Cara Mengejar Kebenaran (10)

Baru-baru ini, kita telah mempersekutukan isu-isu yang berkaitan dengan kondisi bawaan, kemanusiaan, dan watak yang rusak; terutama, kita telah mempersekutukan secara terperinci dan spesifik tentang beberapa perwujudan dari ketiga aspek ini. Melalui persekutuan terperinci seperti ini, apakah engkau semua telah memperoleh pemahaman tentang penggolongan spesifik dari perwujudan-perwujudan ini? (Ya.) Setelah memperoleh pemahaman tentang perwujudan-perwujudan spesifik dalam ketiga aspek ini, apakah sekarang lebih jelas bagimu tentang mengapa orang harus membuang watak rusak mereka atau hal-hal apa saja dalam diri orang yang perlu diubah dan dibuang? Aspek-aspek mana yang perlu diubah, mana yang tidak perlu diubah, mana yang harus diterapkan berdasarkan prinsip-prinsip kebenaran, dan mana yang merupakan kondisi bawaan yang telah ditentukan dari semula dan diatur oleh Tuhan, yang tidak berkaitan dengan watak yang rusak dan tidak menuntut orang untuk mengerahkan upaya atau membuat perubahan apa pun—apakah sekarang hal-hal ini jelas? (Kami merasa agak lebih jelas tentang hal-hal ini dibandingkan sebelumnya.) Setelah mendapatkan kejelasan, apakah engkau memahami makna penting pekerjaan Tuhan untuk mentahirkan orang, mengubah watak mereka, dan menyelamatkan mereka dari pengaruh Iblis? Apakah sekarang engkau jelas apa tujuan Tuhan bekerja dan berfirman untuk membekali orang dengan kebenaran dan menyingkapkan berbagai masalah dalam diri mereka? Apakah Tuhan menyingkapkan semua masalah dalam diri orang ditujukan pada kondisi bawaan mereka? (Tidak.) Apakah ditujukan pada cacat alamiah dalam kemanusiaan yang orang miliki? (Tidak.) Lalu, itu ditujukan pada hal apa? (Itu ditujukan terutama pada watak rusak yang orang miliki.) Itu terutama ditujukan pada prinsip yang orang gunakan dalam cara mereka berperilaku dan bertindak, ditujukan pada pandangan dan sikap mereka terhadap Tuhan, kebenaran, hal-hal positif, dan masalah-masalah lain semacam itu. Apakah watak yang rusak itu? Watak yang rusak berasal dari natur Iblis dan tersingkap dari natur Iblis. Semua hal ini bertentangan dengan prinsip-prinsip kebenaran, keliru, serta merupakan tindakan dan perwujudan penentangan terhadap Tuhan. Hal-hal ini adalah hal-hal utama yang menentang Tuhan dan merupakan akar penyebab orang mampu menentang kebenaran, mengkhianati kebenaran, menentang maksud-maksud Tuhan, dan menentang tuntutan Tuhan. Di sisi lain, kondisi bawaan hanyalah beberapa hal dasar dan naluriah yang orang miliki sejak lahir; tetapi kehidupan yang saat ini umat manusia andalkan untuk bertahan hidup adalah watak yang rusak. Oleh karena itu, yang bertujuan untuk diubah oleh pekerjaan Tuhan adalah watak rusak yang orang miliki. Justru karena watak yang rusak menentang Tuhan dan berasal dari Iblis, dan dapat dikatakan merupakan perwujudan keseluruhan dari semua hal negatif—berbagai watak rusak yang terlihat dalam diri orang, atau berbagai keadaan dan penyingkapan serta perwujudan terperinci yang berkaitan dengan watak yang rusak, semuanya berkaitan dengan hal-hal negatif—maka karenanya, akar penyebab orang menentang Tuhan bukanlah kondisi bawaan mereka ataupun cacat tertentu dalam kemanusiaan mereka, melainkan kehidupan yang menjadikan watak yang rusak sebagai landasan untuk bertahan hidup. Kehidupan ini justru berasal dari Iblis. Jadi, yang pada akhirnya perlu diubah adalah watak rusak orang, dan apa yang perlu dibuang juga adalah watak rusak orang. Tentu saja, dapat juga dikatakan bahwa hanya setelah watak rusak orang diubah, barulah mereka dapat berhenti menentang Tuhan. Dengan kata lain, hanya setelah orang membuang watak rusak mereka, barulah itu berarti mereka telah diselamatkan, dan hanya setelah orang diselamatkan, barulah mereka dapat berhenti menentang Tuhan dan sepenuhnya tunduk kepada Tuhan. Oleh karena itu, makna sejati pekerjaan Tuhan untuk menyelamatkan orang adalah memungkinkan mereka untuk membuang watak rusak mereka. Makna sejati dan hasil yang diharapkan dengan Tuhan memberi tahu orang bahwa mengejar kebenaran berarti memandang orang dan hal-hal, serta berperilaku dan bertindak dengan cara yang berdasarkan firman Tuhan dan dengan kebenaran sebagai kriterianya adalah agar orang menjadi mampu untuk membuang watak rusak mereka dan memandang orang dan hal-hal, serta berperilaku dan bertindak dengan cara yang menjadikan firman Tuhan sebagai hidup mereka. Apakah engkau mengerti? (Ya.)

Sebelumnya, kita telah mempersekutukan beberapa penyingkapan dan perwujudan spesifik yang ada kaitannya dengan kondisi bawaan, kemanusiaan, dan watak yang rusak. Ada perwujudan yang berkaitan dengan kondisi bawaan, ada yang berkaitan dengan cacat dalam kemanusiaan, ada yang merupakan perwujudan dari karakter yang tercela, dan ada yang merupakan perwujudan spesifik dari watak yang rusak. Cacat dalam kemanusiaan orang dan esensi tercela dari kemanusiaan orang adalah hal yang paling dengan mudah membingungkan. Cacat dalam kemanusiaan kebanyakan termasuk dalam kondisi bawaan. Sebagai contoh, ada orang yang gagap ketika berbicara, dan ada orang yang memiliki temperamen yang cepat marah atau sabar. Cacat dalam kemanusiaan ini, selama itu tidak termasuk dalam kategori karakter yang tercela, pada dasarnya termasuk dalam lingkup kondisi bawaan. Namun, karakter yang tercela tidak ada kaitannya dengan kondisi bawaan; itu adalah penyingkapan dari watak yang rusak dan tentunya termasuk watak yang rusak, bukan termasuk kondisi bawaan. Ini karena, di dalam karakter orang, Tuhan telah memberi mereka dua hal dasar: hati nurani dan nalar. Jika karakter yang orang miliki tercela, ini berkaitan dengan masalah hati nurani dan nalar yang mereka miliki. Ini jelas tidak berkaitan dengan kondisi bawaan mereka. Ini jelas termasuk watak yang rusak; ini merupakan perwujudan spesifik dari watak rusak tertentu. Fakta-fakta ini sudah cukup untuk memperlihatkan bahwa setelah orang dirusak Iblis, mereka kehilangan hati nurani dan nalar mereka. Hati mereka sepenuhnya disesatkan oleh Iblis, dan mereka menerima banyak pemikiran dan sudut pandang yang berasal dari Iblis, serta beberapa pepatah dan pendapat dari tren-tren jahat. Ketika segala sesuatunya telah mencapai titik ini, hati nurani dan nalar mereka telah sepenuhnya rusak dan terkikis—dapat dikatakan bahwa pada saat ini hati nurani dan nalar mereka telah sama sekali lenyap. Yang terlihat adalah karakter mereka yang sangat buruk dan jahat. Itu berarti, sebelum mereka menerima hal-hal yang positif, mereka telah menerima banyak hal yang keliru dari Iblis di dalam hati mereka. Hal-hal ini telah sangat merusak kemanusiaan mereka, sehingga kemanusiaan mereka menjadi sangat buruk. Contohnya, setelah menerima pemikiran dan sudut pandang Iblis dari dunia yang menyatakan, "Jika orang tidak memikirkan dirinya sendiri, langit dan bumi akan menghukumnya", apakah hati nurani mereka akan membaik atau tetap sama, atau akan merosot? (Hati nurani mereka akan merosot.) Apa saja perwujudan spesifik dari kemerosotan ini? (Mereka hanya memikirkan kepentingan mereka sendiri dalam segala hal yang mereka lakukan.) Demi tujuan dan kepentingan mereka sendiri, mereka akan melakukan apa pun. Mereka dapat berbuat curang dan merugikan orang lain serta melakukan apa pun yang bertentangan dengan moralitas dan hati nurani. Makin mereka melakukannya, makin kejam tindakan mereka, makin gelap hati mereka, makin berkurang kepekaan hati nurani yang mereka miliki, dan makin mereka tidak memiliki kemanusiaan. Demi kepentingan mereka sendiri, mereka akan berbuat curang dan menipu siapa pun, menipu orang-orang yang mereka kenal, juga orang-orang yang tidak mereka kenal—mereka akan menipu rekan kerja, anggota keluarga, dan bahkan orang-orang terdekat di sekitar mereka, merugikan orang-orang yang paling memercayai mereka. Pada awalnya, ketika melakukan hal-hal ini, mereka mengalami pergumulan dalam batin mereka dan ada sedikit perasaan tertentu dalam hati nurani mereka. Kemudian, mereka mulai berpikir tentang cara bertindak, memulainya terlebih dahulu terhadap orang asing yang tidak mereka kenal, dan pada akhirnya mereka tidak menunjukkan belas kasihan bahkan kepada kerabat mereka sendiri. Engkau lihat, kemanusiaan mereka makin menjadi rusak, secara berangsur-angsur dikikis oleh pemikiran dan sudut pandang Iblis, seperti "kepentingan di atas segalanya" dan "Jika orang tidak memikirkan dirinya sendiri, langit dan bumi akan menghukumnya". Proses pengikisan yang berangsur-angsur ini adalah proses di mana hati nurani mereka lambat laun kehilangan kesadaran dan berhenti berfungsi, hingga akhirnya lenyap sama sekali. Pada akhirnya, mereka tidak memiliki batasan moral atau kepekaan hati nurani dalam tindakan mereka, dan mereka dapat menipu siapa pun. Apa alasan mereka dapat menipu siapa pun? Apa akar penyebabnya? Itu karena mereka telah menerima pemikiran dan sudut pandang Iblis, serta bertindak di bawah dominasi pemikiran dan sudut pandang Iblis. Pada akhirnya, hati nurani dan nalar kemanusiaan mereka tidak lagi berfungsi; itu berarti, hal-hal dasar yang seharusnya dimiliki kemanusiaan berhenti berfungsi sepenuhnya, itu sepenuhnya dikikis dan dikendalikan oleh pemikiran jahat Iblis. Proses dikikis dan dikendalikan adalah proses mereka menerima pemikiran dan sudut pandang ini, dan, tentu saja, juga merupakan proses mereka dirusak. Ketika hati nurani dan nalar kemanusiaan mereka dirusak, pada akhirnya yang terlihat dalam diri mereka adalah kemanusiaan mereka yang menjadi sangat buruk, dan dalam kasus yang lebih parah, mereka kehilangan kemanusiaan mereka. Inilah beberapa perwujudan kemanusiaan dari manusia normal yang rusak.

Ada pula beberapa kasus khusus, di mana ada orang-orang yang bahkan tidak terlahir sebagai manusia, jadi mereka tidak dapat dikatakan memiliki hati nurani dan nalar. Secara abstrak, mereka tidak bereinkarnasi dari manusia. Meskipun hal tentang kelahiran kembali, reinkarnasi, dan penjelmaan bersifat abstrak dan tidak terlihat oleh orang, orang seharusnya dapat memahami hal ini dengan mudah; itu adalah sesuatu yang dapat orang pahami dan mengerti. Orang-orang semacam itu tidak bereinkarnasi dari manusia, jadi mereka bereinkarnasi dari apa? Ada yang terlahir kembali dan menjelma dari binatang, dan ada yang bereinkarnasi dari setan; mereka dilahirkan tanpa kemanusiaan. Orang-orang yang tidak memiliki kemanusiaan dilahirkan tanpa memiliki hati nurani atau nalar; ini tidak sepenuhnya disebabkan oleh kerusakan. Mereka pada dasarnya adalah Iblis yang hidup dan setan yang hidup. Mereka bereinkarnasi dari setan. Contohnya, antikristus adalah orang yang jahat; mereka bereinkarnasi dari orang jahat. Di kemudian hari dalam kehidupan, mereka menerima jauh lebih banyak pemikiran dan sudut pandang Iblis. Apa yang awalnya mereka miliki, digabungkan dengan apa yang mereka peroleh kemudian, membuat mereka menjadi makin jahat. Orang-orang semacam itu terlahir sebagai orang yang tidak mencintai hal-hal positif; mereka pada dasarnya muak akan hal-hal positif, dan sangat menentang serta membenci hal-hal positif. Oleh karena itu, perwujudan kemanusiaan dalam diri orang-orang semacam itu adalah tidak memiliki sedikit pun hati nurani atau nalar. Sama sekali tidak mungkin terlihat adanya kelebihan atau kekuatan dalam kemanusiaan mereka. Tentu saja, kelebihan yang dimaksud jelas bukan kemahiran dalam bernyanyi, kemahiran dalam mengungkapkan sudut pandang mereka, atau kemahiran dalam keterampilan teknis atau profesi tertentu. Ini bukanlah kelebihan yang dimaksud. Yang dimaksud adalah kelebihan dalam kemanusiaan, seperti baik hati dan memiliki sifat yang baik, memahami orang lain, atau berempati. Perwujudan spesifik dalam lingkup hati nurani dan nalar kemanusiaan ini sama sekali tidak ada dalam diri mereka. Jadi, apa ciri utama kemanusiaan orang-orang semacam itu? Penyimpangan dan kejahatan. Inilah dua ciri utamanya. Mereka tidak menyukai hal-hal positif; ketika mendengar tentang hal-hal positif, mereka dapat mengakui bahwa itu benar tetapi tidak pernah menerimanya. Segala sesuatu di dalam hati mereka dan segala sesuatu yang mereka perlihatkan berkaitan dengan penyimpangan dan kejahatan. Inilah salah satu ciri utama dari orang-orang yang esensi kemanusiaan bawaannya adalah jahat. Orang-orang semacam itu bereinkarnasi dan menjelma dari setan dan Iblis. Bahkan tanpa indoktrinasi buatan, pengajaran, pengaruh, atau pembelajaran dan pembiasaan di kemudian hari dalam kehidupan, mereka sudah sangat jahat. Mereka secara bawaan adalah makhluk semacam ini. Pemikiran dan sudut pandang mereka secara bawaan memiliki banyak hal esensial yang berasal dari Iblis. Selain itu, mereka menerima jauh lebih banyak pemikiran dan sudut pandang yang keliru dari tren-tren jahat Iblis setelah dilahirkan. Jadi, dapat dikatakan bagaikan bensin disiramkan ke api, esensi natur orang-orang tersebut menjadi jauh lebih jahat dan lebih buruk, yang berarti, mereka memiliki semua kualitas beracun yang dapat dibayangkan dan menjadi jauh lebih parah. Inilah dua kasus khusus dari orang yang bereinkarnasi dari binatang dan orang yang bereinkarnasi dari setan. Situasi yang normal adalah bahwa cacat apa pun dalam kemanusiaan yang orang miliki sejak lahir, selama mereka memperlihatkan beberapa perwujudan karakter yang tercela, itu termasuk dalam lingkup watak yang rusak. Jika mereka mampu menerima kebenaran, menerapkan kebenaran, dan menempuh jalan mengejar kebenaran, pada akhirnya semua watak rusak mereka dapat dibuang. Ketika watak rusak mereka dibuang, aspek-aspek tercela dari karakter mereka pun akan berubah. Orang-orang semacam itu adalah mereka yang dapat diselamatkan; mereka adalah manusia normal yang rusak. Sekalipun engkau memperlihatkan beberapa perwujudan karakter yang buruk, atau tidak berintegritas, atau beberapa perwujudan kemanusiaanmu tidak sesuai dengan kebenaran dan menjijikkan bagi orang lain, selama hati nurani dan nalarmu masih ada dan masih dapat berfungsi sebagai syarat dasar bagi caramu dalam memandang orang dan hal-hal serta bagi caramu dalam berperilaku dan bertindak—itu artinya hati nurani dan nalarmu masih dapat memengaruhi caramu dalam memandang orang dan hal-hal serta caramu dalam berperilaku dan bertindak, dan hati nurani serta nalarmu masih dapat berfungsi dalam dirimu—maka pada akhirnya watak rusakmu akan dapat diubah. Jika hati nurani dan nalar yang orang miliki tidak dapat mengendalikan atau mengarahkan apa pun yang mereka lakukan, dapat dikatakan bahwa orang seperti ini tidak mampu menerima kebenaran dan terlebih lagi, mereka tidak mampu menerapkannya. Jadi, watak yang rusak dari orang-orang semacam itu tidak akan dengan mudah dibuang. Mengapa demikian? Karena hati nurani dan nalar orang-orang semacam itu sama sekali tidak berfungsi. Mereka tidak lagi memiliki kesempatan untuk menerima kebenaran dan tidak lagi memiliki persyaratan dasar untuk menerima kebenaran. Sangat sulit bagi orang-orang ini untuk membuang watak rusak mereka. Oleh karena itu, masalah apa pun yang ada dalam kemanusiaanmu, periksalah dirimu sendiri untuk melihat apakah, ketika engkau hendak bertindak dengan cara yang bertentangan dengan kemanusiaan atau kebenaran, engkau merasakan sesuatu dalam hati nuranimu atau merasakan rasa sakit atau teguran dalam hatimu, dan apakah engkau memiliki batasan atau standar dalam hatimu untuk menilai apakah hal ini boleh atau tidak boleh dilakukan, apakah melakukan hal ini bertentangan dengan moralitas atau hati nurani, dan lebih dalam lagi, apakah itu melanggar prinsip-prinsip kebenaran atau tidak. Jika engkau memiliki kepekaan hati nurani, mampu menilai bahwa hal ini bertentangan dengan kemanusiaan dan kebenaran, dan di bawah fungsi hati nurani dan nalarmu engkau mampu mengendalikan diri dan menjaga tindakanmu tetap terkendali, maka ada kesempatan atau kemungkinan bagimu untuk mampu menerima kebenaran dan menerapkan berdasarkan prinsip-prinsip kebenaran. Namun jika, ketika melakukan apa pun, engkau tidak merasakan sesuatu dalam hati nuranimu, tidak mampu mengukur apa standar untuk hal ini atau apakah engkau harus melakukannya atau tidak, dan tidak tahu apakah melakukan hal ini sesuai dengan kemanusiaan, keadilan moral, atau prinsip-prinsip kebenaran—dan selain itu, tidak tahu apakah ketika melakukan hal ini, itu bertentangan dengan hati nurani, kemanusiaan, atau prinsip-prinsip kebenaran, tetapi hati nuranimu tidak dapat berfungsi untuk menghentikanmu dari melakukan hal yang salah dan negatif ini—itu artinya orang-orang sepertimu pada dasarnya tidak memiliki kesempatan untuk menerima kebenaran. Akibatnya, engkau tidak memiliki kesempatan untuk membuang watak rusakmu.

Apakah orang dapat membuang watak yang rusak atau tidak, itu tergantung pada apakah mereka mampu menerima kebenaran—ini cukup jelas. Apakah orang mampu menerima kebenaran atau tidak, itu tergantung pada apakah mereka memiliki kepekaan hati nurani. Jadi, bagaimana cara membedakan apakah seseorang itu memiliki kepekaan hati nurani atau tidak? Perlu untuk dilihat apakah, ketika melakukan sesuatu, mereka memiliki hati nurani paling dasar yang seharusnya dimiliki kemanusiaan, dan apakah, ketika melakukan sesuatu atau mengatakan sesuatu, hati nurani mereka berfungsi atau tidak. Misalnya, ketika engkau ingin mengatakan sesuatu yang bertentangan dengan hati nuranimu dan fakta-fakta untuk memfitnah seseorang, atau ketika engkau ingin berbohong, hati nuranimu menegurmu, "Aku tidak boleh mengatakan hal ini. Mengatakan hal ini artinya berbohong dan menipu, yang berarti bahwa aku bukanlah orang yang jujur. Tuhan sedang memeriksa, dan hati nuraniku sendiri tidak akan membiarkanku melakukan hal ini. Tidaklah pantas untuk mengatakan hal ini." Jika engkau memiliki pemikiran seperti ini, itu berarti hati nuranimu berfungsi. Ketika hati nuranimu berfungsi, perkataan yang kauucapkan mungkin masih mengandung beberapa percampuran atau unsur-unsur dari niat manusia dan mungkin tidak 100% akurat. Namun, di bawah pengaruh hati nuranimu, perkataan yang kauucapkan sudah relatif tepat. Jika lebih jauh lagi, engkau mampu menerapkan kebenaran dan berbicara berdasarkan prinsip, perkataan yang kauucapkan akan sepenuhnya tepat, dan engkau akan menjadi orang yang jujur. Namun, jika orang tidak tunduk pada fungsi hati nurani, mereka belum tentu mampu menjadi orang yang jujur atau mengucapkan perkataan yang jujur. Contohnya, ketika Yang di Atas bertanya tentang seseorang kepada mereka, mereka mungkin berpikir, "Orang itu memang tidak buruk. Kualitasnya baik, dan kemanusiaannya juga cukup baik. Apakah Yang di Atas bertanya tentangnya untuk mempromosinya? Jika dia dipromosikan, itu berarti aku tidak akan dipromosikan. Aku tidak boleh mengatakan yang sebenarnya; aku hanya akan berkata bahwa dia rata-rata"—mereka mulai berpikir tentang bagaimana berbicara dengan cara yang menguntungkan diri mereka sendiri. Ketika mereka berpikir seperti ini, apakah hati nurani mereka berfungsi? Mereka tidak memiliki hati nurani, dan mereka tidak tunduk pada fungsi hati nurani. Orang yang tidak memiliki hati nurani tidak memiliki kemanusiaan. Mereka mengatakan apa pun yang ingin mereka katakan dan berbohong kapan pun mereka ingin berbohong. Mengapa berbohong tidak membuat mereka merasa buruk? Karena mereka tidak tunduk pada fungsi hati nurani. Dengan demikian, tidak ada pengekangan dari hati nurani dan nalar di dalam hati mereka, juga tidak ada daya kendali apa pun. Pada akhirnya, mereka bisa berbohong dan memenuhi keinginan pribadi mereka untuk berbohong sesuai keinginan mereka sendiri. Pada akhirnya, apa esensi yang diwujudkan oleh orang-orang semacam itu? Esensinya adalah melakukan segala sesuatu tanpa daya kendali hati nurani, yang berarti mereka tidak tunduk pada fungsi hati nurani. Orang yang tidak tunduk pada fungsi hati nurani melakukan kesalahan dan berbuat jahat tanpa merasa tertuduh atau gelisah di dalam hati mereka. Oleh karena itu, mereka melakukan segala sesuatu dengan menggunakan kepentingan mereka sendiri sebagai kriteria. Orang-orang semacam itu sama sekali tidak memiliki daya kendali dan tidak tunduk pada fungsi hati nurani, jadi mampukah mereka menerapkan kebenaran? (Tidak.) Mereka tidak mampu menerapkan kebenaran. Untuk mengukur kemanusiaan seperti apa yang kaumiliki, engkau terutama harus melihat apakah perkataan dan tindakanmu dikendalikan oleh hati nurani dan nalar, serta apakah engkau mampu menerapkan kebenaran, membuang watak yang rusak, dan memperoleh keselamatan. Jika hati nurani dan nalarmu masih dapat berfungsi secara normal, itu artinya engkau adalah orang yang memiliki hati nurani dan nalar. Jika perkataan dan tindakanmu tidak dikendalikan oleh hati nurani dan nalar, dan engkau bahkan mampu bertindak sangat semaumu dan tidak bermoral tanpa ada pengekangan apa pun, itu artinya engkau bukan saja tidak memiliki hati nurani dan nalar, melainkan juga tidak memiliki kemanusiaan. Jika segala sesuatu yang terlihat dalam kemanusiaan seseorang pada dasarnya dapat termasuk dalam lingkup karakter tercela, itu artinya orang ini pada dasarnya tidak memiliki kemanusiaan. Tanda tidak memiliki kemanusiaan adalah tidak adanya hati nurani dan nalar, serta melakukan segala sesuatu tanpa fungsi hati nurani. Contohnya, jika engkau memberi tahu mereka bahwa orang haruslah memiliki hati nurani dan kemanusiaan dalam cara mereka berperilaku, mereka berpikir: "Apa nilai hati nurani? Dapatkah memiliki hati nurani menghasilkan uang? Dapatkah memiliki hati nurani mengenyangkan perutku?" Namun, berbeda halnya dengan orang yang memiliki hati nurani. Jika mereka sesekali melakukan sesuatu yang buruk yang didorong oleh keserakahan, menyebabkan orang lain dirugikan, mereka kemudian akan mencela diri mereka sendiri dan menyesal, berpikir, "Dengan melakukan hal ini kepada mereka, aku benar-benar telah memperlakukan orang secara tidak adil. Bukankah ini berarti melakukan kejahatan? Bagaimana aku bisa begitu tertipu pada saat itu? Mengapa aku tidak mampu mengendalikan diriku sendiri? Aku perlu menemukan cara untuk menebus kesalahan." Engkau lihat, mereka menipu seseorang pada saat itu, dan meskipun mereka mendapatkan beberapa keuntungan, saat memikirkan keuntungan ini, di dalam hatinya, mereka merasa gelisah dan membenci diri mereka sendiri, berpikir, "Bagaimana aku bisa melakukan sesuatu seperti ini? Aku benar-benar tidak boleh melakukannya lagi di kemudian hari. Aku lebih baik hidup dalam kemiskinan atau kelaparan daripada melakukannya lagi. Itu adalah sesuatu yang tidak seharusnya orang lakukan—melakukannya akan menyebabkan penyesalan seumur hidup!" Bagi mereka, pernah melakukan sesuatu seperti ini terasa menjijikkan seperti menelan lalat mati. Jadi mereka tidak pernah lagi melakukannya. Di dalam hatinya, mereka merasa menyesal dan sedih. Sebaliknya, orang-orang yang tidak memiliki kemanusiaan akan memeras otak mereka dan berfokus sepenuhnya untuk menipu orang lain, menipu sepenuhnya tanpa menahan diri; hati nurani mereka tidak menuduh mereka, dan mereka tidak menunjukkan belas kasihan. Mereka sangat merugikan orang lain dan bahkan merasa senang, berpikir, "Mereka pantas mendapatkannya! Siapa suruh mereka jatuh ke dalam tanganku? Jika aku tidak menipu mereka, siapa lagi yang akan kutipu? Memang nasib buruk mereka bertemu denganku!" Apakah orang-orang semacam itu memiliki kepekaan hati nurani? (Tidak.) Betapa pun parahnya mereka menipu orang lain atau sampai sejauh mana pun mereka merugikan orang lain, mereka tidak pernah mengucapkan sepatah kata maaf sekalipun dan sama sekali tidak merasa bersalah atau menyesal. Sebaliknya, di dalam hatinya, mereka merasa bangga dan beruntung. Setiap kali menikmati apa yang telah mereka peroleh melalui penipuan, mereka tidak merasa sedih tetapi yakin bahwa itu sepenuhnya dapat dibenarkan. Mereka mengira bahwa mereka cakap, terampil, dan pintar, bahwa apa yang mereka pikirkan dan lakukan pada saat itu benar, dan bahwa mereka seharusnya mendapatkan lebih banyak melalui penipuan mereka. Katakan kepada-Ku, apakah orang-orang semacam itu memiliki kemanusiaan? (Tidak.) Setelah melakukan kejahatan, mereka masih bisa berpikir seperti ini dan memperlihatkan perilaku seperti itu. Apakah menurutmu orang seperti ini dapat diselamatkan? Apakah mereka akan menipu lagi jika menghadapi keadaan yang serupa? (Ya.) Mereka hanya akan menjadi lebih terampil dalam menipu, lebih merasa bangga dengan diri mereka sendiri, dan makin mereka menipu, makin mereka merasa pintar. Setelah melakukan setiap penipuan, hati mereka menjadi makin gelap, tindakan mereka makin bengis, dan metode mereka makin kejam. Orang-orang semacam itu tidak dapat diselamatkan. Dapat dikatakan bahwa mereka telah sepenuhnya ditawan oleh Iblis. Mereka adalah orang jahat, para setan, dan benar-benar bajingan. Jika engkau berbicara kepada orang-orang semacam itu tentang hati nurani dan kemanusiaan, mereka akan mencibirmu dan berkata, "Dasar orang bodoh, bertindak dengan hati nurani dan kemanusiaan—siapa yang akan memberimu uang untuk itu? Bukankah pada akhirnya kau hanya akan menjadi miskin? Lihat betapa baiknya keadaanku, dan lihat saja dirimu—sangat menyedihkan!" Mereka akan mencibirmu dan memandang rendah dirimu. Kemanusiaan semacam itu sama sekali tidak memiliki hati nurani—hati nurani orang-orang semacam itu telah sama sekali lenyap; mereka telah benar-benar dikuasai oleh setan, dan mereka telah menjadi setan yang hidup sepenuhnya. Oleh karena itu, jangan berbicara tentang kebenaran kepada orang-orang semacam itu—mereka tidak mampu menerimanya. Mereka bahkan tidak memiliki kemanusiaan yang normal, jadi bagaimana mereka dapat menerima kebenaran? Orang-orang yang mampu menerima kebenaran memiliki batasan dalam cara mereka memandang orang dan hal-hal, serta dalam cara mereka berperilaku dan bertindak, terutama ketika itu berkaitan dengan kepentingan mereka sendiri. Apakah batasan ini? Batasan ini adalah dikekang dan dikendalikan oleh hati nurani mereka. Jika mereka dapat dikekang dan dikendalikan oleh hati nurani mereka, dapat dikatakan bahwa orang-orang semacam itu masih memiliki tingkat kemanusiaan tertentu dan batasan dalam cara mereka berperilaku. Ini berarti bahwa mereka bertindak dengan tingkat kesopanan tertentu. Ketika bergaul dengan orang lain atau melakukan apa pun, jika mereka tidak memahami prinsip-prinsip kebenaran atau tidak tahu cara bertindak berdasarkan kebenaran, mereka setidaknya dapat mematuhi batasan hati nurani. Dengan kata lain, hati nurani mereka masih memiliki kesadaran dan dapat berfungsi. Jika hati nurani mereka dapat berfungsi, berarti ada kesempatan bagi mereka untuk menerima kebenaran. Hati nurani mereka akan berkembang ke arah yang positif, dan pada akhirnya bagian-bagian dari karakter mereka yang tidak baik akan sedikit berubah. Pada saat karakter mereka perlahan-lahan mengalami perubahan, berbagai watak buruk mereka juga akan dibuang selangkah demi selangkah. Apakah ini jelas sekarang? (Ya.)

Orang haruslah melihat dengan jelas siapa yang Tuhan selamatkan dan bagian mana dari diri orang yang Tuhan selamatkan dan ubah. Di satu sisi, mereka harus memiliki pemahaman yang jelas tentang diri mereka sendiri, dan di sisi lain, mereka juga harus memiliki kemampuan untuk membedakan orang-orang di sekitar mereka. Mengenai perwujudan karakter tercela, beberapa di antaranya berkaitan dengan penyingkapan watak yang rusak. Ini terutama mengacu pada perwujudan yang melanggar kebenaran dan memberontak terhadap Tuhan serta menentang Tuhan. Di mata orang, tindakan-tindakan semacam itu tidak melanggar hukum dan tidak akan dikutuk oleh hukum, tetapi semua itu dikutuk oleh Tuhan. Semua ini termasuk watak yang rusak. Perwujudan lain dari karakter tercela tidak hanya berkaitan dengan watak yang rusak, tetapi juga berkaitan dengan masalah memiliki esensi kemanusiaan yang kejam. Orang-orang semacam itu mampu melakukan jenis perbuatan buruk apa pun dan mereka adalah orang-orang yang sangat jahat. Jika orang memiliki masalah dengan karakternya hanya dalam satu aspek, tetapi mereka masih berbicara dan bertindak dengan hati nurani dan nalar, serta hanya melakukan beberapa kejahatan dalam keadaan khusus, itu artinya mereka bukanlah orang yang jahat. Orang yang jahat sama sekali tidak memiliki hati nurani atau nalar. Dapatkah orang yang tidak memiliki hati nurani dan nalar melakukan hal-hal yang baik? Sama sekali tidak. Dapatkah mereka menerapkan kebenaran? Bahkan lebih tidak mampu. Jika hati nurani yang orang miliki berfungsi dan memiliki daya kendali, karakter dan perilaku mereka dapat membaik hingga taraf tertentu. Jika orang tidak memiliki hati nurani dan apa pun yang mereka lakukan, mereka tidak memiliki fungsi hati nurani, maka karakter dan perilaku mereka tidak akan membaik. Oleh karena itu, membedakan orang tidak dapat sepenuhnya didasarkan pada karakter atau integritas mereka; hal yang utama adalah dengan melihat apakah mereka memiliki hati nurani dan nalar, serta apakah hati nurani dan nalar mereka berfungsi. Jika mereka memiliki hati nurani dan nalar, serta hati nurani dan nalar mereka dapat berfungsi ketika mereka bertindak, itu berarti mereka masih memiliki kemanusiaan dasar. Jika tindakan mereka tidak memiliki fungsi hati nurani dan nalar, itu berarti mereka tidak memiliki kemanusiaan dasar—mereka tidak memiliki kemanusiaan. Orang yang memiliki fungsi dasar hati nurani dan kemanusiaan dasar memiliki kesempatan untuk diselamatkan, sedangkan mereka yang tidak memiliki kemanusiaan dasar tidak memiliki kesempatan untuk diselamatkan. Apa faktor utama apakah orang dapat menerima keselamatan atau tidak? (Faktor utama adalah apakah mereka memiliki hati nurani dan nalar di dalam diri mereka.) Benar. Jadi, dapatkah engkau semua membedakan apakah seseorang itu memiliki hati nurani dan nalar atau tidak? (Kami dapat sedikit membedakannya. Yang terpenting adalah melihat apakah di dalam hatinya, orang itu dikendalikan oleh hati nurani dan nalar ketika bertindak, dan apakah mereka memiliki batasan moral.) Dalam hal doktrin dan teori, beginilah cara menjelaskannya—apakah engkau punya contoh konkret? (Contohnya, ada orang-orang yang, saat melaksanakan tugas, melanggar prinsip serta melakukan kesalahan yang sembrono, dan saudara-saudari menunjukkan masalah tersebut kepada mereka atau memangkas mereka. Dalam kasus seperti itu, jika mereka memiliki hati nurani dan nalar, mereka akan secara proaktif merenungkan dan berusaha mengenal diri mereka sendiri. Namun, jika mereka tidak memiliki hati nurani dan nalar, mereka mungkin akan mengembangkan kebencian atau bahkan menyerang dan membalas dendam.) Ini adalah contoh yang baik. Ketika orang-orang yang memiliki hati nurani dan nalar dikritik oleh orang lain karena melakukan kesalahan, mereka akan merasa malu dan bersalah. Mereka mengembangkan penyesalan di hati mereka, dan dengan penyesalan itu, mereka akan memperlihatkan perwujudan pertobatan dan bersedia untuk berbuat lebih baik. Sedangkan orang-orang yang tidak memiliki hati nurani dan nalar, sebesar apa pun kesalahan atau kekeliruan yang mereka lakukan, sebesar apa pun kerugian yang mereka timbulkan terhadap pekerjaan gereja atau sebesar apa pun masalah dan gangguan yang mereka timbulkan terhadap saudara-saudari, ketika dikritik, mereka memiliki seratus alasan untuk membenarkan dan membela diri, menolak untuk mengakui pelanggaran mereka sedikit pun. Mereka jelas telah menyebabkan kerugian terhadap pekerjaan, tetapi di dalam hatinya, mereka tidak merasa bersalah. Katakan kepada-Ku, apakah mereka akan merasa menyesal? (Tidak akan.) Mereka tidak akan merasa menyesal. Dapatkah orang yang tanpa penyesalan bertobat? (Tidak.) Apakah orang yang tidak dapat bertobat adalah mereka yang menerima kebenaran? (Bukan.) Apakah mereka akan terus melakukan hal yang sama? (Ya.) Sampai kapan? (Karena mereka tidak memiliki kepekaan hati nurani, mereka akan terus melakukannya.) Benar. Mereka akan terus melakukannya. Apa pun yang orang lain katakan, mereka tidak akan mendengarkan, "Suka atau tidak suka, beginilah caraku melakukan segala sesuatu! Apa hubungannya pekerjaan gereja yang mengalami kerugian dengan diriku? Yang penting aku sendiri tidak mengalami kerugian apa pun." Inilah sudut pandang mereka. Baiklah, sekian persekutuan kita tentang topik ini. Renungkanlah apa yang telah kita persekutukan, cocokkanlah itu dengan dirimu sendiri dan dengan hal-hal serta orang-orang di sekitarmu, pahamilah itu setahap demi setahap, dan gunakan firman ini untuk memandang orang lain, memandang hal-hal, dan memandang dirimu sendiri. Sedikit demi sedikit, engkau akan memperoleh pemahaman mengenai hal-hal ini.

Sebelumnya, kita telah mempersekutukan banyak perwujudan spesifik yang berkaitan dengan kemanusiaan, kondisi bawaan, dan watak yang rusak. Hari ini, kita akan lanjutkan dengan mempersekutukan beberapa perwujudan spesifik yang berkaitan dengan ketiga aspek ini. Kita akan memulai dengan perwujudan pertama: kebejatan. Apa arti istilah ini? (Itu berarti seseorang itu tidak berwibawa, tidak lurus maupun benar, dan mereka tertutup serta sembunyi-sembunyi.) (Itu berarti mereka memperlihatkan perilaku dan sikap yang relatif jahat.) Relatif jahat—itu tampaknya sedikit abstrak. Kebanyakan orang tidak dapat membayangkan seperti apa tepatnya perwujudan kejahatan ini. Ada lagi? (Kebejatan berarti perilaku dan sikap yang dimiliki seseorang adalah relatif berkelas rendah.) Berapa banyak aspek yang telah kausebutkan? Bersikap tertutup dan sembunyi-sembunyi, jahat, berkelas rendah, hina, memalukan—bukankah semua ini adalah perwujudannya? (Ya.) Lalu, dapatkah konsep kebejatan digantikan menjadi bersikap hina dan berkelas rendah? (Bisa.) Tergolong aspek apakah perwujudan kebejatan ini? (Karakter yang tercela.) Apakah ini cacat dalam kemanusiaan? (Bukan.) Natur dari perwujudan ini jauh lebih serius daripada cacat dalam kemanusiaan, jadi itu tidak dapat digolongkan sebagai cacat dalam kemanusiaan. Kebejatan adalah perwujudan karakter yang tercela. Jika seseorang bertindak dengan cara yang bejat, meskipun tidak dapat dikatakan bahwa orang ini adalah orang jahat, jika dilihat dari perwujudan kebejatannya, mereka selalu membuat orang merasa muak dan jijik. Orang-orang yang memperlihatkan kebejatan, pasti melakukan sesuatu dengan cara yang licik dan sembunyi-sembunyi, sama sekali tidak terang-terangan, berperilaku dengan cara yang relatif hina, dan selalu melakukan hal-hal tercela. Itu berarti, mereka menggunakan cara-cara yang tercela, tidak tahu malu, dan memalukan dalam melakukan segala sesuatu, cara-cara yang tidak lurus atau tidak terbuka. Kebanyakan orang merasa jijik dan benci ketika mereka melihatnya. Ini menunjukkan bahwa mereka tercela dan rendah. Ciri mereka yang paling menonjol adalah mereka sangat celaka, hina, dan tercela. Apa pun yang mereka lakukan atau ucapkan, mereka tidak bisa bersikap lurus dan terbuka; mereka selalu melakukan manuver-manuver licik dan melakukan hal-hal yang memalukan. Contohnya, percaya kepada Tuhan diakui secara universal sebagai hal yang sangat benar, sesuatu yang mampu orang pahami dan setujui. Namun, ketika orang-orang ini percaya kepada Tuhan, mereka bertindak seolah-olah mereka telah menempuh jalan yang salah, seolah-olah itu adalah sesuatu yang memalukan. Mereka adalah jenis orang yang tercela dan bejat. Peran apa yang biasanya dimainkan orang bejat di antara orang-orang lainnya? (Mereka adalah orang-orang yang negatif, orang-orang yang hina.) Mereka memainkan peran negatif. Apa ciri yang dimiliki orang-orang semacam itu? Mungkin, dari penampilan mereka, engkau tidak dapat mengetahui bahwa mereka sangat buruk, atau engkau tidak dapat melihat bahwa mereka berniat buruk dalam apa yang mereka lakukan. Namun, setelah berinteraksi dengan mereka selama jangka waktu tertentu, engkau merasa bahwa mereka selalu berbicara dan bertindak dengan cara yang tidak lurus dan terbuka. Hal yang mereka katakan terdengar menyenangkan, tetapi hal yang mereka lakukan di balik layar adalah sesuatu yang berbeda. Engkau selalu merasa bahwa niat mereka tidak benar, atau bahwa mereka tidak berbicara tentang hal-hal yang mereka berniat lakukan, membuatmu merasa bingung. Akhirnya, engkau merasa bahwa orang-orang semacam itu benar-benar tak dapat diandalkan dan hanya melakukan hal-hal tercela, curang, dan selalu merusak urusanmu. Mereka adalah orang-orang yang bejat. Engkau tidak akan melihat orang-orang ini mengungkapkan pandangan mereka yang berbeda secara terbuka atau secara terbuka menyuarakan keberatan. Di depan orang lain, mereka bahkan mungkin mengatakan sesuatu yang kedengarannya baik, seperti, "Kita tidak boleh melakukan hal itu; kita harus bertindak dengan memakai hati nurani." Namun, di balik layar, mereka memanipulasi berbagai hal, menghasut beberapa orang yang tidak memiliki kemampuan membedakan, bodoh, dan tidak tahu apa-apa untuk bertindak sesuai keinginan mereka. Pada akhirnya, hal yang ingin mereka capai terlaksana, mereka menikmati hasil dari pencapaian ini, tetapi tak seorang pun menyadari bahwa itu adalah perbuatan mereka. Engkau melihat bahwa mereka tidak mengatakan atau melakukan apa pun di hadapan orang lain, tetapi jalannya peristiwa pada akhirnya bergerak ke arah yang telah mereka manipulasi. Dari perspektif ini, orang-orang semacam itu juga agak berbahaya. Adakah orang-orang bejat di sekitarmu? Apakah orang bejat umumnya mudah dibedakan atau dikenali oleh orang lain? (Tidak.) Orang-orang ini menyembunyikan diri mereka rapat-rapat. Masalah dengan mereka adalah masalah karakter; mereka memiliki esensi kemanusiaan yang buruk. Pernahkah engkau semua bertemu dengan orang yang bejat? Apakah engkau memahami dengan jelas perwujudan utama dari orang-orang semacam itu? (Tidak terlalu.) Mulai sekarang, engkau perlu memperhatikan dan mengamati orang-orang seperti apa di sekitarmu yang sering memperlihatkan berbagai perwujudan kebejatan. Apakah perwujudan dalam hal ini relatif abstrak dan tersembunyi? (Ya.) Sekalipun ada orang-orang semacam itu di sekitarmu, karena mereka sulit dibedakan, tidak akan mudah bagimu untuk mengenali mereka. Ketika suatu hari engkau semua berhasil mengidentifikasi orang semacam itu, engkau dapat mengamati mereka dan mencatat perwujudan mereka dari awal hingga akhir untuk melihat apa ciri dan esensi mereka yang sebenarnya, dan kemudian merangkumnya. Untuk saat ini, topik tentang perwujudan kebejatan akan kita hentikan di sini.

Perwujudan berikutnya adalah sikap tak senonoh. Pertama, mari kita lihat—termasuk aspek manakah sikap tak senonoh itu? (Karakter yang tercela.) Itu termasuk dalam karakter yang tercela. Lalu, mengacu pada jenis masalah apakah sikap tak senonoh itu secara umum? (Masalah dengan cara orang berperilaku antarpribadi.) Itu cukup akurat—sikap tak senonoh pada umumnya berkaitan dengan masalah cara berperilaku antarpribadi di antara pria dan wanita. Jadi, apakah bersikap tak senonoh dilakukan oleh pria atau oleh wanita? (Oleh pria dan juga oleh wanita.) Itu tidak hanya dilakukan oleh salah satu jenis kelamin. Ada pria yang bersikap seperti ini, dan ada wanita yang bersikap seperti ini. Oleh karena itu, bukan hanya pria yang bisa bersikap tak senonoh. Jika wanita bermasalah dengan caranya dalam berperilaku antarpribadi, itu juga adalah sikap tak senonoh. Jadi, apa sajakah perwujudan spesifik sikap tak senonoh itu? Selalu suka bercampur dengan lawan jenis dan pamer—masalah macam apa ini? Bukankah ini agak tak senonoh? (Ya.) Melihat lawan jenis menggairahkan mereka. Makin banyak lawan jenis, makin mereka bergairah, dan makin mereka ingin pamer. Khususnya bagi beberapa orang, sampai sejauh mana mereka pamer? Mereka mengenakan pakaian yang memperlihatkan payudara dan punggung mereka, melakukan gerakan yang merangsang, mengucapkan perkataan yang merangsang—bukankah ini adalah perwujudan sikap tak senonoh? (Ya.) Selama ada lawan jenis di sekitar mereka, berapa pun usianya atau entah lawan jenis itu adalah orang yang mereka sukai atau tidak, mereka berpakaian mencolok, menggoda, atau memikat untuk menarik perhatian lawan jenis tersebut. Bukankah ini perwujudan sikap tak senonoh? (Ya.) Ini adalah perwujudan yang paling umum. Fenomena ini sudah menjadi hal yang lumrah dan dianggap biasa saja di kalangan orang tidak percaya. Mereka tidak menganggap hal ini sebagai sikap tak senonoh, tetapi menganggapnya sebagai hal yang sangat normal dan pantas. Mereka yakin bahwa pria dan wanita haruslah berpakaian indah agar menarik dan dikagumi oleh lawan jenis, sehingga lawan jenis akan tergoda untuk mengejar mereka. Apakah pemikiran dan pandangan semacam itu merupakan pemikiran dan sudut pandang yang tidak senonoh? (Ya.) Mereka selalu ingin menjadi pusat perhatian lawan jenis, selalu ingin menarik perhatian lawan jenis dan membuat lawan jenis tertarik pada mereka; apa pun status perkawinan mereka atau berapa pun usia mereka, mereka selalu memiliki pemikiran dan tindakan ini, dan kehidupan mereka dipenuhi dengan pemikiran semacam itu—bukankah ini adalah sikap tak senonoh? (Ya.) Inilah beberapa perwujudan yang dianggap kebanyakan orang relatif dapat diterima dan bukan hal yang terlalu tidak senonoh—sekadar suka menampilkan diri dan pamer di depan lawan jenis. Misalnya, mengenakan pakaian bagus, menyemprotkan parfum, berpakaian agak menggoda, mengucapkan kata-kata yang merangsang, atau tebar pesona—perwujudan sikap tak senonoh ini adalah hal-hal yang dapat ditoleransi oleh kebanyakan orang. Perwujudan sikap tak senonoh yang lebih serius adalah, di lingkungan mana pun mereka melihat lawan jenis, orang-orang semacam itu berani bertindak lancang dan menyentuh mereka. Mereka dengan santai mendekati dan menyentuh lawan jenis tanpa mempertimbangkan apakah lawan jenis tersebut setuju atau tidak, bertindak seolah-olah mereka sudah akrab satu sama lain. Mereka sangat terampil dalam mengamati ekspresi wajah dan reaksi pihak lainnya. Jika mereka melihat seseorang tidak menolak dan relatif penurut, mereka berani dengan seenaknya menyentuh kepala atau punggung orang tersebut, atau bahkan duduk di dekatnya atau memegang tangannya, jika orang tersebut tidak menolak. Beberapa wanita bisa langsung duduk di pangkuan pria, tanpa peduli bagaimana perasaan orang lain saat melihatnya. Ini telah meningkat dari sikap pamer biasa menjadi sesuatu yang lebih substansial. Bukankah ini bersikap tak senonoh? (Ya.) Bisakah kebanyakan orang menerima sikap tak senonoh seperti ini? (Mereka tidak bisa menerimanya.) Ada orang-orang yang tidak menganggap ini sebagai masalah besar dan bahkan berkata, "Ini bukan sikap tak senonoh. Pria dan wanita menunjukkan kasih sayang satu sama lain adalah hal yang sangat normal. Kalau tidak, apa gunanya hidup? Pria haruslah bersenang-senang dengan wanita, dan wanita haruslah bersenang-senang dengan pria—hanya dengan demikian hidup menjadi menarik." Jika tidak ada lawan jenis yang membuat gerakan tak senonoh seperti itu terhadap mereka, mereka berpikir, "Apakah aku tidak punya daya tarik sedikit pun? Mengapa aku tidak bisa menarik perhatian lawan jenis?" Mereka kemudian merasa kecewa. Ketika orang-orang semacam itu didekati oleh orang yang tidak senonoh, di dalam hatinya, mereka merasa sangat puas dan senang. Setidaknya, mereka merasa puas secara fisik dan mental, berpikir bahwa hidup menjadi berarti karena ada seseorang yang tertarik pada mereka. Oleh karena itu, ada orang-orang yang bisa menerima sikap tak senonoh seperti ini. Misalnya, katakanlah seseorang menyukai orang lain dan memiliki perasaan terhadapnya; jika orang itu selalu mengabaikannya dan tidak menunjukkan minat terhadapnya, dia merasa sangat kecewa. Namun, jika orang itu sesekali menyentuhnya, menggodanya, membelai tangannya, atau duduk cukup dekat dengannya hingga dapat merasakan kehangatan tubuhnya—atau, lebih jauh lagi, jika itu adalah seorang pria yang pernah bersikap lancang kepada seorang wanita, dia lalu berpikir, "Ah, itu bagus, dia menyukaiku. Meskipun kami tidak dapat dipersatukan di dunia ini, diperlakukan tak senonoh olehnya dengan cara seperti ini setidaknya membuat hidupku berarti!" Engkau lihat, ada orang-orang yang di dalam hatinya, menerima sikap tak senonoh semacam ini, bukannya membencinya. Sikap mereka bergantung pada apakah lawan jenis yang melakukan hal-hal ini adalah orang yang mereka sukai atau tidak. Jika mereka menyukai orang itu dan tidak merasa jijik, atau bahkan merindukannya di dalam hati mereka, maka mereka tidak membenci orang-orang tak senonoh semacam itu atau tindakan tak senonoh tersebut. Sebaliknya, di dalam hatinya, mereka dapat menerima dan menyambut, serta memberi orang itu tempat di hati mereka. Oleh karena itu, ada orang-orang yang di dalam hatinya, menerima orang-orang tak senonoh semacam itu. Karena orang-orang yang tidak senonoh itu tidak baik, bukankah itu berarti mereka yang dapat menerima perilaku seperti itu juga tidak senonoh? (Ya.) Mereka juga tidak senonoh. Ada beberapa perwujudan yang lebih serius daripada sikap tak senonoh semacam ini—bukan hanya sedikit pamer, bukan hanya saling melirik atau membelai secara fisik, tetapi meningkat lebih jauh lagi. Pikiran orang-orang ini sepenuhnya dipenuhi oleh hal-hal tak senonoh semacam itu. Jika ini terjadi saat seseorang berpacaran, itu adalah perwujudan yang normal. Namun, jika usia dan lingkungan nyata seseorang tidak memungkinkan hal tersebut, dan mereka masih sepenuhnya memikirkan hal-hal tersebut ketika melihat lawan jenis, lalu apa esensi dari perwujudan ini? Itu berarti, ketika menghadapi lawan jenis, mereka selalu memiliki semacam hasrat dan nafsu, atau di benaknya, mereka memiliki tujuan tertentu—bukan hanya ingin memuaskan kebutuhan psikologis dan itu saja; melainkan mereka juga ingin melakukan tindakan yang lebih jauh dan berkembang lebih jauh lagi. Di dalam hatinya, mereka selalu mengejar hal-hal ini; selain memikirkan hal-hal tak senonoh di benak mereka, dalam hal perilakunya, mereka juga mulai berusaha mendekati lawan jenis yang cocok untuk memuaskan dan melampiaskan hasrat seksual mereka. Bukankah orang-orang semacam itu tidak senonoh? (Ya.) Dibandingkan dengan dua jenis orang tak senonoh sebelumnya, bukankah jenis orang tak senonoh ini sangat berbahaya dan menakutkan? (Ya.) Orang-orang tak senonoh semacam itu dapat bertindak kapan saja—ini sudah memperlihatkan bahwa mereka sangat jahat dan tak senonoh. Mengenai tingkat di atas ini, kita tidak akan membahasnya lebih lanjut.

Jadi, di antara ketiga jenis sikap tak senonoh ini, mana yang bisa engkau semua terima? Dengan kata lain, mana yang membuatmu merasa bahwa seseorang yang bertindak seperti itu adalah normal, bukan masalah besar, dan bahwa mereka adalah orang yang terhadapnya engkau tidak merasa jijik, juga tidak mencelanya, dan bisa cukup menerimanya? Tingkat sikap tak senonoh mana yang bisa engkau semua terima? (Kami tidak bisa menerima semua tingkat itu.) Mengapa engkau tidak bisa menerima semua tingkat sikap tak senonoh tersebut? (Natur dari jenis sikap tak senonoh terakhir cukup tercela, dan meskipun jenis sikap tak senonoh pertama hanya berkaitan dengan pamer di depan lawan jenis, itu menyebabkan orang-orang di sekitar mereka merasa terganggu.) Jenis orang pertama tidak memiliki pemahaman yang jelas tentang perbedaan gender di dalam hatinya. Kebanyakan orang memperhatikan batasan antara pria dan wanita saat berinteraksi dengan lawan jenis. Khususnya, dalam hal wanita berinteraksi dengan pria, mereka harus tetap menjaga diri dan mempertahankan beberapa batasan di depan pria. Namun, beberapa wanita menikmati berinteraksi dengan lawan jenis dan menjadi bergairah ketika melihat seseorang yang mereka sukai. Begitu ada kesempatan, mereka mencari alasan untuk berkontak. Siapa pun yang dengan sengaja ingin berinteraksi dengan lawan jenis pasti memiliki sesuatu yang tidak normal di dalam hatinya. Meskipun jenis sikap tak senonoh yang pertama tidak berkaitan dengan cara bertindak tak senonoh yang substansial atau tidak mengarah pada peristiwa nyata apa pun, juga tidak berkaitan dengan kekerasan seksual, berdasarkan perwujudannya, dalam hal cara berperilaku antarpribadi, orang-orang ini tidak memiliki batasan yang jelas antara pria dan wanita. Itu berarti, di dalam hatinya, mereka tidak memiliki batasan yang jelas dan tidak memahami bahwa orang normal seharusnya memiliki rasa malu dan tidak membuat orang lain memandang rendah mereka. Jika seseorang memperlihatkan perwujudan sikap tak senonoh tanpa merasakan apa pun mengenainya, mereka bukanlah orang normal dan setidaknya, tidak memiliki hati nurani dan nalar manusia normal. Baik seseorang itu adalah pria atau wanita, mereka harus mematuhi batasan antar gender, dan di dalam hatinya harus jelas bahwa batasan ini tidak boleh dilanggar. Tuhan menciptakan pria dan wanita dengan perbedaan bawaan; tidaklah mungkin mengaburkan garis batas di antara mereka. Jika seseorang selalu tidak memiliki batasan yang jelas antara pria dan wanita dan selalu pamer di depan lawan jenis, ini bukanlah sekadar sikap tak bermoral pada umumnya atau sekadar tidak adanya pengekangan—ini berkaitan dengan masalah dalam cara berperilaku antarpribadi. Entah hal-hal yang mereka lakukan ada kaitannya dengan masalah substansial atau tidak, selama perwujudan ini berkaitan dengan masalah cara berperilaku antarpribadi, hal tersebut tidak konsisten dengan rasa malu manusia. Khususnya dalam hal antara pria dan wanita, jika seseorang tidak tahu malu atau tidak punya rasa malu, mereka berada dalam bahaya besar. Jika engkau dapat dengan sengaja menebarkan pesonamu di hadapan lawan jenis dan berusaha menarik perhatian mereka, kemungkinan besar engkau akan berlanjut ke tingkat sikap tak senonoh berikutnya. Engkau mungkin memulainya dengan pamer, tetapi itu dapat dengan mudah berkembang ke tingkat sering menyentuh, dan dari sering menyentuh, itu dapat dengan mudah berkembang menjadi sesuatu yang lebih substansial, yang pada akhirnya menjadi hal yang tak mampu kaukendalikan. Engkau lihat, apa pun tingkat sikap tak senonoh tersebut, selama itu termasuk dalam lingkup sikap tak senonoh, itu berkaitan dengan masalah cara berperilaku antarpribadi. Begitu itu berkaitan dengan masalah cara berperilaku antarpribadi, tidak ada perbedaan di antara tingkat keparahannya. Ini karena masalah semacam itu dapat meningkat—dimulai dari pamer dan tak punya rasa malu, itu dapat dengan mudah berkembang ke tingkat melakukan kontak fisik, berkembang ke tingkat rasa suka, dan kemudian menjadi tak terpisahkan satu sama lain. Dari sana, itu dapat meningkat lebih jauh, menjadi tidak terkendali sehingga membuatnya terlambat untuk disesali. Begitu itu menjadi kenyataan, sulit untuk mengakhirinya dengan semestinya. Jadi, jenis perwujudan sikap tak senonoh apa pun yang kauperlihatkan, selama itu berkaitan dengan masalah cara berperilaku antarpribadi, jika engkau tidak mengendalikan diri dan tidak punya rasa malu—jika engkau sama sekali tidak peduli dengan apa yang orang lain katakan tentang dirimu, bagaimana orang menilaimu, atau bagaimana Tuhan memandangmu—engkau berada dalam bahaya besar. Apa artinya berada dalam bahaya besar? Itu berarti bahwa mulai dari tindakan dan perwujudan sikap tak senonoh yang biasa, itu dapat dengan sangat mudah memburuk dan melakukan hal-hal konyol yang akan membuatmu menyesal seumur hidup. Apakah engkau mengerti? (Ya.) Oleh karena itu, jika engkau tak mampu mengetahui yang sebenarnya tentang esensi masalah sikap tak senonoh dan gagal menyelesaikan masalah itu tepat pada waktunya, engkau sangat menyusahkan. Jika engkau memperlihatkan perwujudan semacam itu atau senang mengejar hal-hal semacam itu, ini membuktikan bahwa ada masalah serius dalam kemanusiaanmu. Masalah apa? Tidak adanya rasa malu. Masalah cara berperilaku antarpribadi berkaitan dengan rasa malu yang orang miliki. Jika engkau tak punya rasa malu, berarti engkau tidak memiliki batasan ketika melakukan hal-hal tersebut. Apa pun yang kaupikirkan, engkau dapat melakukannya. Pemikiran dan hasratmu tidak akan terkendali ataupun dibatasi. Selama lingkungannya sesuai, pemikiran dan hasratmu akan mengambil kesempatan untuk beraksi, akan berangsur-angsur membesar dan mencapai titik ledakannya. Hal ini akan menimbulkan konsekuensi yang mengerikan.

Jika ada orang-orang tak senonoh semacam itu di sekitarmu, yang masalah sikapnya yang tak senonoh itu bukan sekadar sesekali melontarkan satu komentar yang provokatif, dan yang sikapnya tersebut tidak ditujukan hanya kepada beberapa orang tertentu—melainkan, mereka juga sering berperilaku seperti ini, tanpa rasa malu sama sekali, dan masalahnya tetap tidak terselesaikan sekalipun orang lain membenci, mengingatkan, atau memperingatkan mereka, dengan mereka terus bersikap tak senonoh dan sikapnya tersebut bahkan menjadi makin parah—dan jika engkau semua bertemu dengan orang-orang semacam itu, engkau harus menghindari mereka. Mengapa engkau harus menghindari mereka? Karena orang-orang tak senonoh itu tak punya rasa malu. Apakah orang yang tak punya rasa malu memiliki pengekangan diri dalam tindakan mereka? Mampukah mereka mengendalikan diri mereka sendiri? (Tidak.) Mereka tidak mampu mengendalikan diri mereka sendiri, jadi engkau semua harus menghindari orang-orang semacam itu; berusahalah semaksimal mungkin untuk menghindarkan dirimu bergaul dengan mereka. Jika pekerjaan mengharuskanmu untuk berhubungan dengan mereka dan itu tidak dapat dihindari, maka berusahalah membatasi agar itu hanya untuk urusan pekerjaan, tetapi yang terbaik adalah ada beberapa orang lain yang hadir saat engkau berinteraksi dengan mereka. Jangan berinteraksi dengan mereka seorang diri, dan jangan beri mereka kesempatan untuk mengeksploitasi. Usahakan semaksimal mungkin untuk tidak sendirian dengan mereka, agar tidak jatuh ke dalam pencobaan dan tidak memberi Iblis kesempatan untuk memanfaatkan. Apa pun jenis perilaku tak senonoh tersebut, selama engkau mengidentifikasi bahwa orang-orang semacam itu tidak tahu malu dalam cara mereka berperilaku antarpribadi, bahwa mereka dapat menggoda siapa pun dari lawan jenis, dan bahwa mereka bahkan sedemikian tak senonohnya, sampai-sampai mereka dapat membuat lelucon mesum di depan banyak lawan jenis, berbicara seolah-olah itu hal yang sangat normal, membuat para pendengarnya tersipu, malu, dan tidak tahan mendengarnya, sementara mereka sendiri tidak merasakan apa pun, tidak menyadari, dan tidak peduli, maka orang-orang semacam itu harus dihindari. Apakah engkau mengerti? (Ya.) Terutama ketika, dalam berinteraksi dengan mereka seorang diri, mereka menunjukkan perhatian dan kepedulian khusus terhadapmu, dan terlebih lagi, mereka toleran terhadap kekurangan dan kelemahanmu, kemudian sering menyentuhmu, atau di luarnya mereka menampilkan diri sebagai orang yang bermartabat dan sopan, tetapi perkataan mereka selalu mengandung nada mesum—orang-orang semacam itu sangat berbahaya, dan engkau semua harus waspada terhadap mereka. Ada pula orang-orang yang, untuk hal yang jelas-jelas dapat dipersekutukan atau ditanyakan kepada sesama jenis, atau untuk pekerjaan yang dapat ditangani oleh sesama jenis, mereka tidak melakukannya, tetapi bersikeras mencari seorang lawan jenis. Siapa pun lawan jenis yang mereka incar, mereka terus-menerus bertanya kepadanya, mengganggu, memulai percakapan yang tidak perlu, dan mengarang hal-hal yang mengganggu orang tersebut, selalu mengajukan pertanyaan-pertanyaan tidak berguna yang seharusnya tidak perlu ditanyakan dan berusaha keras menciptakan peluang agar dapat berinteraksi secara empat mata dengan orang ini. Tujuan mereka mencari peluang adalah untuk memuaskan hasrat mereka sendiri. Baik engkau pria atau wanita, apa yang harus kaulakukan ketika bertemu dengan orang-orang semacam itu? (Menjauhi mereka.) Engkau harus memikirkan cara untuk menolak mereka; jelaskan semuanya kepada mereka dengan sangat gamblang. Jangan hanya menjauh dari mereka secara diam-diam dan berpikir itu sudah cukup. Jika mereka sesekali mengganggumu, engkau mungkin tidak dapat memastikan apakah mereka sedang berperilaku tidak senonoh. Namun, jika mereka berulang kali mengganggumu, engkau harus memberi mereka penjelasan tentang hal ini. Apa yang harus kaukatakan? Engkau dapat memberi tahu mereka: "Kau telah menggangguku lebih dari sekali atau dua kali—apa maumu sebenarnya? Jelaskan apa maumu sebenarnya! Apakah kita benar-benar memiliki hubungan kerja semacam itu? Ada begitu banyak orang yang dapat kautanyakan, tetapi kau bersikeras bertanya kepadaku dan menemuiku—apakah kita benar-benar sedekat itu? Jangan lakukan ini. Aku tidak tertarik, dan aku tidak suka bergaul dengan orang-orang dengan cara seperti ini. Tolong jangan ganggu aku lagi di kemudian hari. Aku sama sekali tidak tertarik padamu. Jika nanti kau terus menggangguku seperti ini, aku tidak akan tinggal diam!" Pendekatan apa yang harus diambil terhadap orang-orang semacam itu? (Jauhi mereka dan tolak mereka.) Jika orang-orang semacam itu tetap tidak dapat diperbaiki meskipun telah ditegur berulang kali, bagaimana mereka harus ditangani? Itu berarti, mereka harus ditangani berdasarkan peraturan administratif gereja, yaitu dengan mengisolasi atau mengeluarkan mereka. Beberapa orang adalah penyenang orang, yang tidak berani menyinggung orang lain dan dalam hatinya takut pada orang-orang tak senonoh semacam ini. Ini menyusahkan. Mereka hanya bisa dipermainkan oleh orang-orang itu. Orang-orang tak senonoh semacam itu harus diperlakukan dengan serius. Sikapmu terhadap mereka harus lebih dingin, tetapi tidak perlu marah-marah—cukup bicara dengan tenang: "Jangan bermain-main seperti anak kecil. Aku tahu betul apa maumu. Bermain-main denganku tidak akan berhasil. Aku tidak menyukaimu, jadi tolong jangan ganggu aku lagi! Jika kau terus-menerus menggangguku, aku punya banyak cara untuk menghadapimu!" Bukankah ini berarti menolak mereka? (Ya.) Apakah engkau semua akan mampu menolak mereka dengan cara seperti ini? (Setelah mendengar firman Tuhan, ya. Sebelum Tuhan berfirman, kami tidak akan berani menolak mereka seperti ini.) Tentu saja, ini hanya sebuah contoh. Situasi seperti ini tidak terbatas pada wanita yang dilecehkan oleh pria; tetapi juga termasuk pria yang dilecehkan oleh wanita. Singkatnya, entah engkau pria atau wanita yang sedang dilecehkan, jika engkau dapat melihat dengan jelas bahwa orang-orang yang tak senonoh semacam itu memang tidak berinteraksi, berbicara dari hati ke hati, atau berkonsultasi denganmu secara normal, maka engkau bisa menolak mereka. Saat berinteraksi dengan orang-orang semacam itu, adalah sangat mudah untuk merasakan niat mereka, dan engkau harus waspada. Engkau harus berkata kepada mereka: "Kita tidak saling mengenal, jadi sebaiknya kau tidak melecehkanku!" Jika mereka berulang kali melecehkanmu dan engkau masih merasa terlalu malu untuk menolak mereka, khawatir engkau mungkin menyakiti perasaan mereka, berpikir bahwa sebagai saudara-saudari engkau harus toleran terhadap mereka, engkau harus memahami apa akibatnya jika engkau menoleransi mereka seperti itu. Jika engkau menyukai mereka dan bersedia bergaul dengan mereka, itu adalah kebebasanmu. Tentu saja, bukankah bodoh untuk bersimpati atau bahkan menyukai orang yang tidak senonoh? Jika mereka dapat berperilaku tak senonoh terhadapmu, mereka dapat melakukan hal yang sama kepada orang lain. Bergaul dengan orang-orang semacam itu sama saja dengan menggali kuburmu sendiri—mencari mati. Oleh karena itu, dengan orang-orang semacam itu, engkau harus langsung menolak mereka; perjelas semuanya kepada mereka, dan suruhlah mereka untuk menjaga jarak. Bukankah itu sangat sederhana? (Ya.) Yang dimaksud orang yang benar-benar tak senonoh adalah mereka yang tidak punya rasa malu dalam kemanusiaan mereka. Tentu saja, baik pria maupun wanita, orang mungkin sesekali memperlihatkan beberapa perwujudan yang sedikit tidak normal ketika bertemu lawan jenis. Selama itu bukanlah suatu kebiasaan, tidak menghasilkan tindakan atau konsekuensi, dan seseorang dapat mengoreksinya ketika mereka merasa itu tidak pantas setelah jangka waktu tertentu, itu tidak dapat digolongkan sebagai sikap tak senonoh. Perwujudan yang sedikit tidak normal ini tidak boleh digeneralisasi. Bersikap tak senonoh adalah perwujudan dari tidak adanya rasa malu dalam kemanusiaan yang orang miliki. Perwujudan utama dari orang-orang semacam itu adalah bahwa mereka tidak memiliki rasa malu dalam cara berperilaku antarpribadi mereka—mereka tidak dapat dikekang, tidak terkendali, dan sangat tidak bermoral. Ini tergolong perwujudan sikap tak senonoh dalam kemanusiaan yang orang miliki. Sekarang, tahukah engkau bagaimana cara menghadapi dan menangani orang-orang semacam itu? (Ya.) Sekian pembahasan kita tentang topik sikap tak senonoh.

Mari kita membahas perwujudan lainnya: berhati busuk. Masalah macam apakah ini? (Ini adalah masalah karakter yang tercela.) Berhati busuk termasuk karakter yang tercela dan digolongkan dalam kemanusiaan. Apakah berhati busuk agak mirip dengan kebejatan? (Ya.) Ini juga merupakan perwujudan dari karakter yang tercela. Berhati busuk berarti bertindak tanpa mematuhi peraturan, dengan cara yang curang, tidak hanya melakukan sesuatu tanpa prinsip atau batasan hati nurani dan moralitas, tetapi juga melakukan segala sesuatu dengan cara yang sangat tercela dan hina. Apa sajakah perwujudan berhati busuk? Misalnya, seseorang yang hatinya busuk melihat ada seseorang yang telah membeli sebuah mobil yang bagus yang dia sendiri tidak mampu membelinya. Ketika melewati rumah pemilik mobil tersebut, dia menyapanya, "Mobil yang bagus! Kau pasti kaya!" Perkataannya terdengar menyenangkan, tetapi begitu pemilik mobil tersebut pergi, dia meludahi mobil tersebut—cuih. Bukankah seperti inilah berhati busuk itu? (Ya.) Jenis perilaku apakah meludah itu? (Perilaku yang busuk.) Ini disebut berhati busuk. Berhati busuk berarti berperilaku sangat tercela, kotor, dan rendah—itu berarti bertindak secara memalukan, menyebabkan orang lain mengejek dan merendahkanmu, membuat orang merasa bahwa karaktermu rendah dan bahwa engkau adalah orang yang memalukan. Misalnya, ada orang-orang yang melihat tetangga mereka memiliki seekor anjing yang penurut dan merasa iri di dalam hatinya: "Keluarga mereka memiliki anjing yang penurut. Mengapa bukan aku yang membeli anjing itu?" Jadi mereka menemukan cara untuk membunuh anjing itu, dan setelah itu, mereka merasa sangat gembira. Sesampainya di rumah, mereka merayakannya, membuka sampanye dan mengadakan pesta, merasa lebih bahagia daripada yang pernah mereka rasakan sebelumnya. Katakan kepada-Ku, apakah orang ini sangat mengerikan atau tidak? (Mereka sangat mengerikan.) Seperti inilah berhati busuk itu. Selama orang lain mengalami sesuatu yang baik dan merasa bahagia, mereka menjadi tidak bahagia dan memikirkan berbagai cara untuk merusak segalanya bagi orang lain tersebut. Ketika melihat orang lain mengalami bencana, mereka mentertawakan kemalangan orang tersebut. Orang-orang semacam itu sangat busuk hatinya.

Pemikiran orang-orang berhati busuk sangatlah negatif. Bagaimana negatifnya? Misalnya, ketika engkau memberikan sesuatu kepada seseorang, dalam keadaan normal, dia seharusnya merasa bersyukur, berkata, "Barang ini cukup bagus. Dahulu kau sangat menyukainya, tetapi sekarang kau tidak membutuhkannya lagi. Kau tidak memberikannya kepada orang lain, tetapi langsung memberikannya kepadaku—kita benar-benar teman!" Siapa pun yang memiliki hati nurani dan nalar akan berpikir seperti ini; mereka akan memahami hal ini secara positif. Namun, pemikiran orang-orang yang berhati busuk menyimpang. Di dalam hatinya, mereka akan berkata, "Kau hanya memberikan ini kepadaku karena kau tidak membutuhkannya lagi. Jika kau masih membutuhkannya, akankah kau memberikannya kepadaku? Kau menyimpan barang-barang yang bagus untuk dirimu sendiri dan memberiku yang jelek—siapa yang mau barang itu! Apakah kau sedang mengabaikanku seolah-olah aku ini pengemis? Apa menurutmu aku tidak tahu apa yang baik? Kau hanya memberikannya kepadaku karena kau tidak membutuhkannya lagi, dan kau masih mengharapkanku untuk bersyukur. Apa kau menganggapku orang idiot?" Engkau lihat, karena masalah yang begitu sepele, mereka berpikir dengan cara yang begitu tercela, kotor, dan rendah. Memberi mereka sesuatu akhirnya menyebabkan masalah bagi dirimu sendiri. Mengapa itu menyebabkan masalah? Karena orang yang kauberi barang itu adalah orang yang berhati busuk—orang yang pemikirannya tercela, kotor, dan hina. Mereka berpikir negatif tentang siapa pun. Ketika memandang seseorang, mereka tidak memandangnya berdasarkan prinsip, juga tidak berdasarkan karakter atau prinsip tentang cara orang itu berperilaku yang mereka ketahui dari pengalaman menghabiskan waktu bertahun-tahun bersamanya. Sebaliknya, mereka memandang orang lain berdasarkan pemikiran dan sudut pandang mereka sendiri yang ekstrem dan keras kepala. Orang-orang semacam itu sangat busuk hatinya. Jika engkau tidak bergaul dengan mereka atau memberi mereka apa pun, segalanya tetap damai. Namun, jika engkau benar-benar bergaul dengan mereka dan membantu mereka, engkau akhirnya akan sering dihakimi dan dikritik oleh mereka. Ketika melihatmu menggunakan sesuatu yang bagus, mereka selalu menginginkan barang tersebut. Jika engkau tidak memberikannya kepada mereka, mereka akan menganggapmu pelit dan kikir. Orang-orang semacam itu sangat menyusahkan, dan sangat sulit untuk hidup rukun dengan mereka. Mereka mungkin tidak mengatakan apa pun secara langsung, tetapi di lubuk hatinya, mereka diam-diam selalu bersaing denganmu, mengembangkan pemikiran yang negatif tentangmu di dalam hatinya. Sederhananya, orang-orang semacam itu memiliki hati yang menjijikkan dan pemikiran yang menjijikkan. Kurasa kata "menjijikkan" cukup tepat untuk menggambarkan pemikiran dan hati seseorang yang busuk—artinya mereka tidak bersih, tidak positif, dan tidak baik hati. Sepositif apa pun sesuatu itu, ketika mereka membicarakannya, itu berubah menjadi sesuatu yang negatif. Sebanyak apa pun hal-hal baik yang kaulakukan untuk mereka, mereka bukan saja tidak menghargainya, melainkan juga meremehkanmu dan menjebakmu, mengatakan bahwa engkau berniat buruk. Jika engkau memberi mereka sedikit keuntungan, mereka akan merenungkan apakah engkau sedang mencoba mengeksploitasi mereka. Jika engkau bersikap setengah hati terhadap mereka, mereka akan berpikir bahwa karena engkau kaya dan berkuasa, engkau memandang rendah orang miskin. Mereka akan merasa bahwa engkau tidak memiliki sentuhan manusia, tidak tahu bagaimana bergaul dengan orang lain, dan tidak mampu mempertimbangkan perasaan orang lain. Jika engkau menjauhkan dirimu dari mereka, itu juga tidak akan berhasil—mereka tetap saja akan memiliki sesuatu untuk dikatakan tentang hal itu. Orang-orang semacam itu sangat menyusahkan. Dengan cara apa pun engkau bergaul dengan mereka, engkau tidak akan pernah bisa memuaskan mereka. Engkau tidak tahu apa yang akan mereka pikirkan, dan engkau tidak tahu masalah-masalah apa yang akan muncul dari hal-hal yang kaulakukan dengan niat yang baik. Jadi, hanya ada satu cara untuk menghadapi orang-orang semacam itu—menjauhlah dan jangan berhubungan dengan mereka. Ketika berteman, jangan memilih orang-orang semacam itu, karena hati mereka terlalu busuk; berhubungan dengan mereka akan mendatangkan masalah dan tekanan yang besar bagimu, dan semua tekanan serta masalah ini sama sekali tidak perlu. Apakah orang-orang berhati busuk memiliki rasionalitas? (Tidak.) Apa maksudnya mengatakan bahwa mereka tidak memiliki rasionalitas? (Mereka tidak memiliki hati nurani atau tidak bernalar, dan tidak memiliki batasan moral.) Apa maksudnya secara terperinci? (Mereka tidak memiliki pemikiran orang normal.) Tidak memiliki pemikiran orang normal adalah salah satu aspeknya. Katakan kepada-Ku, apakah orang-orang semacam itu memiliki sedikit saja rasa malu? (Tidak.) Mereka tidak punya rasa malu, tidak memiliki pemikiran kemanusiaan yang normal, dan hanya berbicara dengan penalaran yang menyimpang dan keliru. Penalaran mereka ditujukan untuk melindungi kepentingan mereka sendiri—semua itu adalah penalaran yang menyimpang. Jika engkau memberi mereka sesuatu, mereka berkata bahwa engkau memandang rendah mereka dan hanya memberi mereka hal-hal yang tidak kaubutuhkan. Jika engkau tidak memberi mereka apa pun, mereka akan berkata bahwa engkau terlalu kikir. Bukankah perkataan seperti itu adalah penalaran yang menyimpang? (Ya.) Mereka sama sekali tidak dapat memahami segala sesuatu dengan benar dan berpikir dengan cara yang sangat negatif—seperti inilah penalaran yang menyimpang. Orang-orang tidak percaya sering mengatakan bahwa orang haruslah berperilaku dengan cara yang masuk akal—jika seseorang tidak masuk akal dan hanya berbicara dengan penalaran yang menyimpang, mereka bukanlah orang yang baik. Jika seseorang memberimu sesuatu, itu berarti mereka menghargaimu; jika mereka tidak memberikannya kepadamu, itu juga dapat dibenarkan—mereka dapat memberikan barang milik mereka sendiri kepada siapa pun yang mereka inginkan. Jika engkau masih mencari-cari kesalahan ketika mereka memberikannya kepadamu dan menyebut mereka kikir jika tidak memberikannya, bukankah ini di luar nalar? Bukankah orang-orang yang memiliki penalaran yang menyimpang seperti ini berhati busuk? (Ya.) Hati mereka sangat busuk! Orang-orang berhati busuk berada di luar nalar, jadi tidak ada penalaran yang bisa mereka pahami. Ketika engkau bertindak berdasarkan hati nurani dan nalar, atau berdasarkan prinsip-prinsip kebenaran, itu sama sekali tidak masuk akal bagi mereka. Berhati busuk agak mirip dengan kebejatan, bukan? (Ya.) Misalnya, ada orang-orang yang menggunakan uang untuk membeli sesuatu dan selalu merasa harganya tidak sepadan, seolah-olah mereka telah mengalami kerugian. Lalu mereka berpikir, "Kau telah mengambil keuntungan dariku, jadi aku perlu mencari cara untuk membuatmu merugi—dengan begitu, barulah hatiku akan merasa tenteram." Orang-orang yang tercela dan berhati busuk seperti ini selalu memikirkan cara untuk mengambil keuntungan dari orang lain. Jika mereka merasa bahwa mereka telah mengalami kerugian, mereka mempersulit orang lain; mereka selalu ingin memastikan mereka tidak merugi, dan baru setelah itu mereka merasa puas. Jika mereka mengambil keuntungan dari orang lain, mereka merayakannya dan begitu bahagia hingga terbangun sambil tertawa dari mimpi mereka. Jumlah uang yang kaugunakan untuk membeli sesuatu adalah pilihanmu sendiri—tak seorang pun memaksamu untuk memberikan uangmu kepada mereka. Karena engkau membelinya dengan sukarela, mengapa engkau masih menyimpan dendam dan masih mencoba mengambil keuntungan dari orang lain dan menghindari kerugian? Bukankah orang-orang semacam itu sangat busuk hatinya? (Ya.) Ketika mereka pergi ke supermarket untuk membeli bahan makanan dan merasa harganya terlalu mahal, demi menghindari kerugian, mereka mengambil beberapa kantong plastik tambahan. Jika kebetulan saat itu Tahun Baru atau hari libur dan supermarket tersebut membagikan kalender, mereka harus mengambil beberapa kalender lagi, baru setelah itulah mereka merasa puas. Ketika mereka mengambil keuntungan dari orang lain, mereka merasa senang dan bahkan berkeliling memamerkan betapa cakap dan terampilnya mereka. Katakan kepada-Ku, pola pikir macam apa yang dimiliki orang-orang semacam itu? Dalam hal apa pun, mereka selalu mengukur segala sesuatu berdasarkan apakah mereka dapat mengambil keuntungan dan menghindari kerugian. Pemikiran dan sudut pandang seperti ini saja sudah sangat busuk dan tercela. Tentu saja, ada juga sisi sombong dalam hal ini, serta ada sisi jahatnya. Orang-orang semacam itu sulit dihadapi dan rewel. Ada banyak cacat dalam kemanusiaan yang terlihat dalam diri orang-orang semacam itu—cara berpikir mereka, dari perspektif kemanusiaan, sama sekali tidak sesuai dengan akal sehat atau aturan cara berperilaku apa pun, dan berada di bawah garis batas moral dasar kemanusiaan yang normal; tentu saja, cara berpikir itu juga tidak sesuai dengan hati nurani dan nalar kemanusiaan. Mereka sangat menyimpang, sangat hina, dan juga sangat sombong. Bukankah orang-orang semacam itu sering terlihat di antara kelompok-kelompok orang? (Ya.) Orang-orang berhati busuk memiliki karakter yang tercela dan sangat sulit dihadapi. Selama sesuatu ada kaitannya dengan kepentingan mereka, entah itu kepentingan materi atau harga diri dan status mereka, cara mereka berperilaku dalam hal ini akan tersingkap; itu akan terlihat dengan sangat jelas. Mereka akan mulai berbicara dengan penalaran yang menyimpang dan keliru, menjadi sama sekali tidak bernalar. Baiklah, sekian pembahasan kita tentang orang-orang yang berhati busuk.

Perwujudan lainnya adalah keegoisan. Apakah keegoisan itu baik? (Tidak.) Kalau begitu pertama-tama, katakan kepada-Ku, apakah keegoisan itu bawaan? (Bukan.) Keegoisan bukanlah bawaan, jadi masalah macam apa keegoisan itu? (Cacat dalam kemanusiaan.) (Kurasa itu masalah karakter.) Keegoisan harus digolongkan berdasarkan situasinya. Beberapa bentuk keegoisan adalah perwujudan naluri manusia; itu adalah semacam naluri manusia, hak yang seharusnya orang miliki, hak untuk melindungi kepentingan mereka sendiri. Jika itu adalah perwujudan naluri manusia, maka itu adalah sesuatu yang seharusnya orang miliki. Keegoisan semacam ini adalah perwujudan melindungi hak asasi manusia serta melindungi hak dan kepentingan sah yang orang miliki. Keegoisan semacam ini dapat dibenarkan; itu bukanlah cacat dalam kemanusiaan. Namun, ada jenis perwujudan lain yang lebih serius daripada keegoisan semacam ini—itu berkaitan dengan merugikan kepentingan orang lain, dan merupakan cacat dalam kemanusiaan; itu telah meningkat menjadi masalah karakter. Masalah berikut ini harus dibedakan: perwujudan keegoisan mana yang dapat dibenarkan, perwujudan keegoisan mana yang merupakan cacat dalam kemanusiaan, dan perwujudan keegoisan mana yang berkaitan dengan masalah karakter. Jika masalah-masalah ini dapat dipahami dengan jelas, maka orang akan tahu bagaimana menerapkan berdasarkan prinsip. Contohnya, orang ingin menjaga kehidupan mereka sendiri dengan baik, memenuhi tanggung jawab dan kewajiban mereka sepenuhnya, dan mengurus diri mereka sendiri dengan baik tanpa memedulikan orang lain, hanya mengurus diri mereka sendiri dengan baik tanpa melanggar kepentingan orang lain—dari perspektif kemanusiaan, ini juga merupakan semacam keegoisan, bukan? Namun, dari perspektif lain, ini juga merupakan reaksi naluriah manusia. Tentu saja, ini juga merupakan hak yang hakiki yang Tuhan berikan kepada manusia—yaitu, engkau berhak untuk terlebih dahulu mengurus dirimu sendiri tanpa memedulikan orang lain. Dengan memelihara kehidupan manusiawimu sendiri, engkau sedang mempertahankan kelangsungan hidupmu sendiri. Hal ini dapat dibenarkan. Tentu saja, dari perspektif kemanusiaan, hanya memedulikan diri sendiri dan tidak memedulikan orang lain juga merupakan perwujudan keegoisan. Namun, keegoisan semacam ini merupakan perwujudan normal kemanusiaan dan dapat dibenarkan. Meskipun dari perspektif manusia, itu dianggap sebagai cacat dalam kemanusiaan, sebenarnya itu bukanlah cacat dalam kemanusiaan. Hanya memedulikan diri sendiri—makan dengan baik dan mengenakan pakaian hangat, melakukan pekerjaanmu dengan baik, memenuhi kewajibanmu, dan itu saja—tanpa mampu mengurus orang lain atau tanpa ingin mengurus orang lain, adalah hak yang kaumiliki, dan itu juga merupakan naluri yang diberikan kepadamu oleh Tuhan. Dari perspektif kondisi bawaan, jika orang bahkan tidak tahu cara mengurus dirinya sendiri, jika mereka tidak memiliki naluri bawaan ini, berarti mereka tidak memenuhi standar sebagai orang dewasa. Keegoisan semacam ini adalah reaksi naluriah yang orang miliki. Meskipun mereka hanya memedulikan diri mereka sendiri, hanya melindungi hak dan kepentingan mereka sendiri, hanya mengurus kebutuhan sehari-hari mereka sendiri untuk hidup, serta hal-hal dalam lingkup kehidupan dan pekerjaan mereka sendiri, meskipun demikian, selama mereka tidak melanggar kepentingan orang lain, keegoisan semacam ini tidak dikutuk. Jenis keegoisan yang benar-benar meningkat ke tahap karakter yang tercela bukan hanya tentang memedulikan diri sendiri, melainkan juga tentang melanggar dan merugikan kepentingan dan hak orang lain, serta melanggar hak asasi orang lain. Inilah keegoisan yang sesungguhnya, dan ini adalah masalah karakter yang tercela. Jika, agar dapat melindungi kepentingan, reputasi, status, dan harga dirimu sendiri, engkau menggunakan segala cara untuk merebut atau secara paksa merampas kepentingan orang lain—menganggap kepentingan orang lain sebagai kepentinganmu sendiri, hanya memikirkan dirimu sendiri dan bukan orang lain, bahkan membiarkan orang lain tidak memiliki cara untuk bertahan hidup—keegoisan semacam ini menunjukkan karakter yang tercela. Misalnya, di malam hari, ketika semua orang sedang tidur, engkau merasa bersemangat dan tidak bisa tidur, sehingga engkau ingin menyanyikan sebuah lagu. Saat engkau terbawa suasana, engkau mulai bernyanyi dengan suara keras, bahkan menyalakan musik dan menari sambil bernyanyi. Suasana hatimu sendiri membaik, dan engkau merasa gembira, tetapi engkau membangunkan semua orang, membuat mereka tidak bisa tidur. Ini disebut apa? (Keegoisan.) Perilaku seperti ini disebut keegoisan. Apakah perilaku ini menunjukkan karakter yang tercela? (Ya.) Mengapa perilaku ini menunjukkan karakter yang tercela? (Karena mereka tidak mempertimbangkan orang lain, dan mereka mengganggu istirahat orang lain.) Agar dapat membahagiakan dirimu sendiri, engkau tidak ragu-ragu mengorbankan waktu istirahat dan tidur orang lain, memaksa semua orang untuk menemanimu bernyanyi dan bergembira. Untuk mencapai tujuanmu sendiri dan melindungi kepentinganmu sendiri, engkau melanggar kepentingan dan hak orang lain. Itu berarti syarat untuk melindungi kepentinganmu sendiri adalah mengorbankan kepentingan dan hak orang lain. Perwujudan seperti ini disebut keegoisan. Alasan mengapa keegoisan semacam ini menunjukkan karakter yang tercela dan hina adalah karena perilaku semacam ini merugikan kepentingan orang lain. Engkau menggunakan cara yang tidak pantas untuk melindungi kepentinganmu sendiri sembari merugikan dan merusak kepentingan orang lain—ini disebut keegoisan. Misalnya, ketika semua orang sedang makan bersama, ada orang-orang yang hanya peduli apakah mereka mendapat daging atau tidak, dan bahkan memakan porsi daging orang lain juga. Apakah orang-orang semacam itu yang makan lebih banyak daging sedang bersikap egois? (Ya.) Mereka tidak pantas dalam cara mereka berperilaku, hanya memikirkan diri sendiri dan mengabaikan orang lain—ini disebut keegoisan. Mengapa situasi ini disebut keegoisan? Mengapa itu dianggap karakter yang tercela? Itu karena, untuk melindungi kepentingan mereka sendiri, mereka melanggar kepentingan orang lain, merampas barang milik orang lain dan mengambilnya sebagai milik mereka sendiri. Ini disebut keegoisan, dan keegoisan semacam ini menunjukkan kemanusiaan yang hina dan karakter yang tercela. Oleh karena itu, jika engkau melindungi hak dan kepentinganmu sendiri dengan melanggar dan merugikan kepentingan orang lain, berarti engkau adalah orang yang egois, orang yang berkarakter tercela. Dapat juga dikatakan bahwa engkau adalah orang dengan kemanusiaan yang buruk. Namun, jika engkau tidak merugikan kepentingan orang lain, tidak menghancurkan atau merusak hubungan orang lain, dan hanya peduli pada dirimu sendiri tanpa memperhatikan orang lain, maka keegoisan semacam ini masih dapat dibenarkan. Paling-paling, dapat dikatakan bahwa engkau tidak terlalu baik hati, dan bahwa engkau picik, dan berpusat pada diri sendiri, tetapi engkau bukanlah orang yang jahat; ini tidak meningkat ke tahap karakter yang tercela. Adakah perbedaan dalam natur dari kedua jenis keegoisan ini? (Ya.) Dengan membedakan karakter seseorang berdasarkan tingkat keegoisan dan esensi tindakan mereka, orang dapat melihat bahwa karakter dalam diri setiap orang berbeda-beda—ada perbedaannya.

Ada orang-orang yang tidak pernah peduli dengan urusan orang lain dan hanya berfokus pada urusan mereka sendiri. Orang-orang semacam itu mungkin tampak sangat tidak ramah, tidak bersahabat, dan tidak terlalu hangat dalam interaksi mereka dengan orang lain. Namun, mereka tidak pernah menyebabkan gangguan, tidak pernah mengarang kebohongan atau rumor tentang orang lain, dan tidak pernah mengganggu atau merampas barang milik orang lain. Tentu saja, mereka tidak pernah memberikan barang milik mereka sendiri kepada orang lain. Mereka mungkin tampak sangat pelit dan kikir, tetapi mereka tidak pernah merugikan kepentingan orang lain, dan mereka sangat berprinsip dalam cara mereka berperilaku. Orang-orang semacam itu memiliki prinsip, yaitu: "Aku tidak mengambil keuntungan darimu, dan engkau seharusnya tidak berpikir untuk mengambil keuntungan dariku. Aku tidak pernah mengeksploitasi dirimu, dan kau seharusnya tidak berpikir untuk mengeksploitasi diriku." Mereka sangat berprinsip. Meskipun orang-orang semacam itu acuh tak acuh terhadap orang lain, tidak ingin membantu orang lain, tidak berinteraksi dengan orang lain, dan tidak memperlihatkan banyak keramahan atau antusiasme kepada orang lain, mereka tidak pernah merugikan orang lain. Sekalipun mereka memiliki banyak barang, mereka tidak memberikannya kepada orang lain. Ketika melihat orang lain memiliki barang-barang yang bagus, mereka terkadang merasa iri atau cemburu, tetapi mereka tidak berniat mengambilnya dengan rakus; mereka juga tidak secara diam-diam mengambil keuntungan dari orang lain, juga tidak melanggar kepentingan orang lain demi keuntungan mereka sendiri. Dinilai dari poin-poin yang disebutkan di atas, mereka tidak jahat. Jadi, apakah ini berarti kemanusiaan mereka baik? Baik atau tidaknya kemanusiaan mereka bergantung pada hati nurani dan nalar mereka, sikap mereka dalam menerima kebenaran, dan sikap mereka terhadap hal-hal yang positif—ini adalah masalah lain. Namun setidaknya, dinilai dari sikap dan cara mereka bergaul dengan orang lain, mereka tidak jahat terhadap orang lain. Di luarnya, mereka tampak sangat egois, hanya memedulikan diri mereka sendiri, hidup di dunia kecil mereka sendiri dan tidak peduli dengan urusan orang lain. Namun, mereka tidak pernah merugikan kepentingan orang lain, jadi karakter mereka masih cukup baik. Itu berarti, ketika engkau berinteraksi dengan mereka atau melakukan pertukaran barang atau interaksi sosial dengan mereka, setidaknya mereka tidak akan merugikan kepentinganmu. Jika engkau meminta mereka untuk memberikan nasihat atau beberapa ide, mereka akan membantumu, tetapi jika engkau tidak memintanya, mereka tidak akan berinisiatif untuk membantu. Dinilai dari perwujudannya, orang-orang semacam itu mungkin tampak sangat menjauhkan diri, tetapi dinilai dari fakta bahwa mereka tidak pernah mengambil keuntungan dari orang lain atau merugikan kepentingan orang lain, mereka masih memiliki kemanusiaan dan relatif baik. Apakah memandangnya dengan cara ini akurat dan objektif? (Ya.) Oleh karena itu, tidak semua orang yang egois adalah orang yang jahat atau orang berkarakter buruk. Engkau juga harus melihat apakah keegoisan mereka telah mencapai titik merugikan kepentingan orang lain atau merampas harta milik orang lain, serta apa prinsip-prinsip mereka dalam cara mereka berperilaku dan berinteraksi dengan orang lain, apa esensi karakter mereka, dan apakah mereka memiliki batasan dan prinsip dalam cara mereka berperilaku. Ada orang-orang yang, di luarnya, terlihat sangat murah hati dan hangat dalam cara mereka bergaul dengan orang lain. Mereka juga memberi kepada orang lain, membantu orang lain, dan melakukan sesuatu untuk orang lain. Jika engkau membutuhkan bantuan untuk suatu hal, asalkan mereka melihatnya, mereka akan membantumu tanpa engkau perlu memintanya. Dinilai dari perwujudan ini, mereka tampak cukup baik. Namun, jika engkau menyinggung mereka atau secara tidak sengaja melakukan sesuatu yang merugikan kepentingan mereka, mereka akan menolak untuk melepaskannya, menyimpan dendam, mengungkit masalah lama, dan tidak akan berhenti sampai mereka telah menghancurkanmu. Mereka adalah orang yang jahat—kemanusiaan mereka jauh lebih buruk daripada mereka yang di luarnya terlihat egois. Apakah engkau mengerti? (Ya.) Di antara orang-orang, manakah dari kedua jenis ini yang lebih umum? Jenis manakah yang lebih engkau semua sukai? Kebanyakan orang tidak menyukai mereka yang acuh tak acuh dan egois. Ada orang-orang yang, ketika melihatmu dalam kesulitan, akan berinisiatif untuk membantu. Sekalipun engkau tidak memintanya, mereka tetap akan memeriksa apakah engkau membutuhkan bantuan. Jika engkau membutuhkannya, mereka akan membantumu. Orang-orang semacam itu memiliki kasih kepada orang lain dan cenderung memberi dan membantu orang lain. Ada orang lainnya, ketika melihatmu dalam kesulitan, tidak akan berinisiatif untuk membantumu. Namun, selama engkau memberitahukan kesulitanmu dan meminta bantuan, mereka akan tetap membantu. Meskipun orang-orang semacam itu agak pasif, mereka tetap tidak jahat dan bisa dianggap orang yang baik. Ada jenis orang lainnya—yakni sebesar apa pun kesulitan yang kauhadapi, mereka tidak akan membantu. Sekalipun engkau memintanya, mereka akan mencari-cari alasan untuk menolak. Jenis orang ini adalah yang paling egois. Ada orang-orang yang di luarnya sering berkata, "Jika kau membutuhkan bantuan, beritahukan saja kepadaku." Ketika tidak ada apa pun yang terjadi, mereka tampak sangat baik, proaktif, dan positif. Namun, ketika engkau benar-benar meminta bantuan mereka, setelah membantu, mereka akan mulai mengisyaratkan agar engkau membalas budi, dengan mengatakan hal-hal seperti, "Aku menghabiskan uang sebanyak ini untuk memberi hadiah kepada bosku." Engkau lihat, di luarnya, mereka tampak sangat baik, menawarkan bantuan dan melakukan berbagai hal untukmu tanpa meminta imbalan apa pun. Namun, setelah mereka membantu, engkau tidak akan pernah dianggap lunas dalam membalas kebaikan tersebut. Betapa berbahayanya orang-orang semacam itu! Haruskah engkau bergaul dengan orang-orang semacam itu? (Tidak.) Aku sama sekali tidak bergaul dengan orang-orang semacam itu. Mulut mereka manis, memperlihatkan kehangatan dan sikap yang penuh pengertian. Mereka mengatakan hal-hal yang baik di depanmu, tetapi melakukan hal-hal yang buruk di belakangmu. Mereka sama sekali tidak memiliki prinsip dalam apa pun yang mereka lakukan; mereka hanyalah harimau yang tersenyum, menyembunyikan belati di balik senyuman mereka. Ketika tidak ada apa pun yang terjadi, mereka selalu tertawa dan bersenda gurau denganmu, bertindak seolah-olah engkau cukup dekat. Namun, ketika engkau benar-benar membutuhkan bantuan mereka, mereka tidak terlihat. Bahkan untuk hal-hal yang sangat mudah bagi mereka untuk dilakukan, mereka akan mencari-cari alasan dan dalih untuk menghindarinya. Sekalipun itu adalah sesuatu yang membutuhkan sedikit upaya, mereka tetap meminta bantuan pribadi darimu. Ketika mereka melakukan sesuatu untukmu, mereka akan memikirkan segala macam cara untuk membuatmu memberi mereka sesuatu sebagai balasannya. Engkau tidak akan pernah bisa dianggap lunas dalam membalas bantuan pribadi ini. Di sisi lain, mereka yang di luarnya tampak cukup dingin dan egois sering kali memiliki batasan dalam cara mereka berperilaku dan sangat teliti dalam tindakan mereka. Meskipun mereka mungkin bersikap setengah hati terhadapmu, mereka tidak akan pernah bersiasat terhadapmu. Jika engkau sungguh-sungguh meminta bantuan mereka, mereka pasti akan memberikannya dengan sangat serius. Setelah itu, jika engkau membalas mereka dengan bantuan pribadi kecil atau sesuatu yang bersifat materi, mereka akan memperlakukannya dengan semestinya. Namun, jika engkau tidak memberi mereka apa pun, mereka tidak akan meminta apa pun darimu, dan mereka juga tidak akan terus-menerus mengungkitnya untuk meminta bantuan atau imbalan. Orang-orang semacam itu tulus; apa yang tampak di luar sama persis dengan diri mereka di dalam. Namun sering kali, tak seorang pun menyukai orang-orang semacam itu, mengatakan bahwa mereka egois, sulit diajak bergaul, dingin, serta kurang memiliki sentuhan manusia, dan orang-orang sama sekali tidak ingin berhubungan dengan mereka. Sebenarnya, beberapa dari orang-orang ini memiliki kemanusiaan yang baik. Lihatlah sekelilingmu dan lihat siapa yang merupakan jenis orang seperti ini. Meskipun mereka tidak fasih berbicara, kepribadian mereka agak dingin, dan di luarnya mereka tampak kurang memiliki sentuhan manusia dan tidak tahu bagaimana cara terlibat atau memulai percakapan dengan orang lain, mereka cukup berprinsip dalam cara mereka berperilaku. Meskipun mereka mungkin tidak terlalu baik hati, tidak ada niat jahat di dalam hati mereka; setidaknya, mereka tidak memiliki niat buruk terhadap kebanyakan orang. Apa yang terlihat di luarnya sama persis dengan diri mereka di dalam. Mereka tidak menggunakan taktik atau falsafah tentang cara berinteraksi dengan orang lain untuk memenangkan hati orang. Orang-orang semacam itu sederhana. Bukankah demikian? (Ya.) Jadi sekarang, bukankah engkau memiliki dasar yang kaugunakan untuk memperlakukan orang yang egois dengan benar? Berdasarkan apa engkau harus memperlakukan mereka? Itu tidak boleh berdasarkan perasaan atau preferensimu, atau berdasarkan apakah engkau menyukai orang-orang ini atau tidak, apakah engkau akur dengan mereka, apakah mereka membantu atau bermanfaat bagimu, atau berdasarkan sikap mereka terhadapmu—tidak boleh berdasarkan hal-hal ini. Sebaliknya, itu harus berdasarkan karakter mereka, esensi kemanusiaan mereka, dan sikap mereka terhadap orang lain, terhadap kebenaran, dan terhadap hal-hal yang positif. Berdasarkan faktor-faktor inilah engkau harus memperlakukan orang yang egois. Jika mereka benar-benar adalah orang jahat, maka perlakukanlah mereka sesuai dengannya. Jika di luarnya, mereka terlihat egois, tetapi kemanusiaan mereka tidak jahat, engkau tidak boleh memperlakukan mereka sebagai orang jahat atau orang dengan kemanusiaan yang buruk. Sekalipun engkau tidak menyukai orang-orang ini atau jika mereka tidak pandai bergaul dengan orang lain ataupun menjaga hubungan, engkau tidak boleh menganggap mereka sebagai orang jahat atau sebagai orang tanpa kemanusiaan hanya karena di luarnya, mereka terlihat egois. Ini berarti berprasangka terhadap orang-orang ini. Jadi sekarang, bukankah engkau memiliki prinsip tentang bagaimana memperlakukan orang yang egois? Engkau tidak boleh menyamaratakan; tetapi harus memperlakukan mereka berdasarkan esensi kemanusiaan mereka dan sikap mereka terhadap kebenaran serta tugas mereka dan sikap dalam cara mereka berperilaku—inilah prinsip yang harus kaugunakan dalam memperlakukan mereka. Sekian persekutuan kita tentang masalah keegoisan.

Perwujudan berikutnya adalah mengatakan hal yang muluk-muluk dan tidak melakukan apa pun yang nyata. Mari kita membahas terlebih dahulu masalah macam apa hal ini. Orang-orang semacam itu senang mengucapkan doktrin yang tinggi dan mengatakan hal yang muluk-muluk. Di pertemuan, mereka sering membahas aspirasi dan tekad mereka sendiri, pemahaman mereka sendiri, serta rencana mereka untuk pekerjaan. Namun, ketika tiba saatnya untuk melakukan sesuatu yang nyata, mereka tidak dapat mengumpulkan tenaga sedikit pun. Masalah macam apa yang dimiliki orang-orang semacam itu? Apakah ini masalah kondisi bawaan, kemanusiaan, atau watak yang rusak? (Kurasa ini termasuk watak yang rusak.) Apakah ini termasuk watak yang rusak? Ada dua masalah di sini, bukan? Masalah pertama adalah cacat dalam kemanusiaan—mereka tidak mau melakukan apa pun yang nyata, karena merasa itu akan mengharuskan mereka untuk merasa khawatir, menanggung kesukaran, membayar harga, dan mengorbankan tenaga. Bukankah ada sedikit kemalasan di sini? Apakah kemalasan merupakan cacat dalam kemanusiaan? (Ya.) Orang-orang yang malas ini tidak melakukan apa pun yang nyata, tetapi tetap mengatakan hal yang muluk-muluk. Mereka tetap suka menganggap diri mereka lebih baik daripada yang lain dan mengkhotbahkan doktrin yang tinggi kepada orang lain. Apakah ini menunjukkan watak yang buruk? Apakah itu juga mengandung unsur-unsur watak yang rusak? (Ya.) Watak yang rusak macam apakah itu? (Watak yang congkak.) Itu adalah watak rusak yang congkak. Selain itu, mereka malas, mereka senang kenyamanan sekaligus benci bekerja, mereka tidak melakukan segala sesuatu dengan cara yang praktis dan realistis, dan mereka tidak bersedia melakukan tindakan nyata, tetapi mereka tetap ingin merasa lebih unggul, menegaskan status mereka, dan berkhotbah kepada orang lain—mereka hanya mau mengoceh, tetapi tidak mau berupaya sedikit pun. Cacat dalam kemanusiaan mereka signifikan, dan watak rusak mereka sangat jelas. Bukankah ini adalah dua masalah yang sangat jelas? (Ya.) Bukankah ada banyak orang semacam itu? (Ya.) Ketika membahas pekerjaan, mereka mengatakan hal yang muluk-muluk dan berbicara tanpa henti, tetapi ketika tiba saatnya melakukan sesuatu yang nyata, mereka tidak dapat mengambil satu langkah pun. Mari kita tidak membahas tentang seperti apa kualitas mereka—hanya berdasarkan fakta bahwa mereka hanya bicara dan tidak melakukan apa pun yang nyata, mereka dapat digolongkan sebagai orang yang tidak berguna. Mereka tidak melakukan apa pun yang nyata tetapi tetap ingin bertindak unggul dan menikmati manfaat status—bukankah mereka congkak hingga mencapai taraf tidak bernalar? Mereka hanya bicara, tidak melakukan apa pun yang nyata, dan mereka malas sekaligus congkak—mereka adalah orang-orang yang tidak berguna, bukan? Jika mereka diminta untuk bertindak dan melakukan sesuatu yang nyata, untuk mengatur, merencanakan, dan melaksanakan pekerjaan, mereka enggan melakukannya; di lubuk hatinya, mereka merasa menentang. Betapa sangat malasnya orang-orang semacam itu! Mereka adalah para pemalas yang tidak melakukan pekerjaan mereka yang semestinya. Mereka hanya suka bicara omong kosong, mereka tidak ingin melakukan apa pun, mereka hanya ingin sekadar menjalani hidup, makan enak, berpakaian bagus, tetapi mereka juga ingin sangat dihormati oleh orang lain, dan menikmati perlakuan tingkat tinggi dan jenis perlakuan yang diberikan kepada mereka yang memiliki status. Seperti apa kemanusiaan mereka? (Buruk.) Apakah engkau semua menganggap orang-orang semacam itu menjijikkan? (Ya.) Ada orang-orang yang merasa iri ketika melihat orang-orang tersebut yang fasih berbicara tetapi tidak melakukan apa pun yang nyata. Mereka berpikir, "Mereka bisa bicara panjang lebar, dan semua yang mereka katakan terstruktur dan sistematis—ini memperlihatkan bahwa mereka memiliki kenyataan kebenaran." Semua orang yang memiliki kemampuan membedakan dapat mengetahui bahwa hal-hal yang sering mereka katakan semuanya dipelajari dari khotbah dan persekutuan dari rumah Tuhan dan bukan berasal dari pengalaman mereka sendiri. Oleh karena itu, meskipun khotbah mereka terdengar mengesankan, mereka sama sekali tidak mampu menyelesaikan masalah. Seiring berjalannya waktu, orang-orang dapat dengan jelas melihat bahwa orang-orang semacam itu sebenarnya penipu. Apa pun pertanyaan yang kauajukan, mereka tidak mampu menjawabnya, mereka juga tidak dapat membagikan prinsip atau penerapan apa pun, tetapi mereka tetap ingin engkau mengagumi mereka. Bagaimana cara mereka membuatmu mengagumi mereka? Mereka menggunakan penampilan dan perkataan mereka untuk mendapatkan tempat di hatimu, membuatmu merasa iri, mengagumi, dan menghormati mereka. Bukankah orang-orang semacam itu tidak tahu malu? Mereka tidak melakukan pekerjaan nyata, juga tidak mampu melakukan pekerjaan nyata, tetapi mereka tetap ingin orang lain mengagumi mereka, dan mereka tetap ingin membuang-buang tenaga dan waktu orang lain dengan perkataan mereka yang muluk-muluk, tetapi pada akhirnya, mereka sama sekali tidak mampu menyelesaikan masalah. Orang yang baru percaya kepada Tuhan selama satu atau dua tahun mungkin masih dapat disesatkan oleh mereka, tetapi mereka yang telah percaya kepada Tuhan selama bertahun-tahun dan memahami sedikit kenyataan kebenaran tidak mau mendengarkan perkataan mereka yang muluk-muluk. Namun, jika engkau menolak untuk mendengarkan, mereka akan berpendapat negatif tentang dirimu dan mengatakan engkau tidak mencintai kebenaran. Bukankah orang-orang semacam itu sangat menyusahkan? (Ya.) Mereka hanya memiliki pemahaman parsial tentang aspek kebenaran apa pun, dan ketika mereka memahami beberapa doktrin, mereka tidak mampu menjelaskannya dengan gamblang, tetapi mereka tetap ingin mengkhotbahkan doktrin-doktrin ini kepada orang lain dan membujuk orang lain untuk menerimanya. Jika engkau menolak untuk mendengarkan, mereka mengatakan bahwa engkau tidak mencintai kebenaran dan tidak menghormati mereka. Namun, jika engkau mendengarkan mereka, engkau merasa tidak nyaman dan tidak bisa duduk diam. Mengapa engkau tidak bisa duduk diam? Karena engkau memiliki banyak masalah yang perlu diselesaikan dan banyak pekerjaan yang perlu dilakukan, dan engkau tidak punya waktu untuk mendengarkan perkataan mereka yang muluk-muluk tersebut. Jika orang benar-benar merasa iri kepada mereka yang mengatakan hal yang muluk-muluk, orang macam apakah mereka? Mereka adalah orang malas yang tidak mau bekerja, orang bodoh, dan orang yang kurang kerjaan. Dalam hal melaksanakan tugas, orang-orang semacam itu tidak memiliki kesetiaan dan tidak bertanggung jawab sedikit pun; mereka hanya ingin sekadar menjalani hidup, menumpang hidup dan menunggu untuk mati. Setiap hari, mereka mendengarkan beberapa doktrin yang mendalam untuk menghabiskan waktu, tetapi mereka tetap berpikir bahwa mereka telah mendapatkan sesuatu dan mengalami kemajuan dalam kepercayaan mereka kepada Tuhan: "Kebenaran yang mereka khotbahkan menjadi makin tinggi dari hari ke hari—khotbah mereka akan segera mencapai tingkat yang ketiga dari surga! Semua ini adalah misteri dari surga!" Mereka mendengarkan banyak doktrin yang diucapkan oleh orang-orang yang mengatakan hal yang muluk-muluk, tetapi mereka tetap tidak tahu bagaimana cara menjadi setia dalam pelaksanaan tugas mereka atau prinsip-prinsip apa yang harus diikuti ketika melaksanakan tugas. Jadi, apakah mendengarkan hal-hal ini bermanfaat? (Tidak.) Apa yang harus engkau semua lakukan ketika bertemu orang-orang yang mengatakan hal yang muluk-muluk dan mengkhotbahkan doktrin yang tinggi? Haruskah engkau mengikuti mereka dengan saksama atau menolak mereka? (Menolak mereka.) Bagaimana caramu menolak mereka? Engkau perlu tahu cara menolak mereka dan tahu mengapa engkau menolak mereka. Jika engkau tidak mengetahui hal ini, maka ketika menolak mereka, engkau mungkin masih akan bertanya-tanya dalam hatimu, "Apakah menolak mereka berarti aku tidak mencintai kebenaran?" Jika engkau memiliki pemikiran ini, itu bermasalah—itu membuktikan bahwa engkau tidak memiliki kemampuan untuk membedakan dan tidak memahami apa arti kenyataan kebenaran. Jika engkau mendengarkan mereka mengucapkan doktrin dan tetap menganggap mereka sedang mempersekutukan kebenaran, dan bahkan menyetujui mereka di dalam hatimu, berarti engkau benar-benar bodoh. Jika engkau memiliki kemampuan untuk membedakan mengenai doktrin yang diucapkan oleh orang yang mengatakan hal yang muluk-muluk, engkau harus menolak mereka. Alasannya adalah karena semua yang mereka ucapkan hanyalah doktrin dan kata-kata kosong—itu tidak ada gunanya. Itu seperti menggambar kue untuk menghilangkan rasa lapar atau memandangi buah prem untuk menghilangkan dahaga—itu sama sekali tidak dapat menyelesaikan masalah nyata. Mereka mengucapkan banyak doktrin, tetapi doktrin-doktrin ini tidak sesuai dengan masalah nyata yang orang hadapi saat melaksanakan tugas mereka, dan sama sekali tidak mampu menyelesaikannya. Mendengarkan mereka sama dengan tidak mendengarkan. Mereka tidak tahu bagaimana cara menyelesaikan masalah yang muncul dalam pekerjaan penginjilan dan kehidupan bergereja; mereka tidak tahu bagaimana melaksanakan pengaturan kerja, atau pekerjaan apa yang memiliki kekurangan dan celah yang perlu diperbaiki atau ditindaklanjuti; dan mereka tidak tahu bagaimana menyelesaikan atau menyanggah gagasan yang menyimpang ketika orang lain mengemukakannya. Mereka tidak mengetahui semua ini, jadi bukankah mendengarkan perkataan mereka yang muluk-muluk membuang-buang waktu? Inilah alasan mengapa engkau harus menolak mereka. Oleh karena itu, perkataan yang muluk-muluk ini harus ditolak karena yang diucapkan orang-orang ini bukanlah kebenaran, melainkan doktrin. Apa itu doktrin? Doktrin terdiri dari perkataan yang sesuai dengan gagasan dan imajinasi manusia. Orang-orang ini tidak mempersekutukan prinsip-prinsip kebenaran dengan berfokus pada esensi masalahnya. Meskipun perkataan mereka terdengar muluk dan diungkapkan dengan cara yang jelas dan logis, perkataan itu sama sekali tidak dapat menyelesaikan masalah. Jadi, perkataan ini adalah doktrin; betapa pun terdengar benar, perkataan itu bukanlah prinsip-prinsip kebenaran. Perkataan beberapa orang mungkin terdengar dangkal, tetapi perkataan itu dapat menyentuh inti masalahnya dan menjelaskan esensi masalahnya dengan gamblang. Sekalipun beberapa perkataan mereka terdengar tidak menyenangkan seperti hinaan, perkataan itu dapat orang terima, dan dapat menyelesaikan masalah nyata. Tidak diragukan lagi, perkataan ini sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran. Beberapa perkataan mungkin terdengar muluk, bijaksana, halus, dan mendalam, tetapi perkataan itu sama sekali tidak dapat menyelesaikan masalah nyata. Perkataan itu tidak ada kaitannya sedikit pun dengan prinsip-prinsip kebenaran, juga tidak dapat menunjukkan jalan atau arah kepada orang-orang. Semua itu adalah doktrin yang menipu. Jadi, perkataan ini harus ditolak. Alasan menolak orang-orang semacam itu adalah karena perkataan mereka yang muluk-muluk membuang-buang waktu yang seharusnya kaugunakan untuk melaksanakan tugasmu, membuang-buang waktu yang seharusnya kaugunakan untuk mencari kebenaran, dan membuang-buang tenagamu sendiri—oleh karena itu, engkau harus menolak mereka. Dengan cara apa engkau harus menolak mereka? Hanya dengan mengucapkan "Selamat tinggal", engkau menolak mereka, bukan? Atau engkau bisa berkata, "Berhentilah berbicara, aku mengerti semua yang kaukatakan. Kapan kau akan menjawab pertanyaan yang kuajukan kepadamu? Jika kau tidak bisa menjawabnya, segera keluar dari sini dan berhentilah membuang-buang waktuku." Apakah cara menolak mereka ini baik? (Ya.) Tampaknya cukup baik bagi-Ku—jika tidak, bagaimana lagi engkau akan menolak mereka? Menolak perkataan mereka yang muluk-muluk, doktrin, dan slogan-slogan mereka adalah sama seperti menolak orang Farisi. Orang-orang seperti ini tidak dapat melakukan apa pun yang nyata. Kemanusiaan mereka tidak memenuhi standar, kualitas mereka buruk, dan mereka pada dasarnya tidak mampu melakukan pekerjaan nyata. Namun, mereka tetap menggunakan doktrin yang tinggi untuk mencoba menyesatkanmu. Jika engkau tidak menolak mereka, engkau benar-benar bodoh. Tindakan menolak orang-orang semacam itu ketika engkau bertemu dengan mereka adalah benar. Ucapkan saja "Selamat tinggal" dan tinggalkan mereka—ini adalah hal yang sangat mudah untuk diselesaikan, bukan? Beginilah tepatnya cara memperlakukan orang yang mengucapkan perkataan yang muluk-muluk tetapi tidak melakukan apa pun yang nyata. Orang-orang seperti ini bukanlah orang yang melakukan segala sesuatu dengan semestinya dan serius; mereka bukanlah orang yang melakukan sesuatu dengan cara yang praktis dan realistis. Apa yang mereka katakan tidak memiliki kredibilitas, tidak layak untuk diingat, dan tidak layak untuk didengarkan seolah-olah itu adalah nasihat yang efektif atau jalan yang efektif. Jadi, mengenai perkataan mereka yang muluk-muluk, tolak saja langsung—tidak perlu mencatatnya, dan itu tidak layak untuk dihargai. Ini mengakhiri pembahasan kita tentang masalah perkataan yang muluk-muluk.

Mari kita membahas perwujudan lainnya: suka membahas politik. Ada orang-orang yang suka membahas situasi politik di negaranya sendiri atau situasi politik global, serta kebijakan dan pernyataan tokoh-tokoh politik tingkat tinggi, agenda pemerintahan dan garis politik mereka, cara dan sarana yang mereka gunakan untuk melaksanakan berbagai kebijakan, dan sebagainya. Singkatnya, mereka sering membahas topik-topik yang berkaitan dengan politik; entah topik-topik ini berkaitan dengan politik kuno atau modern, politik domestik atau internasional, mereka senang membahasnya dari waktu ke waktu. Apakah suka membahas politik termasuk kondisi bawaan, kemanusiaan, atau watak yang rusak? Engkau tidak tahu, bukan? Itu karena topik ini agak istimewa. Yang mereka suka bahas adalah politik, dan menurut pandangan engkau semua, politik bukanlah sesuatu yang positif. Engkau berpikir: "Jika suka membahas politik adalah minat dan hobi dalam kondisi bawaan, maka Tuhan tidak akan memberi orang minat dan hobi semacam ini; jika itu adalah masalah kemanusiaan yang buruk, sekadar membahasnya tanpa melakukan hal buruk apa pun seharusnya tidak termasuk kemanusiaan yang buruk, dan terlebih lagi, itu tidak dapat meningkat ke tahap watak yang rusak. Jadi, ke mana itu harus digolongkan?" Pada akhirnya, engkau tidak memperoleh suatu kesimpulan. Benarkah demikian? (Ya.) Jadi, apakah engkau semua benar berpikir dengan cara seperti ini? Mengapa engkau akhirnya tidak memperoleh suatu kesimpulan? Di mana engkau terjebak? Engkau terjebak pada kata "politik", bukan? (Ya.) Jika Aku berbicara tentang suka membahas seni rupa, musik, tari, desain, atau ekonomi, akan digolongkan sebagai apakah itu? (Itu akan digolongkan sebagai minat dan hobi dalam kondisi bawaan.) Jika Aku menyebutkan suka membahas sejarah atau suka membahas makanan lezat, harus digolongkan sebagai apakah itu? (Kondisi bawaan.) Ketika dikatakan bahwa seseorang suka membahas sesuatu, senang meneliti sesuatu, atau pandai dalam sesuatu, itu artinya mereka menyukai bidang itu dan memiliki minat di dalamnya. Jadi, itu digolongkan sebagai minat dan hobi dalam kondisi bawaan. Namun, karena topik yang orang-orang ini suka bahas dalam hal ini adalah politik, engkau tidak berani menggolongkannya seperti itu. Mengapa engkau tidak berani menggolongkannya seperti itu? Karena politik adalah topik yang sangat sensitif, dan politik bukanlah sesuatu yang sangat positif, bukan? (Ya.) Meskipun politik bukanlah sesuatu yang sangat positif, aktivitas suka membahas politik, seperti yang baru saja disebutkan, adalah pembahasan. Oleh karena itu, ini harus digolongkan sebagai minat dan hobi dalam kondisi bawaan. Minat dan hobi bawaan dari orang-orang semacam itu adalah bahwa secara relatif mereka senang mengikuti dan membahas tentang politik. Namun, apakah mereka berpartisipasi dalam politik? Kita belum sampai ke sana; untuk saat ini, kita hanya membatasi fokus kita pada tindakan membahas, jadi itu hanya dapat digolongkan sebagai minat dan hobi dalam kondisi bawaan. Apakah engkau mengerti sekarang? (Ya.) Mengatakannya seperti ini objektif; itulah faktanya, bukan? (Ya.) Misalnya, katakanlah seseorang suka membahas tentang raja-raja kuno dan sering membahas tentang bagaimana cara kaisar tertentu memperlakukan para menteri dan rakyat jelata mereka, bagaimana penguasa tertentu memerintah dengan tekun dan peduli pada rakyat, bagaimana cadangan gandum negara mencukupi dan seperti apa tingkat standar hidup rakyat selama mereka berkuasa. Mereka juga membahas tentang kaisar mana yang merupakan tiran dan bagaimana rakyat menjadi melarat di bawah pemerintahan mereka sementara kaisar-kaisar ini menikmati pesta-pesta mewah dan pesta pora serta hidup dalam kemewahan yang luar biasa di istana mereka. Kemudian mereka melanjutkan dengan membahas masalah-masalah tokoh politik modern, membahas tentang siapa yang melakukan pekerjaan dengan baik dan siapa yang tidak, dan sebagainya. Mereka benar-benar suka membahas hal-hal ini. Dengan kata lain, secara bawaan orang ini relatif tertarik pada topik dan hal-hal semacam ini. Dalam kehidupan mereka sehari-hari, cara mereka bersantai dan menghibur diri adalah dengan membahas hal-hal yang berbau politik ini, menggunakannya sebagai sarana untuk mengisi waktu—ini adalah bagian dari kehidupan mereka. Jika mereka sekadar suka membahas politik, maka itu hanyalah minat dan hobi. Apakah ini berkaitan dengan kemanusiaan mereka? Jika engkau hanya melihat kesukaan mereka untuk membahas politik, engkau tidak dapat mengetahui seperti apa karakter mereka, karena engkau tidak dapat melihat apa sikap dan sudut pandang mereka terhadap politik. Mereka hanya suka membahas topik-topik tersebut dan tertarik pada hal-hal ini; ini tidak berkaitan dengan prinsip tentang cara mereka berperilaku. Jika orang hanya suka membahas politik dan dalam kehidupannya sehari-hari memperlakukan politik sebagai topik rekreasi, sebagai bahan percakapan, atau sebagai fokus diskusi yang sering muncul ketika berinteraksi dengan orang lain dan menangani sesuatu, maka itu adalah minat dan hobi, dan itu tidak ada kaitannya dengan kemanusiaan orang tersebut. Orang-orang yang memiliki minat dan hobi ini sama dengan mereka yang memiliki hobi lainnya—mereka sama. Orang tidak dapat menggolongkan orang ini ambisius, memiliki kemanusiaan yang buruk, atau memiliki karakter yang tercela karena mereka suka membahas politik. Meskipun orang-orang yang percaya kepada Tuhan tidak terlibat dalam politik, dalam hal politik itu sendiri, setiap orang berhak untuk terlibat di dalamnya. Politik bukanlah sesuatu yang positif, tetapi juga tidak dapat dikatakan negatif—politik hanyalah sesuatu yang pasti ada dalam proses perkembangan sosial manusia. Oleh karena itu, sekadar suka membahas politik tidak menunjukkan seperti apa karakter seseorang. Itu seperti seseorang yang suka menari—engkau tidak dapat mengatakan bahwa orang ini menyimpang atau tidak melaksanakan tugas-tugasnya yang semestinya. Jika seseorang menyukai barang elektronik, engkau juga tidak dapat mengatakan bahwa orang ini mampu melakukan hal-hal hebat atau merupakan sosok yang positif. Apakah penilaian semacam itu benar? (Tidak.) Jadi, bagaimana seharusnya hal ini dinilai? Itu tergantung pada apa yang kaulakukan dengan minat dan hobimu. Jika engkau memperjuangkan tujuan yang benar, minat dan hobimu itu dapat menciptakan nilai yang bermanfaat. Jika engkau menggunakan minat dan hobimu untuk melakukan hal-hal yang negatif, hal-hal yang menyakiti orang dan merugikan kepentingan mereka, tetap tidak dapat dikatakan bahwa minat dan hobimu itu negatif—sebaliknya, itu berarti kemanusiaanmu buruk dan jalan yang kautempuh salah. Engkau mungkin menggunakan minat dan hobimu untuk melakukan hal-hal yang buruk, tetapi minat, hobi, kelebihan, dan keterampilan profesional, keterampilan teknis, serta pengetahuan terkaitmu itu sendiri bukanlah hal yang negatif. Apa pun minat dan hobimu, semuanya adalah untuk kaumanfaatkan. Jika engkau menempuh jalan yang benar, apa yang kaulakukan dengan minat dan hobimu adalah benar. Jika engkau tidak menempuh jalan yang benar, apa yang kaulakukan dengan minat dan hobimu tidak benar, melainkan jahat. Contohnya, sebuah komputer hanyalah sebuah mesin—itu adalah alat teknologi. Engkau dapat menggunakan komputer untuk pertemuan, khotbah, dan memberitakan Injil, tetapi pada saat yang sama, banyak orang yang buruk dan orang yang jahat juga dapat menggunakan komputer untuk melakukan hal-hal yang jahat. Jadi, ketika sebuah komputer digunakan untuk tujuan yang benar, engkau tidak dapat mengatakan bahwa komputer itu sendiri benar; demikian pula, ketika sebuah komputer digunakan untuk melakukan hal-hal yang jahat, engkau tidak dapat mengatakan bahwa komputer itu sendiri jahat. Apakah engkau mengerti? (Ya.) Demikian pula, bagi orang yang suka membahas politik, perwujudan suka membahas politik ini merupakan minat dan hobi—itu tidak ada kaitannya dengan masalah esensi kemanusiaan mereka. Selain itu, mereka yang suka membahas politik menyukai topik-topik yang berbau politik. Mereka selalu suka membahas tentang hal-hal yang benar dan yang salah, serta berdebat dengan orang lain tentang beberapa topik yang berkaitan dengan sudut pandang politik. Ada orang-orang yang khususnya tertarik pada topik-topik yang berkaitan dengan orang-orang terkenal dan tokoh-tokoh besar, sementara ada pula yang khususnya tertarik pada topik-topik yang menyingkapkan sisi gelap masyarakat. Namun, bagaimanapun juga, mereka yang suka membahas politik tidak memiliki kebenaran, dan Tuhan tidak memiliki tempat di hati mereka—ini sudah pasti. Baiklah, cukup sekian pembahasan kita tentang suka membahas politik.

Suka membahas politik merupakan minat dan hobi dari beberapa orang. Selanjutnya, mari kita lanjutkan pembahasan ini dan membahas tentang suka berpartisipasi dalam politik. Suka berpartisipasi dalam politik tidak sama dengan suka membahas politik—hal ini melibatkan tindakan. Suka berpartisipasi dalam politik bukan hanya semacam bahan obrolan atau hiburan setelah makan malam, juga bukan hanya tetap pada taraf minat dan hobi, atau kepedulian terhadap politik; melainkan berkaitan dengan jalan yang orang tempuh. Lalu, jalan apa yang ditempuh orang-orang yang suka berpartisipasi dalam politik? Apakah ini berkaitan dengan kemanusiaan mereka? (Ya.) Jadi, suka berpartisipasi dalam politik haruslah digolongkan sebagai apa? Ini pertanyaan yang sulit bagi engkau semua—engkau tidak dapat melihatnya dengan jelas. Kalau begitu, mari kita bersekutu tentang hal ini. Ada orang-orang dari semua lapisan masyarakat yang suka membahas politik. Engkau lihat, meskipun para petani hidup di lapisan terbawah masyarakat, beberapa dari mereka tahu banyak tentang hal-hal yang berkaitan dengan politik kelas atas, dan mereka dapat mengungkapkan sudut pandang tertentu yang berkaitan dengan politik. Orang-orang yang berkecimpung di dunia bisnis dan ekonomi juga membahas politik, bahkan mereka yang berkecimpung di dunia seni dan pendidikan pun membahas politik. Dengan kata lain, di berbagai bidang, ada orang-orang yang suka membahas politik dan tertarik dengan topik-topik yang berbau politik. Di bidang apa pun seseorang berkecimpung, jika mereka suka membahas politik, itu sepenuhnya karena mereka memang tertarik dengan politik. Ketertarikan ini berkaitan dengan kualitas bawaan dan ketinggian dari perspektif mereka. Mereka mampu memahami berbagai hal dalam lingkup kekuasaan politik, sehingga dari waktu ke waktu, mereka mengungkapkan sudut pandang mereka sendiri. Perwujudan mereka tetap berada pada taraf minat dan hobi dalam kondisi bawaan. Namun, berpartisipasi dalam politik bukan berarti merasa puas dengan minat dan hobi pada tingkat pemikiran semacam ini; melainkan, itu berarti meninggalkan profesi semula yang orang miliki dan memilih untuk terjun ke dunia politik, melangkah ke panggung politik, dan berinteraksi dengan tokoh-tokoh politik. Lalu, apa masalahnya dengan orang-orang semacam itu? Jenis orang yang suka berpartisipasi dalam politik ini mungkin biasanya tidak banyak membahas politik, tetapi apa pun karier yang mereka pilih, selama pekerjaan yang mereka lakukan tidak ada kaitannya dengan politik, mereka tidak tertarik dan merasa prospeknya suram. Namun, ketika kesempatan berpartisipasi dalam politik muncul, mata mereka menyala dengan hasrat, dan minat mereka dibangkitkan. Ketika mendengar seseorang sedang mencalonkan diri sebagai wali kota, gubernur, legislator, atau presiden, mereka merasa ada yang hilang dalam hati mereka dan memeras otak memikirkan cara untuk mereka sendiri ikut berpartisipasi. Orang macam apa mereka? Bukankah mereka adalah sejenis orang yang memiliki hasrat besar akan kekuasaan? (Ya.) Jadi, hal ekstra apa yang terdapat dalam kemanusiaan orang-orang semacam ini? Apakah mereka benar-benar terobsesi dengan uang atau benar-benar terobsesi dengan kekuasaan? (Mereka benar-benar terobsesi dengan kekuasaan.) Mereka memandang kekuasaan sebagai prioritas di atas segalanya, menganggapnya sebagai inti kehidupan mereka, menganggapnya sebagai tujuan untuk dikejar seumur hidup mereka. Jadi, orang macam apa mereka sebenarnya? Hal ekstra apa yang terdapat dalam kemanusiaan mereka yang tidak terdapat pada orang biasa? (Ambisi dan hasrat.) Apa yang ingin mereka lakukan dengan ambisi dan hasrat tersebut? (Untuk berkuasa.) Apa manfaat paling langsung yang diberikan oleh kekuasaan kepada mereka? (Memperoleh status dan sangat dikagumi oleh orang lain.) Itu adalah manfaat sekunder, bukan manfaat yang terpenting. (Mereka ingin mengendalikan orang.) Itu hampir benar. Jika orang suka menjadi pemegang jabatan, tetapi jabatan yang dipegangnya hanyalah gelar kosong, dan mereka tidak memiliki seorang pun yang menjadi bawahan mereka, dapatkah ini dianggap memiliki kekuasaan? (Tidak.) Ini tidak dapat dianggap memiliki kekuasaan. Mereka tidak memiliki hak istimewa khusus dan tidak dapat menikmati manfaat apa pun dari jabatannya. Dalam pandangan mereka, bernilaikah memiliki kedudukan tersebut? (Tidak.) Jadi, orang semacam ini memiliki satu hal yang tidak dimiliki orang lain—ambisi dan hasrat yang sangat kuat akan kekuasaan. Karena mereka memiliki ambisi dan hasrat semacam ini, tujuan yang ingin mereka capai bukanlah sesuatu yang sederhana seperti sekadar sangat dihormati, dipuja, atau membuat orang lain iri kepada mereka, melainkan mereka ingin menjadi pemegang jabatan, menjadi penentu keputusan, dan memimpin orang lain. Mereka memiliki ambisi dan hasrat ini—jika mereka tidak memiliki status, dapatkah mereka mencapai tujuan mereka? Adakah orang yang akan mendengarkan mereka? Tentu saja tidak. Itulah sebabnya mereka bertekad untuk memperoleh status. Begitu mereka memiliki status, akan ada orang-orang yang mendengarkan ketika mereka berbicara, dan ketika mereka menuntut orang lain untuk melakukan sesuatu, akan ada orang yang patuh dan taat—dengan demikian, ambisi dan keinginan mereka, apa yang ingin mereka capai, dapat menjadi kenyataan. Mereka yang suka berpartisipasi dalam politik mungkin digambarkan dengan istilah yang bagus sebagai orang yang mulia dan beraspirasi, tetapi sederhananya, mereka hanya terobsesi untuk menjadi pemegang jabatan—mereka hanya suka menjabat. Ketika mereka tidak menjadi pemegang jabatan, mereka tidak dapat menjadi penentu keputusan, dan tidak memiliki beberapa bawahan untuk dipimpin, sehingga mereka menjadi berkecil hati dan merasa bahwa hidup itu suram. Namun, begitu mereka menjadi pemegang jabatan, ada orang-orang yang mendengarkan mereka ketika mereka berbicara dan mereka memiliki pengikut, dan akibatnya mereka merasa bahwa hidup itu menyenangkan. Jadi, apakah ada masalah dengan kemanusiaan mereka? (Ya.) Dapatkah ini disebut cacat dalam kemanusiaan mereka? (Tidak.) Ini tentu saja tidak sesederhana itu. Lalu masalah macam apakah ini? (Watak yang rusak.) Dalam hal kemanusiaan mereka, apakah orang seperti ini dapat diandalkan? (Tidak.) Lalu apakah karakter mereka baik? (Tidak.) Mengapa itu tidak baik? (Mereka selalu ingin mengendalikan orang, dan selalu ingin menjadi penentu keputusan.) Orang semacam ini memiliki hasrat yang sangat kuat akan status—mereka selalu ingin mencari berbagai kesempatan untuk menjadi penentu keputusan, dan selalu ingin berada dalam peran kepemimpinan serta mengendalikan orang lain. Orang-orang semacam itu tidak dapat diandalkan, dan karakter mereka juga tidak baik. Ada cukup banyak orang seperti ini di rumah Tuhan. Jika rumah Tuhan menugaskan mereka untuk bertanggung jawab atas suatu bagian dari pekerjaan, mereka yakin bahwa ini berarti mereka sedang menjadi pejabat dan melayani dalam peran kepemimpinan. Apakah mereka akan mencari prinsip-prinsip kebenaran? Apakah mereka akan melaksanakan pengaturan kerja? (Tidak.) Jika mereka menganggap menjadi pengawas atau pemimpin itu berarti menjadi pemegang jabatan, mereka pasti tidak akan melaksanakan pengaturan kerja dan mereka pasti tidak akan melakukan pekerjaan nyata. Apa yang akan mereka lakukan? Mereka akan melakukan urusan mereka sendiri, membangun otoritas mereka sendiri, memperkuat status mereka sendiri, dan menyampaikan ide-ide mereka sendiri kepada orang-orang di bawah mereka serta membuat orang-orang itu mendengarkan mereka—membuat pengaturan kerja, maksud-maksud Tuhan, dan kebenaran menjadi batal dan bersifat tidak mengikat. Inilah esensi orang-orang semacam itu. Ketika mereka tidak memiliki status, mereka mengejarnya dengan sekuat tenaga, dan begitu memperoleh status, bagi mereka, itu berarti mereka telah menemukan peluang. Peluang untuk melakukan apa? Untuk memuaskan ambisi mereka sendiri dan memperkuat status mereka semaksimal mungkin; mereka menggunakan peluang tersebut untuk memuaskan ambisi mereka sendiri dan hasrat mereka untuk menjadi pemegang jabatan.

Suka berpartisipasi dalam politik merupakan masalah karakter yang buruk dan watak yang rusak. Berapa banyak watak rusak yang termasuk di sini? (Watak congkak dan watak kejam.) Watak congkak, watak kejam, watak yang muak akan kebenaran, dan watak keras kepala—watak-watak rusak ini semuanya ada; semuanya ada di sana. Lalu, apa watak rusak yang terparah di sini? Yang terparah adalah watak kejam—ciri khas yang paling menonjol adalah watak kejam. Bagi orang-orang yang suka berpartisipasi dalam politik, jika mereka frustrasi dan tidak berhasil di dunia, ingin berpartisipasi dalam politik tetapi tidak memiliki kesempatan atau tidak menemukan cara untuk masuk ke dalam kalangan politik, ketika mereka datang ke rumah Tuhan, ambisi mereka tidak mati—mereka tetap ingin berpartisipasi dalam politik. Oleh karena itu, mereka memperlakukan pemilihan para pemimpin di berbagai tingkatan seakan-akan itu adalah pemilihan pejabat pemerintah. Setiap kali ada pemilihan seperti itu, mereka bersemangat untuk mencalonkan diri, melobi orang-orang di mana-mana untuk memilih mereka. Begitu menjadi pemimpin, mereka menganggap itu berarti mereka menjadi pemegang jabatan, mempertahankan status untuk diri mereka sendiri, merebut kekuasaan, dan melakukan apa pun sekehendak hati mereka. Mereka bertindak sekehendak hati dan mengabaikan pekerjaan yang rumah Tuhan tugaskan kepada mereka dan tugas yang seharusnya mereka laksanakan, hanya peduli tentang menikmati manfaat status. Mereka memperlakukan tugas pemimpin seperti tugas pemegang jabatan, melakukan apa pun yang mereka suka dan yang ingin mereka lakukan, serta bertindak dengan cara apa pun yang memungkinkan mereka untuk membangun otoritas mereka sendiri, memperkuat status mereka sendiri, membuat orang lain mendengarkan mereka, dan sepenuhnya memuaskan hasrat mereka untuk menjadi pemegang jabatan. Mereka tidak mempertimbangkan pekerjaan rumah Tuhan atau tuntutan pengaturan kerja. Orang-orang semacam ini sangat berbahaya—sekalipun mereka belum disingkapkan sebagai antikristus, mereka sedang dalam proses menjadi antikristus. Adakah orang yang baik di antara mereka yang suka berpartisipasi dalam politik? Tidak, tidak ada orang yang baik. Orang yang memiliki hasrat kuat untuk berkuasa tidak mungkin mencintai kebenaran. Karena mereka memiliki hasrat yang sangat kuat untuk berkuasa, hati nurani dan nalar mereka tidak dapat menekan atau mengendalikan hasrat dan pengejaran mereka akan kekuasaan. Jika orang suka berpartisipasi dalam politik atau sangat terobsesi untuk melakukannya, dan memiliki hasrat yang kuat untuk melakukannya, ini berarti mereka memiliki ambisi yang kuat untuk memperoleh status dan kekuasaan. Niat, tujuan, serta dasar dalam cara mereka berperilaku dan bertindak sepenuhnya bergantung pada apakah mereka bisa memperoleh kekuasaan dan apakah ambisi mereka dapat dipuaskan, bukannya ditentukan oleh hati nurani dan nalar. Inilah mengapa kemanusiaan orang-orang semacam itu menakutkan. Agar dapat memuaskan hasrat mereka untuk berkuasa dan memperoleh kekuasaan, mereka mampu melakukan apa saja dan mengorbankan apa saja—bahkan mengorbankan orang-orang terdekat dan yang paling mereka cintai. Dinilai berdasarkan hal ini, apakah orang-orang semacam itu memiliki kemanusiaan? (Tidak.) Misalnya, katakanlah seorang pria suka terlibat dalam politik dan memiliki hasrat yang sangat kuat untuk berkuasa. Ketika sebuah kesempatan muncul baginya untuk berpartisipasi dalam politik serta memperoleh status dan kekuasaan yang dicita-citakannya, jika dia harus mengorbankan wanita yang dicintainya untuk memperoleh status yang dia kejar, dia tidak akan ragu-ragu untuk melakukannya—dia sama sekali tidak akan berbaik hati. Ada orang-orang yang bahkan tidak akan ragu-ragu untuk mengorbankan orang tua mereka sendiri agar memperoleh status—mereka mampu mengorbankan siapa pun. Satu-satunya hal yang tidak akan pernah mereka lepaskan adalah status. Dengan kata lain, mereka dapat menggunakan orang, peristiwa, atau hal apa pun sebagai alat tawar-menawar dan harga untuk ditukar dengan status. Jadi, dinilai dari karakter orang-orang semacam itu, apakah mereka benar-benar memiliki hati nurani dan nalar? (Tidak.) Itulah sebabnya orang-orang seperti ini sangat menakutkan. Bisa jadi hati nurani dan nalar mereka telah lenyap, atau bisa jadi mereka memang tidak pernah memiliki hati nurani atau nalar sejak awal—kedua hal ini mungkin. Mengapa Kukatakan kedua hal ini mungkin? Ketika orang-orang ini tidak memiliki status dan ketika tidak terlibat dalam urusan politik, mereka bisa rukun dengan orang lain, mereka bisa menolong orang, mereka mungkin tidak pernah mengambil keuntungan dari orang lain, dan mereka bisa bersedekah serta sangat toleran. Di luarnya, mereka tampak memiliki kemanusiaan, dan hati nurani serta nalar mereka tampak normal. Namun, engkau tidak tahu apa yang mereka cintai di lubuk hati mereka. Ketika engkau mendapati bahwa yang mereka cintai di lubuk hati mereka adalah status dan kekuasaan, dan ketika engkau mengamati kembali kemanusiaan mereka, sudut pandangmu akan berubah, dan pemahaman serta penilaianmu tentang kemanusiaan mereka juga akan berubah. Ketika tidak ada kaitannya dengan status dan kekuasaan, mereka berperilaku normal saat berinteraksi dengan orang lain, dan mereka tampak seperti orang yang baik. Namun, begitu mereka memperoleh status dan kekuasaan, perilaku mereka tidak lagi sama seperti sebelumnya—engkau tidak lagi dapat melihat di mana hati nurani atau nalar mereka berada. Baru setelah itulah engkau menyadari bahwa orang-orang semacam itu sangat menakutkan. Ternyata, kemanusiaan yang mereka perlihatkan hanya sementara—itu hanya terlihat karena dorongan lingkungan dan keuntungan tertentu, dalam keadaan di mana kekuasaan dan status yang mereka cintai tidak terlibat. Namun, begitu status dan kekuasaan terlibat, kemanusiaan mereka yang sesungguhnya tersingkap. Ketika engkau melihat kemanusiaan mereka yang sesungguhnya, engkau akan mendefinisikan mereka sebagai orang-orang yang tidak memiliki kemanusiaan. Dengan kata lain, sebelum engkau melihat hal esensial di lubuk hati mereka, engkau merasa bahwa mereka dapat bergaul dengan cukup baik dengan orang lain dan bahwa mereka memiliki kemanusiaan. Namun, ketika engkau benar-benar memahami dunia batin dan esensi kemanusiaan mereka, serta melihat bahwa yang mereka cintai adalah status dan kekuasaan, engkau akan menyadari bahwa orang-orang semacam itu tidak memiliki kemanusiaan—mereka bermuka dua. Perwujudan semacam ini disebut apa oleh orang-orang tidak percaya? Bukankah ini disebut kepribadian ganda? (Ya.) Makhluk bukan manusia mengenakan daging manusia—ketika mereka berinteraksi dengan orang lain, engkau tidak dapat melihat apa yang ada di dalam jiwa mereka, sehingga engkau mengira bahwa mereka adalah orang normal—bahkan mungkin engkau yakin bahwa mereka adalah orang baik. Namun, ketika engkau melihat sisi lain dari mereka, engkau bukan saja tidak akan lagi menganggap mereka orang yang baik, tetapi engkau juga akan merasa mereka menakutkan. Inilah yang dimaksud makhluk bukan manusia. Apa sebenarnya makhluk bukan manusia itu? Sekalipun terdapat sedikit keserupaan dengan manusia dalam apa yang mereka perlihatkan, itu tidak asli. Karena mereka tidak memiliki kenyataan kebenaran, perwujudan kebaikan mereka yang sesekali tidaklah merepresentasikan esensi mereka. Kemanusiaanlah yang mereka perlihatkan ketika mereka benar-benar memilih jalan mereka yang adalah esensi mereka. Oleh karena itu, engkau tidak boleh disesatkan oleh penampilan luar orang-orang semacam itu—kuncinya adalah lihatlah jalan yang mereka tempuh dan esensi mereka. Sudahkah Aku menjelaskan hal ini dengan gamblang sekarang? (Ya.) Apa yang telah engkau semua pahami? Jika orang suka membahas politik dan ini hanya sebatas pada tingkat pemikiran, sekadar minat dan hobi, maka itu bukan masalah. Namun, jika mereka suka berpartisipasi dalam politik, maka itu bukan lagi masalah pemikiran—itu berkaitan dengan masalah dengan cara mereka berperilaku dan jalan yang mereka tempuh. Begitu itu berkaitan dengan cara mereka berperilaku dan jalan yang mereka tempuh, itu berkaitan dengan karakter mereka. Ketika itu berkaitan dengan karakter, dalam kebanyakan kasus, itu berkaitan dengan watak yang rusak. Bukankah demikian? (Ya.) Baiklah, ini mengakhiri pembahasan kita tentang perwujudan suka berpartisipasi dalam politik.

Mari kita membahas perwujudan lainnya, menyukai kesusastraan. Perwujudan macam apakah ini? (Kondisi bawaan.) Artinya, orang-orang semacam ini secara bawaan menyukai kesusastraan. Karena menyukai kesusastraan, terhadap topik, buku, dan hal-hal yang berkaitan dengan kesusastraan, mereka memperlihatkan kesukaan khusus dan rasa ingin tahu, atau mewujudkan semacam sikap khusus—ini adalah kondisi bawaan. Lalu bagaimana dengan menyukai teknologi? (Ini adalah kondisi bawaan.) Artinya, tanpa adanya hal-hal dari dunia luar yang mengganggu atau mengintervensi, orang sangat tertarik pada jenis hal tertentu, mereka senang membaca jenis buku tersebut, dan juga senang memperhatikan dan mendiskusikan jenis topik tersebut; dan aspirasi mereka sekaligus juga adalah untuk menggeluti pekerjaan atau bidang yang berkaitan dengan jenis hal tersebut. Ini bersifat bawaan—ini tidak mengharuskan orang lain untuk ikut campur, juga tidak perlu diajarkan, dan tentu saja, tidak mengharuskan orang lain untuk dengan sengaja memengaruhi atau mengindoktrinasi mereka selama hidup mereka. Mereka terlahir menyukai hal-hal tertentu. Menyukai teknologi adalah kondisi bawaan, jadi bagaimana dengan menyukai tumbuhan dan binatang? (Itu juga merupakan kondisi bawaan.) Menyukai tanaman dan binatang—peduli terhadap pohon, serangga, dan burung; khususnya senang berinteraksi dengan binatang kecil, berhubungan dekat dengan mereka, dan bersikap sangat penuh kasih dan toleran terhadap mereka—adalah kondisi bawaan. Engkau lihat, hal-hal yang termasuk dalam kondisi bawaan ini sangat normal, bukan? (Ya.) Semua itu tidak ada kaitannya dengan hal-hal negatif dalam watak yang rusak seperti kecongkakan dan kejahatan. Lalu, hal-hal seperti menyukai penerbangan, menyukai sejarah, menyukai astronomi dan geografi, menyukai ilmu gizi dan kedokteran, menyukai hukum, menyukai pertanian—perwujudan macam apakah ini? (Kondisi bawaan.) Ada orang-orang yang menyukai pertanian; mereka suka meneliti tentang pencangkokan, peningkatan, dan hasil dari berbagai tanaman, mereka suka meneliti pengaruh iklim dan suhu pada tanaman, mereka suka menanam sayuran, tanaman pangan, pohon, dan bunga. Tangan mereka berlumpur setiap hari dan menjadi kapalan karena berjerih payah. Orang-orang ini tidak ingin menjadi dokter, pengacara, atau pejabat—mereka hanya suka bertani dan berurusan dengan tanaman, serta merasa sangat nyaman hidup seperti ini. Apakah hal yang orang sukai, serta minat dan hobi yang mereka miliki, ada hubungannya dengan kemanusiaan mereka? (Tidak.) Apakah itu memengaruhi kemanusiaan mereka? (Tidak.) Pada dasarnya, itu tidak memengaruhi kemanusiaan mereka. Petani tidak bisa disebut sangat luhur; mereka juga memiliki watak yang rusak. Demikian pula, para intelektual tingkat tinggi, seperti orang-orang yang berkecimpung dalam bidang-bidang seperti teknologi, kesusastraan, kedokteran, atau hukum, tidak memiliki kemanusiaan yang lebih baik daripada petani. Setelah memperoleh begitu banyak pengetahuan, membaca begitu banyak buku, dan dididik untuk waktu yang lama, pada akhirnya, mereka sama sekali tidak memiliki pemahaman tentang Tuhan—mereka hanya belajar sedikit lebih banyak dari buku-buku dan mendapatkan sedikit lebih banyak pengetahuan dan wawasan. Namun, dalam hal cara berperilaku, jalan hidup seperti apa yang harus mereka ikuti, bagaimana mereka harus percaya dan menyembah Tuhan, serta bagaimana bertindak berdasarkan prinsip tentang cara berperilaku dalam berbagai macam hal dalam kehidupan—mereka tidak tahu apa-apa tentang semua hal ini. Ciri yang lazim dari orang-orang yang memiliki minat dan hobi di berbagai bidang adalah mereka bersedia melakukan apa pun yang mereka sukai, dan bersedia menggeluti pekerjaan di bidang tersebut, lalu mengabdikan diri pada bidang tersebut. Apa pun bidang yang mereka geluti, selama mereka berada di tengah masyarakat ini, mereka telah dikondisikan dan dirusak oleh Iblis. Tak ada seorang pun yang kemanusiaan menjadi luhur hanya karena minat dan hobi mereka, atau karena bidang yang mereka geluti lebih luhur atau terhormat daripada bidang yang orang lain geluti. Demikian pula, tidak ada orang yang menjadi lebih hina atau lebih rusak daripada orang lain hanya karena pekerjaan yang mereka geluti rendah, hina, atau dipandang rendah oleh orang lain. Sebaliknya, apa pun minat dan hobi seseorang, apa pun bidang yang mereka geluti dengan menggunakan kelebihan atau karunia apa pun, pada akhirnya, pemikiran dan sudut pandang yang mereka miliki tidaklah sesuai dengan kebenaran. Semua orang memiliki sikap yang sama terhadap kebenaran dan terhadap Tuhan, serta apa yang mereka perlihatkan semuanya adalah watak yang rusak. Kesamaan di antara orang-orang adalah mereka hidup dengan memiliki watak rusak sebagai hidup mereka. Oleh karena itu, apa pun minat dan hobi yang kaumiliki dan apa pun pekerjaan yang kaugeluti, itu tidak berarti bahwa kemanusiaanmu akan terpengaruh olehnya, juga tidak berarti bahwa kemanusiaanmu akan meningkat atau terkikis sampai taraf tertentu. Dari fakta-fakta ini, dapat dilihat bahwa kondisi bawaan yang Tuhan berikan kepada manusia tidak memengaruhi kriteria mereka dalam cara mereka berperilaku dan bertindak, ataupun mengubah jalan dan arah tindakan mereka. Paling-paling, minat dan hobi ini hanyalah sarana atau semacam modal bawaan yang mereka andalkan untuk bertahan hidup, sehingga, melalui bidang yang mereka geluti, mereka dapat memperoleh penghasilan dan dengan demikian memenuhi kebutuhan hidup mereka. Namun, dalam proses memenuhi kebutuhan hidup mereka, berbagai pemikiran dan sudut pandang yang orang terima di antara kelompok-kelompok orang di berbagai bidang adalah sama. Oleh karena itu, pada akhirnya, berada di bidang apa pun, di sudut masyarakat mana pun, di kelompok orang mana pun, atau dari ras mana pun seseorang itu, kerusakan yang mereka terima adalah sama. Engkau tidak menjadi lebih mulia atau lebih tidak rusak secara mendalam daripada orang lain hanya karena engkau menggeluti pekerjaan atau profesi yang sedikit lebih tinggi, dan engkau juga tidak menjadi lebih rusak secara mendalam daripada orang lain hanya karena bidang yang kaugeluti tergolong kelas bawah. Singkatnya, apa pun minat dan hobi bawaanmu, pada akhirnya, engkau pasti dan tak terelakkan akan dirusak oleh Iblis di tengah masyarakat ini dan di antara orang.

Selanjutnya, mari kita membahas tentang perwujudan lainnya. Ada orang-orang yang menyukai pekerjaan keuangan dan akuntansi; mereka senang berurusan dengan angka dan menghabiskan seluruh hidup mereka menggeluti pekerjaan keuangan. Setiap hari, mereka membuat pembukuan, menyelesaikan pembukuan, menangani pembayaran dan penerimaan dana—pikiran mereka selalu dipenuhi dengan data, tetapi mereka tidak pernah merasa bosan. Menyukai pekerjaan keuangan dan akuntansi—termasuk aspek apakah ini? (Kondisi bawaan.) Ini adalah kelebihan yang Tuhan berikan kepada manusia. Karena engkau ahli dalam hal ini, engkau dengan sendirinya mengambil pekerjaan ini, dan dengan demikian engkau memperoleh mata pencaharian seumur hidupmu—beginilah caramu menopang dirimu sendiri. Ini sama dengan Tuhan menurunkan manna atau burung puyuh dari surga untukmu agar engkau memiliki sesuatu untuk dimakan. Minat dan hobi ini bagaikan angsa emas yang jatuh dari langit, mendarat di tanganmu, memungkinkanmu untuk memiliki minat dan hobi ini. Dengan demikian, engkau tentu saja akan menggeluti suatu pekerjaan yang berkaitan dengan minat dan hobimu, dan dengan hal ini sebagai mata pencaharianmu, engkau menopang dirimu sendiri sampai sekarang. Entah engkau melakukannya dengan baik atau tidak, seberapa lamanya pun engkau telah menggelutinya, selama itu merupakan sesuatu yang kaumiliki sejak lahir, maka itu adalah apa yang telah Tuhan tetapkan bagimu—itu adalah kondisi bawaan. Singkatnya, semua ini berasal dari Tuhan—tidak ada yang dapat orang sombongkan mengenai hal ini. Bukankah benar demikian? (Ya.)

Suka berbisnis, terampil dalam berbisnis—termasuk aspek apakah ini? (Kondisi bawaan.) Terampil dalam berbisnis berarti menjalankan bisnis dengan lebih baik daripada kebanyakan orang. Orang lain mungkin menjalankan bisnis selama dua atau tiga bulan lalu bangkrut, bahkan kehilangan modal awal mereka, tetapi mereka menjalankan bisnis mereka selama dua atau tiga tahun dan makin berhasil. Lambat laun, kehidupan mereka menjadi sejahtera—keluarga mereka makan dan berpakaian dengan lebih baik, rumah kecil mereka diganti dengan yang lebih besar, mobil kecil mereka diganti dengan yang lebih besar, dan kehidupan mereka terus meningkat; mereka menjadi pengusaha kaya. Terampil dalam berbisnis—apakah ini kondisi bawaan? (Ya.) Terampil dalam berbisnis, kondisi bawaan ini, adalah kelebihan mereka. Mereka tidak pernah belajar cara berbisnis secara khusus, mereka juga tidak dipengaruhi oleh orang tua mereka, tetapi mereka dengan mudah berhasil menjalankan bisnis kecil dan menghasilkan uang. Engkau bertanya kepada mereka, "Apakah kau merasa berbisnis itu sulit?" Mereka berkata, "Sama sekali tidak. Aku hanya menggunakan otakku, dan berpikir tentang bagaimana melakukan hal-hal dengan cara yang sesuai dan dapat menghasilkan uang, lalu mulai mengerjakannya dan melakukannya dengan cara itu—dan pada akhirnya, uang itu menjadi milikku." Engkau berkata, "Berbisnis sepertinya sangat mudah bagimu. Mengapa aku tidak bisa melakukannya?" Mengapa? Karena Tuhan tidak memberimu kelebihan itu, jadi engkau sama sekali tidak dapat menguasai keterampilan itu. Jadi, mereka yang memiliki kelebihan tidak boleh sombong, dan mereka yang tidak memiliki kelebihan tidak boleh iri. Apa yang Tuhan berikan, tak seorang pun dapat mengambilnya—sekalipun engkau tidak menginginkannya, engkau tidak dapat menolaknya. Tuhan telah benar-benar membuatmu terampil dalam hal ini, dan melalui kelebihan ini, Dia membekalimu dengan sarana penghidupan atau bidang keahlian untuk menopang hidupmu. Ini adalah anugerah Tuhan. Orang lain belajar, diajari, dan berlatih, tetapi dengan cara apa pun mereka berusaha, mereka tidak dapat mencapai hasil yang baik. Namun, engkau dapat melakukannya tanpa perlu mempelajarinya. Dengan cara apa pun mereka berpikir, pikiran mereka tidak bekerja secepat pikiranmu, dan mereka tidak dapat beroperasi sebaik dirimu. Jadi, dari manakah kelebihanmu ini berasal? Bukankah itu bawaan? Bukankah apa yang merupakan bawaan dianugerahkan oleh Tuhan? Engkau selalu mengatakan apa yang kausukai, apa yang kaukuasai—tetapi apakah itu adalah sesuatu yang kauminta? Ada orang-orang yang mengatakan bahwa itu diwarisi dari orang tua mereka. Lalu mengapa engkau tidak mewarisi sesuatu yang lain? Cobalah untuk menemukan cara untuk mewariskan kelebihan ini kepada generasimu yang selanjutnya—dapatkah engkau melakukannya? Apakah engkau berhak menentukan dalam hal ini? (Tidak.) Tentu saja tidak. Kelebihan yang kaumiliki diberikan oleh Tuhan—sekalipun orang lain mungkin sangat iri terhadapmu, mereka tidak dapat menyingkirkannya ataupun mengambilnya, dan sekalipun engkau tidak menginginkannya, Tuhan tetap memberikannya kepadamu. Karena Tuhan telah menunjukkan kasih karunia-Nya kepadamu, engkau harus menerima bahwa hal itu adalah dari-Nya. Jangan menjadi sombong, dan janganlah menyombongkan diri. Kesombongan dan menyombongkan diri adalah perwujudan ketidaktahuan manusia.

Jadi, dengan cara apa engkau harus memperlakukan dengan benar kelebihan yang telah Tuhan berikan kepadamu? Jika rumah Tuhan membutuhkanmu untuk melaksanakan tugas di area ini, engkau harus menggunakan kelebihanmu dalam tugasmu, dalam pekerjaan gereja. Jangan menahan apa pun—gunakan kelebihan itu, dan laksanakanlah semaksimal mungkin. Dengan demikian, kelebihan yang telah Tuhan berikan kepadamu tidak akan diberikan dengan sia-sia; kasih karunia dan perlakuan khusus yang telah kaunikmati dari Tuhan akan dibalaskan kepada-Nya. Dengan melakukannya, engkau adalah orang yang memiliki hati nurani—engkau tidak hanya mencari keuntungan untuk dirimu sendiri tetapi juga membalas Tuhan. Inilah artinya bertindak dengan benar. Sekalipun engkau berpikir, "Aku memiliki kelebihan ini, minat dan hobi ini, dan melakukannya adalah hal yang mudah bagiku," selama engkau menganggapnya sebagai tugasmu, engkau tidak boleh hanya mengandalkan kelebihan, minat, dan hobimu. Engkau harus melaksanakannya berdasarkan prinsip-prinsip yang telah Tuhan beritahukan kepadamu dan tuntutan rumah Tuhan, lalu menggabungkannya dengan kelebihanmu. Dengan demikian, tugasmu akan dilaksanakan dengan semestinya, dan engkau akan mempersembahkan kesetiaanmu. Ini sama seperti bagaimana Tuhan menganugerahkan seorang anak kepada Abraham—ketika Tuhan memberikannya, Abraham sangat gembira, dan ketika Tuhan ingin mengambilnya, Abraham harus dengan rela dan sepenuhnya mempersembahkannya kepada Tuhan. Dia tidak boleh menahan apa pun atau mencoba menetapkan persyaratan, dan terlebih lagi, dia tidak boleh mengeluh atau menghina Tuhan—dia harus mempersembahkan anaknya dengan segenap hati dan dengan tulus. Ketika Tuhan menganugerahkan kasih karunia kepadamu, engkau sangat bahagia dan puas, merasa bahwa engkau telah mendapatkan keuntungan dan bahwa Tuhan menunjukkan kebaikan kepadamu. Setelah engkau menikmati begitu banyak kasih karunia Tuhan, bagaimana sikapmu ketika Tuhan memintamu untuk mempersembahkan sesuatu? Mampukah engkau melepaskan sesuatu tersebut? Mampukah engkau mempersembahkannya kepada Tuhan dan mengembalikan kepada-Nya tanpa syarat? Jika engkau mampu mengembalikan kepada Tuhan apa yang telah Dia berikan kepadamu tanpa berkompromi, berdasarkan prinsip-prinsip yang Dia tuntut, tanpa mengeluh, tanpa syarat, dan tanpa menyimpannya untuk dirimu sendiri, melainkan mempersembahkannya kepada Tuhan, itu artinya engkau telah memenuhi standar sebagai makhluk ciptaan; tugas yang telah kaulaksanakan juga telah memenuhi standar, dan Tuhan akan merasa puas. Tuntutan Tuhan terhadapmu tidaklah tinggi, karena apa yang telah Tuhan berikan kepadamu melebihi apa yang dapat kaupersembahkan berkali-kali lipat. Selain memberimu nyawa, Tuhan juga telah memberimu modal dan kondisi yang kauandalkan untuk bertahan hidup. Karena engkau memiliki kelebihan, minat, dan hobi ini, berapa banyak manfaat yang telah kauperoleh? Berapa banyak kasih karunia Tuhan yang telah kaunikmati? Sampai saat ini, berapa banyak yang telah kaubalaskan kepada Tuhan? Jika baru sekarang engkau mulai membalas Tuhan, engkau agak terlalu lambat. Jika engkau tidak melakukannya dengan baik di masa lalu, mulai sekarang, engkau harus mempersembahkan kepada Tuhan tanpa syarat apa pun; gunakanlah kelebihan, keterampilan profesional, dan berbagai prinsip profesi yang telah kaukuasai dalam tugasmu, tanpa menahan apa pun, karena apa yang kaupersembahkan sejak semula adalah milik Tuhan—itu dianugerahkan kepadamu oleh Tuhan. Ketika engkau mempersembahkan hal-hal ini dan menggunakannya dalam tugasmu, di satu sisi, Tuhan akan menerimanya, dan di sisi lain, engkau akan memperoleh kebenaran, memperoleh hidup, dan mendapatkan perkenan Tuhan—engkau akan memperoleh manfaat yang luar biasa dan sama sekali tidak akan menderita kerugian. Pada saat yang sama, Tuhan tidak mengambil hakmu untuk menikmati minat, hobi, dan kelebihanmu. Karena Tuhan telah menganugerahkan minat dan hobi ini kepadamu, Dia tidak akan pernah mengambilnya. Sebanyak apa pun engkau mempersembahkan, engkau akan tetap memilikinya—Tuhan memastikan bahwa semuanya akan terus berada di dalam dirimu tanpa akhir; semuanya adalah bagian dari dirimu. Jika engkau tidak mempersembahkan kepada Tuhan, dapat dikatakan bahwa engkau tidak memiliki hati nurani, bahwa engkau tidak memenuhi standar sebagai makhluk ciptaan, dan bahwa engkau tidak memiliki ketulusan terhadap Tuhan. Jika engkau benar-benar memiliki ketulusan, engkau harus membalas kepada Tuhan apa yang telah kauterima dari-Nya dan apa yang kaumiliki. Engkau harus memiliki sikap ini. Sebanyak apa pun yang telah Tuhan berikan kepadamu, sebanyak apa pun yang kaupahami, dan sebanyak apa pun yang mampu kaulakukan, engkau harus mempersembahkannya kepada Tuhan tanpa syarat. Apakah menurutmu Tuhan akan membiarkanmu mempersembahkannya dengan sia-sia? Lihatlah Abraham—ketika Tuhan meminta Ishak, dia mempersembahkan Ishak di atas mezbah. Namun, setelah melihat ketulusan Abraham, apakah Tuhan benar-benar mengambil Ishak? Tuhan tidak mengambilnya—Tuhan mengembalikan Ishak kepadanya dan telah mempersiapkan seekor domba di dekatnya. Abraham bukan saja tidak perlu mengembalikan Ishak kepada Tuhan, melainkan dia juga menerima seekor domba yang telah dipersiapkan. Pada akhirnya, berkat yang Tuhan berikan kepadanya melebihi berkali-kali lipat dari apa yang dapat dia bayangkan. Tentu saja, ini bukanlah sesuatu yang dapat Abraham bayangkan, juga bukan sesuatu yang dia minta. Namun, Tuhan tidak memperlakukan manusia secara tidak adil; Dia memang memberkati manusia dengan cara ini—inilah yang Tuhan kehendaki. Sekalipun engkau belum membalaskan apa pun kepada Tuhan, Dia telah menganugerahkan begitu banyak kepadamu. Jadi, jika engkau benar-benar membalaskan kepada Tuhan, apakah menurutmu Dia akan menganugerahkan lebih sedikit kepadamu? Sama sekali tidak—berkat yang Tuhan berikan kepadamu akan melebihi semua yang dapat kaubayangkan. Jadi katakan kepada-Ku, apakah mudah untuk mempersembahkan semua kelebihan yang telah Tuhan anugerahkan kepadamu dan menggunakannya dalam tugasmu? Misalkan engkau berpikir: "Kelebihan, minat, dan hobi yang kumiliki secara bawaan ini adalah sesuatu yang kumiliki sejak lahir, aku mewarisinya dari orang tuaku. Itu berkat gen yang baik dan latar belakang yang menguntungkan. Apakah itu dianugerahkan oleh Tuhan atau tidak, aku tidak tahu. Bagaimanapun juga, aku hanya beruntung—itu keberuntunganku sendiri. Mengenai apakah aku akan mengembalikannya kepada Tuhan atau tidak, aku akan memutuskannya nanti. Saat ini, aku sama sekali tidak berencana untuk melakukannya." Katakan kepada-Ku, apakah itu berarti engkau memiliki hati nurani? (Tidak.) Sekalipun Tuhan tidak mengambil minat, hobi, kelebihan, dan hal-hal lain yang Dia anugerahkan kepadamu, engkau tidak akan memperoleh berkat Tuhan. Di mata Tuhan, engkau tidak akan memenuhi standar sebagai makhluk ciptaan—setidaknya, Tuhan tidak menyukai orang-orang semacam ini. Tuhan menganugerahkan minat, hobi, dan kelebihan tertentu kepada manusia, dan Dia juga memiliki tuntutan yang spesifik terhadap mereka. Mengenai bagaimana orang memperlakukan minat, hobi, dan kelebihan ini, mereka juga harus memiliki prinsip yang selaras dengan kebenaran. Pertama, janganlah menganggap hal-hal ini sebagai modal yang kaumiliki; selain itu, jika pekerjaan di rumah Tuhan mengharuskanmu untuk melaksanakan tugas yang berkaitan dengan minat, hobi, dan kelebihanmu, engkau haruslah merasa bahwa sudah menjadi kewajibanmu untuk menjadikan tugas ini sebagai kewajiban pribadimu. Engkau harus mempersembahkan apa yang telah Tuhan anugerahkan kepadamu sepenuhnya dan tanpa syarat, sehingga Tuhan dapat menikmati ketulusan dan ketundukan makhluk ciptaan terhadap-Nya. Bukankah ini adalah hal yang bermartabat dan mulia? (Ya.) Jika engkau tidak dapat mempersembahkan kepada Tuhan karunia dan kelebihan yang telah Dia anugerahkan kepadamu, berarti engkau berutang kepada Tuhan—itu adalah hal yang memalukan. Ketika Tuhan menganugerahkan karunia dan kelebihan ini kepadamu, engkau cukup senang, tetapi ketika Tuhan memintamu untuk mempersembahkannya kepada-Nya, engkau menjadi kesal, tidak ingin itu digunakan oleh Tuhan dan hanya ingin itu digunakan untuk dirimu sendiri. Apakah ini memperlihatkan nalar? Itu bukan milik pribadimu—itu dianugerahkan oleh Tuhan. Karena itu dianugerahkan oleh Tuhan, ketika Dia membutuhkannya, engkau harus mempersembahkannya. Mampu mempersembahkannya menunjukkan bahwa engkau memiliki ketundukan dan ketulusan terhadap Tuhan. Jika engkau tidak mau mempersembahkannya, atau engkau melakukannya dengan enggan dan terpaksa, itu membuktikan bahwa engkau tidak memiliki ketundukan ataupun ketulusan terhadap Tuhan. Hanya dapat dikatakan bahwa ada masalah dengan kemanusiaan dan karaktermu.

Baiklah, sekian persekutuan kita hari ini. Sampai jumpa!

23 Desember 2023

Sebelumnya:  Cara Mengejar Kebenaran (9)

Selanjutnya:  Cara Mengejar Kebenaran (14)

Pengaturan

  • Teks
  • Tema

Warna Solid

Tema

Jenis Huruf

Ukuran Huruf

Spasi Baris

Spasi Baris

Lebar laman

Isi

Cari

  • Cari Teks Ini
  • Cari Buku Ini

Connect with us on Messenger