86. Apa yang Kukhawatirkan Saat Menghindari Tugasku
Pada tahun 2022, aku dipilih menjadi anggota kelompok pengambil keputusan distrik yang bertanggung jawab atas pekerjaan di beberapa gereja. Karena aku bisa berbahasa Vietnam dan Mandarin, aku sering membantu saudara-saudari menerjemahkan, jadi aku tidak punya banyak waktu untuk menindaklanjuti pekerjaan gereja. Aku sangat cemas. Beberapa pemimpin gereja baru mulai dibina dan tidak tahu bagaimana melaksanakan pekerjaan mereka. Jika aku tidak membina para pemimpin gereja sesegera mungkin, aku harus melakukan sebagian besar pekerjaan sendiri. Itu akan sangat sibuk dan melelahkan. Aku bersikap sangat menentang terhadap lingkungan seperti ini. Setiap kali ada orang yang memintaku menerjemahkan, aku ingin mengabaikan mereka jika hal itu tidak menyangkut pekerjaan gereja yang menjadi tanggung jawabku.
Pada akhir tahun 2022, diadakan pemilihan untuk jabatan pemimpin dan wakil pemimpin kelompok pengambil keputusan distrik. Aku berpikir, "Aku sudah cukup sibuk dengan bertanggung jawab atas pekerjaan gereja-gereja ini. Jika aku terpilih menjadi pemimpin kelompok, lingkup tanggung jawabku akan makin luas. Bukankah pekerjaanku akan makin menyibukkan? Jika aku tidak terpilih, hal itu bagus. Dengan begitu, aku tidak perlu terlalu khawatir dan dagingku tidak akan terlalu lelah." Karena itu, aku mengatakan kepada para pemimpin bahwa aku tidak ingin mencalonkan diri dalam pemilihan. Namun, ketika hasil pemungutan suara diumumkan, aku terpilih sebagai pemimpin kelompok pengambil keputusan distrik. Aku pun mencari-cari alasan, dengan berkata, "Aku adalah orang yang tidak punya rasa terbeban. Aku malas dan tidak melaksanakan pekerjaan nyata. Aku juga cukup licik." Aku bahkan memberi contoh tentang bagaimana aku bersikap licik. Lalu aku berkata, "Aku masih muda dan tidak stabil, serta tidak cocok menjadi pemimpin kelompok. Biarlah saudara atau saudari lain yang melakukannya." Seorang saudari berkata, "Kau sudah mulai berkompromi bahkan sebelum mulai melaksanakan tugasmu. Kau sudah terkekang dan terikat oleh daging." Hatiku terasa tertusuk saat mendengar saudari itu berkata demikian. Setelah pertemuan, hatiku merasa sangat tertekan. Aku tahu bahwa menghindari tugas merupakan pemberontakan terhadap Tuhan dan menunjukkan hati yang tidak tunduk kepada-Nya. Setelah itu, aku mulai merenungkan diriku. Aku teringat pada satu bagian firman Tuhan: "Perwujudan yang terpenting dari orang jujur adalah mencari dan menerapkan kebenaran dalam segala hal—inilah hal yang paling krusial. Engkau berkata bahwa engkau orang yang jujur, tetapi engkau selalu mengesampingkan firman Tuhan dan hanya berbuat sekehendak hatimu. Seperti itukah perwujudan orang yang jujur? Engkau berkata, 'Meskipun kualitas kemampuanku buruk, aku memiliki hati yang jujur.' Namun, ketika sebuah tugas diberikan kepadamu, engkau takut menderita dan memikul pertanggungjawaban jika tidak melaksanakannya dengan baik, sehingga engkau membuat alasan untuk melalaikan tugasmu atau menyarankan agar orang lain saja yang melakukannya. Seperti inikah perwujudan orang yang jujur? Jelas bukan. Jadi, bagaimanakah seharusnya perilaku orang jujur? Mereka harus tunduk pada pengaturan Tuhan, setia dalam melaksanakan tugas yang sudah seharusnya mereka laksanakan, dan berusaha keras memenuhi maksud Tuhan. Ini terwujud dengan sendirinya dalam beberapa tindakan: Pertama, engkau menerima tugasmu dengan hati yang jujur, tidak memikirkan kepentingan dagingmu, tidak setengah hati dalam melakukannya, dan tidak berencana licik demi keuntunganmu sendiri. Tindakan-tindakan tersebut adalah perwujudan kejujuran. Tindakan lainnya adalah engkau mengerahkan segenap hati dan kekuatanmu agar dapat melaksanakan tugasmu dengan baik, melakukan segala sesuatu dengan benar, dan mengerahkan hati dan kasihmu pada tugasmu agar dapat memuaskan Tuhan. Perwujudan inilah yang seharusnya ditunjukkan oleh orang jujur dalam melaksanakan tugas mereka. Jika engkau mengerti dan tahu apa yang harus kaulakukan, tetapi engkau tidak melakukannya, berarti engkau tidak sedang mengerahkan segenap hati dan kekuatanmu dalam tugasmu. Sebaliknya engkau sedang bersikap licik dan malas. Apakah orang yang melaksanakan tugasnya dengan cara seperti ini jujur? Sama sekali tidak. Tuhan tidak memakai orang yang licin dan pandai menipu seperti itu; mereka harus disingkirkan. Tuhan hanya menggunakan orang yang jujur untuk melaksanakan tugas. Bahkan orang-orang yang berjerih payah yang setia pun harus jujur. Orang-orang yang selalu asal-asalan, licik dan mencari cara untuk bermalas-malasan semuanya adalah orang yang licik, dan semuanya adalah setan. Tak seorang pun dari mereka benar-benar percaya kepada Tuhan, dan mereka semua akan disingkirkan. Ada orang-orang yang beranggapan, 'Menjadi orang jujur itu hanyalah berarti mengatakan yang sebenarnya dan tidak berbohong. Menjadi orang jujur itu sebenarnya mudah.' Bagaimana pandanganmu terhadap pernyataan ini? Apakah menjadi orang jujur sedemikian terbatas cakupannya? Sama sekali tidak. Engkau harus mengungkapkan isi hatimu dan menyerahkannya kepada Tuhan; inilah sikap yang harus dimiliki orang jujur. Itulah sebabnya hati yang jujur itu sangat berharga. Mengapa sangat berharga? Karena hati yang jujur mampu mengendalikan perilakumu dan mengubah keadaanmu. Hati yang jujur mampu menuntunmu untuk membuat pilihan yang benar, untuk tunduk kepada Tuhan dan memperoleh perkenanan-Nya. Hati yang seperti ini sangat berharga. Jika engkau memiliki hati yang jujur seperti ini, maka engkau harus hidup seperti itu, dengan cara itulah engkau harus berperilaku, dan dengan cara itulah engkau harus mendedikasikan dirimu" (Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Bagian Tiga"). Dari firman Tuhan, aku melihat bahwa apa pun tugas yang dipercayakan kepada orang jujur, entah itu bermanfaat bagi mereka atau tidak, atau sebesar apa pun penderitaan yang akan ditanggung oleh tubuh mereka, mereka akan menerimanya dengan hati yang jujur. Setelah itu, mereka berusaha semaksimal mungkin untuk melakukan apa pun yang mereka mampu, tanpa memikirkan kepentingan diri sendiri, hanya memikirkan bagaimana cara menyenangkan Tuhan. Hanya orang semacam inilah yang merupakan orang jujur yang dikasihi Tuhan. Aku ingin menghindar dan menarik diri dari pemilihan karena aku tidak ingin menderita atau membayar harga. Setelah aku terpilih sebagai pemimpin kelompok, aku merasa enggan melaksanakannya karena aku tahu bahwa ini adalah tugas yang sangat penting dan aku akan bertanggung jawab atas banyak pekerjaan, maka untuk melakukannya dengan baik, dagingku harus banyak menderita dan aku harus sering merasa khawatir. Aku pun mencari cara untuk menghindarinya. Aku bahkan menggunakan usiaku yang masih muda, ketidakstabilanku, dan watakku yang licik sebagai alasan, mengatakan bahwa aku tidak cocok menjadi pemimpin kelompok. Rumah Tuhan telah membinaku sejak begitu lama, tetapi pada situasi genting, aku justru menghindari tugasku. Aku tidak memiliki sedikit pun hati nurani maupun nalar. Aku benar-benar sangat egois dan licik! Sebagai makhluk ciptaan, aku bahkan tidak mau melaksanakan tugas yang seharusnya kulaksanakan. Apa artinya hidup seperti itu? Saat itu, aku teringat beberapa baris dari sebuah lagu pujian: "Manusia bahkan tidak memberikan sedikit pun penghiburan kepada Tuhan, dan Dia belum menerima kasih sejati dari manusia sampai hari ini." Air mataku mengalir dan aku mencari lagu pujian itu.
Kasih Tuhan untuk Umat Manusia Benar dan Nyata
1 Kasih Tuhan kepada manusia terutama diwujudkan dalam pekerjaan-Nya yang dilakukan dalam daging, diwujudkan-Nya dengan menyelamatkan manusia secara pribadi, berfirman kepada manusia dengan berhadapan muka, dan hidup bersama mereka. Tidak ada jarak sedikit pun, dan tidak ada kepura-puraan, ini nyata. Dia menyelamatkan manusia sampai sedemikian rupa hingga Dia mampu menjadi daging dan menghabiskan tahun-tahun penuh penderitaan bersama manusia di dunia ini, semua itu adalah karena kasih dan belas kasihan-Nya terhadap manusia.
2 Kasih Tuhan kepada manusia tidak bersyarat dan tidak menuntut. Apa yang dapat Dia terima dari mereka sebagai imbalannya? Manusia bersikap dingin terhadap Tuhan. Siapa yang dapat memperlakukan Tuhan sebagai Tuhan? Manusia bahkan tidak memberikan sedikit pun penghiburan kepada Tuhan, dan Dia belum menerima kasih sejati dari manusia sampai hari ini. Tuhan tetap memberi tanpa pamrih dan membekali tanpa pamrih.
—Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Tahukah Engkau Kasih Tuhan bagi Umat Manusia?"
Setelah mendengarkan lagu pujian itu, aku merasa sangat tersentuh dan agak bersalah. Aku tidak bisa menahan tangisku. Kasih Tuhan begitu benar dan nyata. Tuhan begitu mahatinggi, kudus, dan agung. Namun, demi menyelamatkan umat manusia, Dia secara pribadi menjadi daging untuk datang ke dunia manusia, hidup bersama umat manusia yang rusak, mengungkapkan kebenaran untuk menyediakan kebutuhan orang-orang dan membimbing mereka, serta mengatur berbagai lingkungan untuk memurnikan dan mentahirkan manusia. Tuhan sepenuh hati terhadap manusia. Namun, aku tidak bersedia memikul beban berat dalam melaksanakan tugasku dan tidak mau membayar harga sekecil apa pun atau menderita sedikit saja. Aku merasa sangat berutang kepada Tuhan. Tuhan telah memberiku begitu banyak, tetapi aku tidak memperhatikan maksud Tuhan dan hanya mempertimbangkan kepentinganku sendiri, menghindari tugasku karena khawatir dagingku akan menderita. Aku benar-benar sama sekali tidak memiliki hati nurani!
Aku membaca satu bagian lain dari firman Tuhan: "Tugas apa pun yang kaulaksanakan dan amanat apa pun yang kauterima dari Tuhan, tuntutan-Nya terhadapmu tidak berubah. Setelah engkau memahami tuntutan Tuhan, engkau harus menerapkannya, melaksanakan tugasmu, dan menyelesaikan amanat Tuhan sesuai dengan tuntutan-Nya yang telah kaupahami, entah saat Dia berada di sampingmu atau sedang memeriksa dirimu atau tidak. Hanya dengan cara inilah engkau dapat benar-benar menjadi penguasa segala sesuatu, yang kepadanya Tuhan dapat memercayakan sesuatu, yang memenuhi standar, dan yang layak menerima amanat-Nya. ... Berfokus sajalah pada firman Tuhan dan tuntutan-Nya, dan dapat mengejar kebenaran, melaksanakan tugasmu dengan baik, memenuhi maksud Tuhan, dan jangan mengecewakan penantian Tuhan selama enam ribu tahun, dan kerinduan-Nya selama enam ribu tahun. Berilah Tuhan sedikit penghiburan; biarlah Dia melihat harapan dalam dirimu, dan biarlah keinginan-Nya terwujud dalam dirimu. Katakan kepada-Ku, apakah Tuhan akan memperlakukanmu dengan tidak adil jika engkau melakukannya? Tentu saja tidak!" (Firman, Jilid 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran, "Mengapa Manusia Harus Mengejar Kebenaran"). Dari firman Tuhan, aku sungguh merasakan betapa maksud Tuhan adalah agar kita mengejar kebenaran, melaksanakan tugas kita dengan baik, dan tunduk kepada Tuhan, menjadi makhluk ciptaan yang sejati dan mampu memercayakan hati kita kepada Tuhan serta sepikir dengan-Nya. Inilah yang paling ingin dilihat oleh Tuhan. Ketika aku terpilih menjadi pemimpin kelompok pengambil keputusan distrik, Tuhan bermaksud agar aku mencari kebenaran saat melaksanakan tugasku dan berlatih bersekutu tentang kebenaran untuk menyelesaikan masalah. Selain itu, aku akan belajar untuk melakukan pekerjaan dengan sungguh-sungguh dan memikul tanggung jawabnya, sehingga pada akhirnya, aku mampu melaksanakan tugasku dengan baik, memperoleh kebenaran, dan diselamatkan oleh Tuhan. Ketika memahami hal ini, aku merasa sangat bersalah. Aku menyesal tidak menghargai kesempatan yang telah Tuhan berikan kepadaku dan tidak menerima tugasku. Aku sungguh berharap Tuhan memberiku kesempatan lagi! Aku bertekad bahwa jika aku mendapat kesempatan lagi, aku pasti akan tunduk dan tidak akan memberontak terhadap Tuhan dengan cara seperti itu lagi. Oleh karena itu, aku berdoa kepada Tuhan, "Ya Tuhan, aku bersedia tunduk pada semua pengaturan-Mu. Ke depannya, aku bersedia menerima tugas apa pun dan melaksanakannya dengan baik." Kemudian, para pemimpin di tingkat atas tidak menyetujui pengunduran diriku dan memintaku tetap menjadi pemimpin kelompok. Ketika aku melihat hasil tersebut, aku sangat gembira. Tuhan telah mengetahui hatiku dan memberiku kesempatan lagi; aku harus menghargainya! Setelah itu, aku mulai aktif menindaklanjuti pekerjaan. Setiap malam setelah pertemuan selesai, aku merangkum berbagai masalah dalam pekerjaan bersama saudara-saudari di kelompok pengambil keputusan. Meskipun terkadang ada banyak pekerjaan dan dagingku sedikit lelah, aku tidak menghindari tugasku seperti yang kulakukan sebelumnya.
Pada tahun 2023, diadakan pemilihan pemimpin dan diaken karena beberapa gereja mengalami reorganisasi, lalu beban kerjaku pun bertambah banyak. Aku harus menangani semua pekerjaan itu sendiri dan sibuk hingga larut malam setiap hari. Selama waktu itu, aku merasa semua ini terlalu merepotkan dan sangat melelahkan. Tak lama kemudian, gereja mengadakan pemilihan putaran baru. Aku ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk mundur dari posisiku dalam kelompok pengambil keputusan distrik dan melaksanakan tugas yang lebih ringan. Pada saat itu, aku menyadari bahwa aku ingin memikirkan dagingku lagi. Aku pun berseru kepada Tuhan dalam hatiku, "Ya Tuhan, kiranya Engkau menuntunku agar aku mampu menerapkan kebenaran." Saat itu, dua lagu pujian firman Tuhan terlintas di benakku.
Tuhan Hargai Mereka yang Mendengar dan Mematuhi-Nya
Bagi Tuhan, tidak masalah apakah seseorang itu hebat atau tidak penting, selama mereka dapat mendengarkan Dia, tunduk pada perintah-Nya, melakukan apa yang Ia percayakan, dan dapat bekerja sama dengan pekerjaan, kehendak, dan rencana-Nya, sehingga kehendak dan rencana-Nya dapat dipenuhi dengan lancar, maka perilaku tersebut layak untuk diingat oleh-Nya dan layak untuk menerima berkat-Nya. Tuhan menganggap orang-orang semacam itu sangat berharga; dan Dia menghargai tindakan mereka, dan Dia menghargai ketulusan serta hati yang mereka perlihatkan kepada-Nya. Inilah sikap Tuhan.
—Firman, Jilid 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri I"
Fokus Tuhan adalah Hati Manusia
Ketika seseorang menerima apa yang Tuhan percayakan kepadanya, Tuhan punya standar untuk menilai apakah tindakan orang itu baik atau buruk, apakah orang itu sudah tunduk atau belum, apakah orang itu sudah memuaskan maksud Tuhan atau belum, dan apakah yang mereka kerjakan itu sudah memenuhi standar atau belum. Yang Tuhan pedulikan adalah hati manusia, bukan tindakan mereka di permukaan. Tidaklah benar bahwa Tuhan harus memberkati seseorang selama mereka melakukan sesuatu, terlepas dari bagaimana mereka melakukannya. Ini adalah kesalahpahaman yang orang miliki tentang Tuhan. Tuhan tidak hanya memandang hasil akhir dari sesuatu, tetapi lebih menekankan pada bagaimana hati orang tersebut dan bagaimana sikap orang tersebut selama perkembangan dari sesuatu tersebut, dan Ia memandang apakah ada ketundukan, pertimbangan, dan keinginan untuk memuaskan Tuhan di hati mereka atau tidak.
—Firman, Jilid 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri I"
Firman Tuhan sungguh menyentuh hatiku, terutama saat aku membaca bagian berikut: "Tuhan tidak hanya memandang hasil akhir dari sesuatu, tetapi lebih menekankan pada bagaimana hati orang tersebut dan bagaimana sikap orang tersebut selama perkembangan dari sesuatu tersebut, dan Ia memandang apakah ada ketundukan, pertimbangan, dan keinginan untuk memuaskan Tuhan di hati mereka atau tidak." Aku memahami bahwa yang Tuhan perhatikan adalah hati manusia. Setiap kali terjadi sesuatu, yang ingin Tuhan lihat adalah apakah hati manusia tunduk dan penuh perhatian kepada Tuhan, serta apakah mereka dapat melepaskan kepentingan mereka sendiri demi menyenangkan Tuhan. Setiap kali aku mendapat pekerjaan penting atau menghadapi pemilihan umum, alih-alih memikirkan bagaimana cara memenuhi maksud Tuhan, aku hanya memikirkan bagaimana cara untuk mengelak, menghindari penderitaan daging, dan mengambil tanggung jawab yang lebih sedikit. Aku sungguh tidak memiliki hati nurani. Begitu egois dan hina! Sekarang, gereja sedang mengadakan pemilihan baru dan aku setidaknya harus memiliki sikap tunduk. Jika aku terpilih, itu karena Tuhan telah meninggikan diriku. Jika aku tidak terpilih, itu berarti ada pelajaran yang harus kupetik. Apa pun itu, aku harus tunduk. Saat aku memikirkan hal tersebut, hatiku menjadi jauh lebih tenang, lalu aku pun ikut serta dalam pemilihan. Akhirnya, aku terpilih sebagai anggota kelompok pengambil keputusan distrik. Hatiku bisa tunduk.
Kemudian, aku membaca satu bagian firman Tuhan dan memahami mengapa aku terus mempertimbangkan daging dan menghindari tugasku. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Berkenaan dengan daging, makin engkau memihaknya, dia akan makin serakah. Daging layak menanggung sedikit penderitaan. Orang yang menanggung sedikit penderitaan akan menempuh jalan yang benar dan bekerja dengan baik. Jika daging tidak menanggung penderitaan, mendambakan kenyamanan, dan bertumbuh dalam kenyamanan, orang tak akan mencapai apa pun dan mustahil memperoleh kebenaran. Jika orang menghadapi bencana alam dan bencana lain akibat ulah manusia, mereka akan menjadi tak berakal sehat dan tak bernalar. Seiring berjalannya waktu, mereka hanya akan makin bejat. Apakah contohnya banyak? Engkau bisa melihat di antara orang tidak percaya, ada banyak penyanyi dan bintang film yang rela menanggung penderitaan dan mengabdikan diri pada pekerjaan mereka sebelum menjadi tenar. Namun, setelah mendapat ketenaran dan mulai menghasilkan banyak uang, mereka tidak menempuh jalan yang benar. Ada yang memakai narkoba, ada pula yang bunuh diri, hidup mereka pun menjadi pendek. Apa yang menyebabkan hal ini? Mereka menikmati kesenangan materi secara berlebihan, terlalu merasa nyaman, dan tidak tahu bagaimana menikmati atau mencari sensasi. Ada di antara mereka yang beralih ke narkoba demi mencari kegembiraan dan kesenangan yang lebih tinggi, dan lambat laun, mereka menjadi ketergantungan. Ada yang meninggal karena overdosis, dan yang lainnya, karena tak tahu cara melepaskan diri dari jerat narkoba, berakhir bunuh diri. Ada begitu banyak contohnya. Tidak peduli seberapa layak engkau makan, seberapa elok engkau berpakaian, seberapa baik engkau hidup, seberapa banyak engkau menikmati dirimu sendiri, atau seberapa nyaman hidupmu, dan tidak peduli seberapa banyak keinginanmu yang terpuaskan, pada akhirnya, itu semua hanyalah kekosongan, yang menghasilkan kehancuran. Apakah kebahagiaan yang dicari orang tidak percaya adalah kebahagiaan yang sesungguhnya? Sebenarnya, itu bukanlah kebahagiaan, melainkan khayalan manusia, bentuk kemerosotan, jalan yang membuat orang menjadi bejat. Apa yang disebut sebagai kebahagiaan yang dikejar manusia adalah palsu. Sebenarnya, itu adalah penderitaan. Itu bukanlah tujuan yang harus dikejar manusia, pun tak ada nilai kehidupan di sana. Beberapa cara dan metode yang digunakan Iblis untuk merusak manusia adalah dengan membuat mereka mencari kepuasan daging dan menuruti hawa nafsu sebagai tujuan. Dengan cara ini, Iblis membuat manusia mati rasa. Dia membujuk dan merusak mereka serta membuat mereka seolah-olah merasa bahagia, dan menuntun mereka untuk mengejar tujuan itu. Manusia percaya bahwa memperoleh hal-hal itu artinya memperoleh kebahagiaan, jadi semua orang berusaha sekuat tenaga untuk mengejar tujuan itu. Kemudian, setelah mereka berhasil memperolehnya, bukan kebahagiaan yang mereka rasakan, tetapi kekosongan dan rasa sakit. Ini membuktikan bahwa itu bukanlah jalan yang benar, tetapi jalan menuju kematian" (Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Bagian Tiga"). Dari firman Tuhan, aku memahami bahwa alasan mengapa aku terus-menerus mendambakan kenyamanan adalah karena watakku terlalu rusak. Aku telah sangat dipengaruhi dan dibentuk oleh masyarakat serta keluargaku. Aku juga percaya bahwa mendambakan kenyamanan daging berarti memperlakukan diri sendiri dengan baik. Aku sering mendengar orang berkata, "Manusia harus hidup untuk dirinya sendiri, untuk membuat tubuhnya nyaman dan tenang. Mereka tidak perlu hidup demi orang lain. Itulah yang disebut pintar." Orang tuaku juga sering berkata, "Apa pun yang kita lakukan, tujuannya adalah untuk menikmati hidup yang nyaman tanpa penderitaan atau kelelahan. Bukankah tujuan hidup adalah untuk menikmati hidup?" Lambat laun, aku menerima pandangan yang salah ini. Pandangan ini menjadi prinsipku dalam bertindak dan tujuan pengejaranku. Ketika masih sekolah, aku hanya ingin belajar hal-hal yang mudah. Aku tidak mau mempelajari apa pun yang perlu banyak berpikir. Sebagai contoh, aku sangat enggan mempelajari mata pelajaran seperti matematika yang menurutku sangat menguras otak. Setelah aku mulai percaya kepada Tuhan, meskipun aku melaksanakan tugas di gereja, aku tetap mengejar kenyamanan daging. Aku enggan memikul beban berat dalam melaksanakan tugasku dan tidak ingin melaksanakan tugas yang mengharuskanku untuk banyak berpikir atau menanggung penderitaan daging. Aku hanya ingin melaksanakan tugas-tugas yang ringan dan mudah. Begitu diminta melaksanakan tugas yang sulit atau melibatkan beban kerja yang berat, aku ingin menghindarinya. Misalnya, ketika pertama kali terpilih sebagai pemimpin kelompok pengambil keputusan distrik, aku mencari banyak alasan dan secara sengaja menyebutkan kerusakan serta kekuranganku agar aku tidak terpilih sebagai pemimpin kelompok, karena aku takut kalau aku menjadi pemimpin kelompok, aku akan terlalu sibuk dan tubuhku akan lelah. Pada pemilihan berikutnya, aku masih mempertimbangkan dagingku. Aku berpikir bahwa jika aku terpilih lagi menjadi pemimpin kelompok, aku harus terus bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan distrik. Selain itu, akan lebih mudah jika aku hanya menjadi anggota kelompok pengambil keputusan. Aku hanya memikirkan kepentingan dagingku sendiri, tidak pernah memikirkan maksud Tuhan, dan terus-menerus menghindari tugasku agar dagingku tidak menderita. Perilaku ini adalah pemberontakan terhadap Tuhan dan pengkhianatan terhadap-Nya. Jika aku tidak bertobat dan terus hidup berdasarkan pemikiran serta pandangan Iblis ini, pada akhirnya, aku bukan hanya tidak akan memperoleh kebenaran atau tidak bisa mengubah watak rusakku, melainkan aku juga akan jatuh ke dalam malapetaka dan hancur. Seperti yang difirmankan Tuhan: "Beberapa cara dan metode yang digunakan Iblis untuk merusak manusia adalah dengan membuat mereka mencari kepuasan daging dan menuruti hawa nafsu sebagai tujuan. Dengan cara ini, Iblis membuat manusia mati rasa. Dia membujuk dan merusak mereka serta membuat mereka seolah-olah merasa bahagia, dan menuntun mereka untuk mengejar tujuan itu. Manusia percaya bahwa memperoleh hal-hal itu artinya memperoleh kebahagiaan, jadi semua orang berusaha sekuat tenaga untuk mengejar tujuan itu. Kemudian, setelah mereka berhasil memperolehnya, bukan kebahagiaan yang mereka rasakan, tetapi kekosongan dan rasa sakit. Ini membuktikan bahwa itu bukanlah jalan yang benar, tetapi jalan menuju kematian." Iblis menggoda dan merusak manusia melalui pengejaran akan kenyamanan daging, membuat mereka percaya bahwa hanya dengan memuaskan daginglah mereka bisa memperoleh kebahagiaan. Padahal, betapa pun nyamannya hidup seseorang atau sebesar apa pun kenikmatan daging yang mereka rasakan, jauh di dalam hatinya, dia masih merasa kosong dan sengsara. Aku selalu mengejar kenyamanan daging dan tidak ingin melaksanakan tugas yang melibatkan beban kerja yang berat. Aku berpikir bahwa dengan cara ini, tubuhku bisa sedikit lebih nyaman dan akan memiliki lebih banyak waktu untuk beristirahat atau melakukan hal-hal yang kusukai. Namun, setelah aku menolak tugas sebagai pemimpin kelompok, hatiku tidak tenang. Sebaliknya, aku merasakan kesengsaraan yang mendalam dan menyalahkan diriku sendiri. Perasaan ini tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Aku tahu bahwa karena aku telah memberontak terhadap Tuhan, aku telah kehilangan hadirat-Nya. Aku mengalami sendiri bahwa mengejar kenyamanan daging bukanlah jalan yang benar. Hal itu hanya akan membuat orang makin bejat dan makin menentang Tuhan.
Pada bulan April 2024, karena kebutuhan pekerjaan, seorang pengkhotbah di wilayah tanggung jawabku dipindahkan ke tempat lain untuk melaksanakan tugasnya. Untuk sementara waktu, aku harus menindaklanjuti pekerjaan yang sebelumnya menjadi tanggung jawabnya. Aku pun merasa agak khawatir. Ada begitu banyak pekerjaan yang harus dilakukan. Ini pasti akan sangat melelahkan! Saat itu, aku menyadari bahwa aku ingin memikirkan dagingku lagi, maka aku pun berdoa dalam hati kepada Tuhan agar Dia membimbingku untuk dapat tunduk. Kemudian, aku membaca satu bagian firman Tuhan dan menemukan jalan penerapan. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Semua orang dewasa harus memikul tanggung jawab orang dewasa, sebesar apa pun tekanan yang mereka hadapi, seperti kesukaran, penyakit, dan bahkan berbagai kesulitan—semua ini adalah hal-hal yang harus dialami dan ditanggung oleh semua orang. Semua ini adalah bagian dari kehidupan manusia normal. Jika engkau tidak mampu menahan tekanan atau menanggung penderitaan, itu berarti engkau terlalu rapuh dan tidak berguna. Siapa pun yang hidup harus menanggung penderitaan ini, dan tak seorang pun dapat menghindarinya. Baik di tengah masyarakat maupun di rumah Tuhan, itu sama untuk semua orang. Ini adalah tanggung jawab yang harus kaupikul, beban berat yang harus dipikul oleh orang dewasa, sesuatu yang sudah seharusnya mereka pikul, dan engkau tidak boleh menghindarinya. Jika engkau selalu berusaha melarikan diri atau menyingkirkan semua ini, maka perasaan tertekanmu akan muncul, dan engkau akan selalu terjerat olehnya. Namun, jika engkau mampu memahami dan menerima semua ini dengan benar, dan memandangnya sebagai bagian penting dari kehidupan dan kelangsungan hidupmu, maka masalah ini seharusnya tidak menjadi alasan bagimu untuk memiliki emosi negatif. Di satu sisi, engkau harus belajar memikul tanggung jawab dan kewajiban yang seharusnya dimiliki dan dipikul oleh orang dewasa. Di sisi lain, engkau harus belajar untuk hidup berdampingan secara harmonis dengan orang lain di lingkungan hidup dan lingkungan pekerjaanmu dengan memiliki kemanusiaan yang normal. Jangan hanya berbuat sekehendak hatimu. Apa tujuan hidup berdampingan secara harmonis? Tujuannya adalah untuk menyelesaikan pekerjaan dengan lebih baik dan memenuhi kewajiban dan tanggung jawab yang seharusnya kauselesaikan dan penuhi sebagai orang dewasa dengan baik, untuk meminimalkan kerugian yang disebabkan oleh masalah yang kauhadapi dalam pekerjaanmu, dan untuk memaksimalkan hasil dan efisiensi pekerjaanmu. Inilah yang seharusnya kaucapai. Jika engkau memiliki kemanusiaan yang normal, engkau harus mencapai hal ini saat bekerja di antara orang-orang. Mengenai tekanan pekerjaan, apakah itu berasal dari Yang di Atas atau dari rumah Tuhan, atau jika tekanan itu diberikan kepadamu oleh saudara-saudarimu, itu adalah sesuatu yang harus kautanggung. Engkau tidak boleh berkata, 'Ini terlalu menekanku, jadi aku tidak mau melakukannya. Aku hanya mencari hiburan, kesenangan, kebahagiaan, dan kenyamanan dalam melaksanakan tugasku dan bekerja di rumah Tuhan.' Ini tidak dapat diterima; orang dewasa yang normal tidak boleh memiliki pemikiran seperti ini, dan rumah Tuhan bukanlah tempat bagimu untuk bersenang-senang. Semua orang menghadapi tekanan dan risiko tertentu dalam hidup dan pekerjaan mereka. Dalam pekerjaan apa pun, terutama dalam melaksanakan tugasmu di rumah Tuhan, engkau harus berusaha untuk memperoleh hasil yang optimal. Pada tingkat yang lebih tinggi, ini adalah ajaran dan tuntutan Tuhan. Pada tingkat yang lebih kecil, ini adalah sikap, sudut pandang, standar, dan prinsip yang seharusnya setiap orang miliki dalam cara mereka berperilaku dan bertindak. Ketika engkau melaksanakan tugas di rumah Tuhan, engkau harus belajar mematuhi aturan dan sistem rumah Tuhan, engkau harus belajar mematuhi, mempelajari aturan, dan berperilaku dengan cara yang baik. Ini adalah bagian penting dari cara orang berperilaku" (Firman, Jilid 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran, "Cara Mengejar Kebenaran (5)"). Setelah membaca firman Tuhan, aku memahami bahwa sebagai orang dewasa, kita semua memiliki tanggung jawab dan kewajiban masing-masing, baik di rumah Tuhan maupun di dunia orang tidak percaya. Inilah yang seharusnya dipikul oleh orang yang normal. Dalam proses pelaksanaan tugas, meskipun daging harus menderita, membayar harga, dan menanggung tekanan, semua itu adalah tanggung jawab yang memang harus dipikul oleh orang dewasa. Aku tidak boleh takut menderita, juga tidak boleh menghindari tugas ketika aku menganggap tugas itu sulit. Sikap seperti itu benar-benar sangat tidak memiliki hati nurani dan kemanusiaan. Oleh karena itu, aku dengan sadar berdoa kepada Tuhan untuk memberontak terhadap daging dan perlahan-lahan mampu tunduk pada lingkungan ini.
Melalui pengalaman ini, aku memahami bahwa walaupun dagingku menderita dan terasa lelah ketika melakukan pekerjaan di gereja, aku justru memperoleh banyak hal. Aku menyadari bahwa ketika sesuatu terjadi padaku, aku harus mencari prinsip-prinsip kebenaran. Kemanusiaanku pun menjadi jauh lebih matang, dari yang awalnya selalu mengandalkan orang lain, kini aku telah belajar untuk bekerja secara mandiri. Ketika saudara-saudari menghadapi kesulitan atau memiliki gagasan, aku juga bisa menemukan kebenaran yang relevan untuk dipersekutukan dan menyelesaikannya. Meskipun beban tugasku kini lebih berat daripada sebelumnya, aku juga telah memperoleh dan mendapatkan lebih banyak hal. Semua ini adalah kasih karunia istimewa dari Tuhan. Syukur kepada Tuhan!