87. Aku Telah Terlepas dari Belenggu Ketenaran dan Keuntungan
Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Karena orang tidak mengetahui pengaturan Tuhan dan kedaulatan Tuhan, mereka selalu menghadapi nasib dengan emosi yang menentang dan sikap memberontak, dan mereka selalu ingin melepaskan diri dari otoritas dan kedaulatan Tuhan serta pengaturan nasib, berharap dengan sia-sia untuk mengubah keadaan mereka saat ini dan mengubah nasib mereka. Namun, mereka tidak pernah bisa berhasil dan selalu menemui jalan buntu. Pergumulan ini, yang terjadi jauh di dalam jiwa mereka, menyebabkan mereka menderita, dan penderitaan ini menusuk ke dalam tulang-tulang mereka, dan pada saat yang sama membuat mereka menyia-nyiakan hidup mereka. Apa penyebab penderitaan ini? Apakah karena kedaulatan Tuhan, ataukah karena seseorang dilahirkan tidak beruntung? Jelaslah bahwa keduanya tidak benar. Pada dasarnya, ini disebabkan oleh jalan yang orang tempuh, cara-cara yang mereka pilih untuk menjalani hidup mereka. Ada orang-orang yang mungkin belum pernah mengalami hal-hal ini. Namun, ketika engkau benar-benar mengenal dan mengakui bahwa Tuhanlah yang berdaulat atas nasib manusia, ketika engkau benar-benar memahami bahwa segala sesuatu yang atasnya Tuhan berdaulat dan atur bagimu sangat bermanfaat dan merupakan perlindungan yang besar bagimu, engkau akan merasa penderitaanmu perlahan-lahan mereda, dan seluruh keberadaan dirimu perlahan-lahan menjadi santai, bebas, terlepas" (Firman, Jilid 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Tuhan itu Sendiri, Tuhan yang Unik III"). Setiap kali aku melihat bagian firman Tuhan ini, aku teringat pada pengalaman kerja kerasku sebelum ini. Karena tidak memahami kedaulatan Tuhan, aku selalu ingin mengubah nasib dengan usahaku sendiri, menjalani kehidupan yang terhormat dan bergengsi, dengan ketenaran dan keuntungan, serta dikagumi orang lain. Aku percaya bahwa dengan ketenaran dan keuntungan, aku akan memiliki hidup yang bahagia. Setelah mengalami kemunduran dan kegagalan berulang kali, aku baru sadar setelah nyaris meninggal dalam kecelakaan bus. Aku menyadari betapa tidak berdaya dan tidak berartinya manusia di hadapan maut, bahwa sebanyak apa pun uang tidak bisa membeli kehidupan, bahwa pengejaran ketenaran dan keuntungan hanya membawa penderitaan dan kehampaan bagiku, dan bahwa hanya dengan memilih untuk tunduk pada kedaulatan dan penataan Tuhan serta melaksanakan tugasku sebagai makhluk ciptaan, barulah aku dapat menjalani kehidupan yang paling bermakna.
Aku lahir di pedesaan. Saat kecil, aku melihat kakak perempuanku bekerja di laboratorium pabrik pengolahan mineral. Lingkungan kerjanya nyaman dan santai, dan dia bisa bepergian untuk urusan bisnis secara teratur. Setiap kali pulang, dia berpakaian sangat modis dan cantik, serta membawa pulang beberapa oleh-oleh khas dari daerah lain. Semua orang di desa sangat mengaguminya, aku pun ingin sepertinya, pikirku, "Alangkah hebatnya jika kelak aku bisa menjalani kehidupan yang terhormat dan bergengsi seperti itu!" Saat aku lulus SMP, kebetulan pabrik pengolahan mineral tempat kakakku bekerja sedang membuka lowongan, jadi aku pun bekerja di pabrik itu. Karena tingkat pendidikanku rendah dan tidak ada keahlian khusus yang kumiliki, aku hanya bisa bekerja di bengkel. Suara mesin di bengkel memekakkan telinga dan debu beterbangan di mana-mana. Setiap hari aku membawa puluhan kilogram pereaksi kimia naik turun tangga untuk mengisinya. Karena aku alergi terhadap pereaksi kimi, tangan dan wajahku dipenuhi ruam merah. Aku juga harus bekerja giliran sepanjang malam, dan setelah beberapa bulan, wajahku menjadi pucat kekuningan. Pekerjaan fisik yang berat sering kali membuat aku sangat kelelahan. Aku melihat rekan-rekan kerjaku yang punya pekerjaan di bidang teknis menikmati tunjangan dan perumahan terbaik, dan gaji mereka beberapa kali lipat lebih tinggi dariku. Mereka juga sering duduk di kantor, santai membaca koran dan minum teh, berpakaian rapi, penampilannya pun anggun dan tampak berwibawa. Lalu saat melihat diri sendiri, aku merasa lebih rendah dari mereka; aku merasa sangat rendah diri. Aku berpikir, "Aku tidak punya pendidikan dan keahlian, jadi aku hanya bisa melakukan pekerjaan kasar. Aku sangat menyesal karena dahulu tidak belajar giat. Jika saja aku belajar giat dan mendapat ijazah, bukankah aku juga bisa menonjol di antara orang lain dan menjalani kehidupan yang mengagumkan dan diingini orang seperti mereka? Kita semua sama-sama manusia, jadi mengapa aku sangat tidak sukses? Aku tidak mau menghabiskan seluruh hidupku bekerja keras di bengkel." Kemudian, aku mendengar ada kesempatan untuk mengikuti ujian masuk sekolah menengah kejuruan melalui pabrik. Aku relakan waktu istirahatku, bangun awal dan tidur larut malam untuk menghafal buku dan mengerjakan soal latihan. Setelah dua tahun bekerja keras, aku memenuhi syarat untuk masuk sekolah kejuruan. Tiga tahun kemudian, aku mendapatkan ijazah yang kudambakan dan menjadi profesional yang terampil. Kutanggalkan pakaian kerjaku yang berminyak, dan meninggalkan bengkel berdebu menuju pekerjaan kantor yang diidamkan banyak orang. Ketika melihat rekan-rekanku yang masih sibuk di bengkel, aku merasa usahaku selama beberapa tahun ini tidaklah sia-sia. Aku makin yakin dengan pemikiran bahwa, "Kau harus menanggung penderitaan yang sangat besar agar bisa unggul dari yang lain" dan asalkan bekerja keras, aku bisa menjalani hidup yang santai, nyaman, layak, dan bergengsi.
Namun, setibanya di kantor departemen, aku mendapati rekan-rekanku tidak hanya memiliki kualifikasi akademis, tetapi juga gelar profesional. Meskipun pekerjaan kami sama, gajiku paling rendah dibanding dengan yang lain. Selain itu, tanpa gelar profesional, aku tidak akan memenuhi syarat untuk mendapatkan jatah perumahan, status pejabat, atau promosi, dan bisa dipindahkan kembali ke bengkel kapan saja. Jika aku ingin kenaikan gaji dan promosi, aku harus mendapatkan gelar profesional tingkat lanjut. Setelah itu, aku membeli materi ujian untuk mata pelajaran seperti prinsip akuntansi, bahasa Inggris tingkat lanjut, prinsip statistik, dan sebagainya. Ini adalah hal-hal yang belum pernah aku temui sebelumnya, dan sangat sulit bagiku untuk mempelajarinya. Namun, untuk mendapatkan pijakan yang kuat di kantor departemen, aku harus berusaha sekuat tenaga. Kemudian, kucurahkan seluruh tenagaku di luar jam kerja untuk belajar. Agar tidak terganggu, aku bahkan dengan berat hati memutuskan untuk menyerahkan anakku yang berusia satu tahun kepada orang tuaku. Karena tekanan kerja yang tinggi dan latar belakang pendidikanku yang kurang, aku mengikuti ujian selama dua tahun berturut-turut dan keduanya gagal. Rekan-rekanku menertawakanku, dan suamiku menyarankanku untuk tidak melakukan ujian ulang. Namun aku menolak untuk menyerah, dan sering begadang untuk belajar. Awalnya aku menderita gangguan tiroid, dan memerlukan pengobatan jangka panjang. Begadang dalam jangka waktu lama hanya membuat kekebalan tubuhku makin buruk. aku harus diinfus setiap beberapa hari, dan ketika merasa sangat tidak enak badan, aku bahkan harus terengah-engah saat berjalan. Namun, kemudian aku ingat bahwa jika tidak mendapatkan gelar profesional, aku akan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan kenaikan gaji dan promosi. Lalu bukankah semua usahaku selama bertahun-tahun akan sia-sia? Bagaimana aku bisa punya kesempatan untuk menjadi terkemuka di antara orang-orang nantinya? Karena itu, aku hanya bisa mengertakkan gigi dan bertahan. Setelah tiga tahun bekerja keras, aku akhirnya memperoleh kualifikasi profesional tingkat menengah. Dengan "tiket masuk" ini, tidak lama kemudian aku dipromosikan ke jabatan manajemen tingkat menengah. Gajiku juga meningkat, karena aku beralih dari seorang pekerja menjadi kader dalam sekejap. Aku merasa nilai dan statusku telah meningkat; Aku tak bisa mengungkapkan betapa bangganya diriku.
Namun, masa-masa indah ini tidak berlangsung lama. Setelah beberapa tahun, keuntungan pabrik menurun, dan aku di-PHK. Dalam sekejap, aku berubah dari seorang kader menjadi pegawai yang di-PHK. Aku merasa bahwa kemuliaan yang terpancar dari diriku dan masa depanku yang cerah lenyap seketika, dan aku merasa sangat tersesat. Aku tidak rela hidupku menjadi seperti ini. Saat itu, aku membaca di koran bahwa banyak orang memulai bisnis mereka sendiri setelah di-PHK dan akhirnya menjadi bos dan pengusaha, menjalani kehidupan yang didambakan orang-orang. Aku percaya bahwa aku bisa melakukan apa yang bisa mereka lakukan. Oleh karena itu, aku memulai perjalanan wirausahaku sendiri, membuka warung, menjual makanan ringan, menawarkan asuransi, dan sebagainya. Meskipun aku menghasilkan sejumlah uang, aku terlibat dalam sebuah kecelakaan mobil, dan menderita cedera tulang leher. Tak lama setelah itu, suamiku juga di-PHK, orang tuaku jatuh sakit dan dirawat di rumah sakit, dan sedikit uang yang dimiliki keluarga kami habis tak bersisa. Meski menghadapi kemunduran, aku tidak mau menerima kegagalan dan terus mencari peluang. Pada tahun 2004, aku mulai terlibat dengan industri penjualan langsung. Aku mendengar seorang manajer membagikan pengalamannya berwirausaha, tentang perjalanannya dari yang tadinya biasa-biasa saja menjadi sukses dan tentang bagaimana tim penjualannya menjangkau seluruh negeri, dan bagaimana dia menghasilkan ratusan ribu yuan per tahun.... Semangatku membara, dan aku bergabung dengan tim itu tanpa ragu-ragu. Aku terus belajar cara menjual produk dan mengembangkan timku, bermimpi suatu hari nanti bisa menghasilkan banyak uang, menjalani hidup yang kaya dan bebas, dan membagikan pengalaman wirausahaku dengan orang lain. Betapa hebatnya itu nanti!
Tidak lama kemudian, seorang kerabat memberitakan Injil Tuhan di akhir zaman kepadaku. Melalui makan dan minum firman Tuhan, aku mengetahui bahwa Tuhan adalah asal mula segala sesuatu, bahwa tempat tujuan masa depan dan nasib umat manusia ada di tangan Tuhan, juga bahwa manusia hanya bisa memiliki takdir yang baik jika mereka menyembah Tuhan. Karena itu, aku menerima pekerjaan Tuhan Yang Mahakuasa dan mulai mengambil bagian dalam kehidupan gereja. Namun, pada saat itu, aku sedang sangat fokus untuk mengembangkan tim penjualanku, dan takut kalau terlalu sering menghadiri pertemuan akan memengaruhi penjualanku. Jika penjualanku rendah, pendapatanku juga rendah, lalu bagaimana dengan impianku untuk memiliki kehidupan yang bergengsi dan terhormat? Oleh karena itu, aku mendedikasikan sebagian besar waktuku untuk berjualan produk dan memperluas basis pelangganku, sering kali melewatkan pertemuan. Bahkan ketika menghadiri pertemuan, aku selalu mengantuk, dan tidak ada yang masuk ke pikiran sama sekali. Awalnya, aku merasa agak menyesali diri, tetapi ketika melihat jumlah orang di timku terus bertambah karena cermatnya pengelolaanku, bahwa penjualan kami terus membaik, dan aku makin dekat untuk menjadi distributor tingkat menengah, sedikit penyesalan diri di hatiku pun memudar. Kemudian, aku mengunjungi pelanggan hampir setiap hari untuk menjual produk, dan setiap bulan aku mengajak tim untuk mengikuti perjalanan studi, jadi aku tidak lagi menghadiri pertemuan. Ketika saudari-saudari datang ke rumah untuk mencariku, aku bersembunyi dari mereka, dan mendedikasikan jiwa ragaku bagi karierku. Untuk lebih meningkatkan jangkauan pelanggan, aku mempelajari berbagai macam teknik pemasaran. Aku membujuk pelanggan untuk membeli produk kesehatan dengan membicarakan bahaya penyakit, dan merayu pelanggan agar bisa menjual kosmetik kepada mereka. Aku juga berbicara tentang prospek penjualan langsung dan sistem bonus yang menarik, aku juga berdandan dengan cantik, menggunakan citra orang sukses untuk menarik pelanggan bergabung dengan tim penjualanku. Setelah itu, aku memang merasa sedikit tidak nyaman: Sebenarnya, pendapatanku sama sekali tidak stabil, dan menghasilkan uang melalui penjualan langsung tidak semudah itu. Bukankah aku hanya menceritakan gambaran yang indah untuk memperdaya orang? Namun, kemudian aku berpikir, "Di industri penjualan langsung, semua orang berlatih teknik pemasaran. Bagaimana kau bisa menjual barang jika terlalu jujur? Bagaimana kau akan menghasilkan uang?" Oleh karena itu, aku terus menggunakan cara-cara curang demi mendapatkan uang. Aku sering bekerja sampai jam satu atau dua pagi untuk menghasilkan lebih banyak uang, sehingga begitu kelelahan saat tiba di rumah. Aku bahkan tidak punya waktu untuk merawat suamiku ketika dia dioperasi. Dengan marah dia menyebutku tidak berperasaan, dan bahkan meminta cerai. Putriku, yang akan masuk SMA, menjadi kecanduan gim daring dan nilainya menurun, tetapi aku tidak punya waktu untuk memperhatikannya. Timku sulit untuk dipimpin, ada masalah dalam pernikahanku, dan anakku tidak patuh. Semua ini membuatku sangat lelah dan kewalahan. Aku sering berpikir, "Apakah memang ini kehidupan yang kuinginkan?" Namun, timku mulai membaik dan kehidupan indah yang kuinginkan sepertinya sudah di depan mata, jadi aku terus maju dengan tekad baja. Selama dua tahun, aku berjuang keras seperti ini. Timku berkembang menjadi hampir seratus orang, dan penjualan kami terus meningkat. Aku menjadi distributor tingkat menengah, dengan pendapatan bulanan 6.000 hingga 7.000 yuan. Aku dipuji para atasanku dan dikagumi orang-orang di sekitarku, aku juga merasakan pencapaian yang luar biasa. Meskipun setelah itu ada kekosongan yang tidak dapat dijelaskan di hatiku, ketika membayangkan bagaimana jika aku menjadi distributor tingkat atas dan bisa mendapatkan ratusan ribu yuan per tahun, serta dielu-elukan semua orang, motivasiku kembali bangkit, dan aku pun bersiap untuk berjuang untuk menjadi distributor tingkat atas. Tanpa diduga, ketika aku membawa tim dalam perjalanan studi, bus yang kami tumpangi bertabrakan dengan sebuah truk, dan aku pun pingsan. Ketika siuman, aku melihat kendaraan-kendaraan terbalik di jalan, dan terdengar jeritan di mana-mana. Beberapa orang berlumuran darah di wajahnya, dan beberapa mengerang kesakitan. Aku ingin berdiri, tetapi pinggangku sangat sakit sehingga tidak bisa bangun. Aku hanya bisa menunggu regu penyelamat mengangkat kami keluar dari bus. Saat melihat pemandangan tragis ini, aku ketakutan, "Akankah aku menjadi lumpuh karena pinggangku sangat sakit? Begitu banyak orang di timku yang terluka. Jika terjadi sesuatu pada mereka, bagaimana aku akan menjelaskannya kepada keluarga mereka?" Aku merasa sangat tidak berdaya. Saat itu, aku teringat Tuhan dan terus berdoa dalam hati, "Ya Tuhan, selamatkan kami ..." Setelah dilakukan pemeriksaan, tiga ruas tulang di bagian bawah punggungku dinyatakan patah karena tekanan. Dokter merekomendasikan penanganan tanpa operasi. Jika diingat-ingat lagi, meskipun aku duduk di bagian depan bus, aku tidak terluka parah. Ini adalah belas kasihan dan perlindungan Tuhan bagiku, dan dari lubuk hatiku, aaku berterima kasih kepada Tuhan. Saat melihat sahabatku masih dalam keadaan koma di ruang perawatan setelah menjalani operasi pemasangan penyangga tulang belakang, seorang saudari tua baru saja menjalani operasi karena tendon kakinya putus, dan seorang gadis berusia dua puluhan yang mengalami cedera panggul, dan menurut dokter mungkin tidak akan pernah bisa memiliki anak, aku menyadari betapa rapuhnya hidup manusia. Dua hari lalu, di dalam bus kami masih dengan gembira menceritakan apa yang telah kami pelajari, tetapi sekarang kami semua terbaring di ranjang rumah sakit. Lalu aku melihat kondisiku, dengan tulang pinggangku yang patah. Dokter berkata, aku tidak akan bisa merawat diriku sendiri selama dua sampai tiga bulan. "Apa gunanya menghasilkan lebih banyak uang jika aku kehilangan nyawaku sekarang? Aku sangat beruntung karena masih hidup!" pikirku.
Dua bulan kemudian, aku diizinkan pulang dari rumah sakit dan kembali ke rumah untuk memulihkan diri. Setelah mengetahui bahwa aku mengalami kecelakaan bus, seorang saudari datang menjengukku dan membacakan sebuah kutipan firman Tuhan untukku. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Nasib manusia dikendalikan oleh tangan Tuhan. Engkau tidak mampu mengendalikan dirimu sendiri: Meskipun manusia selalu terburu-buru dan sibuk demi dirinya sendiri, dia tetap tidak mampu mengendalikan dirinya sendiri. Jika engkau dapat mengetahui prospekmu sendiri, jika engkau mampu mengendalikan nasibmu sendiri, apakah engkau akan tetap menjadi makhluk ciptaan? Singkatnya, terlepas dari bagaimana Tuhan bekerja, semua pekerjaan-Nya adalah demi manusia. Misalnya, perhatikanlah langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Tuhan untuk melayani manusia: bulan, matahari, dan bintang-bintang yang Dia ciptakan untuk manusia, hewan dan tumbuhan, musim semi, musim panas, musim gugur, dan musim dingin, dan sebagainya—semuanya diciptakan demi keberadaan manusia. Jadi, terlepas dari bagaimana Tuhan menghajar dan menghakimi manusia, semua itu demi penyelamatan manusia. Meskipun Dia melucuti manusia dari harapan kedagingannya, itu adalah demi menyucikan manusia, dan penyucian manusia dilakukan agar dia dapat selamat. Tempat tujuan manusia berada di tangan Sang Pencipta, jadi bagaimana manusia bisa mengendalikan dirinya sendiri?" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Memulihkan Kehidupan Normal Manusia dan Membawanya ke Tempat Tujuan yang Mengagumkan"). Saudari itu berkata, "Takdir manusia ada di tangan Tuhan, dan tidak ada seorang pun yang dapat mengendalikan takdirnya sendiri. Lihatlah bagaimana kau sibuk pontang-panting mencari uang sepanjang hari. Kali ini Tuhan yang melindungimu dari cedera serius. Namun, pernahkah kau berpikir bahwa bahkan jika kau menghasilkan uang, apa gunanya uang itu jika kau kehilangan nyawamu? Saat ini kita beruntung dapat menerima pekerjaan Tuhan di akhir zaman, tetapi selama ini kau tidak mengikuti pertemuan dengan baik. Apakah kau sedang berupaya menghindar agar tidak diselamatkan Tuhan?" Meskipun kata-kata saudari itu menusuk hatiku, perkataannya itu fakta. Jika diingat-ingat, ketika aku mendapatkan ijazah dan gelar profesionalku melalui belajar mandiri, aku pikir segalanya setelah itu akan berjalan lancar. Namun, tidak kusangka bahwa akhirnya aku akan di-PHK dan menganggur. Aku tidak siap menerima kegagalan ini begitu saja. Ketika aku melihat banyak orang memulai bisnis mereka sendiri dan menonjol di antara orang lain, aku juga terus bekerja keras dan mencoba memulai bisnisku sendiri. Namun, akhirnya semuanya gagal. Pada waktu itu, aku mengalami kecelakaan mobil dan menderita cedera tulang leher yang hampir melumpuhkanku. Sebelum pulih sepenuhnya, aku terjun ke penjualan langsung lagi. Aku ingin menjalani kehidupan yang baik melalui penjualan langsung, tetapi tidak kusangka, kecelakaan bus pun memupus harapan dari kerja kerasku selama bertahun-tahun, sehingga semuanya menjadi sia-sia. Aku menyadari benar-benar tidak bisa mengendalikan nasibku sendiri, dan bahwa takdir manusia ada di tangan Tuhan. Kecelakaan ini mungkin tampak seperti hal yang buruk, tetapi sebenarnya ini adalah hal yang baik. Itu adalah keselamatan Tuhan bagiku. Kalau tidak, aku tidak akan berhenti mengejar ketenaran dan keuntungan.
Kemudian, aku membaca lebih banyak firman Tuhan: "Yang Mahakuasa berbelas kasihan kepada orang-orang yang sudah sangat menderita ini; pada saat yang sama, Dia merasa muak terhadap orang-orang ini yang sama sekali tidak memiliki kesadaran, karena Dia harus menunggu terlalu lama untuk mendapatkan jawaban dari manusia. Dia ingin mencari, mencari hati dan rohmu, serta membawakanmu air dan makanan, supaya engkau terbangun dan tidak lagi merasa haus atau lapar. Ketika engkau lelah, dan saat engkau merasakan suramnya dunia ini, jangan kebingungan, jangan menangis. Tuhan Yang Mahakuasa, Sang Penjaga, akan menyambut kedatanganmu setiap saat" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Keluhan Yang Mahakuasa"). Setelah membaca firman Tuhan, hatiku terasa hangat, dan aku merasakan kasih dan belas kasihan Tuhan. Aku telah mendengar suara Tuhan tetapi tidak dapat menahan godaan uang, ketenaran, dan keuntungan. Demi mendapatkan lebih banyak uang serta menjadi lebih unggul, aku tidak mau menghadiri pertemuan. Aku bahkan bersembunyi dari saudara-saudariku ketika mereka datang ke rumah untuk mencariku. Aku begitu mati rasa dan memberontak, tetapi Tuhan tidak meninggalkan aku. Aku duduk di kursi depan ketika kecelakaan bus itu terjadi, dan mengalami benturan keras, tetapi aku tidak terluka parah. Bukankah ini perlindungan Tuhan? Tuhan juga mengatur seorang saudari untuk datang kepadaku dan bersekutu tentang kebenaran, agar aku bisa memahami maksud Tuhan dan berbalik kepada Tuhan. Bukankah semua ini adalah Tuhan yang menunjukkan belas kasihan-Nya kepadaku? Kasih Tuhan begitu besar, tetapi aku terobsesi dengan pengejaran akan ketenaran dan keuntungan, bersembunyi dari Tuhan dan menjauh dari-Nya. Hatiku terlalu keras, begitu tak punya hati nurani dan nalar. Aku benar-benar tidak layak menerima keselamatan Tuhan!
Begitu aku sudah cukup pulih untuk bisa berjalan lagi, atasanku meneleponku dan memintaku untuk kembali dan mengelola tim. Aku berpikir, "Jika tim yang kubangun dengan susah payah itu tidak kukelola, tim itu akan dibubarkan. Saat ini, penjualan setiap bulan terus menurun, demikian pula dengan pendapatanku. Jika terus begini, bukankah semua usahaku sebelumnya akan sia-sia?" Hatiku mulai goyah. Saat itu, aku membaca firman Tuhan: "Karena engkau percaya kepada Tuhan dan mengikuti Tuhan, engkau harus memberikan segalanya kepada Tuhan, dan tidak boleh membuat pilihan atau tuntutan pribadi, dan engkau harus memenuhi maksud Tuhan. Karena engkau diciptakan, engkau harus tunduk pada Tuhan yang menciptakanmu, karena pada hakikatnya, engkau tidak memiliki kuasa atas dirimu sendiri, dan tidak memiliki kemampuan alami untuk mengendalikan nasibmu sendiri. Karena engkau seorang yang percaya kepada Tuhan, engkau harus mengejar kekudusan dan perubahan" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Keberhasilan atau Kegagalan Tergantung pada Jalan yang Manusia Jalani"). "Dari saat engkau lahir dengan menangis ke dalam dunia ini, engkau mulai memenuhi tanggung jawabmu. Demi rencana Tuhan dan penentuan-Nya, engkau memainkan peranmu dan memulai perjalanan hidupmu" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Tuhan adalah Sumber Kehidupan Manusia"). Dari firman Tuhan aku memahami bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan. Sebagai makhluk ciptaan, aku harus tunduk kepada Tuhan, menyenangkan Tuhan, menggenapi tanggung jawabku, serta melaksanakan tugasku dengan baik. Aku teringat bagaimana sebagian besar hidupku telah kuhabiskan untuk mengejar ketenaran, keuntungan, dan status. Pada akhirnya, aku tidak mendapatkan apa yang kuinginkan setelah semua kerja keras dan penderitaanku, malah hampir kehilangan nyawa. Aku sekarang dapat kembali kepada Tuhan berkat belas kasihan dan perlindungan Tuhan, dan aku harus membalas kasih Tuhan. Masih banyak orang percaya yang tulus yang belum datang ke hadapan Tuhan, dan aku harus memberitakan Injil kepada orang-orang ini. Ini adalah tanggung jawab dan tugasku. Oleh karena itu, aku memutuskan untuk tidak mengembangkan tim lagi. Aku ingin mengikuti pertemuan dengan baik serta makan dan minum firman Tuhan, juga memberitakan Injil untuk bersaksi bagi Tuhan. Setelah itu, aku menolak permintaan atasanku dan memilih untuk melaksanakan tugasku bersama saudara-saudariku, aktif memberitakan Injil kepada orang-orang di sekitarku. Setiap hari terasa memuaskan.
Pada tahun 2012, aku bertemu dengan seorang mantan rekan kerja. Kulihat dia sudah menjadi distributor tingkat atas, dan menghasilkan banyak uang. Dia bahkan telah membeli sebuah rumah besar. Dia berkata, "Selama kau mau bekerja denganku, aku akan membantu penjualanmu. Gaji tahunanmu akan menjadi 100.000 yuan, itu sangat mudah." Saat melihat dia menghasilkan banyak uang dan terlihat begitu muda dan cantik, dan bagaimana rumah barunya seperti sebuah vila, mau tak mau aku pun mulai goyah, "Bukankah itu persis seperti kehidupan yang kuinginkan? Aku punya pengalaman dan aku tidak kalah cerdas darinya, jadi tidak akan sulit bagiku untuk kembali bekerja. Tanpa perlu bekerja sangat keras, gaji tahunan 100.000 yuan bisa tercapai." Godaan untuk mendapatkan keuntungan membuat hatiku susah tenang, dan aku berdoa kepada Tuhan, "Ya Tuhan, aku tahu bahwa percaya kepada-Mu mengharuskanku untuk menghadiri pertemuan dan melaksanakan tugasku dengan benar, tetapi aku masih ingin mengejar ketenaran dan keuntungan, dan hatiku begitu gundah. Ya Tuhan, kiranya Engkau melindungi dan menuntunku agar tidak jatuh ke dalam pencobaan Iblis."
Kemudian, aku membaca firman Tuhan: "Ketika engkau berulang kali menyelidiki dan dengan saksama membedah berbagai tujuan yang dikejar orang dalam hidup beserta berbagai cara-cara hidup mereka, engkau akan mendapati bahwa tidak ada satu pun dari semua itu yang sesuai dengan maksud mula-mula Sang Pencipta ketika Dia menciptakan umat manusia. Semua itu menjauhkan orang dari kedaulatan dan pemeliharaan Sang Pencipta; semua itu adalah perangkap yang menyebabkan orang menjadi bejat, dan yang menuntun mereka ke neraka. Setelah engkau mengakui ini, tugasmu adalah menyingkirkan pandangan hidupmu yang lama, menjauhi berbagai perangkap, membiarkan Tuhan mengendalikan hidupmu dan membuat pengaturan bagimu; tugasmu hanyalah berusaha untuk tunduk pada pengaturan dan bimbingan Tuhan, untuk hidup tanpa memiliki pilihan pribadi, dan menjadi seseorang yang menyembah Tuhan" (Firman, Jilid 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Tuhan itu Sendiri, Tuhan yang Unik III"). "Iblis menggunakan ketenaran dan keuntungan untuk mengendalikan pikiran manusia, sampai satu-satunya yang orang pikirkan adalah ketenaran dan keuntungan. Mereka berjuang demi ketenaran dan keuntungan, menderita kesukaran demi ketenaran dan keuntungan, menanggung penghinaan demi ketenaran dan keuntungan, mengorbankan semua yang mereka miliki demi ketenaran dan keuntungan, dan mereka akan melakukan penilaian atau mengambil keputusan apa pun demi ketenaran dan keuntungan. Dengan cara ini, Iblis mengikat orang dengan belenggu yang tak kasatmata, dan dengan belenggu inilah, mereka tidak punya kekuatan ataupun keberanian untuk melepaskan diri darinya. Mereka tanpa sadar menanggung belenggu ini dan berjalan maju dengan susah payah. Demi ketenaran dan keuntungan ini, umat manusia menjauhi Tuhan dan mengkhianati Dia dan menjadi semakin jahat. Jadi, dengan cara inilah, generasi demi generasi dihancurkan di tengah ketenaran dan keuntungan Iblis. Sekarang melihat tindakan Iblis, bukankah motif jahat Iblis benar-benar menjijikkan? Mungkin hari ini engkau semua masih belum dapat memahami motif jahat Iblis karena engkau semua berpikir orang tidak dapat hidup tanpa ketenaran dan keuntungan. Engkau berpikir jika orang meninggalkan ketenaran dan keuntungan, mereka tidak akan mampu lagi melihat jalan di depan, tidak mampu lagi melihat tujuan mereka, bahwa masa depan mereka akan menjadi gelap, redup, dan suram. Namun, perlahan-lahan, engkau semua suatu hari nanti akan menyadari bahwa ketenaran dan keuntungan adalah belenggu besar yang Iblis gunakan untuk mengikat manusia. Ketika hari itu tiba, engkau akan sepenuhnya menentang kendali Iblis dan sepenuhnya menentang belenggu yang Iblis gunakan untuk mengikatmu. Ketika tiba saatnya di mana engkau ingin melepaskan diri dari semua yang telah Iblis tanamkan dalam dirimu, engkau kemudian akan memutuskan dirimu sepenuhnya dari Iblis, dan engkau akan dengan sungguh-sungguh membenci semua yang telah Iblis bawa kepadamu. Baru setelah itulah, umat manusia akan memiliki kasih dan kerinduan yang nyata kepada Tuhan" (Firman, Jilid 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Tuhan itu Sendiri, Tuhan yang Unik VI"). Dari firman Tuhan aku memahami bahwa Iblis menggunakan ketenaran dan keuntungan untuk merusak manusia, dan membuat kita menganggap bahwa mengejar ketenaran dan keuntungan adalah hal yang positif, tujuan yang harus diperjuangkan seumur hidup, terus-menerus mencoba lari dari kedaulatan dan penataan Tuhan, dan pada akhirnya menjauh serta mengkhianati Tuhan. Ketenaran dan keuntungan adalah perangkap yang dipasang Iblis untuk manusia, dan jerat yang menuntun manusia jatuh ke dalam kebejatan. Alasan aku tidak bisa lepas dari ketenaran dan keuntungan adalah karena aku telah menganggap aturan bertahan hidup Iblis seperti "Manusia bergelut ke atas; air mengalir ke bawah" dan "Jika engkau lebih menonjol dari orang lain" sebagai hal yang positif. Aku percaya bahwa hanya ketika orang mendapatkan ketenaran dan keuntungan, mereka dapat menjalani kehidupan yang bermartabat dan berharga. Aku teringat kembali saat baru lulus sekolah. Demi menjalani kehidupan seperti kakakku, aku tekun belajar demi mendapatkan ijazah dan gelar profesional. Setelah di-PHK, untuk menjalani kehidupan yang baik dan agar dikagumi orang, aku mengikuti pelatihan penjualan langsung dan belajar berbohong serta menipu agar penjualanku bagus. Aku akan mengatakan apa pun yang ingin didengar orang, dan menyamar sebagai orang sukses, menyesatkan orang dengan penampilan palsu. Bahkan ketika aku mendengar suara Tuhan yang menyelamatkan manusia, dan menyadari bahwa firman Tuhan adalah kebenaran yang dapat menuntun manusia ke jalan yang benar, aku tidak menghadiri pertemuan dengan baik karena ingin mengembangkan timku dan meningkatkan penjualanku. Aku bahkan tidak punya waktu untuk membaca firman Tuhan, dan menghabiskan seluruh energiku untuk mengejar uang, ketenaran, dan keuntungan. Pada akhirnya, aku hampir kehilangan nyawa dalam kecelakaan bus. Sekarang aku akhirnya bisa mengikuti pertemuan dan melaksanakan tugas secara teratur, tetapi ketika mendengar mantan rekan kerjaku berkata dia akan membantuku mendapatkan gaji tahunan 100.000 yuan, hasratku bangkit, dan aku sangat ingin kembali ke dunia dan bekerja keras dalam karierku. Aku terikat sangat erat pada uang, ketenaran, dan keuntungan! Sebenarnya, jika dipikir-pikir, selama beberapa tahun terakhir, aku sibuk pontang-panting mengejar ketenaran dan keuntungan. Meskipun aku mendapatkan sejumlah uang, dan juga dipuji serta dikagumi oleh orang lain, kehidupan keluargaku tidak harmonis, dan aku sering marah serta bertengkar dengan suamiku, juga sering merasakan kehampaan di hatiku. Terlebih lagi, demi mengejar ketenaran dan keuntungan, aku membohongi dan menipu pelangganku serta melanggar standar hati nurani paling mendasar. Aku hidup tanpa integritas atau martabat sama sekali. Aku juga mengalami sejumlah efek samping fisik dari kecelakaan bus itu, dan sering mengalami sakit punggung. Aku membayar mahal untuk ketenaran dan keuntungan, tetapi yang kudapatkan sebagai imbalannya adalah kekosongan rohani dan rasa sakit secara fisik. Aku sadar bahwa tidak peduli sebanyak apa pun uangku, aku tidak dapat membeli ketenangan pikiran atau hati nurani yang tenang, dan setinggi apa pun statusku, aku tidak dapat kabur dari kemalangan. Ketenaran dan keuntungan tidak dapat membawa kehidupan yang benar-benar bahagia bagi manusia. Semua itu hanya akan menuntun manusia pada kehampaan dan penderitaan, serta membuat mereka kehilangan kesempatan untuk diselamatkan. Sekarang akhirnya aku berhasil melepaskan diri dari jeratan uang, ketenaran, dan keuntungan, aku pun tidak ingin mengejar ketenaran, keuntungan, dan status seperti yang dahulu kulakukan, atau menjalani kehidupan yang penuh penderitaan, kelelahan, kehampaan, dan siksaan itu. Aku harus melepaskan ambisi dan keinginanku untuk mengejar ketenaran dan keuntungan, mengejar ketundukan kepada Tuhan, dan melaksanakan tugas sebagai makhluk ciptaan dengan baik. Hanya dengan cara inilah hidup menjadi berarti. Aku juga menyadari bahwa meskipun kelihatannya yang mencoba membujukku hari itu adalah rekan kerjaku, yang ada di balik itu adalah rencana licik Iblis dan pencobaan Tuhan bagiku. Aku tidak boleh termakan rencana licik Iblis lagi dan melanjutkan jalan keliruku yang sebelumnya. Oleh karena itu, aku menolaknya dengan tegas.
Sejak saat itu, setiap kali seseorang merekomendasikan cara untuk menghasilkan uang kepadaku, hatiku tidak lagi goyah, yang kupikirkan hanyalah memberitakan Injil dan melaksanakan tugasku dengan baik. Aku teringat akan lagu pujian firman Tuhan, "Hidup yang Paling Berarti": "Engkau adalah makhluk ciptaan—engkau tentu saja harus menyembah Tuhan dan mengejar kehidupan yang bermakna. Karena engkau adalah manusia, engkau harus mengorbankan dirimu bagi Tuhan dan menanggung semua penderitaan! Engkau harus dengan senang hati dan tanpa ragu-ragu menerima sedikit penderitaan yang engkau alami sekarang dan menjalani kehidupan yang bermakna, seperti Ayub dan Petrus. Engkau semua adalah orang-orang yang mengejar jalan yang benar dan yang mencari peningkatan. Engkau semua adalah orang-orang yang bangkit di negara si naga merah yang sangat besar, mereka yang Tuhan sebut orang benar. Bukankah itu kehidupan yang paling bermakna?" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Penerapan (2)"). Firman Tuhan membuatku mengerti bahwa tidak ada gunanya mengejar uang, ketenaran, keuntungan, kebanggaan, atau gengsi. Hanya dengan percaya kepada Tuhan, mengejar kebenaran, menanggalkan watak rusak, dan memenuhi tugas sebagai makhluk ciptaan, engkau dapat menjalani kehidupan yang paling bermakna. Dahulu, aku mengejar uang, ketenaran, keuntungan, dan kenikmatan materi, serta hidup untuk memuaskan keinginan daging. Meskipun aku tampak bergengsi dan terhormat, hatiku tidak merasakan kedamaian dan sukacita. Sekarang aku melaksanakan tugasku bersama saudara-saudari, makan dan minum firman Tuhan, menerima penghakiman dan hajaran dari firman Tuhan, serta merenungkan dan memahami diriku sendiri. Aku juga tidak lagi banyak berbohong, dan berangsur-angsur aku mulai hidup dalam keserupaan dengan manusia. Aku bersyukur atas pimpinan Tuhan Yang Mahakuasa yang telah menolongku untuk melepaskan diri dari penderitaan karena mengejar uang, ketenaran, dan keuntungan, dan memulai jalan yang cerah dalam hidupku!