan engkau berguna. Sungguh luar biasa diakui oleh Tuhan dengan cara seperti ini, dan itu bukan prestasi kecil. Jika orang mengikut Iblis, apa yang akan mereka dapatkan? (Kehancuran.) Sebelum mereka hancur, akan menjadi apakah orang-orang itu? (Mereka akan menjadi setan.) Orang-orang itu akan menjadi setan. Sebanyak apa pun keterampilan yang orang peroleh, sebanyak apa pun uang yang mereka hasilkan, sebanyak apa pun ketenaran dan keuntungan yang mereka peroleh, sebanyak apa pun keuntungan materi yang mereka nikmati, atau setinggi apa pun status mereka di dunia sekuler, di dalam diri mereka, mereka akan menjadi makin rusak, makin jahat dan kotor, makin memberontak dan munafik, dan akhirnya, mereka akan menjadi setan-setan hidup—mereka akan menjadi tidak manusiawi. Jadi bagaimana orang-orang seperti itu terlihat di mata Sang Pencipta? Hanya terlihat 'tidak manusiawi' kah? Bagaimana Sang Pencipta memandang dan bersikap terhadap orang seperti itu? Tidak suka, jijik, benci, menolak, dan akhirnya kutukan, hukuman, dan kehancuran. Manusia menempuh jalan yang berbeda dan pada akhirnya mengalami kesudahan yang berbeda. Jalan manakah yang engkau pilih? (Percaya kepada Tuhan dan mengikut Dia.) Memilih untuk mengikut Tuhan berarti memilih jalan yang benar: itu berarti mulai menempuh terang" (Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Hanya dengan Melaksanakan Tugas sebagai Makhluk Ciptaan dengan Baik, Barulah Hidup itu Menjadi Berharga"). Setelah membaca firman Tuhan, aku mengerti bahwa hanya dengan percaya kepada Tuhan, mengejar kebenaran, dan melaksanakan tugas sebagai makhluk ciptaan, orang dapat memperoleh kebenaran serta hidup dalam keserupaan dengan manusia. Hidup mengejar reputasi dan status adalah mengikuti Iblis, dan sekalipun seseorang dipandang tinggi oleh orang lain, itu hanyalah sementara, dan mereka tetap berjalan menuju kebinasaan. Sekarang, baik aku maupun putriku sedang melaksanakan tugas kami, dan kami telah menjauhkan diri dari berbagai pencobaan serta serangan tren jahat di masyarakat. Putriku tidak lagi merasa tertekan atau menderita, dan hatiku juga merasa lega dan merdeka. Dalam tugasnya, saudara-saudari membantu putriku dengan kasih; tidak ada saling menipu, dan semua orang memperlakukan satu sama lain dengan tulus. Putriku memiliki kebiasaan buruk, dan para saudari dengan sabar menunjukkan serta membantunya, dan dalam waktu kurang dari setengah tahun, putriku berhasil memperbaiki banyak kebiasaan buruknya. Terkadang, putriku melihat masalahku dan mengambil inisiatif untuk mempersekutukan kebenaran denganku. Ketika melihat putriku menempuh jalan yang benar serta membuat kemajuan dan perubahan, aku bersyukur kepada Tuhan dari lubuk hatiku! Jika bukan karena firman Tuhan yang membimbing kami, aku dan putriku pasti masih hidup dalam penderitaan yang disebabkan oleh Iblis, dan kami pasti hanya akan terus memberontak terhadap Tuhan dan makin jauh dari-Nya, dan pada akhirnya, kami akan binasa bersama Iblis. Syukur kepada Tuhan karena telah menyelamatkan kami!

Sebelumnya:  72. Akhirnya Aku Keluar dari Bayang-Bayang Rasa Minder

Selanjutnya:  83. Jangan Biarkan Kemalasan Menghancurkanmu

Konten Terkait

54. Peperangan Rohani

Oleh Saudara Yang Zhi, AmerikaTuhan Yang Mahakuasa berkata: "Sejak manusia percaya kepada Tuhan, mereka telah menyimpan banyak niat yang...

Pengaturan

  • Teks
  • Tema

Warna Solid

Tema

Jenis Huruf

Ukuran Huruf

Spasi Baris

Spasi Baris

Lebar laman

Isi

Cari

  • Cari Teks Ini
  • Cari Buku Ini

Connect with us on Messenger