Cara Mengejar Kebenaran (3)
Selama beberapa waktu ini, kita telah mempersekutukan topik tentang mengejar kebenaran. Isi yang tercakup dalam topik ini cukup luas, tetapi seluas apa pun isinya, itu tak dapat dipisahkan dari beberapa masalah yang orang temui dalam kehidupan mereka sehari-hari yang berkaitan dengan cara mereka memandang orang dan hal-hal, serta cara mereka berperilaku dan bertindak, bukan? (Ya.) Ini adalah masalah nyata dalam kehidupan orang. Hal-hal ini tidak terpisah dari kehidupan orang sehari-hari, juga tidak terpisah dari kemanusiaan normal yang orang miliki. Masalah-masalah ini mencakup sikap dan pandangan orang terhadap berbagai hal, serta segala macam hal penting yang orang temui dalam keberadaan mereka dan perjalanan hidup mereka. Isi persekutuan terakhir kita adalah tentang salah satu aspek penerapan pada "melepaskan" dalam "Cara Mengejar Kebenaran"—yakni perlunya orang melepaskan penghalang di antara dirinya dan Tuhan serta permusuhannya terhadap Tuhan. Berkaitan dengan apakah penerapan ini? Itu berkaitan dengan hubungan antara manusia dan Tuhan, bukan? (Ya.) Isi dari beberapa persekutuan terakhir adalah tentang bagaimana seharusnya orang memandang segala macam orang dan segala macam hal berdasarkan prinsip dan standar yang dituntut Tuhan, dan bagaimana menangani segala macam orang dan segala macam hal. Isi persekutuan terakhir kita adalah tentang hubungan antara manusia dan Tuhan, serta memberi tahu orang bagaimana mereka harus melepaskan berbagai gagasan dan imajinasi yang tidak sesuai dengan maksud-maksud Tuhan, tidak sesuai dengan tuntutan-tuntutan Tuhan, dan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran. Ini adalah masalah nyata yang ada di antara manusia dan Tuhan dalam perjalanan mereka percaya kepada Tuhan dan dalam proses mereka bertahan hidup. Kita membagi topik besar "perlunya orang melepaskan penghalang di antara dirinya dan Tuhan serta permusuhannya terhadap Tuhan" ini menjadi empat aspek: Aspek pertama adalah gagasan dan imajinasi, aspek kedua adalah tuntutan yang tidak masuk akal, aspek ketiga adalah sikap waspada dan kecurigaan, dan aspek keempat adalah meneliti dan menyelidiki. Kita memulai persekutuan kita dengan gagasan dan imajinasi. Poin pertama dalam gagasan dan imajinasi berkaitan dengan pekerjaan Tuhan—yaitu, gagasan dan imajinasi apa saja yang orang miliki tentang pekerjaan Tuhan. Kita telah mempersekutukan beberapa hal tentang poin ini. Persekutuan kita tentang poin ini adalah tentang cara orang memandang pekerjaan Tuhan, serta penyimpangan, gagasan, dan imajinasi apa saja yang orang miliki dalam pengetahuan dan ide-ide mereka tentang pekerjaan Tuhan; gagasan dan imajinasi ini adalah sesuatu yang harus orang lepaskan. Jika orang melepaskan gagasan dan imajinasi ini serta mencari kebenaran, mereka akan mampu mengenal pekerjaan Tuhan dan memiliki pemahaman yang murni tentang firman Tuhan. Ketika pekerjaan Tuhan tidak sesuai dengan gagasan dan imajinasi yang orang miliki, mereka harus merenungkan diri mereka sendiri dan berusaha mengenal diri mereka sendiri, dan mereka juga harus melepaskan gagasan dan imajinasi mereka sendiri, bukannya mengandalkan gagasan dan imajinasi itu untuk mengukur seperti apa seharusnya pekerjaan Tuhan, atau mengukur apa dampak yang ingin Tuhan capai dalam diri manusia melalui pekerjaan-Nya. Gagasan dan imajinasi orang tentang pekerjaan Tuhan berdampak langsung pada jalan masuk kehidupan mereka dan sikap mereka terhadap Tuhan, jadi gagasan dan imajinasi ini juga merupakan sesuatu yang harus orang lepaskan. Sebagai contoh, kita bersekutu bahwa Tuhan tidak mengubah kualitas, kepribadian, naluri, dan sebagainya, yang orang miliki sejak lahir, bahwa atribut bawaan orang sejak lahir serta naluri daging mereka bukanlah target pekerjaan Tuhan, dan bahwa pekerjaan-Nya menargetkan watak rusak orang, dan hal-hal dalam diri orang yang memberontak terhadap Tuhan dan tidak sesuai dengan Tuhan. Jika orang membayangkan bahwa pekerjaan Tuhan bertujuan untuk mengubah kualitas mereka, naluri mereka, dan bahkan kepribadian, kebiasaan, pola hidup mereka, dan sebagainya, maka setiap aspek penerapan mereka dalam kehidupan sehari-hari akan dipengaruhi dan diombang-ambingkan oleh gagasan dan imajinasi mereka sendiri, dan pasti akan ada banyak bagian yang menyimpang atau hal-hal yang ekstrem. Bagian-bagian yang menyimpang dan hal-hal yang ekstrem ini tidak sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran dan akan menyebabkan orang menyimpang dari hati nurani dan nalar kemanusiaan yang normal, serta terlepas dari alur kemanusiaan yang normal. Misalnya, katakanlah bahwa dalam gagasan dan imajinasimu, engkau yakin bahwa Tuhan ingin mengubah kualitas dan kemampuan orang, dan bahkan naluri mereka; jika menurutmu hal-hal inilah yang ingin Tuhan ubah, pengejaran seperti apa yang akan kaulakukan? Engkau akan melakukan pengejaran yang menyimpang dan sangat mengekang—engkau akan ingin mengejar kualitas yang unggul, dan engkau akan berfokus mempelajari berbagai jenis keterampilan serta menguasai berbagai jenis pengetahuan agar engkau memiliki kualitas yang unggul dan kemampuan yang unggul, serta wawasan dan pembinaan diri yang unggul, dan bahkan beberapa kemampuan yang lebih unggul daripada kemampuan orang biasa—dengan demikian, engkau akan menaruh perhatian pada kemampuan dan bakat lahiriah. Lalu, apa akibat pengejaran semacam itu dalam diri orang-orang? Mereka bukan hanya akan gagal menempuh jalan mengejar kebenaran, melainkan mereka juga akan menempuh jalan orang Farisi. Mereka akan bersaing satu sama lain untuk melihat siapa yang kualitasnya, karunianya, dan pengetahuannya lebih unggul, siapa yang kemampuannya lebih hebat, siapa yang kelebihannya lebih banyak, siapa yang prestisenya lebih tinggi di antara orang-orang serta siapa yang dihormati dan dipuja oleh orang lain. Dengan demikian, mereka bukan saja tidak akan mampu menerapkan kebenaran dan bertindak berdasarkan prinsip-prinsip kebenaran, melainkan justru akan menempuh jalan yang menjauhkan mereka dari kebenaran.
Pekerjaan Tuhan adalah untuk mengubah watak rusak orang, dan berbagai pemikiran serta pandangan mereka yang keliru yang melanggar kebenaran, di dalam lingkup kemanusiaan normal yang mereka miliki, sehingga hati nurani dan nalar mereka dapat dipulihkan dan dioptimalkan. Dengan kata lain, makin engkau memahami kebenaran, makin hati nurani dan nalarmu akan menjadi normal, dan keduanya juga akan terus berkembang ke arah yang bermanfaat; ini sama sekali tidak supernatural. Apa yang Kumaksud dengan kata "normal" ini? Jika orang memiliki kesadaran hati nurani dan rasa keadilan, mereka akan menjadi baik hati—dalam bahasa manusia, mereka akan menjadi penuh pengertian, jujur, berakal sehat, tidak keras kepala dan tidak mudah menyimpang. Inilah dampak yang ingin Tuhan capai dalam hal kemanusiaan yang orang miliki. Ketika orang makin memahami kebenaran, salah satu dampak insidentalnya adalah kemanusiaan mereka menjadi makin normal. Namun, jika orang mengejar berdasarkan gagasan dan imajinasi mereka sendiri, gagasan dan imajinasi ini akan memberikan pengaruh negatif dan tuntunan negatif yang besar pada pengejaran mereka, dan akan menuntun mereka ke segala macam jalan yang menyimpang dan diikuti dengan keras kepala, ekstrem, dan keliru. Misalnya, dalam gagasan dan imajinasi mereka, orang yakin bahwa pekerjaan Tuhan dimaksudkan untuk mengangkat kemanusiaan yang orang miliki, dan untuk memungkinkan orang melampaui naluri manusia, kualitas manusia, dan bahkan usia dan jenis kelamin manusia. Ketika orang memiliki gagasan seperti ini, mereka akan mengejar, berusaha, dan meraba-raba ke arah ini. Dengan demikian, hal-hal apa yang akan menjadi fokus mereka? Di satu sisi, mereka akan berfokus pada pengetahuan, kemampuan, keterampilan, karunia, dan bakat; di sisi lain, mereka akan berfokus pada hal-hal supernatural. Tahukah engkau semua apa saja perwujudan dari hal-hal supernatural? (Apakah ini berarti bahwa, dalam beberapa hal, orang akan langsung mengalami perubahan kualitatif tanpa membayar harga?) Ini seperti ketika seseorang yang biasanya tidak membaca firman Tuhan, tetapi sesuatu terjadi padanya, dan firman Tuhan tiba-tiba muncul di benaknya, atau ketika seseorang yang tidak pernah bisa bernyanyi atau menari, tetapi setelah terinspirasi, dia tiba-tiba bisa bernyanyi dan menari, bahkan menari dengan sangat baik, atau ketika seseorang yang tidak pernah belajar suatu bahasa asing, tetapi tiba-tiba mampu berbicara dalam bahasa asing tersebut. Apakah hal-hal ini supernatural? (Ya.) Misalnya, katakanlah engkau harus keluar untuk suatu urusan mendesak, tetapi engkau tidak tahu cara mengemudi, dan dalam keputusasaan engkau berdoa, lalu tiba-tiba engkau merasa bersemangat, dan tiba-tiba tahu cara mengemudi, dan engkau bahkan mampu mengemudi semantap pengemudi yang berpengalaman. Seseorang bertanya kepadamu, "Bagaimana kau bisa mengemudi dengan begitu baik?" Engkau menjawab, "Aku juga tidak tahu. Semua ini dilakukan oleh Tuhan; aku digerakkan oleh Roh Kudus. Lihat, tanganku ini bukan lagi tanganku sendiri; melainkan dipegang oleh Roh Kudus!" Padahal sebenarnya, Roh Kudus tidak melakukan hal ini; sebaliknya, jenis roh lain telah merasukimu dan sedang memanipulasi dirimu, sampai-sampai engkau telah menjadi pribadi yang berbeda dan tidak mampu mengendalikan dirimu sendiri. Bukankah ini melampaui kemampuan hakiki yang orang miliki? Ini supernatural, bukan? (Ya.) Apa arti supernatural? Apakah ini fenomena yang baik? (Tidak, ini membuat seseorang menjadi abnormal.) Jika engkau tiba-tiba mampu menguasai suatu bahasa, memiliki suatu keterampilan, atau memahami suatu pengetahuan tanpa mempelajarinya selama kurun waktu tertentu atau tanpa dibimbing oleh ahli mana pun, itu adalah supernatural. Jika watak hidup seseorang telah berubah tanpa mereka perlu mengejar kebenaran, mencari, menunggu, atau mengalami berbagai hal, bukankah ini hal yang menakutkan? (Ya.) Jika di benakmu dan di alam bawah sadarmu masih ada banyak hal berupa gagasan dan imajinasi, engkau harus melepaskan hal-hal itu dan tidak mengejarnya, karena hal-hal tersebut bukanlah pengetahuan sejati tentang pekerjaan Tuhan, dan itu tidak sesuai dengan metode dan prinsip pekerjaan Tuhan. Pekerjaan Tuhan sama sekali tidak akan melampaui kemanusiaan normalmu, dan dampak yang dicapai oleh pekerjaan Tuhan dalam dirimu sama sekali bukanlah mengubah kemanusiaan normalmu menjadi kemanusiaan yang lebih tinggi dan supernatural. Terlebih lagi, Tuhan tidak akan mengubahmu dari orang biasa menjadi orang yang tidak biasa. Katakanlah bahwa selama proses mengalami pekerjaan Tuhan, hati nuranimu menjadi makin peka, dan engkau memiliki rasa malu yang lebih besar. Engkau menjadi baik hati, mampu mempertimbangkan maksud-maksud Tuhan, dan mampu melindungi pekerjaan gereja dan kepentingan rumah Tuhan. Selain itu, perkataan dan tindakanmu tidak bertentangan dengan hati nurani dan nalarmu, engkau lambat laun menjadi mampu bertindak berdasarkan prinsip-prinsip kebenaran, dan engkau mampu mengidentifikasi segala macam orang, peristiwa, dan hal-hal berdasarkan firman Tuhan. Ini membuktikan bahwa jalan yang kautempuh dalam kepercayaanmu kepada Tuhan adalah benar. Namun, misalkan engkau masih berfokus mendengarkan suara-suara tertentu ketika berdoa, dan menantikan ilham, kilatan cahaya, atau pewahyuan supernatural ketika mencari dan memohon kepada Tuhan. Selain itu, hati nurani dan nalarmu belum dipulihkan atau belum diperbaiki dengan cara apa pun, dan engkau belum memiliki rasa keadilan atau belum tunduk kepada Tuhan. Ini membuktikan bahwa ada masalah dengan pengejaran dan jalan yang sedang kautempuh, dan dapat juga dikatakan bahwa engkau sama sekali belum menempuh jalan mengejar kebenaran. Engkau juga sering tanpa sadar berusaha untuk menjadi orang yang supernatural, dan sering merasa bahwa engkau harus melampaui daging—tidak merasa lapar ketika tidak makan, dan tidak merasa lelah atau mengantuk ketika tidak tidur atau beristirahat selama beberapa hari—dan engkau bahkan berusaha untuk tiba-tiba memahami dan menguasai hal-hal yang tidak kaupahami atau belum pernah kaupelajari selama proses pelaksanaan tugasmu saat engkau sangat membutuhkannya. Semua imajinasi tentang hal-hal supernatural ini berasal dari gagasan dan imajinasi manusia. Karena orang belum mengalami pekerjaan Tuhan, mereka tentu saja dipenuhi dengan imajinasi tentang pekerjaan-Nya. Sebenarnya, pekerjaan Tuhan adalah hal yang paling nyata dan praktis. Tuhan tidak pernah bertindak berdasarkan gagasan dan imajinasi orang; Dia tidak pernah melakukan pekerjaan semacam ini dalam diri orang. Dia hanya melakukan sedikit pekerjaan supernatural dalam keadaan yang sangat khusus dan dalam diri sangat sedikit orang, tetapi pekerjaan seperti ini hanyalah sementara dan sesuatu yang dibutuhkan dalam situasi khusus—ini bukanlah cara kerja yang sering Tuhan wujudkan dalam diri orang dalam penyelamatan-Nya. Dalam pekerjaan pengelolaan-Nya, Tuhan bermaksud untuk menyelamatkan manusia, memungkinkan mereka untuk membuang watak rusak mereka serta memperoleh keselamatan, dan metode dasar yang Tuhan gunakan dalam bekerja adalah membekali orang dengan kebenaran, agar mereka mampu menerapkan berdasarkan prinsip-prinsip kebenaran setelah mereka memahami kebenaran. Oleh karena itu, apa pun gagasan dan imajinasi yang ada di benakmu dan di alam bawah sadarmu, betapa pun logisnya gagasan dan imajinasimu itu atau betapa pun itu sangat memenuhi kebutuhan rohanimu—apa pun alasannya, semua itu akan selalu menjadi gagasan dan imajinasi, dan engkau harus melepaskannya dan tidak berpaut padanya. Sejauh apa pun pekerjaan Tuhan dilakukan, dan seberapa lama pun itu berlangsung, manusia selamanya adalah manusia dan mereka tidak akan pernah menjadi malaikat. Sekalipun engkau menjadi putih dari ujung kepala hingga ujung kaki, dengan rambut putih, wajah berwarna putih, mengenakan atasan putih dan celana putih, juga mengenakan dua sayap, engkau tidak bisa menjadi malaikat—manusia selamanya adalah manusia. Selain itu, "manusia" di sini merujuk pada orang yang memiliki hati nurani dan nalar kemanusiaan yang normal, bukan orang luar biasa, apalagi orang yang tidak biasa. Orang-orang ini sama sekali tidak supernatural, tetapi mereka jelas berbeda dari orang tidak percaya yang tidak percaya kepada Tuhan, dalam hal mereka tidak berbuat jahat, mereka mampu menerapkan kebenaran setelah memahaminya, dan mereka mengerti bagaimana cara memandang orang dan hal-hal, serta cara berperilaku dan bertindak berdasarkan firman Tuhan, serta berdasarkan tuntutan Tuhan dan prinsip-prinsip kebenaran, bukannya hidup berdasarkan watak rusak mereka dan berbagai pemikiran serta pandangan yang Iblis tanamkan dalam diri manusia. Selama proses percaya kepada Tuhan, sekalipun orang telah sekian lama mengejar berdasarkan gagasan dan imajinasi mereka sendiri, dan sekalipun mereka merasa telah memperoleh banyak hal, itu tidak berarti di mata Tuhan, dan Tuhan tidak mengingatnya sedikit pun. Apa maksud-Ku mengatakan ini? Maksud-Ku adalah, jika engkau, berdasarkan gagasan dan imajinasimu, mengendalikan berbagai kebutuhan normal dagingmu, atau berusaha keras mengubah naluri, kualitas, kemampuan, kepribadian, pola hidup, dan kebiasaan hidupmu, maka sekeras apa pun engkau berusaha mengendalikan dan mengubah hal-hal tersebut, sekalipun engkau mampu memperoleh beberapa hasil, bukan berarti engkau telah memperoleh sesuatu di jalan menerapkan kebenaran, dan terlebih lagi, bukan berarti engkau telah menjadi orang yang mengejar kebenaran—Tuhan tidak mengingat hal-hal ini. Sudahkah engkau mengerti? (Ya.)
Meskipun gagasan dan imajinasi yang orang miliki tidak kasatmata dan di luarnya, itu sepertinya tidak memaksa orang untuk berkata atau berbuat apa pun, atau menempuh jalan apa pun, gagasan dan imajinasi tersebut mengendalikan pemikiran dan batin orang dengan ketat di lubuk hati mereka dan di alam bawah sadar mereka. Mengapa demikian? Karena hal-hal yang orang cintai dan kejar tersebut terlalu sesuai dengan gagasan dan imajinasi mereka, serta hal-hal ini juga memenuhi kebutuhan daging manusia dan memuaskan segala macam hasrat serta keingintahuan manusia. Misalnya, dalam gagasan dan imajinasinya, orang-orang yakin bahwa pekerjaan Tuhan dimaksudkan untuk mengubah mereka menjadi makhluk luar biasa yang berbeda dari orang biasa, dan bahwa, ketika mereka digerakkan oleh Roh Kudus, mereka akan mampu berbicara dalam beberapa bahasa. Hal ini jelas melampaui kemampuan hakiki manusia dan lingkup kemanusiaan yang normal, tetapi hingga taraf yang sangat besar, hal ini memuaskan kesombongan, keingintahuan, dan sifat bersaing mereka. Dengan kata lain, sebelum orang memperoleh kebenaran, mereka menyukai hal-hal supernatural, dan hal-hal ini membuat mereka merasa penting, unggul, dan berbeda dari orang biasa—inilah tepatnya yang dicintai dan didambakan oleh umat manusia yang rusak. Setiap orang berharap untuk menjadi orang yang menonjol di antara umat manusia, menjadi berbeda dari semua orang lainnya, menjadi unik dan tak ada duanya, serta dihormati dan dikagumi oleh orang lain. Misalnya, ada fenomena di antara umat manusia yang rusak bahwa jika hanya ada satu dari barang tertentu yang diproduksi, orang-orang kaya dan terkemuka akan bergegas bersaing untuk membelinya. Sampai sejauh mana mereka akan melakukannya? Sampai-sampai produk ini akhirnya dijual dengan harga beberapa kali atau bahkan lebih dari sepuluh kali lipat dari harga aslinya. Orang yang berhasil membelinya berpikir, "Lihat, aku mendapatkan barang yang hanya satu-satunya ini di dunia. Aku sangat berkuasa, bukan? Aku lebih baik daripada yang lain, bukan? Tak ada orang lain yang semampu diriku!" Dalam benaknya, dia merasa puas akan dirinya, dan merasa bahwa dia istimewa, luar biasa, dan sangat cakap. Watak macam apa ini? (Watak congkak.) Ini disebabkan oleh watak yang congkak. Ada orang-orang yang merasa tidak nyaman ketika mengenakan pakaian yang sama dengan orang lain. Jika mereka mengenakan pakaian yang tidak mampu dibeli orang lain dan belum pernah dilihat sebelumnya, dan semua orang yang melihatnya merasa iri, bagaimana perasaan mereka? (Puas akan diri mereka sendiri.) Mereka merasa sangat puas akan diri mereka sendiri, dan berpikir bahwa mereka tidak seperti orang lain dan lebih unggul daripada orang lain. Watak macam apa yang menyebabkan hal ini? (Watak congkak.) Ini juga disebabkan oleh watak yang congkak. Engkau lihat, hampir 100% orang memiliki mentalitas berikut: Jika mereka telah menguasai suatu keterampilan teknis atau profesional, mereka menganggap diri mereka lebih baik daripada orang lain dan tak ada seorang pun yang sebaik mereka. Jika orang lain juga menguasai keterampilan teknis atau profesional yang sama, mereka akan merasa iri terhadap orang tersebut dan sangat berharap tidak ada orang yang bisa menandingi mereka. Mengapa mereka memiliki mentalitas seperti itu? (Mereka ingin menjadi berbeda dari orang lain.) Jika mereka adalah satu-satunya orang yang menguasai keterampilan profesional ini, mereka merasa lebih unggul daripada kebanyakan orang di kelompok mereka. Saat memiliki pengetahuan tentang keterampilan teknis atau profesional ini, mereka takut orang lain akan mempelajarinya dari mereka. Jika orang lain meminta bantuan mereka, akankah mereka mengajari orang-orang itu? (Tidak akan.) Mereka hanya akan mengajarimu beberapa hal sederhana; sedangkan untuk hal-hal yang paling penting dan krusial, mereka tidak akan mengajarkannya kepada siapa pun, dan mereka akan membiarkanmu mencari tahu sendiri. Apa yang sebenarnya mereka pikirkan? "Jika aku mengajarkannya kepadamu, lalu bagaimana aku bisa menonjol? Jika semua orang bisa melakukannya, bukankah aku hanya akan menjadi orang biasa? Jika tidak ada di antara kalian yang tahu caranya, maka akulah orang yang paling unggul di sini, dan kalian semua harus menjilatku—dengan demikian aku bisa merasa penting, bukan? Bukankah akulah orang yang memiliki status tertinggi dan paling mampu di antara kalian? Akulah yang paling unggul di antara kalian, bukan?" Saat memiliki pengetahuan tentang keterampilan profesional atau teknis, mereka sangat takut orang lain akan mempelajarinya dari mereka, dan tidak ingin orang lain menjadi sama seperti mereka. Mereka akan merasa kesal jika ada orang yang memiliki keterampilan profesional atau teknis atau spesialisasi yang sama dengan mereka, sehingga mereka selalu memikirkan cara untuk mempelajari sesuatu agar dapat melampaui orang lain. Mereka ingin menjadi lebih unggul dari orang lain dan selalu ingin melampaui orang lain agar merasa penting. Apakah ini pengejaran yang benar? (Tidak.) Justru karena manusia yang rusak memiliki kerinduan dan pengejaran seperti itu, maka mereka secara alami mengembangkan berbagai macam gagasan dan imajinasi tentang pekerjaan Tuhan, serta berusaha untuk menjadi lebih unggul daripada orang lain, memiliki status dan prestise, merasa penting, tidak menjadi seperti orang lain, dan bahkan menjadi manusia super atau luar biasa di mata orang lain. Oleh karena itu, orang haruslah melepaskan gagasan dan imajinasi mereka tentang pekerjaan Tuhan. Secara spesifik, bagaimana cara menerapkannya? Dengan tidak mengejar karunia atau bakat yang unggul, dan bukan mengejar perubahan pada kualitas atau nalurimu sendiri, melainkan dengan kondisi bawaanmu tersebut—seperti kualitas, kemampuan, dan naluri—engkau melaksanakan tugasmu berdasarkan tuntutan Tuhan, dan melakukan setiap hal berdasarkan apa yang Tuhan perintahkan. Tuhan tidak menuntutmu melakukan apa yang berada di luar kemampuan atau kualitasmu—engkau juga tidak perlu mempersulit dirimu sendiri. Tidak mengapa jika engkau hanya melakukan yang terbaik berdasarkan apa yang kaupahami dan apa yang mampu kaucapai, serta menerapkan sesuai dengan apa yang dimungkinkan oleh kondisimu sendiri. Misalnya, jika kemampuan dan bakatmu hanya memungkinkanmu untuk cocok berperan sebagai pemimpin tim, maka lakukanlah tugasmu dengan baik sebagai pemimpin tim, pilahlah pekerjaan dan keterampilan profesional apa pun yang berada dalam lingkup peran tersebut, tanganilah itu satu per satu, dan terapkanlah sesuai dengan metode dan prinsip yang telah Tuhan ajarkan kepadamu—dengan cara ini, engkau akan memuaskan Tuhan. Misalkan engkau mengikuti gagasan dan imajinasimu, berpikir, "Karena aku mampu menjadi pemimpin tim, jika aku berusaha lebih keras untuk menjadi lebih baik, menanggung sedikit kesukaran, dan sedikit membayar harga, dan Roh Kudus melakukan pekerjaan besar dalam diriku, bukankah aku akan mampu menjadi pemimpin gereja atau pemimpin kelompok pengambil keputusan? Orang mungkin berpikir aku tidak memiliki kemampuan ini dalam diriku, tetapi aku akan memohon kepada Tuhan—tidak ada yang sulit bagi Tuhan! Aku tidak ingin menjadi pemimpin tim. Aku akan berdoa kepada Tuhan, memohon agar Dia mengizinkanku untuk memikul pekerjaan yang lebih besar, mengizinkanku untuk menjadi pemimpin atau pekerja." Apakah pengejaran seperti ini benar? (Tidak, itu salah.) Mengapa menurutmu itu salah? (Orang-orang semacam itu selalu ingin melakukan hal-hal yang melampaui kualitas dan kemampuan mereka sendiri, dan tidak mampu bertahan melakukan pekerjaan mereka sendiri berdasarkan kualitas dan bakat mereka sendiri, tidak tetap pada tempat mereka yang semestinya.) Tidaklah tepat untuk selalu ingin menjadi manusia super; ini bukanlah sesuatu yang seharusnya dikejar oleh orang normal.
Ada orang-orang yang sering berkata, "Tidak ada yang sulit bagi Tuhan"; perkataan ini memang benar, dan semua orang mampu memahaminya. Namun, ada orang-orang yang memiliki pemahaman yang menyimpang, mereka yakin bahwa apa pun yang mustahil untuk orang lakukan, itu dapat diselesaikan bagi mereka oleh Tuhan jika mereka hanya berdoa kepada-Nya, dan bahwa dengan mengandalkan Tuhan dengan cara seperti ini, orang dapat melampaui naluri mereka sendiri dan menjadi manusia super. Benarkah demikian? (Tidak.) Perkataan "Tidak ada yang sulit bagi Tuhan" jelas mengacu pada kuasa dan esensi Tuhan, kemahakuasaan Tuhan, dan juga kedaulatan Tuhan atas segala sesuatu—tidak ada yang tidak dapat diselesaikan oleh Tuhan. Namun, itu bukan berarti bahwa orang harus melampaui kemanusiaan yang normal dan menjadi supernatural; betapa pun mahakuasanya Tuhan, pekerjaan yang Dia lakukan dalam diri manusia didasarkan pada kemanusiaan normal mereka dan dilakukan dalam lingkup kemanusiaan yang normal. Tuhan mengatur dan mengendalikan segala sesuatu, Dia mengendalikan orang, peristiwa, dan hal-hal, sehingga semuanya itu melakukan pelayanan bagi terselesaikannya segala macam hal oleh-Nya, menyelesaikan kenyataan yang akan diselesaikan-Nya. Selama kurun waktu saat Tuhan menyelesaikan segala macam hal, manusia tetap dalam kemanusiaan yang normal—tidak ada yang berubah pada diri mereka, dan mereka tetaplah manusia. Betapa pun mahakuasanya Tuhan, dan apa pun metode yang Tuhan gunakan untuk memerintah secara berdaulat atas sesuatu atau untuk mencapai sesuatu, manusia ciptaan selamanya adalah manusia ciptaan; mereka tetap hidup dalam kemanusiaan yang normal dan sama sekali tidak supernatural. Apakah menurut engkau semua memang inilah kenyataannya? (Ya.) Apa artinya "tidak supernatural"? Itu berarti bahwa ketika Tuhan mengatur orang, peristiwa, dan hal-hal, manusia mau tidak mau hidup, bertahan hidup, melakukan setiap hal, dan hidup pada saat ini di bawah pengaturan Tuhan. Namun, ketika engkau hidup pada saat ini, apakah kesadaranmu kabur? (Tidak.) Engkau masih berpikiran jernih. Jadi, apakah kualitasmu langsung meningkat atau berubah? (Tidak.) Itu tetaplah sama seperti semula. Lalu, apakah nalurimu langsung berubah? Juga tidak. Di bawah kedaulatan, pengaturan, dan penataan Tuhan, sebanyak apa pun hal yang kaualami, sama sekali tidak ada perubahan dalam kepribadian, kebiasaan, dan pola hidupmu, serta dalam kualitas, kemampuan, dan berbagai fungsi kemanusiaan normalmu. Hanya saja, ketika orang mengalami pekerjaan Tuhan, mereka mengalami segala macam hal dan segala jenis orang di lingkungan mereka masing-masing, yang hasil akhirnya adalah bahwa selama proses mengalami pekerjaan Tuhan, mereka memperoleh wawasan dan memetik beberapa pelajaran. Jika mereka adalah orang yang mengejar kebenaran, mereka akan mampu menuai panen dalam hal kebenaran dan mengenal Tuhan. Selama proses mengalami pekerjaan Tuhan, pemikiran yang orang miliki adalah normal, kesadaran mereka tidak kabur, dan kualitas, kemampuan, serta naluri mereka tetap sama seperti semula, tanpa perubahan apa pun. Oleh karena itu, "Tidak ada yang sulit bagi Tuhan" mengacu pada kemahakuasaan Tuhan dan pengaturan Tuhan atas segala sesuatu. Itu bukan mengacu pada membuat orang menjadi supernatural atau mengubah esensi dari manusia ciptaan. Tuhan tidak mengubah esensi orang; manusia tetaplah manusia, dan entah engkau laki-laki atau perempuan, tidak ada perubahan apa pun dalam hal ini. Tuhan mengatur segala sesuatu, dan Tuhan itu mahakuasa; inilah apa yang dimiliki Tuhan dan siapa Dia, serta inilah hal yang Tuhan miliki. "Tidak ada yang sulit bagi Tuhan" bukanlah berarti bahwa orang telah menjadi supernatural, juga bukan berarti bahwa mereka mahakuasa. Sekalipun ada orang-orang yang terkadang dapat mencapai hal-hal tertentu yang melebihi kualitas mereka sendiri atau yang melebihi naluri tubuh mereka, itu adalah pekerjaan Roh Kudus. Tuhanlah yang telah memberi mereka karunia ini; bukan berarti mereka dilahirkan dengan kemampuan ini. Ini karena manusia ciptaan tidak memiliki kemampuan untuk mengubah semua yang telah Tuhan tetapkan. Aku akan memberikan contoh sederhana mengenai naluri manusia. Misalnya, ketika orang mendengar suara yang menakutkan, mereka akan merasa takut dan secara naluriah akan meringkuk ketakutan. Berapa pun usiamu, engkau telah seperti ini sejak kecil, dan engkau akan tetap seperti ini sampai engkau meninggal—seperti inilah naluri itu. Apa arti "naluri"? Naluri adalah fungsi bawaan dari tubuh fisik dan itu tidak akan pernah berubah. Hanya dengan memiliki naluri bawaan, barulah orang normal dapat mempertahankan hidup dan kelangsungan hidup dari kemanusiaan yang normal, jadi naluri manusia bukanlah sesuatu yang ingin diubah oleh Tuhan. Sudahkah engkau memahami hal ini? (Ya.) Mengacu pada apakah bahwa "Tuhan itu mahakuasa"? (Mengacu pada otoritas Tuhan sendiri dan kemahakuasaan Tuhan.) Apakah ini ada hubungannya dengan manusia? (Ini tidak ada hubungannya dengan manusia, dan ini bukan berarti bahwa manusia mampu melakukan hal-hal supernatural.) Ini bukan berarti bahwa di bawah kendali Tuhan, manusia menjadi mahakuasa; sekalipun manusia berada di bawah kendali Tuhan, mereka tidak dapat mencapai kemahakuasaan. Mengapa demikian? (Karena manusia bukanlah Tuhan; manusia hanyalah makhluk ciptaan, sedangkan Tuhan itu unik.) Benar, memang begitulah adanya. Manusia selamanya adalah manusia. Mereka tidak akan menjadi spesies lain, dan tentu saja, mereka terlebih lagi tidak akan menjadi Tuhan; atribut yang orang miliki tidak akan berubah. Atribut yang orang miliki tidak akan berubah, lalu, apakah naluri mereka akan berubah? (Tidak.) Naluri orang tidak akan berubah, begitu pula kebiasaan hidup dan pola hidup mereka, ataupun kepribadian bawaan yang diberikan oleh Tuhan. Ambillah contoh pola hidup. Manusia, seperti halnya kebanyakan makhluk, bekerja setelah matahari terbit dan beristirahat setelah matahari terbenam. Ketika bangun di pagi hari dan otak mereka telah cukup beristirahat, serta tubuh mereka terasa nyaman, mereka mulai bekerja; pada malam hari, ketika tubuh mulai lelah, mereka menguap dan otak mereka kelelahan, mereka mulai memasuki keadaan istirahat—ini adalah pola hidup yang sangat normal. Ini adalah sifat umum manusia, dan ini juga adalah naluri manusia, dan tentu saja ini juga adalah pola hidup yang telah Tuhan tetapkan bagi umat manusia. Pola ini ditentukan berdasarkan perputaran matahari, bulan, dan bintang, serta terbit dan terbenamnya matahari. Jika engkau melanggar pola hidup ini, dalam jangka pendek mungkin tidak akan ada masalah besar—ketika engkau sesekali merasa lelah dan ingin tidur, engkau dapat melatih pengendalian diri dan minum sedikit teh atau kopi, dan kelelahan fisikmu akan agak berkurang—tetapi dalam jangka panjang, akan ada masalah dengan tubuhmu. Mengapa akan ada masalah dengan tubuhmu? Karena engkau telah melanggar pola hidup yang telah Tuhan tetapkan bagi manusia. Ketika ada masalah dengan tubuhmu dan engkau pergi ke dokter, dokter akan berkata, "Kau harus tidur lebih awal di malam hari, beristirahat pada pukul 10, dan bangun pada pukul 4 atau 5 pagi; dalam beberapa bulan, kau akan sehat kembali." Setelah tiga bulan mengikuti saran dokter, semua gejala ketidaknyamanan dalam tubuhmu pada dasarnya akan hilang, sehingga engkau akan berpikir, "Ternyata masalah pada tubuhku bukanlah penyakit serius, melainkan disebabkan oleh aku yang tidak mengikuti pola normal ini dalam hidupku." Lihat, bukankah engkau akan mengatakan bahwa pola hidup orang tidak boleh dilanggar? (Ya.) Pola hidup manusia ini sama dengan pola hidup makhluk lainnya; mereka semua bekerja setelah matahari terbit dan beristirahat setelah matahari terbenam. Tentu saja, ada beberapa makhluk, seperti burung hantu, yang beristirahat pada siang hari dan keluar serta menjadi aktif pada malam hari; pola hidup mereka berbeda dengan pola hidup manusia dan makhluk lainnya, tetapi jika engkau ingin melanggar pola mereka tersebut, itu tentunya tidak mungkin. Selain itu, beberapa makhluk berhibernasi di musim dingin. Apakah manusia memiliki pola ini? (Tidak.) Tidak, manusia tidak perlu berhibernasi. Kehidupan manusia memiliki pola—dalam seminggu, mereka beristirahat selama satu atau dua hari, mereka bekerja setelah matahari terbit dan beristirahat setelah matahari terbenam, serta senantiasa mempertahankan pola kerja dan istirahat yang normal ini, dan dengan demikian kehidupan mereka dapat terjaga dan kelangsungan hidup mereka dapat tetap dipertahankan. Manusia memiliki pola hidup mereka sendiri, dan pola hidup ini ditetapkan oleh Tuhan. Semua ini bermakna dan semua ini bertujuan untuk mempertahankan kehidupan normal dan kelangsungan hidup umat manusia. Oleh karena itu, pekerjaan Tuhan sama sekali tidak akan mematahkan pola dan kelangsungan hidup manusia seperti yang orang bayangkan, dan engkau juga harus melepaskan gagasan dan imajinasi ini. Jika manusia dengan paksa mematahkan pola yang telah Tuhan tetapkan bagi mereka, atau jika manusia terus-menerus ingin mengubahnya karena dipengaruhi oleh beberapa ide tentang hal-hal supernatural, itu berarti bodoh. Jika engkau mengira bahwa mengubah pola-pola tersebut akan mengangkat derajat hidupmu dan meningkatkan kemanusiaanmu, coba saja mengubahnya dan lihat berapa lama engkau akan mampu hidup, lihat bagaimana segala sesuatunya berubah di hari-hari berikutnya, apakah kemanusiaan normalmu meningkat, dan apakah engkau menjadi manusia super, atau malaikat. Jika engkau yakin bahwa pekerjaan Tuhan harus memiliki unsur supernatural di dalamnya, dan bahwa itu harus mengubah pola hidupmu, dan engkau juga ingin dengan paksa mengubahnya agar engkau menjadi transenden, engkau bisa saja mencobanya. Mungkin setelah mencoba selama beberapa tahun, engkau benar-benar dapat mengubah pola hidup dan kelangsungan hidupmu. Hanya ada satu situasi di mana hal ini dapat terjadi, yakni saat tubuh fisikmu tidak ada lagi, saat itulah dirimu akan benar-benar menjadi supernatural dan berubah menjadi kepulan asap, dan engkau akan berubah menjadi "makhluk surgawi" dan menjadi abadi. Jika engkau ingin menjaga tubuh fisikmu tetap normal dan sehat, serta mampu menerima pekerjaan Tuhan dan firman-Nya dalam keadaan normal, engkau tidak boleh berusaha menjadi apa yang disebut manusia super atau mengejar apa yang disebut kemanusiaan yang diangkat berdasarkan gagasan dan imajinasimu sendiri; sebaliknya, engkau harus hidup dalam kemanusiaan yang normal, mempertahankan pola hidup dan kelangsungan hidup kemanusiaan normalmu, dan juga mempertahankan naluri kemanusiaan normalmu. Jangan mengajukan tuntutan yang tidak masuk akal kepada Tuhan; semua tuntutan yang tidak masuk akal ini berasal dari imajinasi dan gagasanmu. Nalurimu, pola hidupmu, dan sebagainya bukanlah hal-hal yang ingin Tuhan ubah, juga bukan hal-hal yang bermaksud diubah-Nya melalui pekerjaan-Nya. Orang yang diselamatkan pasti bukanlah orang yang penuh dengan gagasan dan imajinasi, apalagi manusia super atau orang yang tidak biasa. Sebaliknya, mereka adalah orang yang memiliki kemanusiaan yang normal, serta hati nurani dan nalar, orang yang mampu mengindahkan firman Tuhan, memandang orang dan hal-hal, serta berperilaku dan bertindak dengan cara yang berdasarkan prinsip-prinsip kebenaran; mereka adalah orang yang mampu tunduk kepada Tuhan dalam segala hal, yang sama sekali tidak supernatural, dan yang kemanusiaannya sangatlah normal dan nyata.
Orang yang hidup dalam kemanusiaan yang normal juga dibatasi oleh banyak naluri jasmani dan kebutuhan jasmani. Misalnya, terkadang orang mungkin menunda pelaksanaan tugasnya selama beberapa hari karena mereka terlalu lelah atau sakit dan perlu beristirahat; terkadang, karena lingkungan yang tegang, mereka mungkin merasa takut dan tidak dapat tenang untuk melaksanakan tugasnya; atau di dalam hatinya, mereka mungkin sering merasakan perasaan berutang dan kesedihan, karena keterbatasan dalam kualitas dan kemampuannya, mereka tidak mampu berkompeten dalam jenis pekerjaan atau tugas tertentu—semua ini adalah perwujudan normal yang termasuk dalam lingkup kemanusiaan yang normal. Terkadang orang mungkin dikekang oleh perasaan dan kebutuhan jasmani, dan terkadang mereka mungkin dikekang oleh naluri jasmani, atau dibatasi oleh waktu dan kepribadian—ini normal dan alami. Misalnya, ada orang-orang yang cukup introver sejak kecil; mereka tidak suka berbicara dan kesulitan dalam bergaul dengan orang lain. Bahkan sebagai orang dewasa yang sudah berusia tiga puluhan atau empat puluhan, mereka masih tidak mampu mengatasi kepribadian berikut: Mereka masih tidak mahir dalam berbicara atau tidak pandai dalam bertutur-kata, juga tidak pandai dalam bergaul dengan orang lain. Setelah menjadi pemimpin, sifat kepribadian ini membatasi dan menghambat pekerjaan mereka hingga taraf tertentu, dan sering menyebabkan mereka merasa sedih dan frustrasi, membuat mereka merasa sangat terkekang. Sifat introver dan tidak suka berbicara ini adalah perwujudan dari kemanusiaan yang normal. Karena semua ini adalah perwujudan dari kemanusiaan yang normal, apakah semua ini dianggap sebagai pelanggaran terhadap Tuhan? Tidak, semua ini bukan pelanggaran, dan Tuhan akan memperlakukannya dengan benar. Apa pun masalah, cacat, atau kelemahanmu, tak satu pun dari semua ini merupakan masalah di mata Tuhan. Tuhan hanya melihat bagaimana engkau mencari kebenaran, menerapkan kebenaran, bertindak berdasarkan prinsip-prinsip kebenaran, dan mengikuti jalan Tuhan di bawah kondisi bawaan dari kemanusiaan yang normal—hal-hal inilah yang Tuhan lihat. Oleh karena itu, dalam hal yang berkaitan dengan prinsip-prinsip kebenaran, jangan biarkan kondisi dasar, seperti kualitas, naluri, kepribadian, kebiasaan, dan pola hidup kemanusiaan yang normal membatasi dirimu. Tentu saja, engkau tidak boleh menginvestasikan tenaga dan waktumu untuk berusaha mengatasi kondisi-kondisi dasar tersebut, ataupun berusaha untuk mengubahnya. Misalnya, jika engkau berkepribadian introver, dan engkau tidak suka berbicara, tidak pandai dalam bertutur kata, tidak mahir dalam bergaul dan berinteraksi dengan orang lain, semua hal ini bukanlah masalah. Meskipun orang-orang yang ekstrover suka berbicara, tidak semua yang mereka katakan berguna atau sesuai dengan kebenaran, jadi bersifat introver bukanlah masalah dan engkau tidak perlu berusaha untuk mengubahnya. Engkau mungkin berkata, "Jika aku adalah seorang pengikut biasa, tidak masalah bagiku untuk berkepribadian introver; tetapi sekarang aku adalah seorang pemimpin, jadi bukankah aku harus mengubah kepribadianku yang introver ini?" Jika engkau benar-benar ingin mengubahnya, engkau boleh mencoba untuk belajar cara bergaul dengan orang lain, atau membuat aturan tentang seberapa banyak engkau berbicara, seberapa banyak hal yang kautangani, dan seberapa banyak jenis orang yang kauhadapi dalam satu hari. Jika engkau benar-benar memiliki kemampuan untuk mengubah kepribadian bawaanmu, tentu saja, hal ini belum tentu buruk dalam hal engkau melakukan pekerjaan gereja. Namun, jika engkau terlahir dengan memiliki kepribadian introver dan engkau tidak pandai berbicara, tidak mahir bersosialisasi, dan tidak tahu cara berkomunikasi atau berinteraksi dengan orang lain, maka tak ada seorang pun dapat mengubah hal ini. Ada orang-orang yang berkepribadian introver, mereka tidak mau berinteraksi atau bercakap-cakap dengan orang lain, dan terlebih lagi, tidak banyak yang bisa mereka katakan. Mereka selalu merasa bahwa hanyalah tepat untuk mengatakan sesuatu yang berguna, dan tidak perlu mengatakan hal-hal yang tidak perlu, sehingga mereka tidak mau banyak berbicara. Bagi beberapa orang, itu mungkin karena mereka masih terlalu muda dan tidak memiliki pengalaman hidup serta kekurangan kata-kata; bagi orang lainnya, mungkin karena, sekalipun mereka sudah tidak muda lagi dan sudah memiliki pengalaman hidup, mereka masih memiliki kepribadian yang introver ini. Jika engkau berusaha mengubah kepribadian semacam ini dan menggunakan segala macam cara untuk mengubahnya, maka biar Kuberitahukan kepadamu, engkau tidak akan pernah bisa mengubahnya seumur hidupmu, karena Tuhan tidak melakukan pekerjaan semacam ini. Entah wajah atau penampilanmu mirip dengan ayahmu, ibumu, atau kerabat lainnya, penampilan ini tidak akan berubah, dan terlebih lagi, kepribadianmu khususnya tidak akan berubah. Ada orang-orang yang berkata, "Sulit untuk mengubah kepribadian introver, lalu apakah mudah untuk mengubah kepribadian ekstrover?" Mengubah kepribadian ekstrover sama sulitnya. Orang-orang ekstrover suka berbicara dan memiliki banyak hal yang ingin mereka katakan; jika engkau meminta mereka untuk tidak berbicara atau berbicara lebih sedikit, mereka tidak mampu mengendalikan diri mereka sendiri, dan jika seseorang membatasi mereka untuk berbicara, itu seperti merampas hidup mereka. Jika seorang introver dipaksa bergaul dengan seorang ekstrover, apakah mereka akan saling memengaruhi? Mereka mungkin sedikit saling memengaruhi pada awalnya; demi menjaga muka, kedua orang tersebut akan saling bersikap akomodatif dan toleran, atau saling bersikap sabar dan pengertian. Namun seiring berjalannya waktu, mereka akan saling mengenal dan memperoleh gambaran yang jelas tentang kepribadian masing-masing, dan tidak akan perlu bersikap sedemikian sabar dan tenggang rasa terhadap satu sama lain, sehingga mereka akan segera kembali ke keadaan asli mereka. Jika kepribadian aslimu introver, sekarang pun engkau tetap introver; ketika engkau berbicara dan bercakap-cakap, engkau hanya mengucapkan beberapa kata atau kalimat, dan tidak ada hal lain untuk dikatakan. Jika seseorang bertanya, "Apakah kau pergi keluar?" Engkau menjawab, "Ya." Lalu jika dia bertanya, "Kapan kau kembali?" Engkau menjawab, "Baru saja." Engkau tidak mengatakan apa yang terjadi, dan tidak mengatakan apa yang ingin didengar orang tersebut. Sebaliknya, orang-orang ekstrover melontarkan kata-kata tanpa henti, seperti senapan mesin, dan sekalipun engkau menyela mereka, setelah beberapa saat mereka akan terus berbicara. Mudahkah bagi kepribadian seseorang untuk berubah? (Tidak.) Ini adalah sesuatu yang dimiliki setiap manusia ciptaan sejak lahir. Ini tidak ada hubungannya dengan watak yang rusak atau esensi kemanusiaan yang orang miliki; ini hanyalah keadaan yang dapat dilihat orang dari luar, dan cara orang dalam memandang orang, peristiwa, dan hal-hal. Ada orang-orang yang pandai mengungkapkan dirinya, ada yang tidak; ada yang suka menggambarkan segala sesuatu, ada yang tidak; ada yang suka menyimpan pemikirannya sendiri, ada yang tidak suka menyimpan pemikirannya di dalam hati, tetapi ingin mengungkapkannya dengan lantang agar semua orang dapat mendengarnya, dan baru setelah itulah mereka merasa bahagia. Ini adalah berbagai cara orang dalam menghadapi kehidupan, serta orang, peristiwa, dan hal-hal; ini adalah kepribadian yang orang miliki. Kepribadianmu adalah sesuatu yang kaumiliki sejak lahir. Jika engkau gagal mengubahnya bahkan setelah berkali-kali mencoba, biar Kuberitahukan kepadamu, engkau dapat beristirahat sekarang; tidak perlu terlalu melelahkan dirimu. Itu tidak dapat diubah, jadi jangan berusaha mengubahnya. Apa pun kepribadian aslimu, itu tetaplah kepribadianmu. Jangan berusaha mengubah kepribadianmu demi memperoleh keselamatan; ini adalah ide yang keliru—apa pun kepribadian yang kaumiliki, itu adalah fakta objektif, dan engkau tidak dapat mengubahnya. Dalam hal alasan objektif untuk hal ini, hasil yang ingin Tuhan capai dalam pekerjaan-Nya tidak ada kaitannya dengan kepribadianmu. Dapat atau tidaknya engkau memperoleh keselamatan juga tidak ada kaitannya dengan kepribadianmu. Selain itu, apakah engkau adalah orang yang menerapkan kebenaran dan memiliki kenyataan kebenaran atau tidak, itu tidak ada kaitannya dengan kepribadianmu. Oleh karena itu, jangan berusaha mengubah kepribadianmu karena engkau sedang melaksanakan tugas tertentu atau sedang melayani sebagai pengawas atas bagian dari pekerjaan tertentu—ini adalah ide yang keliru. Lalu, apa yang seharusnya kaulakukan? Apa pun kepribadian atau kondisi bawaanmu, engkau harus menaati dan menerapkan prinsip-prinsip kebenaran. Pada akhirnya, Tuhan tidak mengukur apakah engkau mengikuti jalan-Nya atau dapat memperoleh keselamatan berdasarkan kepribadianmu, ataupun berdasarkan apa kualitas, keterampilan, kemampuan, karunia, atau bakat bawaan yang kaumiliki, dan tentu saja Dia juga tidak melihat seberapa banyak engkau telah mengendalikan naluri dan kebutuhan jasmanimu. Sebaliknya, Tuhan melihat apakah saat mengikuti Tuhan dan melaksanakan tugasmu, engkau menerapkan dan mengalami firman-Nya, apakah engkau memiliki kesediaan dan tekad untuk mengejar kebenaran, dan pada akhirnya, apakah engkau telah mencapai penerapan akan kebenaran dan mengikuti jalan Tuhan. Inilah yang Tuhan lihat. Apakah engkau mengerti hal ini? (Ya, kami mengerti.)
Ada para wanita yang ketika bertindak, mereka bergerak sangat cepat, mereka secepat dan sekuat kilat, serta mengambil keputusan dengan cepat dan tegas; kepribadian mereka persis seperti kepribadian pria. Apa istilah populer yang digunakan untuk menggambarkan mereka sekarang ini? Wanita maskulin. "Wanita maskulin" bukan lagi wanita berpenampilan bodoh, besar, dan kasar, yang dahulu orang maksudkan dengan istilah ini. Ini bukan istilah yang merendahkan; melainkan, istilah pujian. Namun, bagaimana Tuhan memandang istilah pujian ini? Engkau secepat dan sekuat kilat, serta berani dan sangat tegas dalam tindakanmu, tetapi apa prinsip dari penerapanmu dan dasar dari tindakanmu? Apakah kebenaran? Apakah firman Tuhan? Inilah yang terpenting. Jika seorang pria bertindak lambat dan teliti, maka dalam bahasa orang yang tidak percaya, dia seperti wanita dengan kaki terikat—bahkan ada yang menggunakan istilah yang merendahkan, dengan mengatakan bahwa dia "sedikit feminin"—tetapi bagaimana Tuhan memandang dirinya? Entah seseorang itu secepat dan sekuat kilat serta berani dan sangat tegas dalam melakukan segala sesuatu, atau bertindak seperti wanita dengan kaki terikat dan sedikit feminin dalam tindakannya, apakah kedua hal ini masalah? (Tidak.) Apakah bertindak secepat dan sekuat kilat, serta berani dan sangat tegas merupakan kelebihan? (Belum tentu.) Lalu, apakah bertindak seperti wanita dengan kaki terikat merupakan kelemahan? (Demikian pula, itu belum tentu.) Meskipun salah satu dari kedua istilah "wanita maskulin" dan "sedikit feminin" ini bersifat memuji dan yang lainnya bersifat merendahkan, esensi dari kedua jenis perilaku atau cara bertindak ini tidak boleh dinilai berdasarkan makna harfiahnya. Apa yang harus digunakan untuk menilai hal ini? (Apakah yang seseorang terapkan itu adalah firman Tuhan atau bukan.) Dasar dari tindakan mereka, dan juga dampak yang ingin mereka capai adalah yang harus digunakan untuk menilainya. Jika dasar dari tindakan mereka adalah firman Tuhan dan prinsip-prinsip kebenaran, maka pada dasarnya 90 persen pasti bahwa mereka tidak melakukan kesalahan. Jika mereka tidak hanya melakukan segala sesuatunya berdasarkan prinsip-prinsip kebenaran, tetapi terlebih lagi, dampak yang ingin mereka capai adalah membela kesaksian Tuhan dan kepentingan rumah Tuhan, serta mendidik kerohanian lebih banyak saudara-saudari, maka kita dapat 100 persen pasti bahwa mereka tidak melakukan kesalahan. Tidak masalah apakah mereka berani dan sangat tegas atau mereka seperti wanita dengan kaki terikat—tidak masalah bagaimana mereka bertindak secara lahiriah—itu tidak penting. Yang penting adalah apakah prinsip-prinsip kebenaran menjadi dasar dari tindakan mereka atau bukan, dan apakah tujuan dari tindakan mereka serta dampak yang ingin mereka capai melalui tindakan mereka adalah untuk melindungi kepentingan rumah Tuhan dan pekerjaan gereja, serta mendidik kerohanian lebih banyak orang. Jadi, apakah bentuk tindakan mereka penting? (Tidak.) Entah engkau seorang wanita maskulin atau seperti wanita dengan kaki terikat, ini bukanlah yang Tuhan lihat; ini bukanlah standar yang Tuhan gunakan untuk menilai orang. Jadi, jika seorang wanita tampak seperti wanita maskulin, dan dalam tindakannya, dia secepat dan sekuat kilat, serta berani dan sangat tegas, apakah ini layak dipuji dan dipuja? (Tidak.) Apakah bertindak secepat dan sekuat kilat, serta dengan berani dan sangat tegas merupakan prinsip dalam melakukan segala sesuatu? (Bukan.) Entah engkau seorang pria atau wanita, entah engkau berani dan sangat tegas serta secepat dan sekuat kilat, itu bukanlah prinsip untuk melakukan segala sesuatu. Jadi, apa prinsip untuk melakukan segala sesuatu? (Orang haruslah melakukan segala sesuatu berdasarkan prinsip-prinsip kebenaran, dan hasil yang ingin dicapai haruslah melindungi kepentingan rumah Tuhan dan mendidik kerohanian lebih banyak orang—inilah prinsipnya.) Ini adalah prinsip yang konkret. Jika engkau bertindak berdasarkan prinsip ini, berarti engkau sedang menerapkan kebenaran; jika engkau tidak bertindak berdasarkan prinsip ini, di mata-Ku, ungkapan yang paling baik untuk mendefinisikan dirimu yang berani, sangat tegas, yang secepat dan sekuat kilat adalah "merajalela melakukan hal-hal buruk". Jelaslah bahwa merajalela melakukan hal-hal buruk berarti tidak bertindak berdasarkan prinsip-prinsip kebenaran; meskipun engkau tampak sangat tegas dan tidak ragu dalam tindakanmu, serta memiliki aura seorang pemimpin atau raja, sebenarnya engkau sedang merajalela melakukan hal-hal buruk. Apa akibat dari merajalela melakukan hal-hal buruk? Itu menyebabkan kekacauan dan gangguan, serta menyabotase pekerjaan gereja. Lalu, apakah Tuhan akan mengingat hal ini? (Tidak.) Tuhan bukan saja tidak akan mengingatnya, melainkan Dia juga akan mengutuknya. Jadi, jika menurutmu engkau adalah seorang wanita maskulin, dan bahwa dalam tindakanmu engkau secepat dan sekuat kilat, serta berani dan sangat tegas, tetapi apakah itu berguna? (Tidak.) Hanya mencari kebenaran dan bertindak berdasarkan prinsip-prinsip kebenaranlah yang dapat disebut kemampuan sejati; hanya inilah yang dimaksud dengan menerapkan kebenaran dan mengejar kebenaran, dan hanya inilah yang seharusnya dilakukan oleh orang dengan kemanusiaan yang normal. Misalkan engkau berkata, "Ini hanyalah kepribadianku dan ini tidak dapat diubah, jadi apa yang harus kulakukan?" Ada solusi yang mudah. Entah engkau adalah orang yang lincah atau bertemperamen lambat, itu bukanlah masalah; jangan dikekang oleh hal ini. Engkau juga tidak perlu berusaha keras untuk mengubah caramu dalam melakukan segala sesuatu karena engkau ingin bertindak berdasarkan prinsip-prinsip tersebut. Apa pun metodemu, jika dasar dari tindakanmu adalah prinsip-prinsip kebenaran, dan hasil yang kaucapai adalah membela kesaksian Tuhan, kepentingan Tuhan, dan pekerjaan rumah Tuhan, maka semua ini adalah perbuatan baik, dan itu akan diingat oleh Tuhan. Sebaliknya, entah engkau secara lahiriah bertindak lemah lembut dan terkendali seperti wanita dengan kaki terikat, atau engkau secepat dan sekuat kilat seperti seorang pemimpin atau raja—seperti apa pun bentuk lahiriah dari tindakanmu—jika engkau tidak bertindak berdasarkan prinsip-prinsip kebenaran, berarti engkau sedang menyebabkan kekacauan dan gangguan, dan semua ini adalah perbuatan jahat, dan perbuatan-perbuatan ini akan dikutuk oleh Tuhan, dan tidak diingat oleh Tuhan. Inilah prinsip untuk menilai apakah seseorang itu baik atau jahat. Apakah engkau mengerti? (Ya.) Jadi, setelah kita selesai mempersekutukan hal-hal ini, apakah engkau memiliki beberapa pemahaman tentang gagasan dan imajinasi yang orang miliki tentang pekerjaan Tuhan? (Ya.) Setelah engkau memahaminya, tahukah engkau beberapa penyimpangan yang ada selama proses orang percaya kepada Tuhan dan mengejar kebenaran? Apakah engkau juga memahami bagaimana seharusnya engkau menerapkan? (Ya.)
Tujuan memahami gagasan dan imajinasi yang orang miliki, di satu sisi, adalah agar orang tidak lagi hidup berdasarkan gagasan dan imajinasi tersebut dan tidak lagi menempuh jalan hidup yang salah. Di sisi lain, tujuannya adalah untuk memungkinkan orang—sementara mereka melepaskan gagasan dan imajinasi tersebut—untuk hidup dalam kemanusiaan yang normal dan memenuhi tanggung jawab serta tugas mereka dengan mudah dan gembira, serta tidak memaksakan diri untuk melakukan hal-hal yang tak mampu mereka lakukan. Jika ada sesuatu yang mampu kaucapai dan harus kaulakukan, maka kerahkanlah upayamu yang terbaik untuk melakukannya; jika sesuatu melebihi kualitas dan kemampuanmu, maka carilah seseorang untuk bekerja sama denganmu atau mintalah saudara-saudari lainnya untuk membantu, dan lakukanlah itu dengan sebaik mungkin—inilah prinsip-prinsipnya. Singkatnya, yang harus orang pahami tentang hal ini adalah bahwa, selama masa Tuhan bekerja, kemanusiaan semua orang secara berangsur-angsur berkembang ke arah yang baik dalam proses menerima firman Tuhan, dan di dalam lingkup kondisi dasar bawaan dari kemanusiaan mereka, bukannya menjadi menyimpang, supernatural, atau abnormal. Oleh karena itu, jika tugas yang kaulaksanakan berkaitan dengan keterampilan teknis atau profesional, maka untuk melakukannya dengan baik, engkau harus mengerahkan upaya dengan tekun untuk mempelajari dan mendalami keterampilan teknis atau profesional tersebut. Engkau tidak boleh dengan membabi buta menunggu Tuhan bertindak berdasarkan pemikiran dan pandangan seperti "Tuhan itu mahakuasa, dan apa pun yang tidak mungkin orang lakukan dapat diselesaikan oleh Tuhan jika saja kita berdoa kepada-Nya" dan berdasarkan imajinasi tentang hal-hal supernatural, tanpa engkau sendiri mengerahkan upaya untuk mempelajari keterampilan tersebut. Engkau harus mencurahkan segenap hati, segenap kekuatan, dan segenap pikiranmu untuk melakukan apa yang berada dalam lingkup dari apa yang dapat dicapai oleh kualitasmu, dan mengenai hal yang berada di luar kualitas dan kemampuanmu, jangan mempersulit dirimu, jangan memberatkan, membebani, atau menekan dirimu sendiri dengan cara apa pun, sebaliknya bersikap lunaklah pada dirimu sendiri. Ambil contoh mempelajari keterampilan komputer. Katakanlah engkau sudah lanjut usia, dan berdasarkan usia, kualitas, dan kondisimu saat ini, belajar mengetik saja sudah merupakan prestasi yang luar biasa bagimu. Jika engkau juga bisa belajar untuk menghubungi saudara-saudari dan bekerja secara daring, itu sudah sangat baik. Namun, engkau tidak pernah merasa puas dan masih menginginkan lebih—engkau ingin belajar cara membuat program dan menjaga keamanan jaringan, melakukan pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh teknisi jaringan dan personel berteknologi tinggi. Bukankah itu bodoh? (Ya.) Engkau tidak mampu menguasai ketrampilan tentang hal-hal ini, sehingga engkau menjadi negatif dan mengeluh tentang Tuhan: "Ya Tuhan, mengapa aku tidak mampu menguasai keterampilan tentang hal-hal ini? Mengapa Engkau memberiku kualitas seperti ini? Aku sudah sangat tua—mengapa Engkau tidak bisa membuatku muda kembali? Bukankah Tuhan itu mahakuasa?" Engkau salah jika memiliki pemikiran seperti itu dan mengajukan tuntutan semacam itu. Apa artinya "orang melakukan apa pun yang berada dalam batas kekuatannya, dan tidak melebihi kualitas, kemampuan, dan naluri dirinya"? Apa pun yang memungkinkan untuk kaucapai dengan kualitas dan kemampuanmu, itulah yang Tuhan tuntut darimu. Apa pun yang berada di luar jangkauanmu, Tuhan tidak menuntutnya darimu, dan engkau juga tidak perlu menuntutnya dari dirimu sendiri. Jika engkau tidak mampu melakukan sesuatu, ada orang lain yang mampu; Tuhan tidak menuntutmu untuk menjadi orang yang melakukannya. Engkau berkata, "Aku sudah tua—aku tidak tahu cara mengunggah video, aku juga tidak tahu cara menjaga keamanan jaringan, apalagi cara membuat program," tetapi engkau tetap bersikeras mempelajari hal-hal ini—pernahkah engkau bertanya apakah rumah Tuhan membutuhkanmu untuk melakukan pekerjaan ini? Sudahkah engkau melakukan pekerjaanmu sendiri dengan semestinya? Sudahkah engkau melakukan pekerjaan yang memungkinkan untuk kaucapai dengan kualitasmu dengan semestinya? Jika engkau belum melakukannya dengan semestinya, dan engkau tetap bersikeras berusaha melakukan hal-hal yang berada di luar jangkauanmu dan di luar pemahamanmu, dan yang bahkan tidak akan pernah berhasil kaupelajari seumur hidupmu, apakah menurutmu engkau sedang berjuang melawan dirimu sendiri, atau melawan Tuhan? Bukankah ini sangat menyusahkan? (Ya.) Engkau selalu ingin melampaui dirimu sendiri dan menjadi manusia super, tetapi Tuhan tidak menuntutmu untuk melakukan hal itu. Hanya ada satu alasan mengapa engkau ingin menjadi manusia super, yaitu karena engkau ingin pamer dan engkau tidak mau mengakui kekalahan atau menyerah pada usia tua. Engkau menanggung kesukaran dan membayar harga bukan demi melaksanakan tugasmu dengan baik; engkau tidak melaksanakan tugasmu berdasarkan prinsip tentang cara berperilaku dengan baik dan tidak tetap teguh pada tempatmu yang semestinya. Engkau ingin membuktikan bahwa engkau belum tua dengan menantang kualitas dan kemampuanmu sendiri. Menurutmu, "Aku masih mampu. Aku sama hebatnya seperti yang lain, aku mampu melakukan apa pun yang mampu orang lain lakukan!" Apakah ini ada artinya? (Tidak.) Ini tidak ada artinya. Semua upaya yang kaukerahkan sia-sia dan tidak berharga. Jika engkau mencurahkan segenap hati, segenap pikiran, dan segenap kekuatanmu untuk benar-benar melakukan apa yang dimungkinkan untuk dicapai oleh kondisimu sendiri, Tuhan akan merasa puas. Jangan menantang dirimu sendiri, dan jangan berusaha melampaui batas-batasmu. Tuhan tahu seperti apa kualitas dan kemampuanmu. Kualitas dan kemampuan yang telah Tuhan berikan kepadamu telah sejak lama ditentukan sebelumnya oleh-Nya. Selalu ingin melampaui semua ini berarti bersikap congkak dan melebih-lebihkan diri sendiri; itu berarti mengundang masalah dan pasti akan berakhir dengan kegagalan. Bukankah orang-orang semacam ini sedang mengabaikan tugas mereka yang semestinya? (Ya.) Mereka tidak berperilaku dengan cara yang mematuhi aturan, dan tidak tetap teguh menempati posisi mereka yang semestinya, untuk melaksanakan tugas mereka dengan baik sebagai makhluk ciptaan—mereka tidak mengikuti prinsip-prinsip ini dalam tindakan mereka, tetapi selalu berusaha untuk pamer. Ada pepatah yang terdiri dua frasa: "Seorang wanita tua memakai lipstik—untuk memberimu sesuatu untuk dilihat." Untuk tujuan apa "wanita tua" tersebut melakukan hal ini? (Untuk memamerkan dirinya.) Wanita tua itu ingin memperlihatkan kepadamu: "Sebagai wanita yang sudah tua, aku bukan orang biasa—akan kuperlihatkan kepadamu sesuatu yang istimewa." Dia tidak ingin dipandang rendah, tetapi ingin dipandang tinggi dan dihormati; dia ingin menantang batas-batasnya dan melampaui dirinya sendiri. Bukankah ini berarti memiliki natur yang congkak? (Ya.) Jika engkau memiliki natur yang congkak, itu berarti engkau tidak tinggal dalam batas-batasmu, engkau tidak ingin berperilaku dengan cara yang sesuai dengan posisimu. Engkau selalu ingin menantang dirimu sendiri. Apa pun yang mampu orang lain lakukan, engkau juga ingin mampu melakukannya. Ketika orang lain melakukan hal-hal yang membuat diri mereka menonjol, mencapai hasil, atau memberikan kontribusi, serta menerima pujian dari semua orang, engkau merasa tidak nyaman, iri, dan tidak puas. Engkau kemudian ingin meninggalkan tugasmu yang saat ini untuk melakukan pekerjaan yang memungkinkanmu untuk menonjol, juga ingin dipandang tinggi. Namun, karena engkau tidak mampu melakukan pekerjaan yang memungkinkanmu untuk menonjol, bukankah ini hanya membuang-buang waktu? Bukankah ini berarti mengabaikan tugasmu yang semestinya? (Ya.) Jangan mengabaikan tugasmu yang semestinya karena mengabaikannya tidak akan berakhir baik. Ini bukan saja menunda segala sesuatunya dan membuang-buang waktu, membuat orang lain memandang rendah dirimu, melainkan juga akan membuat Tuhan jijik terhadapmu, dan pada akhirnya, engkau menyiksa dirimu sehingga menjadi sangat negatif. Berapa pun usia seseorang—baik berusia muda, paruh baya, maupun lanjut usia—mereka memiliki batas-batas dalam hal kualitas dan bakat; tak ada seorang pun yang sempurna. Lupakan tentang menjadi orang yang sempurna, lupakan tentang mengetahui cara melakukan segalanya, mampu melakukan segalanya, dan memahami segalanya—sungguh menyusahkan jika engkau memiliki watak semacam ini.
Dalam pekerjaan Tuhan, mengapa ketika Dia berbicara kepada segala jenis orang tentang topik atau jenis masalah apa pun, Dia berbicara berulang kali tentang hal yang sama, membahas hal itu pada keadaan dan situasi yang berbeda? Mereka yang tidak memiliki pemahaman rohani berpikir, "Berbicara dengan cara seperti ini terlalu terperinci dan bertele-tele; kami sudah mengerti." Engkau mungkin sudah mengerti, tetapi yang lain mungkin belum; dan sekalipun engkau mengerti, mampukah engkau menyelesaikan masalah-masalah tersebut pada berbagai keadaan? Jika engkau tidak mampu, itu berarti engkau masih belum sepenuhnya mengerti, jadi jangan berpura-pura sudah mengerti. Keadaan orang semuanya berbeda. Hanya setelah semua keadaan dari setiap jenis orang telah dibicarakan, dan semua dari beragam keadaan telah dibahas—yang berarti, setelah keadaan semua jenis orang dalam masalah utama tertentu semuanya telah dibahas, dan semua orang memahami aspek kebenaran ini—barulah itu berarti masalah ini telah dijelaskan dengan gamblang. Apa maksud perkataan-Ku ini? Maksud-Ku adalah bahwa setiap orang mengembangkan masalah yang berbeda saat hidup dalam kondisi mereka sendiri; masalah setiap orang berbeda, dan kepribadian, kelebihan, serta hal-hal yang mereka kuasai juga berbeda. Oleh karena itu, setiap orang memiliki kondisi pribadinya sendiri, kesulitannya sendiri, dan pemikiran serta pandangannya sendiri yang berbeda. Namun, betapa pun berbedanya kondisi setiap orang, dan betapa pun berbedanya kemampuan, kualitas, tingginya visi, kepribadian, dan kebiasaan mereka, watak rusak dan esensi natur manusia adalah sama. Itu berarti, betapa pun berbedanya berbagai kondisi kemanusiaan yang orang miliki, orang memiliki ciri umum yang sama. Mengapa orang memiliki ciri umum yang sama? Karena esensi watak yang menjadi sandaran manusia untuk bertahan hidup adalah sama. Oleh karena itu, setelah keadaan dan masalah semua jenis orang disingkapkan, yang perlu manusia lakukan adalah menerapkan berdasarkan kebenaran dan prinsip-prinsip yang dituntut oleh Tuhan, dan dengan demikian masalah umum umat manusia akan terselesaikan. Seperti apa pun kepribadian atau kualitasmu, betapa pun mampunya dirimu, entah engkau laki-laki atau perempuan, entah engkau lahir di Barat atau di Timur, entah engkau berasal dari Selatan atau Utara, selama watak rusakmu dibereskan dengan menerima kebenaran, menerima penghakiman dan hajaran firman Tuhan, dan dengan menerapkan kebenaran, kesulitan-kesulitanmu akan terselesaikan. Ini berarti bahwa semua keadaan beragam yang muncul dalam diri orang dalam konteks masalah umum manusia juga dapat diselesaikan. Mengapa berbagai keadaan muncul dalam diri orang? Itu karena kondisi bawaan kemanusiaan yang dimiliki setiap orang berbeda. Misalnya, jika engkau tinggal di Selatan, dan engkau memiliki beberapa kebiasaan dan pola hidup orang Selatan, dan engkau juga mengembangkan beberapa kepribadian dan ciri gaya hidup yang khas orang Selatan, maka dengan latar belakang seperti ini, engkau akan mengembangkan beberapa gagasan dan imajinasi tertentu, pemikiran dan pandangan tertentu, serta keadaan tertentu. Jika engkau lahir di Utara, engkau akan memiliki kepribadian dan kebiasaan hidup orang Utara, atau beberapa keadaan yang muncul dari adat istiadat, latar belakang budaya, metode pendidikan, dan hal-hal lain semacam itu yang melekat pada orang Utara. Dengan demikian, keadaan yang muncul dalam diri orang yang tinggal di Selatan dan Utara berbeda. Namun, akar penyebab dan esensi keadaan yang muncul dari satu masalah adalah sama, sehingga semuanya dapat diselesaikan dengan kebenaran yang sama. Karena itu, tidak masalah apakah engkau berasal dari Utara atau Selatan, atau dari Timur atau Barat; selama engkau adalah manusia ciptaan, semua masalahmu dapat diselesaikan dengan kebenaran. Sudahkah engkau mengerti? Apakah masalah ini rumit? (Sekarang setelah aku mendengarnya dijelaskan, aku merasa ini tidak lagi rumit.) Mengapa menurutmu masalah ini tidak rumit? (Meskipun kondisi, latar belakang, dan kepribadian setiap orang berbeda, dan ini secara alami memunculkan keadaan yang berbeda, akar penyebab dari keadaan yang berbeda ini adalah sama, dan esensi rusak orang juga sama. Betapa pun banyaknya watak rusak yang orang perlihatkan, itu dapat diselesaikan dengan kebenaran yang sama; oleh karena itu, kebenaran dapat menyelesaikan masalah semua orang.) Entah orang berasal dari Selatan, Utara, Timur, atau Barat, entah mereka laki-laki atau perempuan, muda atau lanjut usia, dan seperti apa pun keadaan mereka sendiri, watak rusak mereka adalah sama, dan berbagai keadaan, pemikiran, pandangan, serta sikap terhadap kebenaran yang ditimbulkan oleh watak rusak ini memiliki ciri yang sama. Apakah ciri yang sama ini? Segala sesuatu yang muncul dari watak rusak ini berasal dari Iblis dan tidak sesuai dengan kebenaran; tentu saja, lebih spesifiknya, dapat dikatakan bahwa hal itu bertentangan dengan kebenaran. Oleh karena itu, apa pun perbedaan yang ada di antara ras, agama, atau budaya umat manusia yang rusak, dan entah orang berkulit kuning, putih, cokelat, atau hitam, mereka semua adalah manusia yang rusak, dan semua manusia memiliki esensi menentang Tuhan yang sama. Ini adalah kesamaan yang mereka miliki. Oleh karena itu, dari negara mana pun orang-orang berasal atau apa pun rasnya, mereka secara kolektif disebut sebagai manusia yang rusak. Itu berarti, entah ras-ras orang ini unggul atau sederhana, miskin atau kaya dalam hal warna kulit, penampilan, kebiasaan hidup, atau budaya ras mereka, dan apa pun pendidikan yang telah mereka terima, dalam hal apa pun, aturan yang mereka andalkan untuk bertahan hidup adalah berasal dari Iblis, tidak konsisten dengan kebenaran, dan menentang Tuhan. Sekalipun orang berasal dari ras yang makmur dan mulia dengan latar belakang agama yang luhur, esensi mereka tetaplah esensi manusia yang rusak, mereka tetaplah sejenis Iblis yang menentang Tuhan, mereka tetaplah manusia yang rusak, mereka semua menentang Tuhan, mereka semua adalah orang-orang yang dihakimi dan dihajar dalam pekerjaan Tuhan, dan orang-orang di antara mereka yang mampu menerima kebenaran adalah mereka yang bermaksud untuk Tuhan selamatkan. Apa yang dapat tersirat dari hal ini? Bahwa sebelum engkau diselamatkan, betapa pun luhurnya latar belakang budaya, pendidikan, dan latar belakang agamamu, esensimu tetaplah menentang Tuhan dan memusuhi Tuhan. Oleh karena itu, esensi manusia tidak akan berubah karena warna kulit, agama, negara kelahiran, latar belakang pendidikan, atau budaya mereka. Demikian pula, apa pun ras seseorang, mereka tidak akan menjadi mulia atau hina di mata Tuhan karena kondisi mereka sendiri. Jadi, di mata Tuhan, apa standar untuk menilai apakah seseorang itu mulia atau hina? Hanya ada satu standar, yaitu apakah engkau menerima kebenaran atau tidak. Jika engkau menerima kebenaran, apa pun ras atau warna kulitmu, engkau adalah mulia. Jika engkau tidak menerima kebenaran, maka sekalipun engkau berkata, "Aku berkulit putih, berambut pirang, dan bermata biru, dan keluargaku telah menjadi bangsawan selama beberapa generasi," itu tidak ada gunanya! Sekalipun engkau mulia di antara umat manusia, jika engkau tidak menerima kebenaran, maka di mata Tuhan engkau tetaplah manusia yang rusak, engkau sama seperti manusia rusak lainnya—tidak ada bedanya. Sebanyak apa pun orang di antara umat manusia yang menghormatimu, memujamu, dan memberikan persembahan kepadamu, itu tidak ada gunanya dan tidak akan mengubah status, identitas, dan esensimu di mata Tuhan. Standar Tuhan untuk menilai umat manusia—yang tentu saja juga merupakan tolok ukur dan standar tinggi Tuhan yang tetap untuk menilai umat manusia—adalah menilai mereka dengan kebenaran. Jika engkau mencintai kebenaran dan menerapkan kebenaran, berarti engkau mulia; jika engkau tidak menerapkan kebenaran, maka dagingmu yang lama ini adalah manusia yang rusak; itu tidak berharga sepeser pun, bahkan tidak lebih bernilai daripada seekor semut di tanah. Dengan pengecualian mikroorganisme yang tidak dapat dilihat manusia, semut relatif kecil di antara semua makhluk hidup. Pola hidup, aturan bertahan hidup, dan naluri mereka sepenuhnya mematuhi hukum yang ditetapkan oleh Tuhan. Jadwal kerja dan istirahat mereka berubah sesuai dengan iklim dan fluktuasi suhu di keempat musim, dan mereka tidak akan pernah secara proaktif mengubah pola dan aturan ini. Namun, manusia berbeda. Manusia selalu ingin mengubah status quo dan dunia ini, mereka selalu memiliki ambisi, dan terus-menerus melakukan pengkhianatan dan pemberontakan. Meskipun semut tidak memiliki kemampuan untuk menerima kebenaran, atau kemampuan untuk memahami kebenaran, setidaknya mereka tidak menentang Tuhan. Manusia berbeda; mereka akan secara aktif maju untuk menyerang dan menentang Tuhan. Oleh karena itu, di mata Tuhan, manusia yang belum memperoleh kebenaran dan belum diselamatkan tidak bernilai apa pun. Bukankah ini fakta? (Ya.) Menilai dan menggolongkan orang berdasarkan fakta ini sepenuhnya sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran. Melalui persekutuan tentang masalah-masalah ini, orang seharusnya memiliki pandangan dan pemahaman yang benar tentang esensi umat manusia dan dampak yang bermaksud dicapai oleh pekerjaan Tuhan. Setelah engkau memahami aspek kebenaran ini, bukankah engkau akan merasa lebih sedikit terkekang ketika memberitakan Injil kepada orang lain atau ketika bergaul dan bersekutu dengan mereka, jenis orang seperti apa pun mereka—entah mereka memiliki latar belakang agama atau tidak, entah mereka memiliki kedudukan dan status di tengah masyarakat atau berstatus sosial rendah, dan entah mereka berkulit putih atau berkulit berwarna? (Ya.) Jika engkau tidak memahami kebenaran ini, engkau akan selalu cenderung memandang tinggi orang-orang dari ras lain, atau merasa tidak mampu memahami mereka, dan tidak tahu bagaimana cara bergaul atau berinteraksi dengan mereka. Bukankah memahami kebenaran ini membantumu dalam bergaul dengan orang-orang tersebut? Ini akan membantumu memandang seluruh umat manusia dari pendirian yang benar dan dari sudut pandang yang benar. Inilah manfaat memahami kebenaran. Ketika engkau memahami kebenaran, perspektifmu tentang berbagai hal akan benar dan juga akan relatif berpikiran luas, dan tidak begitu berpikiran sempit. Jika tidak, engkau akan selalu kurang percaya diri sebagai pemimpin atau pekerja. Pertama, engkau akan merasa kurang pengalaman hidup. Kedua, engkau akan merasa belum memiliki cukup pengalaman. Ketiga, engkau akan merasa tidak pandai berbicara dan tidak mampu mengetahui yang sebenarnya tentang keadaan kebanyakan orang; khususnya, ketika engkau bertemu orang-orang yang lebih tua, engkau akan takut dan gugup, serta tidak berani berbicara. Ada orang-orang yang berkata, "Terutama ketika kulihat bahwa orang-orang yang sudah lama menjadi orang percaya beragama itu memiliki pengetahuan Alkitab, aku tidak tahu bagaimana cara memberitakan Injil kepada mereka, dan aku menjadi takut dan merasa rendah diri terhadap mereka." Engkau memahami begitu banyak kebenaran, jadi apa yang kautakutkan? Bukankah ini berarti tidak mampu mengetahui yang sebenarnya tentang berbagai hal? Setelah orang memahami kebenaran, mereka seharusnya mampu menyelesaikan hal-hal dan masalah-masalah ini, serta tidak akan lagi dikekang oleh hal-hal ini.
Aspek kebenaran apa yang telah engkau semua pahami melalui topik-topik yang telah kita persekutukan hari ini? Apakah engkau memahami dengan jelas tentang pekerjaan Tuhan, tentang bagaimana Tuhan menyelamatkan manusia, metode Tuhan untuk menyelamatkan manusia, dan aspek-aspek dari manusia yang Tuhan ubah? (Ya.) Sekarang setelah engkau memahami hal-hal ini dengan jelas, bukankah engkau makin merasakan pentingnya menerapkan kebenaran dan menilai segala sesuatu berdasarkan kebenaran? (Ya.) Bukankah engkau makin merasa bahwa sangat penting untuk mengejar dan memahami kebenaran? Jika orang tidak memahami kebenaran, mereka tidak akan mampu mengetahui yang sebenarnya tentang hal apa pun, tentang segala jenis orang, serta tentang orang-orang dari semua negara dan etnis, sehingga mereka menjadi orang yang bodoh, orang yang dungu. Ada orang-orang yang ketika bertemu dengan orang-orang berkacamata, berasumsi bahwa mereka adalah profesor atau kaum intelektual, sehingga mereka merasa terkekang dan tidak berani berbicara, dan setiap kali bertemu orang-orang yang bertubuh tinggi dan tampan, mereka merasa rendah diri terhadap orang-orang itu. Setelah memahami kebenaran, bukankah orang-orang pada dasarnya tidak akan terpengaruh oleh hal-hal ini? Di satu sisi, mereka tidak akan mengekang diri mereka sendiri; di sisi lain, hingga taraf tertentu, mereka akan memperbaiki sikap dan sudut pandang mereka dalam cara mereka memperlakukan orang dan hal-hal, dan mereka juga akan memiliki beberapa wawasan tentang hal itu. Ini akan bermanfaat bagi pelaksanaan tugas mereka, terutama ketika itu berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan oleh para pemimpin dan pekerja di semua tingkatan. Setelah orang memahami target dan makna penting yang sejati dari pekerjaan Tuhan, bagaimana mereka harus bertindak agar dapat memperlakukan kondisi bawaan mereka dengan benar? Ada berapa banyak prinsip? (Yang terpikir olehku adalah bahwa orang haruslah memandang kepribadian, kualitas, dan kondisi lain mereka sendiri dengan benar, tidak lagi mengejar hal-hal supernatural dan tidak lagi berusaha untuk menjadi manusia super, melakukan apa pun yang mampu mereka lakukan dengan sebaik mungkin, dan tidak memaksakan diri untuk mencapai apa yang berada di luar jangkauan mereka. Dengan demikian, hidup mereka akan lebih terbebaskan, dan kemanusiaan mereka akan menjadi makin normal.) Pertama-tama, jika engkau ingin menghindarkan dirimu dari melakukan hal-hal bodoh atau dungu, engkau harus terlebih dahulu memahami kondisimu sendiri, yakni seperti apa kualitasmu, apa kelebihanmu, apa yang kaukuasai, dan apa yang tidak kaukuasai, serta hal-hal apa yang mampu dan tidak mampu kaulakukan berdasarkan usia, jenis kelamin, pengetahuan yang kaumiliki, serta wawasan dan pengalaman hidupmu. Itu berarti, engkau harus memahami dengan jelas apa saja kelebihan dan kelemahanmu dalam tugas yang kaulaksanakan dan dalam pekerjaan yang kaulakukan, serta apa saja kekurangan dan kelebihan dalam kepribadianmu sendiri. Setelah engkau memahami dengan jelas kondisimu sendiri, serta kelebihan dan kekuranganmu sendiri, engkau kemudian harus melihat kelebihan dan kekuatan mana yang harus dipertahankan, kekurangan dan kelemahan mana yang dapat diatasi, dan mana yang sama sekali tidak dapat diatasi—engkau harus memahami hal-hal ini dengan jelas. Untuk mencapai pemahaman ini, di satu sisi, engkau harus mencari kebenaran, merenungkan dan memperoleh pengetahuan tentang hal-hal ini melalui membandingkan firman Tuhan terhadap situasimu yang sebenarnya, dan, pada saat yang sama, berdoa agar Tuhan menyingkapkan hal-hal ini. Di sisi lain, engkau juga dapat bertanya kepada saudara-saudari di sekitarmu dan meminta mereka untuk memberikan petunjuk dan arahan. Dengan demikian, engkau akan memiliki pemahaman yang lebih mendalam tentang dirimu sendiri, dan engkau akan memiliki lebih banyak ide dan petunjuk dalam hal mengenal dirimu sendiri. Ada beberapa masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh orang. Misalnya, engkau mungkin cenderung menjadi gugup ketika berbicara dengan orang lain; ketika menghadapi situasi tertentu, engkau mungkin memiliki ide atau sudut pandangmu sendiri, tetapi tidak mampu mengutarakannya dengan jelas. Engkau merasa sangat gugup ketika ada banyak orang yang hadir; bicaramu tidak jelas dan mulutmu bergetar. Ada orang-orang yang bahkan terbata-bata; bagi yang lainnya, jika ada lawan jenis di dekatnya, perkataan mereka bahkan kurang dapat dipahami, sama sekali tidak tahu apa yang harus dikatakan dan dilakukan. Apakah hal ini mudah untuk diatasi? (Tidak.) Setidaknya dalam jangka pendek, tidak mudah bagimu untuk mengatasi kekurangan ini karena ini adalah bagian dari kondisi bawaanmu. Jika setelah beberapa bulan menerapkan, engkau masih merasa gugup, kegugupan itu akan berubah menjadi tekanan, yang akan berdampak negatif terhadapmu dengan membuatmu takut untuk berbicara, bertemu orang, menghadiri persekutuan, atau menyampaikan khotbah, dan ketakutan ini akan menghancurkanmu. Jadi, apa yang harus kaulakukan? Engkau dapat merenungkan masalah ini dan membicarakannya dengan orang lain; lihatlah pola pikir yang orang lain miliki ketika mereka menghadapi masalah ini, dan bagaimana mereka menyelesaikannya, dan kemudian engkau sendiri juga harus menerapkan dengan cara tersebut. Katakanlah, selama pertemuan hari ini, engkau berada dalam keadaan yang cukup baik; engkau berada dalam suasana hati yang ceria, dan terlebih lagi, engkau juga tergerak oleh pembacaan firman Tuhan, dan merasakan keinginan khusus untuk mengungkapkan dirimu. Kebetulan ini adalah pertemuan kelompok kecil yang hanya dihadiri sedikit orang, jadi engkau mencoba mempersekutukan beberapa patah kata dan merasa cukup baik dalam melakukannya, dan tidak merasa gugup. Dalam situasi ini, ketika engkau tidak berada di bawah tekanan apa pun dan sama sekali belum mempersiapkan diri, engkau dengan bebas mengungkapkan dirimu dengan sangat baik, dan semua orang benar-benar tergerak dan terdidik dalam kerohanian mereka. Bukankah ini adalah kemajuan? Mulailah berlatih berbicara dan bersekutu dalam pertemuan kelompok kecil, di mana hanya terdapat sedikit orang, dan lambat laun engkau akan dapat berbicara dengan normal, dan perasaan gugupmu akan memudar sedikit demi sedikit. Menerapkan dengan cara ini akan mencapai hasil terbaik. Pertama, pilihlah kelompok kecil yang hanya dihadiri sedikit orang atau pertemuan yang informal untuk menerapkan hal ini, berbicara dan sampaikanlah persekutuan secara spontan, seolah-olah engkau sedang mengobrol, untuk mengatasi kekuranganmu ini. Terkadang, setelah berbicara selama satu menit, engkau mungkin merasa sedikit gugup, dan makin berbicara, engkau mungkin makin kurang percaya diri, dan saat terus berbicara, engkau mungkin memiliki lebih sedikit hal untuk dikatakan; dalam kasus seperti itu, jangan berbicara lagi—segera selesaikan dan berhentilah. Terkadang, setelah engkau berbicara selama beberapa waktu, semua orang mungkin bersedia mendengarkan dan merasa sangat terbebaskan; dalam suasana seperti itu, kegugupan dan stresmu akan hilang tanpa kausadari. Hanya dalam keadaan seperti itu, barulah kekuranganmu ini dapat diperbaiki secara bertahap—tetapi itu tidak akan teratasi. Jika engkau merasa bahwa setelah berlatih selama sebulan, kondisimu tidak banyak membaik, dan bahkan ada semacam tekanan muncul di hatimu yang membuatmu makin gugup, yang memengaruhi pekerjaan, kehidupan, dan pelaksanaan normal tugasmu, maka engkau tidak perlu melanjutkan latihan. Cukuplah jika engkau dapat melaksanakan tugasmu dengan normal. Berfokus sajalah untuk melaksanakan tugasmu dengan baik—inilah yang benar. Simpanlah cacat itu, kekurangan itu, di dalam hatimu, berdoalah dalam hati kepada Tuhan, lalu carilah kesempatan yang tepat untuk berlatih berbicara dan bergaul dengan orang lain, ungkapkan apa yang ingin kaukatakan dengan mengartikulasikan setiap kata, berbicaralah dengan terstruktur dan jelas. Dengan cara ini, cacatmu, kekurangan ini, akan berangsur-angsur membaik. Mungkin saja setelah satu atau dua tahun, engkau dapat menjadi lebih dewasa seiring bertambahnya usia dan lebih akrab dengan orang-orang di sekitarmu. Tatapan dan pendapat mereka, serta suasana yang tercipta saat semua orang berkumpul mungkin tidak lagi menciptakan tekanan, belenggu, atau kekangan bagimu—dengan demikian kekuranganmu mungkin teratasi dan terselesaikan di antara orang-orang ini. Ini adalah jenis orang yang memiliki bentuk kekurangan yang paling parah; mereka hanya dapat mengatasinya melalui penempaan dan pelatihan jangka panjang di lingkungan semacam itu. Tentu saja, ada juga orang yang secara berangsur-angsur mengatasi kekurangan ini dalam waktu singkat, yakni selama tiga hingga lima bulan. Mereka tidak gugup saat berinteraksi dan berbicara dengan orang lain dalam situasi biasa, kecuali saat menghadapi acara-acara besar. Oleh karena itu, jika engkau mampu mengatasi cacat ini, kekurangan ini, dalam jangka pendek, maka lakukanlah itu. Jika itu sulit untuk diatasi, tidak perlu memusingkannya, jangan berjuang melawannya, dan jangan menantang dirimu sendiri. Tentu saja, jika engkau tidak mampu mengatasinya, engkau tidak boleh merasa negatif. Sekalipun engkau tidak pernah mampu mengatasinya seumur hidupmu, Tuhan tidak akan mengutukmu, karena ini bukanlah watak rusakmu. Demam panggungmu, kegugupan dan ketakutanmu—perwujudan ini tidak mencerminkan watak rusakmu; entah itu adalah bawaanmu atau disebabkan oleh lingkungan di kemudian hari dalam hidupmu, paling-paling itu merupakan cacat, kekurangan dalam kemanusiaanmu. Jika engkau tidak mampu mengubahnya dalam jangka panjang, atau bahkan selama masa hidupmu, jangan terus memikirkannya, jangan biarkan hal itu mengekangmu, dan engkau juga tidak boleh menjadi negatif karenanya, karena ini bukanlah watak rusakmu; tidak ada gunanya berusaha mengubahnya atau berusaha melawannya, biarkan itu ada, dan perlakukan hal itu dengan benar, karena engkau dapat hidup berdampingan dengan cacat ini, dengan kekurangan ini—memilikinya tidak akan memengaruhimu dalam mengikut Tuhan dan melaksanakan tugasmu. Asalkan engkau mampu menerima kebenaran, dan melaksanakan tugasmu dengan sebaik mungkin, engkau tetap dapat diselamatkan; itu tidak akan memengaruhi penerimaanmu akan kebenaran dan tidak akan memengaruhimu dalam memperoleh keselamatan. Oleh karena itu, engkau tidak boleh sering dikekang oleh cacat atau kekurangan tertentu dalam kemanusiaanmu, juga tidak boleh sering menjadi negatif dan berkecil hati, atau bahkan melepaskan tugasmu dan tidak lagi mengejar kebenaran, kehilangan kesempatanmu untuk diselamatkan, untuk alasan yang sama. Itu benar-benar tidak sepadan; itulah yang akan dilakukan orang yang bodoh dan tidak tahu.
Ada orang-orang, sebanyak apa pun mereka berlatih, hanya mampu mencapai nada tengah saat bernyanyi dan tidak mampu mencapai nada tinggi. Jadi, apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal ini? Nyanyikan saja nada-nada dalam rentang tengah dan rendah; tidak masalah untuk hanya menyanyikan nada-nada tersebut dengan baik. Jika engkau selalu ingin menantang dirimu sendiri dengan berkata, "Aku bagus dalam menyanyikan nada-nada tengah. Aku ingin menantang diriku untuk mencapai nada-nada tinggi," maka sekalipun engkau berhasil dalam tantangan ini, itu tidak akan ada artinya, dan itu bukan berarti bahwa engkau telah memperoleh kebenaran. Paling-paling, itu hanya berarti engkau telah memperoleh keterampilan tambahan, engkau mampu melaksanakan tugas tambahan, engkau mampu menyanyikan lebih banyak lagu, dan engkau dapat lebih sering menjadi pusat perhatian. Namun, untuk apa semua itu? Apakah menjadi pusat perhatian lebih berarti bahwa engkau lebih banyak menerapkan kebenaran? Apakah ada hubungan antara kedua hal ini? (Tidak.) Jika engkau mampu menyanyikan nada tengah, nyanyikanlah itu dengan baik. Jika engkau tidak mampu menyanyikan nada tinggi dengan baik, tetapi bersikeras menyanyikannya dengan susah payah, dan pada akhirnya, engkau tidak mampu menyanyikannya dengan benar, dan juga membuat dirimu sendiri sakit karena kelelahan, Tuhan tidak akan mengingat hal ini. Tidak menjadi masalah apakah engkau mampu menyanyikan nada tinggi atau nada tengah, selama engkau mampu bernyanyi dengan baik, dan setia, serta mengerahkan segenap kemampuan dalam tugasmu, tanpa bersikap asal-asalan, tanpa tipu daya dan bermalas-malasan, tanpa berbuat jahat secara sembrono, tanpa melontarkan ide yang muluk-muluk, dan engkau berusaha—baik dalam hal teknik, emosi, kualitas nada suara, maupun nada—untuk bernyanyi dengan cara yang sesuai standar, indah, dan menyentuh hati, serta bernyanyi dengan cara yang dapat menggerakkan orang, menenangkan hati orang di hadapan Tuhan, dan mendidik kerohanian orang ketika mereka mendengarkanmu, ini berarti engkau sedang melaksanakan tugasmu dengan cara yang memenuhi standar. Jika engkau selalu ingin menantang batas-batasmu, dan selalu ingin membuat terobosan pribadi serta melampaui dirimu sendiri, ini menyingkapkan watak rusak Iblis dalam dirimu, dan ini berarti tidak sedang melaksanakan tugasmu. Setelah engkau melakukan pekerjaanmu sendiri dengan semestinya, dan melakukan apa yang mampu kaucapai dengan semestinya, tidak masalah bagimu untuk mempelajari sesuatu yang bermanfaat bagi tugasmu di waktu luangmu, tetapi ini bukanlah yang Tuhan tuntut. Misalkan engkau menyanyikan nada-nada tengah dengan baik, dan di waktu luangmu engkau berlatih menyanyikan nada-nada tinggi. Setelah kurun waktu tertentu, engkau membuat terobosan, dan setelah dua hingga tiga tahun bekerja keras, engkau juga mampu menyanyikan nada-nada tinggi dengan baik. Engkau mampu menyanyikan nada-nada tengah dan nada-nada tinggi, serta melaksanakan kedua tugas ini dengan baik; engkau mampu melaksanakan kedua tugas ini berdasarkan prinsip-prinsip kebenaran, dan bernyanyi dengan segenap hati, tanpa bersikap asal-asalan, tanpa tipu daya atau bermalas-malasan, atau tanpa melontarkan ide yang muluk-muluk. Ini bahkan lebih baik, ini adalah perbuatan baik, dan Tuhan akan mengingatnya. Namun, katakanlah engkau tidak dapat mencapai hal ini, dan tetap selalu berpikir, "Tuhan memiliki pengharapan yang tinggi terhadapku, bukankah aku penuh tipu daya dan bermalas-malasan jika aku hanya menyanyikan nada-nada tengah? Tuhan tidak puas!" Itu adalah imajinasimu sendiri. Engkau sedang menduga-duga tentang Tuhan, dan sedang menerapkan "menilai yang mulia dengan menggunakan standar yang hina". Tuhan tidak mengajukan tuntutan seperti itu terhadapmu. Yang Tuhan tuntut terhadapmu adalah agar engkau melakukan dengan baik apa yang seharusnya kaulakukan dalam lingkup kualitas dan kemampuan bawaanmu, dan jika engkau melakukannya dengan baik berdasarkan prinsip-prinsip yang Tuhan tuntut, Tuhan sudah memberimu nilai sempurna. Namun, jika engkau tidak berusaha melakukan dengan baik apa yang mampu kaucapai, dan engkau tidak melakukannya berdasarkan prinsip, dan engkau selalu penuh tipu daya serta bermalas-malasan, selalu ingin melontarkan ide yang muluk-muluk, dan engkau tidak menerapkan berbagai teknik bernyanyi, tetapi masih ingin menantang batas-batasmu, berarti engkau bertindak seperti ini dengan tidak bernalar. Ini adalah perwujudan dari kecongkakan dan kebodohan, dan Tuhan tidak akan berkenan. Dia sama sekali tidak akan berkata, "Orang ini mampu menyanyikan nada-nada tengah dan dia juga berusaha untuk menyanyikan nada-nada tinggi. Meskipun dia tidak mampu menyanyikan nada-nada tinggi dengan baik, dia sungguh-sungguh berusaha, dan itu sudah cukup." Tuhan tidak akan memandangmu dengan cara seperti itu, jadi jangan merasa bangga akan dirimu sendiri. Tuhan hanya mengamati apakah engkau berperilaku dengan cara yang sesuai dengan tempatmu, dan apakah engkau adalah orang yang melaksanakan tugas makhluk ciptaan dengan baik. Dia mengamati apakah dalam pelaksanaan tugasmu, engkau mencurahkan segenap hati dan kekuatanmu dalam melakukannya dengan kondisi bawaan yang telah Tuhan berikan kepadamu, dan apakah engkau bertindak berdasarkan prinsip dan mencapai hasil yang Tuhan inginkan. Jika engkau bisa mencapai semua hal ini, Tuhan akan memberimu nilai sempurna. Jika engkau tidak melakukan hal-hal berdasarkan tuntutan Tuhan, dan sekalipun engkau berusaha keras dan mengerahkan upaya, semua yang kaulakukan hanyalah pamer dan menyombongkan dirimu sendiri, dan engkau tidak bertindak berdasarkan prinsip-prinsip kebenaran atau tidak mencurahkan segenap hati dan kekuatanmu untuk memuaskan Tuhan dalam pelaksanaan tugasmu. Dengan demikian, perwujudan dan perilakumu itu menjijikkan bagi Tuhan. Mengapa Tuhan jijik akan hal itu? Tuhan menganggapmu tidak berfokus pada tugas yang semestinya, engkau belum mengerahkan segenap hati, kekuatan, atau pikiranmu untuk melaksanakan tugasmu, dan engkau tidak menempuh jalan yang benar. Kualitas, karunia dan bakat yang telah Tuhan berikan kepadamu sudah memadai—hanya saja engkau tidak merasa puas, tidak setia pada tugasmu, tidak pernah tahu tempatmu, selalu ingin melontarkan ide yang muluk-muluk dan pamer, sehingga pada akhirnya mengacaukan tugasmu. Engkau belum memaksimalkan kualitas, karunia dan bakat yang Tuhan berikan kepadamu, engkau belum berusaha sepenuhnya, dan engkau belum memperoleh hasil apa pun. Meskipun engkau mungkin cukup sibuk, Tuhan menganggapmu seperti badut, bukan orang yang tahu tempatnya dan berfokus pada tugas yang semestinya. Tuhan tidak menyukai orang-orang semacam ini. Oleh karena itu, apa pun rencana dan tujuanmu, jika pada akhirnya engkau tidak melaksanakan tugasmu berdasarkan prinsip-prinsip yang dituntut oleh Tuhan dengan segenap hati, segenap pikiran, dan segenap kekuatanmu, berdasarkan kualitas, karunia, bakat, kemampuan, dan kondisi bawaan lain yang telah Tuhan berikan kepadamu, Tuhan tidak akan mengingat apa yang telah kaulakukan, dan engkau tidak akan melaksanakan tugasmu, tetapi akan melakukan kejahatan.
Sudahkah engkau memahami prinsip penerapan tentang bagaimana memperlakukan kondisi bawaanmu dengan benar—yaitu, kondisi, kelebihan, dan kekuranganmu sendiri? (Ya.) Apa langkah yang pertama? Pertama, manfaatkan semaksimal mungkin karunia, kemampuan, dan kelebihan bawaan dan yang sudah ada, yang telah Tuhan berikan kepadamu, serta keterampilan teknis atau profesional yang mampu kauperoleh dan capai, serta jangan ragu. Jika engkau telah memuaskan Tuhan dalam semua hal ini dan engkau merasa bahwa engkau masih dapat mencapai tingkat yang lebih tinggi, maka lihatlah keterampilan teknis atau profesional mana yang dapat kautingkatkan atau kauterobos, dalam lingkup yang dapat dicapai dengan kualitasmu. Engkau dapat terus belajar dan berkembang berdasarkan apa yang mampu kaucapai dengan kualitasmu sendiri. Jadi, bagaimana orang harus menerapkan untuk dapat melepaskan gagasan dan imajinasi mereka tentang pekerjaan Tuhan? Pertama-tama, engkau harus memahami apa kondisi bawaanmu, apa yang telah Tuhan berikan kepadamu, bagaimana engkau harus memanfaatkan hal-hal ini, bagaimana cara memaksimalkan potensinya dan memanfaatkannya semaksimal mungkin, serta mengubahnya menjadi syarat dasar—bukan hambatan—bagimu untuk melaksanakan tugasmu dengan penuh pengabdian. Pahami kelebihanmu sendiri dan biarkan itu berperan. Pahami kekurangan dan cacatmu sendiri, dan jika engkau dapat mengubahnya dalam waktu singkat, lakukanlah itu; jika itu tidak mudah untuk diubah, jangan biarkan itu menjadi batu sandungan atau hambatan dalam proses pelaksanaan tugasmu, jangan dikekang atau dipengaruhi oleh hal itu, dan jangan dibelenggu atau dibatasi oleh hal itu. Misalnya, katakanlah engkau terlahir dengan kesehatan yang buruk dan keadaan tubuh yang lemah, dan engkau terus-menerus ingin mengatasinya, dan ingin dapat makan, minum, dan begadang seperti orang normal, tetapi Tuhan tidak memberimu modal itu. Dengan demikian, engkau harus menjalani setiap hari berdasarkan kondisimu sendiri, dan melakukan segala sesuatu berdasarkan prinsip-prinsip yang dituntut oleh Tuhan. Jangan menantang dirimu sendiri, dan jangan biarkan kekurangan dan cacatmu menjadi batu sandungan dan hambatan di jalanmu dalam mengikut Tuhan, melaksanakan tugasmu, dan mengejar kebenaran; jangan biarkan hal itu menjadi pemicu bagimu untuk bersikap negatif, dan terlebih lagi, jangan menyerah dalam mengejar kebenaran atau melaksanakan tugasmu, atau jangan merasa iri dan benci terhadap orang lain hanya karena engkau memiliki cacat, kekurangan, dan kelemahan tertentu—jangan ada satu pun dari hal ini. Engkau harus memperlakukan cacat dan kekuranganmu sendiri dengan benar; jika engkau tidak dapat mengubahnya, engkau harus membiarkannya ada, lalu mencari kebenaran untuk memahami maksud-maksud Tuhan, dan mampu memperlakukannya dengan benar, serta tidak dikekang olehnya. Mengapa engkau harus melakukan itu? Inilah nalar yang harus dimiliki oleh kemanusiaan yang normal. Jika nalar kemanusiaanmu normal, engkau harus menghadapi cacat dan kekuranganmu dengan cara yang benar; engkau harus mengakui dan menerimanya. Ini bermanfaat bagimu. Menerimanya bukan berarti dikekang olehnya, juga bukan berarti engkau sering menjadi negatif karenanya, melainkan itu berarti tidak dikekang olehnya, menyadari bahwa engkau hanyalah salah seorang dari manusia biasa yang rusak, dengan cacat dan kekuranganmu sendiri, tanpa ada yang dapat kausombongkan, bahwa Tuhanlah yang meninggikan manusia untuk melaksanakan tugas mereka, dan bahwa Tuhan bermaksud untuk mengerjakan firman dan hidup-Nya ke dalam diri mereka, memungkinkan mereka untuk memperoleh keselamatan dan melepaskan diri dari pengaruh Iblis—bahwa ini sepenuhnya Tuhan meninggikan manusia. Setiap orang memiliki kekurangan dan cacat. Engkau harus membiarkan kekurangan dan cacatmu itu hidup berdampingan dengan dirimu, tidak menghindarinya atau menutupinya, dan tidak sering merasa tertekan dalam hatimu atau bahkan selalu merasa rendah karenanya. Engkau tidak rendah; jika engkau mampu melaksanakan tugasmu dengan segenap hati, segenap kekuatan, dan segenap pikiranmu dengan sebaik mungkin, dan engkau memiliki hati yang tulus, maka engkau sama berharganya seperti emas di hadapan Tuhan. Jika engkau tidak mampu membayar harga dan kurang setia dalam melaksanakan tugasmu, maka sekalipun kondisi bawaanmu lebih baik daripada kebanyakan orang, engkau tidak berharga di hadapan Tuhan, engkau bahkan tidak seharga sebutir pasir. Sudahkah engkau mengerti? (Ya.) Baik itu penampilan alamimu, kualitas alami dan bakat, atau cacat dan kekurangan dalam beberapa aspek kemanusiaanmu, jangan biarkan hal itu mengendalikanmu dan memengaruhi kesetiaan dan ketundukanmu kepada Tuhan, jangan biarkan hal itu memengaruhi pengejaranmu akan kebenaran, dan tentu saja, terlebih lagi jangan biarkan hal itu memengaruhi hal besar keselamatanmu. Engkau harus memperlakukan cacat dan kekuranganmu dengan benar dan membiarkannya hidup berdampingan denganmu, yang berarti engkau tidak boleh lagi berusaha mengubahnya, karena itu tidak akan sedikit pun memengaruhi pelaksanaan tugasmu dengan segenap hati, pikiran, dan kekuatanmu, dan tentu saja, itu juga tidak akan memengaruhi pelaksanaan tugasmu berdasarkan prinsip, apalagi memengaruhi pengejaran seumur hidupmu akan kebenaran dalam kepercayaanmu kepada Tuhan, ataupun caramu dalam memandang orang atau hal-hal dan caramu dalam berperilaku dan bertindak selama proses mengejar kebenaran. Tentu saja, engkau tidak boleh selalu menuntut dirimu sendiri dengan berpikir, "Jangan tunjukkan kekurangan ini, jangan biarkan orang lain melihat cacatku, dan jangan biarkan orang lain memandang rendah diriku!" Jika engkau melakukannya, engkau akan menjalani kehidupan yang sangat melelahkan. Jika engkau membiarkan cacat dan kekuranganmu hidup berdampingan denganmu, maka biarkanlah itu tetap ada, dan sekalipun orang lain melihat cacatmu, ini bahkan mungkin bermanfaat bagimu, dan juga merupakan perlindungan yang akan mencegahmu menjadi congkak dan sombong. Tentu saja, bagi banyak orang, dibutuhkan keberanian untuk memperlihatkan cacat dan kekurangan mereka sendiri. Ada orang-orang yang berkata, "Setiap orang memperlihatkan keunggulan dan kelebihannya masing-masing. Siapa yang dengan sengaja memperlihatkan kelemahan dan cacatnya sendiri?" Bukan berarti engkau sengaja memperlihatkannya, tetapi engkau membiarkan itu terlihat. Misalnya, jika engkau pemalu dan sering merasa gugup saat berbicara di depan banyak orang, engkau dapat berinisiatif untuk memberi tahu orang lain, "Aku mudah gugup saat berbicara; aku hanya meminta agar semua orang bersikap pengertian dan tidak mencari-cari kesalahanku." Engkau berinisiatif untuk memperlihatkan cacat dan kekuranganmu kepada semua orang, agar mereka bersikap pengertian dan menoleransi dirimu, dan agar semua orang mengenalmu. Makin semua orang mengenalmu, makin hatimu akan merasa tenang, dan makin engkau tidak akan dikekang oleh cacat dan kekuranganmu. Ini sebenarnya akan bermanfaat dan membantumu. Selalu menutupi cacat dan kekuranganmu membuktikan bahwa engkau tidak ingin hidup berdampingan dengannya. Jika engkau membiarkan cacat dan kekuranganmu hidup berdampingan denganmu, engkau harus memperlihatkannya; jangan merasa malu atau berkecil hati, dan jangan merasa lebih rendah daripada orang lain, atau menganggap dirimu tidak baik dan tidak memiliki harapan untuk diselamatkan. Selama engkau mampu mengejar kebenaran, dan mampu melaksanakan tugasmu dengan segenap hati, segenap kekuatan, dan segenap pikiranmu berdasarkan prinsip, serta hatimu tulus, dan engkau tidak bersikap asal-asalan terhadap Tuhan, berarti ada harapan bagimu untuk diselamatkan. Jika seseorang berkata, "Lihat betapa tidak berguna dan pemalunya dirimu. Engkau menjadi sangat gugup hanya dengan mengucapkan beberapa kata, dan seluruh wajahmu memerah," maka engkau harus berkata, "Kualitasku buruk dan aku tidak pandai berbicara. Jika kau mendorongku, aku akan memiliki keberanian untuk berlatih berbicara." Jangan berpikir bahwa engkau tidak baik, atau bahwa engkau adalah orang yang memalukan. Karena engkau tahu bahwa ini adalah cacat dan masalah dalam kemanusiaanmu, engkau harus menghadapinya dan menerimanya. Jangan terpengaruh karena hal itu dengan cara apa pun. Mengenai kapan cacat dan kekurangan ini akan berubah, jangan khawatirkan dirimu dengan hal itu. Berfokus sajalah pada hidup dan melaksanakan tugasmu secara normal dengan cara ini. Engkau hanya perlu mengingat, bahwa cacat dan kekurangan dalam kemanusiaan ini bukanlah hal-hal negatif atau watak yang rusak, dan selama itu bukan watak yang rusak, itu tidak akan memengaruhi pelaksanaan tugasmu atau pengejaranmu akan kebenaran, apalagi memengaruhimu dalam memperoleh keselamatan; tentu saja, yang jauh lebih penting adalah bahwa hal itu tidak akan memengaruhi cara Tuhan memandangmu. Bukankah itu menenangkan pikiranmu? (Ya.) Jika engkau masih khawatir dipandang rendah oleh orang lain, itu adalah masalah watak congkakmu, dan engkau harus membereskan watak congkak ini. Inilah jalan penerapan untuk memperlakukan cacat dan kekuranganmu sendiri dengan benar. Bukankah menerapkan dengan cara ini memudahkanmu untuk melepaskan hal-hal ini dan tidak lagi dikekang olehnya? (Ya.)
Apakah pelaksanaan tugas seseorang secara normal serta cacat dan kekurangan dalam kemanusiaannya akan saling memengaruhi? (Melalui persekutuan yang Tuhan sampaikan, sekarang aku mengerti bahwa cacat dan kekurangan dalam kemanusiaan bukanlah watak yang rusak, dan bahwa hal itu tidak akan memengaruhi pelaksanaan tugas orang secara normal. Selama orang melaksanakan tugasnya berdasarkan prinsip-prinsip kebenaran, mereka akan mendapatkan hasil yang baik. Mengenai cacat dan kekurangan dalam kemanusiaan, jika kami mampu mengatasinya, kami dapat melakukannya. Jika kami tidak dapat mengatasinya dalam jangka waktu singkat, kami harus membiarkannya tetap ada, dan mampu memperlakukannya dengan benar.) Jika tingkat pendidikanmu rendah, tetapi engkau perlu menggunakan pengetahuan akademis dalam tugasmu, bukankah ini merupakan suatu kekurangan? (Ya.) Lalu bagaimana agar kesulitan ini dapat diatasi? (Aku dapat melakukan tugas yang sesuai dengan tingkat pendidikanku. Atau, jika tugas ini sesuai denganku, tetapi membutuhkan pengetahuan akademis tertentu, aku dapat mencari saudara-saudari yang terpelajar untuk bekerja sama denganku—kami dapat memanfaatkan kelebihan satu sama lain untuk menutupi kelemahan kami, dan melaksanakan tugas ini dengan baik bersama-sama.) Bisakah kebenaran menutupi tingkat pendidikan yang rendah? (Bisa, karena ketika orang memiliki kebenaran, mereka mampu mengetahui yang sebenarnya tentang berbagai hal.) Pendidikan adalah sesuatu yang berada pada tingkat pengetahuan. Sebanyak apa pun pengetahuanmu, jika engkau tidak memahami kebenaran, maka ketika engkau berbicara atau menulis artikel, engkau hanya akan dapat menggunakan tata bahasa yang benar, engkau tidak akan mampu menjelaskan dengan gamblang atau menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan kebenaran. Oleh karena itu, pendidikan tidaklah penting; kebenaran lebih penting daripada pendidikan. Tentu saja, jika engkau tidak memiliki dasar pendidikan, dan jika tugas yang kaulaksanakan berkaitan dengan pengetahuan akademis, engkau tidak akan cakap di dalamnya. Namun, jika engkau memahami kebenaran, engkau dapat membimbing orang lain—engkau dapat melakukan pemeriksaan dalam hal prinsip-prinsip kebenaran. Jika engkau berpendidikan rendah dan kurang memiliki kemampuan untuk mengungkapkan dirimu, dan engkau ingin menyampaikan khotbah atau mempersekutukan kebenaran, engkau dapat mencari orang yang terpelajar untuk membantumu merapikan drafmu. Dengan demikian, akan mudah bagimu untuk mencapai hasil ketika engkau menyampaikan persekutuan atau berkhotbah. Namun setidaknya, engkau harus memahami kebenaran. Jika engkau tidak memahami kebenaran, dan juga tidak berpendidikan, engkau tidak akan mampu melaksanakan tugas-tugas yang ada kaitannya dengan pengetahuan akademis, jadi engkau harus melaksanakan tugas yang sesuai dengan tingkat pendidikanmu. Bukankah ini menyelesaikan masalahnya? (Ya.) Jadi, mengejar kebenaran adalah hal yang terpenting, dari perspektif mana pun engkau memandangnya. Engkau bisa menghindar dari cacat dan kekurangan dalam kemanusiaanmu, tetapi jangan pernah menghindari jalan mengejar kebenaran. Sesempurna atau seluhur apa pun kemanusiaanmu, atau entah engkau mungkin memiliki lebih sedikit kekurangan dan cacat, serta memiliki lebih banyak kelebihan, dibandingkan orang lain, ini tidak menandakan bahwa engkau memahami kebenaran, dan ini juga tidak dapat menggantikan pengejaranmu akan kebenaran. Sebaliknya, jika engkau mengejar kebenaran, memahami banyak kebenaran, dan memiliki pemahaman yang cukup mendalam dan nyata akan kebenaran, ini akan menutupi banyak cacat dan masalah dalam kemanusiaanmu. Misalnya, katakanlah engkau pemalu dan introver, bicaramu terbata-bata, dan kurang berpendidikan—yang berarti, engkau memiliki banyak cacat dan kekurangan—tetapi engkau memiliki pengalaman nyata, dan meskipun engkau terbata-bata ketika berbicara, engkau mampu mempersekutukan kebenaran dengan jelas, dan persekutuan ini mendidik kerohanian setiap orang ketika mereka mendengarnya, menyelesaikan masalah, memungkinkan orang untuk keluar dari kenegatifan, dan menghilangkan keluhan serta kesalahpahaman mereka tentang Tuhan. Lihat, meskipun engkau berbicara dengan terbata-bata, perkataanmu dapat menyelesaikan masalah—betapa pentingnya perkataan ini! Ketika orang awam mendengarnya, mereka mengatakan bahwa engkau adalah orang yang tidak berpendidikan, dan engkau tidak mengikuti kaidah tata bahasa ketika berbicara, dan terkadang kata-kata yang kaugunakan juga tidak benar-benar tepat. Mungkin engkau menggunakan bahasa daerah, atau bahasa sehari-hari, dan kata-katamu kurang berkelas dan bergaya seperti kata-kata orang berpendidikan tinggi yang berbicara dengan sangat fasih. Namun, persekutuanmu mengandung kenyataan kebenaran, yang dapat menyelesaikan kesulitan orang, dan setelah orang mendengarnya, semua awan gelap di sekitar mereka lenyap, dan semua masalah mereka terselesaikan. Engkau lihat, bukankah memahami kebenaran itu penting? (Ya.) Katakanlah engkau tidak memahami kebenaran, dan meskipun engkau memiliki pengetahuan akademis dan berbicara dengan fasih, ketika semua orang mendengarmu berbicara, mereka berpikir, "Perkataanmu hanyalah doktrin, tidak ada sedikit pun kenyataan kebenaran di dalamnya, dan sama sekali tidak dapat menyelesaikan masalah nyata, jadi bukankah semua perkataanmu ini kosong? Engkau tidak memahami kebenaran. Bukankah engkau hanyalah orang Farisi?" Meskipun engkau membicarakan banyak doktrin, masalah tetap tidak terselesaikan, dan engkau berpikir, "Aku berbicara dengan sangat tulus dan sungguh-sungguh. Mengapa kalian belum memahami apa yang kukatakan?" Engkau menyampaikan banyak sekali doktrin, tetapi mereka yang negatif tetap negatif, dan mereka yang memiliki kesalahpahaman tentang Tuhan tetap memiliki kesalahpahaman tersebut, dan tak satu pun kesulitan yang ada dalam pelaksanaan tugas mereka telah terselesaikan—ini berarti bahwa perkataan yang kauucapkan hanyalah omong kosong. Sebanyak apa pun cacat dan kekurangan yang ada dalam kemanusiaanmu, jika perkataan yang kauucapkan mengandung kenyataan kebenaran, persekutuanmu akan dapat menyelesaikan masalah; jika perkataan yang kauucapkan adalah doktrin, dan tidak terdapat sedikit pun pengetahuan nyata, maka sebanyak apa pun engkau berbicara, engkau tidak akan dapat menyelesaikan masalah nyata yang orang miliki. Dengan cara apa pun orang memandangmu, selama hal-hal yang kaukatakan tidak sesuai dengan kebenaran, dan tidak dapat mengatasi keadaan orang, ataupun menyelesaikan kesulitan yang orang miliki, orang-orang tidak akan mau mendengarkanmu. Jadi, mana yang lebih penting: kebenaran atau kondisi orang-orang itu sendiri? (Kebenaran lebih penting.) Mengejar kebenaran dan memahami kebenaran adalah hal yang paling penting. Jadi, apa pun cacat yang kaumiliki dalam hal kemanusiaanmu atau kondisi bawaanmu, engkau tidak boleh dikekang oleh hal-hal tersebut. Sebaliknya, engkau harus mengejar kebenaran, dan mengatasi berbagai cacatmu dengan memahami kebenaran, dan jika engkau menemukan beberapa kekurangan dalam dirimu, engkau harus segera memperbaikinya. Ada orang-orang yang tidak berfokus mengejar kebenaran, dan sebaliknya selalu berfokus menyelesaikan kesulitan, kekurangan, dan cacat dalam kemanusiaan mereka, serta memperbaiki masalah dengan kemanusiaan mereka, dan ternyata mereka telah berusaha keras selama bertahun-tahun tanpa mendapatkan hasil yang jelas, dan akibatnya mereka merasa kecewa dengan diri mereka sendiri, dan berpikir bahwa kemanusiaan mereka terlalu buruk dan bahwa mereka tidak dapat diselamatkan. Bukankah ini sangat bodoh?
Ada orang-orang yang terlihat lemah lembut, toleran, dan sabar; mereka berbicara dengan penuh sopan santun dan melaksanakan pekerjaan secepat dan sekuat kilat dengan sikap berwibawa. Kemanusiaan mereka tampak sangat sempurna, dan mereka memiliki sikap standar seorang pemimpin. Namun, mereka sama sekali tidak memahami kebenaran, mereka berusaha menggunakan doktrin untuk menyelesaikan segala macam masalah, dan mereka tidak mampu melakukan pekerjaan substansial apa pun ataupun menerapkan pengaturan kerja. Bukankah mereka tidak berguna? Mereka adalah khas orang Farisi. Di luarnya, orang Farisi terlihat tak bercela dalam berpakaian, bermartabat, serta tenang dan percaya diri; mereka berbudaya, fasih dalam beretika, sopan, penuh kasih, toleran, dan sabar. Sikap mereka sangat pantas, dan mereka berbicara kepada orang lain dengan sangat lemah lembut, santun, dan rendah hati. Engkau tidak dapat melihat ketidaksempurnaan, celah, atau cacat apa pun dalam diri mereka. Dinilai dari kemanusiaannya, mereka tampak sangat dapat diandalkan, berwawasan luas, sopan, dan anggun, persis seperti pria-pria berbudaya dan elegan yang dibicarakan oleh orang Tionghoa. Kemanusiaan mereka terlihat sempurna, dan di luarnya, tidak ada kesalahan yang dapat ditemukan pada mereka, tetapi apakah mereka memahami maksud-maksud Tuhan? Apakah mereka memahami prinsip untuk melakukan segala macam hal? Orang-orang ini mampu berbicara selama berjam-jam di setiap pertemuan, dan mereka yang tidak memahami kebenaran memuja mereka dengan penuh kekaguman, berpikir bahwa mereka berbicara dengan sangat fasih, dan mengungkapkan diri dengan cara yang sangat jelas dan logis. Namun, mereka yang memahami kebenaran tahu setelah mendengarkan orang-orang ini bahwa yang mereka bicarakan hanyalah doktrin, dan bahwa itu tidak menyelesaikan kesulitan nyata orang dengan menargetkan masalah mereka. Orang-orang ini mengabaikan kesulitan nyata yang sebenarnya orang miliki, dan hanya tahu bagaimana mengkhotbahkan doktrin kosong dan berbicara tanpa henti tentang teori yang muluk-muluk dan hampa. Setelah berbicara, mereka bahkan merasa sangat bangga akan diri mereka sendiri, mengira bahwa mereka memahami kebenaran dan memiliki kenyataan kebenaran. Sebenarnya, yang mereka usahakan hanyalah menutupi penampilan luar dari kemanusiaan mereka untuk membuatnya tampak sempurna dan elegan, membuatnya terlihat luhur dan agung. Namun, esensi dan watak rusak mereka yang menentang Tuhan belum berubah sedikit pun. Gagasan mereka tentang Tuhan, pemberontakan mereka terhadap-Nya, kesalahpahaman, kewaspadaan, dan kecurigaan mereka terhadap Tuhan, dan terutama tuntutan mereka yang tidak masuk akal serta keinginan mereka yang berlebihan terhadap Tuhan memenuhi seluruh pikiran mereka. Mereka sama sekali tidak mengejar kebenaran, mereka juga sama sekali tidak menerima kebenaran. Jadi, menggambarkan kemanusiaan mereka sebagai "sempurna" adalah menggunakan "sempurna" dalam arti yang merendahkan, karena tidak ada kemanusiaan yang sempurna; "kesempurnaan" mereka hanyalah kedok dan penyamaran. Kemanusiaan tanpa cacat itu tidak ada; itu hanyalah kedok, jangan memercayai mereka. Makin orang terlihat sempurna di luarnya, makin engkau harus waspada terhadap mereka, mengamati mereka, dan mengenali mereka. Bagaimana engkau mengenali mereka? Berinteraksilah lebih banyak dengan mereka, bicaralah lebih banyak dengan mereka, dan lihat apakah mereka mengenal diri mereka sendiri. Misalkan mereka berkata, "Aku ini setan, aku ini Iblis, aku menentang Tuhan, aku rusak! Aku orang berdosa, seorang pendosa besar, Tuhan tidak berkenan akan aku, Tuhan membenciku!" atau, "Aku buta dan bodoh, miskin dan menyedihkan! Aku kotor, aku najis!" Adakah fakta nyata sedikit pun dalam perkataan ini? Adakah pemahaman yang substansial? (Tidak ada.) Mereka sama sekali tidak memahami watak rusak mereka sendiri; mereka bahkan tidak mengakui fakta bahwa mereka memiliki watak yang rusak. Mereka hanya belajar mengucapkan kata-kata kosong dan beberapa teori. Kata-kata dan teori kosong ini bukanlah pemahaman yang berasal dari apa yang telah mereka rasakan atau alami di lubuk hati mereka; itu hanyalah kata-kata yang enak didengar, semuanya hanyalah kedok yang mereka tampilkan. Jika engkau kemudian meminta mereka untuk berbicara tentang pengalaman mereka sendiri, bagaimana mereka mulai memahami watak rusak mereka sendiri, dan pemangkasan apa yang telah mereka jalani, serta firman Tuhan mana yang telah mereka baca untuk membereskan watak rusaknya, mereka bertindak seolah-olah tidak mendengarmu, dan kembali mengucapkan sekumpulan kata-kata tak berguna: "Kualitasku rendah, aku terlahir sebagai orang berdosa, aku hanyalah orang hina di tumpukan kotoran, aku tidak layak menerima keselamatan dari Tuhan! Aku memiliki watak yang rusak, dan aku tidak mampu memberi kesaksian bagi Tuhan di mana pun aku berada; aku hanya suka memiliki status." Jika engkau bertanya dengan cara apa mereka berusaha menyelesaikan hal ini, mereka tetap akan memberimu jawaban yang tidak ada kaitannya: "Orang tidak seharusnya memiliki status; begitu orang memiliki status, mereka sudah tamat. Mengejar status adalah keinginan yang berlebihan. Cobalah untuk menjadi orang yang paling tidak penting, dan di mana pun kau berada, duduklah di bangku terbawah, duduklah di tempat yang paling tidak mencolok. Orang haruslah rendah hati; ini disebut kerendahhatian." Apakah mereka telah mengalami perubahan yang substansial? Apakah mereka memiliki pengalaman nyata? (Tidak.) Tak satu pun dari hal-hal ini telah terjadi. Apakah mereka memahami watak rusak mereka sendiri? (Tidak.) Mereka tidak memahami hal itu. Jadi, apakah mereka menerima kebenaran atau firman Tuhan? (Tidak.) Orang yang tidak mengakui bahwa mereka memiliki watak rusak tidak pernah menerima kebenaran. Jika mereka menerima kebenaran, mereka akan membandingkan setiap perkataan dan tindakan mereka serta perwujudan kerusakan mereka terhadap firman Tuhan. Ketika mereka memperlihatkan kerusakan, mereka akan merenungkan diri mereka sendiri, bertanya pada diri sendiri mengapa, dalam konteks tertentu, mereka memperlihatkan kerusakan, dan apa yang mereka pikirkan serta apa yang mengendalikan mereka pada saat itu. Melalui penyingkapan firman Tuhan dan membuat perbandingan, mereka akan menemukan bahwa ini adalah watak yang rusak, dan bahwa mereka tidak sekudus atau semurni yang mereka bayangkan, bahwa ternyata mereka juga memiliki kelicikan, niat egois, ambisi, serta keinginan, dan bahwa mereka sama sekali bukan orang yang memiliki kenyataan kebenaran. Apakah mereka telah memiliki pengalaman seperti itu? Tidak. Mereka telah mengucapkan banyak perkataan, tetapi tak ada satu fakta pun yang membuktikan bahwa mereka mengakui bahwa mereka memiliki watak yang rusak. Mereka telah percaya kepada Tuhan selama bertahun-tahun, tetapi mereka sama sekali tidak memiliki pengalaman tentang kebenaran. Mereka hanya membicarakan doktrin, hanya berpikir bagaimana cara memasang kedok dan menghiasi diri mereka untuk menutupi kekurangan dan cacat dalam kemanusiaan mereka. Mereka menghiasi diri dengan perilaku lahiriah, tindakan, ekspresi wajah, sikap, dan perilaku spiritualitas yang palsu, sementara watak rusak mereka tetap terbungkus rapat, kokoh, dan aman di dalam diri mereka. Mereka tidak sedikit pun menerima berbagai masalah atau pernyataan yang Tuhan ungkapkan mengenai watak rusak manusia, dan mereka juga tidak memperhatikannya atau menyimpannya dalam hati; mereka hanya mengerahkan upaya untuk penampilan luar dari kemanusiaan mereka. Jika engkau kemudian meminta mereka untuk membicarakan pemahaman mereka tentang firman Tuhan, apakah mereka memiliki pemahaman atau penghargaan yang benar akan firman-Nya yang menghajar dan menghakimi, firman-Nya yang menyingkapkan watak rusak manusia, atau firman-Nya tentang watak Tuhan, mereka menghindari topik-topik nyata ini dan kembali melontarkan serangkaian teori rohani: "Tuhan adalah Sang Pencipta, Tuhan berdaulat atas segala sesuatu, perbuatan Tuhan sungguh menakjubkan! Tuhan itu layak dipuji dan dimuliakan, Tuhan itu unik, otoritas dan kuasa Tuhan adalah yang tertinggi!" Orang-orang berkata, "Kalau begitu, bicarakanlah tentang pengalamanmu sendiri. Dalam hal apa kau melihat watak Tuhan dan kekudusan Tuhan?" Mereka menjawab, "Tuhan itu terlalu agung, manusia itu terlalu tidak berarti, manusia tidak layak! Di mata Tuhan, manusia lebih rendah bahkan daripada semut di tanah. Tuhan meninggikan manusia!" Apakah mereka memiliki pemahaman semacam ini sedikit pun? (Tidak.) Mereka sama sekali tidak memiliki pemahaman semacam ini. Orang macam apa mereka? (Orang Farisi yang munafik.) Mereka adalah orang Farisi yang munafik. Mereka tidak sedikit pun menerima kebenaran; firman Tuhan dan kebenaran hanyalah slogan dan doktrin di mata mereka. Mereka biasanya membaca firman Tuhan, menulis catatan renungan rohani, dan menghadiri pertemuan serta mendoa-bacakan firman Tuhan—mereka melakukan semua prosedur ini tanpa kehilangan satu pun atau tanpa melewatkan satu pun. Jadi, apa yang telah mereka serap dari membaca firman Tuhan ini? Apa yang telah mereka peroleh? Mereka tidak membaca firman Tuhan untuk memahami kebenaran, apalagi untuk mencocokkan firman-Nya dengan watak rusak mereka sendiri, dengan gagasan dan imajinasi mereka, atau dengan pemikiran dan pandangan mereka yang menyimpang, sehingga mereka dapat menyelesaikan masalah mereka, dan mulai memiliki jalan untuk diikuti dalam penerapan mereka. Mereka membaca firman Tuhan untuk memperlengkapi diri mereka dengan doktrin sehingga mereka dapat menceramahi dan mengajar orang lain di pertemuan. Yang mereka katakan selalu berbeda, dan mereka dapat berbicara terus-menerus dalam waktu yang lama, memilih firman Tuhan yang berbeda untuk dipersekutukan kepada orang yang berbeda, dengan tujuan membuat orang lain menghormati dan memuja mereka. Ada orang-orang yang sangat mahir dalam menyamarkan diri—hingga mencapai taraf apakah tercelanya mereka? Ketika mendengar firman yang Kusampaikan dan merasa itu bermanfaat, mereka menghafalkannya, lalu mencari kesempatan untuk pamer selama pertemuan. Khususnya, ketika mereka berada di antara kelompok orang-orang yang baru percaya—orang-orang yang belum banyak mendengar khotbah, dan yang tidak dapat mengingat firman Tuhan sekalipun telah membaca beberapa—mereka memanfaatkan kesempatan ini dan mulai pamer dan menyombongkan diri di antara orang-orang percaya baru tersebut. Setelah mendengarkan mereka, semua orang berpikir, "Orang ini telah diterangi oleh Roh Kudus, mereka rohani." Menggunakan cara-cara seperti itu untuk menyombongkan diri agar orang lain menghormati dan memuja mereka—bukankah ini tercela? Bukankah ini menyesatkan orang? (Ya.) Ini menyesatkan orang.
Jika, di sepanjang hidupmu, engkau mencari prinsip-prinsip kebenaran dan mencari firman Tuhan sebagai dasar untuk membereskan watak rusakmu dan hal-hal dalam dirimu yang tidak sesuai dengan kebenaran, pada akhirnya engkau pasti akan menjadi orang yang memperoleh keselamatan. Namun misalkan, di sepanjang hidupmu, engkau memfokuskan upayamu dan mencari jalan untuk memperbaiki kekurangan dan cacat dalam kemanusiaanmu, merancang segala macam cara untuk menyingkirkan segala kekurangan dan cacat itu dari dirimu, sehingga engkau dapat menjadi orang yang berbeda dari yang lain, sempurna, dan tanpa cela. Ada orang-orang yang bahkan berkata, "Aku ingin menjadi orang yang murni, orang yang luhur dan agung, orang yang melampaui semua kemanusiaan yang normal." Biar Kuberitahukan kepadamu: Dengan melakukan ini, engkau telah gagal! Apa pun kekurangan atau cacat dalam kemanusiaanmu yang berusaha kauperbaiki, itu tidak ada hubungannya dengan keselamatanmu, karena engkau mengejar kebenaran bukan untuk membereskan watak rusakmu. Jika engkau memperbaiki cacat dan kekurangan dalam kemanusiaanmu, paling-paling ini hanya berarti bahwa tidak ada kekurangan dalam kemanusiaan yang dapat dilihat dalam dirimu dari luar, dan di luarnya, engkau terlihat sempurna dan sopan. Belum lagi ada fakta bahwa kekurangan dan cacat dalam kemanusiaanmu pada dasarnya mustahil untuk diubah; sekalipun itu diubah, kekurangan dan cacatmu yang lebih besar—yakni watak rusakmu—masih tersembunyi di dalam dirimu! Makin engkau mengenakan kedok dan mengejar kemanusiaan yang sempurna yang tanpa cacat apa pun, makin watak rusakmu akan menjerat dan mengikatmu secara mendalam dan erat, membuatmu jauh makin congkak, licik, jahat, dan keras kepala. Lalu apa akibatnya? Itu membuatmu makin jauh dari kebenaran dan dari jalan mengejar kebenaran. Pada akhirnya, penyingkiran akan menjadi kesudahanmu, dan engkau akan tamat. Tidak mungkin Tuhan akan membuat pengecualian dan menyelamatkanmu hanya karena engkau tampak sempurna di luarnya atau terlihat sebagai orang yang murni. Sebaliknya, makin engkau mengejar kemanusiaan yang sempurna tanpa cacat, makin Tuhan akan membencimu dan tidak bekerja dalam dirimu. Namun, ada orang-orang yang sering kali merasa menyesal dan sedih karena mereka memperlihatkan watak yang rusak. Sementara merasa menyesal, mereka mengembangkan tekad untuk mengejar kebenaran, mereka mampu menanggung kesukaran dan membayar harga untuk memperoleh kebenaran, mereka gigih dalam membaca firman Tuhan setiap hari, berdoa kepada Tuhan, dan mencari kebenaran dalam segala hal. Dengan cara ini, mereka menjadi makin jelas tentang kebenaran, secara bertahap memperoleh jalan masuk, keuntungan, dan benar-benar hidup dalam segala aspek kebenaran. Pada akhirnya, ketika menghadapi berbagai macam orang, peristiwa, dan hal-hal, mereka memiliki prinsip-prinsip kebenaran yang sesuai untuk diterapkan dan digunakan untuk memeriksa. Setelah bertahun-tahun mengalami, melalui hajaran dan penghakiman Tuhan, pemangkasan, dan juga melalui harga yang telah mereka bayar dalam mengejar kebenaran, di dalam dirinya, mereka lambat laun mulai memiliki kebenaran sebagai hidup mereka. Harapan mereka untuk memperoleh keselamatan menjadi jauh lebih besar, dan kemungkinan mereka memberontak dan mengkhianati Tuhan menjadi jauh makin kecil. Meskipun cacat dan kekurangan dalam kemanusiaan mereka serta kondisi bawaan mereka pada dasarnya tetap tidak berubah, watak rusak mereka terus mereda, mereka makin jarang menentang dan memberontak terhadap Tuhan, mereka makin disukai oleh Tuhan, makin mendidik kerohanian orang lain, dan makin layak untuk dipakai. Jika orang-orang seperti ini terus menempuh jalan ini, mereka pasti akan menjadi orang-orang yang memperoleh keselamatan; inilah orang-orang yang bermaksud Tuhan selamatkan melalui pekerjaan-Nya. Amatilah orang-orang di sekitarmu. Lihatlah siapa yang selalu gigih mengerahkan upaya yang tekun untuk penampilan, cacat, kekurangan, dan kelemahan dalam kemanusiaan mereka, berusaha semaksimal mungkin untuk menutupi dan menyamarkan diri mereka demi mendapatkan penghormatan, kekaguman, dan pemujaan dari orang lain, serta demi memiliki status di hati orang-orang—orang-orang jenis ini adalah orang Farisi. Orang Farisi hanya memiliki satu hasil akhir: binasa bersama tikus. Jadi Kukatakan bahwa orang-orang jenis ini sudah tamat dan disingkirkan.
Dari awal hingga akhir, pekerjaan yang Tuhan lakukan bukanlah untuk mengubah cacat dan kekurangan dalam kemanusiaan yang orang miliki, melainkan untuk memulihkan hati nurani dan nalar kemanusiaan yang normal. Yang ingin Tuhan ubah adalah watak rusak manusia. Tentu saja, Tuhan juga sering berfirman tentang menyingkirkan watak rusak manusia dan dengan demikian memungkinkan mereka untuk memperoleh keselamatan. Jadi, di atas landasan apa pemulihan kemanusiaan yang normal dibangun? Itu dibangun di atas landasan orang telah membuang watak rusak mereka. Kemanusiaan normal yang orang miliki secara bertahap dipulihkan adalah berarti bahwa hati nurani mereka memperoleh perasaan, nalar mereka menjadi makin normal, dan mereka mampu melakukan hal-hal yang benar dan mengucapkan kata-kata yang benar dari perspektif kemanusiaan yang normal; mereka tidak menyebabkan kekacauan atau gangguan, ucapan dan tindakan mereka tidak impulsif, buta, atau terburu nafsu, tetapi sepenuhnya didasarkan pada prinsip-prinsip firman Tuhan, nalar mereka sangat normal, dan kemanusiaan mereka sangat jujur dan baik. Jadi, di atas dasar apa hal-hal ini dapat diperoleh, dan tingkat pemulihan ini dicapai? Ini diperoleh di atas dasar diubahnya watak rusak yang orang miliki, di atas dasar orang membuang watak rusak mereka dengan menerapkan kebenaran dan menerima penghakiman serta hajaran Tuhan. Namun, jika watak rusakmu tidak diubah atau dibuang, maka sekalipun kemanusiaanmu relatif baik dan engkau memiliki hati nurani dan nalar, tanpa kebenaran sebagai hidupmu, hati nurani dan nalarmu tidak dapat menjadi yang memimpin, dan engkau akan tetap sering dipengaruhi, diprovokasi, dan dihasut oleh watak rusakmu untuk melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hati nurani dan nalarmu. Oleh karena itu, sekalipun engkau memiliki sedikit rasa keadilan, itu hanyalah semacam harapan dan tekad. Engkau hanya memiliki sedikit kemanusiaan yang baik, tetapi karena watak rusakmu adalah hidupmu dan mengendalikanmu dari dalam, apa yang dapat kaucapai hanyalah tidak melakukan kejahatan dan tidak mengambil inisiatif untuk menipu dan menyakiti orang lain, yang sudah cukup baik. Dengan kata lain, engkau hanya dapat memastikan bahwa engkau tidak berbuat jahat ketika kepentingan pribadimu tidak terpengaruh, dan begitu kepentingan pribadimu terpengaruh, watak rusakmu akan muncul untuk menekan hati nurani dan nalarmu, membuatmu membela kepentingan dan hakmu sendiri dan dengan demikian, akan sangat sulit bagimu untuk membiarkan hati nurani dan nalar menjadi yang memimpin. Mengapa demikian? Karena kebenaran bukanlah hidupmu; sebaliknya, watak rusak Iblislah yang menjadi hidupmu. Oleh karena itu, engkau hanya dapat memperlihatkan sedikit hati nurani atau nalar dalam kemanusiaanmu ketika kepentinganmu tidak dirugikan. Begitu kepentinganmu dirugikan atau terancam, watak rusakmu akan segera muncul untuk menekan hati nurani dan nalarmu, membuatmu melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hati nurani dan nalar—yaitu, hal-hal yang bertentangan dengan moralitas dan keadilan moral—dan engkau bahkan mungkin akan mampu melakukan apa pun. Tentu saja, dapat dikatakan bahwa semua tindakan ini bertentangan dengan kebenaran; hal ini tak terhindarkan. Oleh karena itu, apa yang orang jalani tidak bergantung pada kondisi kemanusiaan mereka, melainkan pada esensi kehidupan batin mereka. Jika mereka benar-benar menjadikan kebenaran sebagai hidup mereka, kehidupan mereka akan mengandung kebenaran, firman Tuhan, dan cara untuk takut akan Tuhan serta menjauhi kejahatan. Dengan demikian, hati nurani dan nalar kemanusiaan normal mereka akan tetap berada dalam keadaan optimal dan mampu berfungsi, memungkinkan mereka untuk menerapkan kebenaran dan bertindak berdasarkan prinsip. Namun, jika esensi kehidupan yang orang miliki adalah watak rusaknya, maka hati nurani dan nalar mereka akan direduksi ke standar terendah, yaitu mereka sekadar tidak berada di bawah batas terendah kemanusiaan. Apakah batas terendah ini? "Aku tidak akan menyerang kecuali aku diserang; jika aku diserang, aku pasti akan menyerang balik"; "Gigi ganti gigi, mata ganti mata"; "Kuperlakukan orang lain sama seperti cara mereka memperlakukanku". Apa lagi? "Lebih baik menjadi orang yang benar-benar hina daripada menjadi orang yang pura-pura bermartabat." Ini adalah batas terendah orang-orang tidak percaya dalam cara mereka berperilaku. Bagi orang tidak percaya, mampu menerapkan dengan cara ini sudah sangat baik. Apa yang engkau semua pahami dari hal ini? Jika engkau tidak mengejar kebenaran, watak rusakmu tidak akan dibuang, esensi hidupmu tidak akan berubah, dan jika esensi hidupmu tidak berubah, maka hati nurani dan nalar kemanusiaan normalmu tidak akan dipulihkan dalam esensinya, dan hanya, dalam bentuknya, tidak akan berada di bawah batas terendah kemanusiaan. Namun, jika watak rusakmu telah dibuang dan esensi kehidupanmu telah berubah, maka hati nurani dan nalar kemanusiaan normalmu, hingga taraf tertentu, akan menjadi optimal dan meningkat. Apa yang dimaksud dengan "optimal" dan "meningkat" di sini? Artinya, hati nurani dan nalarmu mulai berfungsi secara normal—bukan hanya sekadar tidak melewati batas terendah, melainkan mencapai standar penerapan kebenaran. Orang-orang yang disebut baik di antara orang-orang tidak percaya hanya memperlihatkan sedikit hati nurani dan nalar, tidak melakukan kejahatan yang jelas, dan tidak melewati batas terendah keadilan moral. Ini sudah sangat baik; mereka dapat dianggap sebagai orang yang sangat baik. Namun, orang-orang yang memiliki kebenaran sebagai hidup mereka melebihi hal ini; mereka memiliki kemampuan untuk membedakan yang benar dan yang salah, serta mampu mengidentifikasi berbagai macam hal yang benar dan yang salah, serta mengidentifikasi berbagai jenis orang. Lalu, apa dasar mereka? Dasar mereka adalah prinsip-prinsip kebenaran. Mereka memiliki prinsip-prinsip kebenaran—bukankah ini jauh lebih tinggi daripada standar hati nurani dan nalar? (Ya.) Karena mereka memahami kebenaran dan memiliki kebenaran sebagai hidup mereka, dan dasar yang mereka gunakan untuk mengidentifikasi berbagai hal jauh lebih tinggi daripada standar orang rusak biasa, mereka akan dengan gigih bertindak berdasarkan prinsip-prinsip kebenaran ketika menghadapi hal-hal yang rumit. Setelah memahami prinsip-prinsip kebenaran, pikiran mereka tidak akan bingung dan pemikiran mereka akan jernih. Apa artinya jernih? Itu berarti rasional. Serumit apa pun hal-hal yang mereka hadapi, prinsip-prinsip kebenaran untuk diterapkan terukir di dalam hati mereka; mereka telah memahami kebenaran secara akurat dan menyeluruh, dan itu telah menjadi hidup mereka. Dalam menghadapi segala macam orang, peristiwa, dan hal yang kompleks, mereka memiliki kriteria dasar, yaitu menaati prinsip-prinsip kebenaran. Prinsip-prinsip kebenaran ini memungkinkan mereka untuk mengetahui yang sebenarnya tentang berbagai hal rumit dan realitas masalahnya; mereka mampu mengidentifikasi hal-hal ini. Seperti inilah rasionalitas mereka. Bukankah rasionalitas ini lebih tinggi daripada rasionalitas orang biasa? (Ya.) Dengan demikian, setelah mencapai tingkat ini, bukankah rasionalitas mereka telah menjadi meningkat dan optimal? (Ya.) Kemanusiaan normal seperti inilah yang Tuhan inginkan; Tuhan tidak menginginkan orang-orang yang bingung. Ada orang-orang yang berkata, "Aku ini polos dan pengecut, dan aku selalu ditindas," sementara yang lain berkata, "Kualitasku sangat buruk, dan aku tidak memiliki kemampuan atau bakat apa pun." Tuhan berfirman bahwa hal-hal ini tidak penting, dan yang penting adalah apakah engkau memahami prinsip-prinsip kebenaran. Jika engkau memahami prinsip-prinsip kebenaran, dan engkau berbicara serta bertindak berdasarkan standar dan prinsip untuk menjadi orang yang jujur, maka sekalipun orang-orang tidak percaya mengejekmu sebagai orang bodoh, itu sebenarnya bukanlah kebodohan. Mengapa? Karena, setelah engkau memahami prinsip-prinsip kebenaran, nalarmu menjadi sehat dan optimal, lebih tinggi daripada nalar orang biasa. Ketika menghadapi hal apa pun, engkau tidak menjadi bingung; engkau memiliki prinsip, pendirian, dan tujuan yang benar sebagai dasar untuk menangani hal tersebut. Pikiranmu terang dan pemikiranmu jernih. Ketika engkau bertindak, berusaha memenuhi prinsip dan standar itu, engkau pasti tidak akan bertentangan dengan maksud-maksud Tuhan; engkau pasti akan bertindak sesuai dengan maksud-maksud-Nya. Setelah engkau menangani hal tersebut, entah pada saat itu orang-orang mengetahui yang sebenarnya tentang hal itu atau tidak, setelah cukup waktu berlalu dan orang-orang mengerti, mereka semua akan sepenuhnya yakin, dan tahu bahwa caramu dalam menangani hal itu sangatlah bermanfaat. Jadi, apa akar penyebab tercapainya efek seperti itu? Akar penyebabnya adalah karena engkau memiliki kebenaran sebagai hidupmu. Hanya dengan demikian rasionalitasmu dapat memungkinkanmu untuk memiliki penilaian yang akurat, penggolongan yang akurat, dan kesimpulan yang akurat tentang siapa pun dan apa pun, serta prinsip-prinsip penerapan yang akurat, dan tentu saja, prinsip-prinsip yang akurat untuk membantu dan membimbing orang-orang. Bukankah rasionalitasmu telah menjadi meningkat dan optimal? Dari manakah kemanusiaan yang normal memperoleh rasionalitas seperti itu? (Kebenaran.) Orang yang memiliki kebenaran sebagai hidup mereka adalah umat manusia yang Tuhan inginkan. Mungkin engkau bodoh, polos, pengecut, dan tidak kompeten, mungkin engkau tidak populer dan ditindas oleh orang-orang di dunia, tetapi semua ini tidak penting; ini bukanlah yang Tuhan lihat. Mungkin engkau sangat cakap di dunia ini, khususnya mahir membaca orang, mengenali tren, dan menyesuaikan diri dengan keadaan, tetapi ini juga tidak ada gunanya; itu bukan berarti engkau memiliki rasionalitas yang sehat. Hanya setelah engkau menerima kebenaran, mengerti kebenaran, dan telah memahami, menerapkan, dan memperoleh pengalaman akan semua kebenaran, dan kebenaran telah menjadi hidupmu, barulah engkau mampu menjadi akurat dalam mengidentifikasi, menilai, dan mengambil keputusan tentang berbagai hal.
Mengenai hati nurani—apa arti hati nurani yang telah kita sebutkan sebelumnya? Hati nurani adalah rasa keadilan dan kebaikan dalam kemanusiaan yang normal. Seseorang haruslah berintegritas dan baik hati agar dapat dikatakan memiliki hati nurani. Lalu, bagaimana agar integritas dan kebaikan dalam kemanusiaan yang normal dapat dioptimalkan dan ditingkatkan setelah orang percaya kepada Tuhan? Ini haruslah dibangun di atas landasan memahami kebenaran. Itu berarti, setelah orang memahami kebenaran, kriteria yang mereka gunakan dalam cara mereka berperilaku dan bertindak akan menjadi tujuan positif, yang akan memberikan dampak, nilai, dan makna positif bagi diri mereka sendiri dan bagi orang lain. Setelah memahami kebenaran, mereka akan memandang dan menangani segala sesuatu berdasarkan prinsip-prinsip kebenaran yang Tuhan ajarkan. Di mata orang lain, orang-orang seperti ini cukup berintegritas. Apa arti integritas? Berintegritas berarti tidak condong ke kiri atau ke kanan, tidak condong ke arah sikap yang terburu nafsu, perasaan, kepentingan atau hubungan pribadi, atau niat pribadi, tetapi menerapkan ke arah tujuan yang paling tepat dan paling semestinya, tujuan yang paling layak mendapatkan rasa hormat, kekaguman, dan penghargaan tinggi dari orang-orang—atau, dapat dikatakan, menerapkan ke arah tujuan yang dipandang baik oleh Tuhan dan diperkenan oleh-Nya. Bukankah ini lebih tinggi daripada "integritas" menurut pandangan manusia biasa yang rusak? (Ya.) Apa arti integritas ini? Itu berarti sepenuhnya berdasarkan prinsip-prinsip kebenaran, sepenuhnya berdasarkan firman Tuhan, dan dibangun di atas landasan hati nurani. Ketika orang memahami kebenaran, mereka memiliki cara dan prinsip untuk menyelesaikan masalah dan menangani berbagai hal, jadi bukankah itu berarti hati nurani orang ini cukup sempurna? Bukankah hati nuraninya telah dioptimalkan? (Ya.) Bukankah manusia sejati, makhluk ciptaan sejati, haruslah memiliki hati nurani seperti itu? Bukankah mereka harus memiliki integritas dalam pengertian ini? (Ya.) Manusia sejati harus memiliki integritas dalam pengertian ini, yang sesuai dengan kebenaran, bukan integritas yang orang bicarakan—yakni dengan dengan teguh bersikap jujur dan tidak memihak, terbuka dan terang-terangan, atau "pria sejati tidak menyembunyikan apa pun dan selalu mendukung tindakannya". Itu adalah sikap terburu nafsu, tidak mengandung isi yang nyata, dan sepenuhnya kepura-puraan yang orang lakukan. Integritas memiliki kebenaran sebagai dasarnya; terdapat penerapan yang dijalani secara nyata di dalamnya. Artinya, orang dengan kemanusiaan yang normal memiliki kebenaran sebagai sumber dan titik awalnya, dan mampu memperlakukan dan menangani berbagai hal berdasarkan firman Tuhan—inilah yang disebut integritas. Kebaikan sudah pasti lebih dari itu; kebaikan setidaknya melampaui standar hati nurani dan nalar. Di dalam kebaikan, tidak terdapat kemunafikan, apalagi kekejaman. Kebaikan berarti bertindak sepenuhnya berdasarkan cara-cara yang bermanfaat dan mendidik kerohanian orang lain, serta sekaligus sesuai dengan tuntutan Tuhan; kebaikan berarti bertindak sepenuhnya berdasarkan tujuan dan kriteria takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, memuaskan Tuhan, dan mengikuti jalan Tuhan. Ini adalah hal yang paling baik dan paling indah di dunia ini, di seluruh alam semesta. Orang yang memiliki firman Tuhan atau kebenaran sebagai hidupnya pasti memiliki hati yang paling baik, karena mereka mampu menerima kebenaran, dan ini sepenuhnya memenuhi standar yang Tuhan tuntut terhadap manusia. Karena mereka memiliki kemanusiaan semacam ini, adalah tepat untuk dikatakan bahwa mereka berintegritas, dan juga tepat untuk dikatakan bahwa mereka baik hati. Ini karena mereka mampu menerima dan menerapkan kebenaran, serta tidak mengikuti perasaan atau tidak memiliki ambisi atau keinginan dalam pelaksanaan tugas mereka, dan mereka tidak menyimpan racun budaya tradisional dalam diri mereka, dan standar mereka untuk mengukur moralitas dan kemanusiaan tidak dicemari oleh falsafah, pemikiran, atau pandangan Iblis mana pun—itu sepenuhnya sesuai dengan kebenaran. Jadi katakan kepada-Ku, bukankah kemanusiaan yang mengandung hati nurani dan nalar semacam itu sudah sangat optimal? (Ya.) Karena orang semacam ini memiliki kebenaran, dan karena esensi kehidupan yang mereka jalani adalah kebenaran, kemanusiaan mereka yang memiliki esensi kehidupan semacam itu adalah sempurna. Jika engkau semua tidak suka mendengar kata "sempurna", maka Aku juga bisa menyebutnya "optimal". Setidaknya, di mata Tuhan, mereka optimal dan dikasihi oleh Tuhan. Tuhan menggunakan sedikit kesadaran hati nurani, nalar, dan rasa malu yang orang miliki untuk mengerjakan firman-Nya dan kebenaran dalam diri mereka. Ketika kebenaran firman Tuhan dikerjakan dalam dirimu, hati nurani dan nalarmu bukan saja tidak melemah atau tersembunyi, melainkan juga menjadi makin normal dan optimal. Umat manusia seperti itulah yang Tuhan inginkan. Mari kita tidak menyebutnya sempurna, mari kita menyebutnya optimal. Mengapa tidak menyebutnya sempurna? Jika Kusebut sempurna, beberapa orang yang tidak memiliki pemahaman rohani akan berkata, "Bukankah Engkau berfirman untuk tidak menjadi orang yang sempurna?" Jadi, Aku harus menghindari kata ini, kalau-kalau ada yang salah paham. Sebenarnya, jika sesuatu itu optimal di mata Tuhan, maka di antara manusia ciptaan, itu dapat dikatakan sempurna. Kesempurnaan ini bukanlah kesempurnaan dalam imajinasi manusia, melainkan suatu hal yang indah dan baik, suatu kekuatan keadilan, dan juga suatu hal yang positif, yang patut dipuji, dirindukan, dihargai, dihormati, dan dipandang berharga oleh manusia. Oleh karena itu, jika engkau ingin hati nuranimu tidak hanya berhenti di taraf tidak melewati batas terendah kemanusiaan dalam caramu berperilaku, tetapi ingin membuat hati nuranimu lebih peka, lebih sadar, dan membuat nalarmu memenuhi tuntutan Tuhan, engkau hanya memiliki satu jalan. Jalan ini bukanlah mengatasi berbagai kekurangan dan cacat dalam kemanusiaan, melainkan mengejar kebenaran, mengerahkan upaya ke dalam berbagai kebenaran yang Tuhan ajarkan kepada manusia, serta memahami apa standar yang Tuhan tuntut terhadapmu dalam hal berbagai orang, peristiwa, dan hal-hal, serta dalam bagaimana engkau harus memandang, memperlakukan, dan menangani orang, peristiwa, dan hal-hal tersebut. Tuhan memiliki prinsip dan standar yang dituntut-Nya mengenai semua aspek ini. Apa tugasmu? Tugasmu adalah menerapkan menuju ke arah ini, tujuan ini, berdasarkan standar-standar ini. Pertama, cari dan pahamilah standar-standar untuk menerapkan kebenaran. Selanjutnya, tuntutlah dirimu sendiri berdasarkan standar yang Tuhan tuntut, sambil sekaligus melepaskan berbagai pemikiran, pandangan, aturan, peraturan, dan sebagainya dalam gagasan dan imajinasimu yang tidak sesuai dengan firman Tuhan atau kebenaran. Kemudian, biarkan firman Tuhan sedikit demi sedikit menjadi prinsip penerapanmu. Sembari belajar melepaskan, jangan lupa: Tujuan melepaskan bukanlah untuk membuatmu menjadi orang yang hatinya kosong; Tuhan ingin hidupmu memiliki isi. Apa yang dimaksud dengan isi tersebut? Isi yang dimaksud adalah prinsip-prinsip yang Tuhan tuntut mengenai berbagai hal. Tentu saja, Tuhan tidak ingin orang mengubah berbagai prinsip penerapan menjadi teori-teori kosong, hanya membicarakannya tetapi tidak menerapkannya. Sebaliknya, Dia berharap orang mampu dengan teguh menjadikan prinsip-prinsip kebenaran ini menjadi bagian dari hidup mereka, dan membawa firman Tuhan ke dalam kehidupan nyata mereka. Ambil contoh, melaksanakan tugas—standar apa yang Tuhan tuntut untuk orang penuhi dalam hal ini? Bahwa mereka harus berperilaku dengan cara yang praktis dan realistis serta sesuai dengan tempat mereka yang semestinya. Itu berarti, dalam melaksanakan tugasmu, engkau harus praktis dan realistis, tidak boleh bersikap asal-asalan atau sambil lalu, tidak boleh melakukannya sekadar rutinitas, atau hanya untuk dilihat orang lain, dan engkau juga tidak boleh pamer; tentu saja, yang terlebih penting adalah engkau harus bertindak berdasarkan prinsip-prinsip kebenaran. Engkau harus bertindak dengan cara yang Tuhan beritahukan kepadamu, dan engkau harus menahan diri untuk tidak melakukan hal-hal yang tidak Tuhan perbolehkan. Jika engkau tidak mampu sepenuhnya menahan diri untuk tidak melakukan hal-hal tersebut, mulailah dengan menguranginya, memberontak terhadap keinginan dan preferensimu sendiri, dan secara bertahap mulai menahan diri sepenuhnya untuk tidak melakukannya—bukankah ini mudah untuk dicapai? (Ya.) Dalam proses mengejar keselamatan, engkau harus bertekad dan melepaskan berbagai watak rusak yang disingkapkan oleh firman Tuhan. Tentu saja, melepaskan watak rusak ini bukanlah tujuan utama. Tujuan utamanya adalah bahwa dengan prasyarat melepaskan watak rusak ini, engkau menerima firman Tuhan dan tuntutan Tuhan. Menerimanya bukan untuk mengubah suasana hatimu, juga bukan untuk memungkinkanmu hidup bermartabat; itu adalah untuk membuang watak rusakmu. Inilah tujuan utamanya, karena engkau hanya dapat memperoleh keselamatan setelah engkau membuang watak rusakmu.
Hambatan terbesar bagi orang untuk memperoleh keselamatan adalah watak rusak mereka. Pendidikanmu yang rendah, usia lanjut, atau cara bicara yang canggung dan kurangnya kemampuan untuk mengungkapkan diri—tak satu pun dari hal-hal ini merupakan hambatan terbesar untuk memperoleh keselamatan. Keterampilan profesionalmu yang buruk dalam tugasmu dan ketidakmampuanmu untuk menguasai keterampilan—ini juga bukan hambatan terbesar bagi keselamatanmu. Lalu apa hambatan terbesar untuk memperoleh keselamatan? Itu adalah watak rusakmu. Tentu saja, berbagai watak rusak manusia yang diungkapkan dalam firman Tuhan tidak mudah untuk dibereskan. Ini bukan karena orang enggan untuk melepaskan watak rusak mereka, juga bukan karena pemikiran dan pandangan mereka yang sudah ketinggalan zaman, dan tentu saja, terlebih dari itu, bukan karena cacat atau kekurangan dalam kemanusiaan mereka, juga bukan karena orang mati rasa, lambat bereaksi, dan sebagainya—tak satu pun dari hal-hal ini yang merupakan akar masalahnya. Lalu, mengapa demikian? Itu karena watak rusak manusia telah mengakar di dalam hati mereka, orang tidak dapat membuangnya begitu saja hanya karena mereka menginginkannya, sehingga watak rusak mereka sering muncul untuk menyebabkan gangguan dan menimbulkan masalah saat mereka sedang melaksanakan tugas. Misalnya, katakanlah engkau adalah seorang pemimpin gereja, dan engkau melakukan kesalahan dan dipangkas. Dalam hal itu, engkau seharusnya menerimanya, mengakui bahwa engkau telah melakukan kesalahan, bersedia bertobat, dan membalikkan pendekatan yang salah tersebut serta bertindak berdasarkan prinsip-prinsip kebenaran. Ini adalah hal yang sangat sederhana, tetapi engkau tidak dapat melakukannya. Engkau merenung, "Apakah aku dipangkas seperti ini karena mereka menganggapku tidak menyenangkan dan ingin memberhentikanku?" Keluhan dan kesalahpahaman muncul di hatimu, dan engkau bahkan berusaha berdebat dengan Tuhan, "Karena Engkau menganggapku tidak menyenangkan dan ingin memberhentikanku serta menyingkirkanku, maka baiklah, mari kita luruskan hal ini. Aku mulai percaya kepada Tuhan pada usia delapan belas tahun, aku telah menjadi pemimpin selama bertahun-tahun, meninggalkan keluarga dan karier, meninggalkan pernikahan dan keluarga—bagaimana semua ini akan diperhitungkan?" Makin engkau memperhitungkan, makin engkau menjadi gelisah. Apakah ini hanya karena tidak dapat melepaskan? Bukan. Mengapa engkau tidak dapat melepaskan hal-hal ini? Ada akar masalahnya di sini. Ketika engkau dipangkas, engkau merasa diperlakukan tidak adil, mengeluh dan merasa menentang di dalam hatimu, dan engkau juga berusaha untuk membantah dan membenarkan dirimu sendiri, bahkan meminta orang lain untuk membelamu. Mengapa engkau bertindak seperti ini? (Karena kami memiliki watak yang rusak.) Hanya ada satu alasan, satu akar masalah: Engkau memiliki watak rusak yang belum dibereskan. Beberapa darimu akan berkata, "Apakah itu karena kualitas dan kemampuan bawaanku tidak memadai sehingga aku tidak mampu melakukan pekerjaan itu?" Mungkin bagi beberapa orang darimu, inilah salah satu alasannya; karena kualitas yang buruk, engkau tidak kompeten untuk pekerjaan itu, dan engkau juga tidak memahami kebenaran, sehingga engkau melakukan hal-hal yang menyebabkan kekacauan dan gangguan. Apakah ini benar-benar hanya karena kualitasmu buruk? Itu hanyalah salah satu aspek. Akar masalahnya adalah adanya masalah dengan hati nuranimu. Masalah dengan hati nuranimu ini berkaitan langsung dengan watak rusakmu. Engkau melakukan hal-hal yang menyebabkan kekacauan dan gangguan dan dipangkas—bagaimana seharusnya engkau memperlakukan hal ini? Bagaimana seharusnya engkau memperlakukan masalah tidak cakapnya engkau untuk pekerjaan itu? Jika engkau mampu menerapkan kebenaran, hal ini bukanlah masalah, dan engkau dapat memperlakukan hal ini dengan benar. Namun, bagaimana kebanyakan orang berperilaku ketika menghadapi hal-hal ini? Mereka berusaha untuk membantah, mengeluh, menjadi negatif, dan bahkan berbicara dengan sikap terburu nafsu, "Bukankah itu hanya karena kau menganggap kualitasku buruk dan aku tidak mampu? Bukankah Tuhanlah yang memberiku kualitas ini? Namun kau mengeluh bahwa aku tidak mampu melakukan pekerjaan itu! Jika kau merasa aku tidak menyenangkan, seharusnya kaukatakan itu lebih awal!" Jika kata-kata yang agak kasar digunakan saat mereka dipangkas, mereka berpikir, "Apakah harapanku untuk mendapatkan berkat telah hilang? Statusku dalam hidup ini terancam, dan mungkin aku juga tidak memiliki harapan di dunia yang akan datang." Apakah mereka berniat untuk mencari kebenaran? Mampukah mereka tunduk di dalam hatinya? Tidak mudah bagi mereka untuk tunduk. Kesimpulannya, semua perwujudan ini adalah karena orang memiliki watak yang rusak. Kualitasmu buruk dan engkau tidak kompeten untuk pekerjaan itu—itu hanyalah salah satu kekurangan atau cacat alami dalam kemanusiaan; itu bukanlah masalah. Sekalipun kekurangan dan cacat alamimu begitu besar dan engkau tidak kompeten untuk pekerjaan itu, Tuhan sama sekali tidak merasa muak atau benci terhadapmu. Namun, selain tidak kompeten untuk pekerjaan itu, engkau tidak mengenali masalahmu sendiri, dan engkau juga mengeluh, merasa menentang, dan akhirnya menjadi negatif serta mengabaikan tugasmu—apakah ini? Ini adalah watak yang rusak. Inilah yang perlu kaubereskan. Benar? (Ya.) Setelah watak rusakmu dibereskan, engkau akan menjadi layak untuk dipakai dalam pekerjaan yang kompeten bagi kualitas dan kondisi kemanusiaanmu. Namun, jika engkau tidak membereskan watak rusakmu, dan engkau tidak mampu menerapkan berdasarkan kebenaran, tidak mampu tunduk pada pemangkasan, atau tunduk pada penyingkapan, maka sebaik apa pun kualitasmu, betapa pun unggulnya kondisi kemanusiaanmu, engkau tidak akan layak untuk dipakai. Mengerti? (Mengerti.) Katakan kepada-Ku, apa poin dari hal-hal yang baru saja kita persekutukan? (Dalam kepercayaan kepada Tuhan, hal terpenting adalah mengetahui watak rusak sendiri. Penekanannya haruslah pada membereskan watak yang rusak, bukan pada cacat atau kekurangan lahiriah dalam kemanusiaan yang orang miliki. Ketika menghadapi berbagai situasi, kami selalu terjebak dalam hal-hal eksternal, kami pada dasarnya tidak mampu menyelesaikan masalah-masalah esensial, dan kami juga tidak mampu tunduk ketika dipangkas atau tidak mampu tunduk dengan lingkungan yang telah Tuhan tentukan.) Jika watak rusakmu dibereskan, dan dalam masalah yang kauhadapi, engkau mampu memahami prinsip-prinsip kebenaran, dan engkau tahu bagaimana menanganinya berdasarkan prinsip, maka engkau akan layak untuk dipakai dalam pelaksanaan tugasmu. Entah kualitasmu tinggi atau rendah dan sebanyak apa pun bakatmu, jika watak rusakmu tidak dibereskan, maka di posisi apa pun engkau ditempatkan, engkau tidak akan layak untuk dipakai. Sebaliknya, jika kualitas dan kemampuanmu terbatas, tetapi engkau memahami berbagai prinsip kebenaran, termasuk prinsip kebenaran yang harus kaumengerti dan kaupahami dalam lingkup pekerjaanmu, dan watak rusakmu telah dibereskan, engkau akan menjadi orang yang layak untuk dipakai. Mengerti? Engkau semua mungkin perlu mencerna perkataan ini sejenak untuk dapat memahaminya sepenuhnya.
Sekarang ini, kebanyakan orang masih mengandalkan karunia dan mematuhi peraturan dalam pelaksanaan tugas mereka. Selama mereka tidak berbuat dosa atau melakukan kejahatan, mereka yakin bahwa mereka telah melaksanakan tugas dengan baik. Mereka tidak berfokus mengejar kebenaran dan merenungkan diri mereka untuk membereskan watak rusak mereka. Kebanyakan orang hanya terpaku dan terjebak dalam pendekatan dan perilaku, tetapi tidak berfokus pada mencari kebenaran dan bertindak berdasarkan prinsip. Mereka puas dengan hanya melakukan apa yang mereka bisa, berusaha untuk tidak menyebabkan kekacauan atau gangguan, atau tidak menyabotase sesuatu, dan hanya itu. Kebanyakan orang belum pernah mengalami pemangkasan atau penyingkapan, juga belum mengalami hajaran dan penghakiman, apalagi tahap ujian yang berat, jadi watak rusak kebanyakan orang belum mulai berubah. Ini bukan kabar baik, tetapi inilah kenyataannya. Aku akan memberikan contoh, dan engkau semua akan tahu apa yang sedang terjadi. Engkau lihat, kebanyakan orang yang sekarang ini melaksanakan tugas adalah para pengikut biasa; mereka tidak memiliki status, dan mereka belum sampai pada titik di mana mereka melakukan suatu bagian dari pekerjaan sembari memiliki status dan kekuasaan. Prinsip dasar yang diterapkan kebanyakan orang adalah taat dan tunduk. Mereka berpikir bahwa, bagaimanapun juga, para pemimpin bersekutu berdasarkan pengaturan kerja dari Yang di Atas, jadi mereka hanya melakukan apa yang diminta para pemimpin, dengan cara yang diminta para pemimpin, dan merasa bahwa tidak perlu membedakan yang benar atau yang salah ataupun menyelidiki apakah itu sesuai dengan kebenaran atau tidak, dan bahwa asalkan mereka tidak melakukan kesalahan, itu baik-baik saja. Apakah ini berarti memiliki prinsip kebenaran sebagai hidup mereka? (Tidak.) Lalu dalam keadaan apa dapat dipastikan apakah engkau memiliki kebenaran sebagai hidupmu? Ketika orang dipilih menjadi pemimpin untuk melakukan pekerjaan gereja; inilah yang paling menyingkapkan orang tersebut. Apakah engkau memiliki prinsip dalam menangani masalah dan seberapa banyak watak rusak yang kauperlihatkan, itu dapat membuktikan apakah engkau memiliki kenyataan kebenaran, dan apakah engkau cocok menjadi pemimpin atau pekerja. Jika engkau memperlihatkan watak yang rusak, bagaimana engkau harus memperlakukan hal ini? Haruskah engkau membuka diri dan mempersekutukan kebenaran, atau menyembunyikannya dan menyamarkan diri? Inilah juga saat ketika orang paling tersingkap. Kebanyakan orang di gereja tidak mampu memandang segala sesuatu berdasarkan prinsip-prinsip kebenaran; sebaliknya, mereka memandang dan mengomentari segala sesuatu berdasarkan gagasan dan imajinasi mereka sendiri, serta berdasarkan preferensi mereka. Kebanyakan orang berpikir, "Selama aku tidak melakukan kesalahan besar dalam tugasku, dan aku terus melanjutkan pekerjaan dengan cara seperti ini, itu sudah cukup. Jika aku melakukan kesalahan besar dan aku diisolasi untuk merenungkan diriku sendiri atau dipindahkan ke kelompok B, itu hanyalah nasib burukku." Apa yang digambarkan oleh situasi ini? Meskipun engkau mampu taat dan tunduk selama proses melaksanakan tugasmu, melakukan apa pun yang diminta, itu bukan berarti engkau memiliki kebenaran sebagai hidupmu, dan itu bukan berarti engkau adalah orang yang tunduk kepada Tuhan. Ketika engkau dipilih untuk menjadi pemimpin dan memperoleh status tersebut, engkau akan tersingkap. Mengapa? Setelah memiliki status, engkau akan berbuat sekehendak hatimu, mengambil alih segalanya, menegaskan dominasimu sepenuhnya, dan membangun kerajaanmu sendiri; engkau akan bertindak berdasarkan sikap yang terburu nafsu, berdasarkan watak rusakmu, dan berdasarkan keinginan serta ambisimu sendiri. Jadi, engkau masih belum layak untuk dipakai. Hingga saat ini, dapat dikatakan bahwa sembilan puluh sembilan persen orang berada dalam keadaan dan kondisi seperti ini. Meskipun kebanyakan orang telah melaksanakan tugas mereka selama bertahun-tahun dan di luarnya, mereka telah menjadi relatif taat dan berperilaku baik, apakah ini berarti mereka tidak lagi memiliki watak yang rusak? (Tidak.) Perilaku mereka tidak lagi bejat, di luarnya, mereka berperilaku baik dan terlihat memiliki sedikit kesopanan orang kudus, tetapi watak mereka yang rusak belum berubah sedikit pun karena mereka tidak secara aktif mencari kebenaran untuk membereskan watak rusak mereka sendiri. Ketika masalah muncul dalam pekerjaan mereka, entah mereka dipangkas oleh para pemimpin atau oleh Yang di Atas, paling-paling mereka berpikir, "Baiklah, jika mereka menyuruhku memperbaikinya, aku akan memperbaikinya. Aku hanya akan menanggung sedikit lagi kesukaran, meluangkan sedikit lagi waktu, dan bergegas untuk mengulanginya." Mereka hanya memiliki sikap dan mentalitas seperti ini. Ini tidak merepresentasikan ketundukan pada kebenaran, dan tidak merepresentasikan ketundukan sejati. Berasal dari manakah mentalitas ini? Itu berasal dari fakta bahwa, dalam kepercayaan mereka kepada Tuhan, orang memiliki kerinduan yang positif, kerinduan untuk menjadi orang baik, kerinduan untuk menjadi makhluk ciptaan yang memenuhi standar. Keinginan ini memunculkan mentalitas seperti ini dalam kehidupan orang sehari-hari dan dalam pelaksanaan tugas mereka; dalam istilah manusia, mentalitas ini adalah: "Jangan membuat masalah, mari kita semua berperilaku baik." Apa yang dimaksud dengan "berperilaku baik"? Apakah ini prinsip kebenaran? Ini hanyalah mengharuskan kita untuk patuh, mematuhi aturan, dan tidak menimbulkan masalah. Ini adalah tuntutan minimum terhadap manusia, dan ini bukanlah prinsip kebenaran. Lalu, apa yang dimaksud dengan prinsip kebenaran? Itu berarti engkau harus secara aktif mencari maksud-maksud Tuhan. Ketika engkau memperlihatkan watak yang rusak, ketika engkau memiliki keinginan yang egois, atau memperlihatkan sikap yang terburu nafsu, ketika watak yang rusak menyebabkan suatu keadaan muncul dalam dirimu, engkau harus secara aktif membandingkan perwujudan ini terhadap firman Tuhan. Dengan pencerahan dari Tuhan, bimbingan, bantuan, dukungan, dan bahkan penghakiman serta hajaran keras firman Tuhan, sedikit demi sedikit, engkau akan mengubah sikapmu terhadap firman Tuhan, tingkat penerimaanmu terhadap firman Tuhan menjadi makin tinggi, dan engkau makin mengakui dan mengucapkan Amin kepada firman Tuhan. Kemudian engkau menerima firman Tuhan ke dalam dirimu, melepaskan pemikiran dan pandangan yang keliru, serta tidak lagi berpegang teguh pada warisan manusia; engkau mampu menerima kebenaran, dan mampu menangani orang, peristiwa, dan hal-hal di sekitarmu, serta mengubah perspektif, pendirian, dan sudut pandangmu terhadap orang, peristiwa, dan hal-hal, berdasarkan firman Tuhan dan prinsip-prinsip kebenaran. Inilah jalan untuk membereskan watak rusakmu. Lalu, apakah engkau semua sekarang memiliki penerapan yang proaktif seperti ini? Kurasa sembilan puluh sembilan persen orang tidak memilikinya. Kebanyakan artikel kesaksian pengalaman yang orang miliki adalah tentang mengalami lingkungan yang memaksa mereka untuk bertindak dengan cara tertentu dan mencapai "ketundukan kepada Tuhan" dalam tindakan mereka. Mereka merasa cukup puas dengan diri mereka sendiri, mengira bahwa mereka memiliki kenyataan kebenaran. Meskipun engkau semua menulis artikel kesaksian, itu sebenarnya adalah tentang menyombongkan diri, bersaksi tentang diri sendiri, dan mengonfirmasi dirimu sendiri bahwa, "Lihat, aku memiliki kesaksian. Aku tidak mengecewakan Tuhan. Aku berpegang teguh pada tugasku di lingkungan ini!" Artikel kesaksian pengalaman orang-orang lainnya adalah tentang bagaimana, setelah dipangkas, mereka merenung dan memperoleh suatu kesadaran, menyadari bahwa mereka telah bersikap asal-asalan dan tidak memuaskan Tuhan, dan sekarang bersedia untuk bertobat. Meskipun ada periode yang memperlihatkan pertobatan, di mana tampaknya mereka tidak lagi bersikap asal-asalan, apakah watak rusak mereka telah berubah? Tidak. Di balik layar, mereka masih sangat congkak dan sombong. Sudut pandang, perspektif, dan cara pandang mereka dalam memandang serta berurusan dengan orang dan hal-hal sama sekali tidak didasarkan pada firman Tuhan. Jadi, watak rusak mereka sama sekali belum mulai berubah! Jadi, perubahan apa yang kaubicarakan? Itu hanyalah perubahan dalam perilaku, gaya hidup, dan mungkin nada bicara, cara mengungkapkan, dan gaya dalam berinteraksi dengan orang lain dan menangani masalah. Imanmu juga telah menguat; engkau mampu mencari kebenaran setelah mengalami banyak peristiwa pemangkasan di berbagai lingkungan, dan sekarang memahami banyak kebenaran, dan tekadmu untuk mengikuti Tuhan menjadi lebih teguh dari sebelumnya—semua aspek inilah yang telah berubah. Perubahan ini membuat orang lebih yakin dalam memperoleh keselamatan, lebih bersedia untuk mengejar kebenaran, serta lebih penuh harapan dan optimis dalam mengikuti Tuhan. Apa pun ujian atau kesengsaraan yang menghadangnya, mereka tidak akan menjadi sedemikian negatif sampai-sampai meninggalkan iman mereka. Namun, ini hanyalah perubahan dalam apa yang secara lahiriah dijalani dalam kemanusiaan yang normal. Pemikiran dan pandangan yang relatif positif dan proaktif ini lambat laun memenuhi hati orang. Perubahan ini merupakan tanda bahwa hati mereka sedang dibangunkan dan dihidupkan kembali. Itu berarti, orang menjadi lebih proaktif dan beraspirasi, serta lebih merindukan hal-hal yang positif, menjadi lebih percaya diri dalam mengejar firman Tuhan, pekerjaan-Nya, dan tuntutan-Nya. Tentu saja, mereka juga memiliki pemahaman yang lebih jelas tentang pekerjaan terpenting yang sedang Tuhan lakukan—pekerjaan menyelamatkan manusia. Berdasarkan kondisi ini, banyak orang melaksanakan tugas mereka dengan lebih praktis dan realistis, lebih taat aturan, dan lebih taat dibandingkan sebelumnya. Efisiensi tugas mereka meningkat, terutama dalam pekerjaan teknis, yang kini berjalan lebih cepat. Mereka tidak selamban sebelumnya, di mana ketika tugas yang seharusnya memakan waktu beberapa hari menjadi berlarut-larut selama seminggu atau lebih—kini hasilnya sudah diperoleh hanya setelah beberapa hari. Tentu saja, ini kabar baik. Namun, apa kabar buruknya? Bahwa apa yang engkau semua perlihatkan dan tunjukkan hanyalah perubahan dalam perilaku, pemikiran, dan pola pikir, serta beberapa tanda bahwa unsur-unsur yang relatif positif, proaktif, dan optimistis di alam bawah sadarmu sedang dibangunkan. Namun, tanda-tanda ini bukan berarti bahwa watak rusakmu telah mulai berubah. Ini kabar yang tidak terlalu baik, bukan? (Benar, ini tidak terlalu baik.) Meskipun tidak terlalu baik, ini adalah proses yang tak terelakkan bagi umat manusia yang rusak untuk memperoleh keselamatan. Manusia begitu menyedihkan dan miskin, begitu tidak dewasa, dan kecepatan dalam jalan masuk kehidupan mereka dan dalam membuang watak yang rusak sedemikian lambatnya. Alasan mendasar dari kecepatan yang lambat ini adalah karena umat manusia semacam ini tidak memiliki kemampuan untuk menerima kebenaran, dan mereka mati rasa terhadap kebenaran, hal-hal yang positif, dan apa pun yang berasal dari Tuhan.
Ada orang-orang yang telah percaya kepada Tuhan selama lebih dari sepuluh, dua puluh, atau tiga puluh tahun, tetapi baru sekaranglah mereka menyadari bahwa setelah bertahun-tahun ini, mereka hanya sedikit berubah dalam perilaku lahiriah mereka dan mengalami sedikit kebangunan dalam hati mereka, tetapi belum terjadi perubahan mendasar dalam watak rusak mereka. Ketika melihat beberapa perubahan perilaku dalam dirinya, beberapa orang mengira bahwa ini adalah perubahan dalam watak hidup dan bahkan menyombongkan diri kepada orang lain, "Lihat, bukankah watak hidupku telah berubah?" Sebenarnya, engkau hanya telah berubah dalam perilaku; engkau tidak memiliki perwujudan nyata perubahan watak dan engkau belum hidup dalam kemanusiaan yang normal. Lalu, bagaimana orang dapat mengetahui apakah telah terjadi perubahan dalam watakmu? Ini bukanlah membaca wajah; orang tidak dapat mengetahuinya dengan melihat penampilan lahiriahmu, atau dengan mendengar apa yang kaukatakan, apalagi dengan mendengarmu mengungkapkan ketetapan hati dan harapanmu—ketetapan hati dan harapan adalah hal yang paling hampa. Lalu, bagaimana orang dapat mengetahuinya? Orang dapat mengetahuinya dengan melihat apakah, tanpa ada yang mendesak, mengawasi, atau bahkan menyokong dan membantumu, engkau memiliki jalan dan kemampuan untuk memandang serta menangani setiap hal berdasarkan firman Tuhan, dan apakah engkau memiliki firman Tuhan sebagai hidup di dalam hatimu untuk mengendalikanmu dalam semua yang kaulakukan. Jika engkau belum mencapai taraf ini, mari kita membicarakan taraf yang lebih rendah, yaitu apakah engkau memiliki kesadaran untuk menggunakan firman Tuhan sebagai prinsip dalam semua yang kaulakukan dan katakan. Jika engkau tidak mampu mencapai taraf ini, sayangnya itu berarti engkau tidak memiliki kebenaran sebagai hidupmu. Watak rusakmu masih menjadi hidupmu; watak rusakmu masih dapat mengendalikanmu kapan pun, di mana pun, mendominasi kesadaranmu, serta pemikiran dan pandanganmu. Kapan pun, di mana pun, engkau akan memperlakukan dan menangani orang, peristiwa, atau hal apa pun berdasarkan emosi, suasana hati, keinginan, penilaian, perspektif, dan preferensimu sendiri. Engkau masih berada dalam bahaya besar; engkau masih belum mampu melaksanakan tugasmu dengan baik secara mandiri, dan engkau tidak mampu hidup mandiri—engkau harus selalu mengandalkan orang lain, dan tanpa sokongan dari orang lain, engkau akan jatuh. Ini berarti tingkat pertumbuhanmu terlalu kecil; ini membuktikan engkau belum memperoleh kebenaran sebagai hidupmu. Apa artinya belum memperoleh kebenaran sebagai hidup? Itu berarti engkau hanya memiliki satu atau dua prinsip yang menahanmu untuk tidak melakukan hal-hal buruk atau melakukan kesalahan besar. Itu berarti, ketika rasionalitasmu normal, dan tak ada seorang pun yang menghasut atau memanas-manasi dirimu, engkau sama sekali tidak akan dengan sengaja menghujat Tuhan, mengutuk Tuhan, atau mengacaukan dan mengganggu pekerjaan gereja. Namun, fakta bahwa engkau tidak akan melakukannya dengan sengaja bukan berarti engkau tidak mampu melakukannya; engkau mungkin tidak melakukannya secara proaktif, tetapi engkau masih dapat melakukannya secara pasif. Apa artinya secara pasif di sini? Itu berarti, watak rusakmu dapat muncul kapan saja untuk mengendalikanmu dan membuatmu mengucapkan serta melakukan apa pun, dan menyebabkanmu memandang seseorang atau suatu hal dengan sudut pandang yang keliru kapan pun itu, dan kemudian menggunakan watak rusakmu untuk menangani suatu hal atau berurusan dengan jenis orang tertentu. Misalnya, katakanlah engkau telah melakukan kesalahan dan berpikir bahwa engkau tidak dapat membiarkan Yang di Atas, para pemimpin, atau siapa pun mengetahuinya. Apa pun alasan di baliknya, bagaimanapun juga, engkau memiliki ide-ide setanmu sendiri, sehingga engkau menyembunyikannya dan tidak mengatakan apa pun. Apakah di sini watak rusakmu yang berkuasa, atau kebenaran yang berkuasa? Jelas, watak rusakmu yang berkuasa. Watak rusakmu mendominasi dirimu, membuatmu menyembunyikannya dan tidak mengatakan apa pun, dan engkau tidak mampu melepaskan diri. Apa artinya tidak mampu melepaskan diri? Itu berarti, meskipun engkau bersedia menerapkan kebenaran yang kaupahami, engkau tidak memiliki kekuatan untuk melakukannya; engkau tidak dapat mengatasi watak rusakmu. Ini berarti engkau berada dalam masalah; engkau tidak mampu menerapkan kebenaran. Jika engkau ingin menyembunyikan sesuatu dan menipu orang lain, engkau pasti mampu melakukan tindakan penyembunyian dan penipuan, terutama terhadap Yang di Atas, melaporkan hanya kabar yang baik tetapi tidak kabar yang buruk, bahkan menipu mereka yang di atas dan menyembunyikan sesuatu dari mereka yang di bawah. Engkau berkata, "Aku benar-benar mencintai kebenaran, dan aku adalah orang yang menerapkan kebenaran. Aku mencatat, merenungkan, dan merangkum setiap kebenaran yang Tuhan sampaikan dengan saksama, dan kemudian menerapkannya dalam kehidupan nyata." Engkau berpikir seperti ini, engkau memiliki harapan ini, tetapi itu bukan berarti engkau telah menerapkan kebenaran. Mengapa? Karena engkau memiliki banyak pemikiran dan pandangan yang keliru dalam dirimu yang telah memenuhi hatimu. Akibatnya, watak rusak telah menjadi hidupmu. Watak rusakmu itulah yang berkuasa, yang mendominasi pemikiran dan tindakanmu. Sekalipun engkau ingin menerapkan kebenaran, itu tidak ada gunanya; engkau tak mampu mendorong dirimu untuk melakukannya. Oleh karena itu, jika watak rusakmu tidak dibereskan, sekalipun engkau sedang melaksanakan tugasmu, mustahil bagimu untuk bertindak berdasarkan prinsip—sudah cukup baik jika engkau mampu menahan diri untuk tidak secara proaktif dan terbuka menghakimi, menentang, atau menghujat Tuhan. Namun, dengan watak rusak berkuasa dalam hatimu, engkau tidak dapat melakukan apa pun selain memberontak terhadap Tuhan dan menentang-Nya. Mungkin engkau mengira bahwa engkau hanya mencoba menipu dan menyembunyikan sesuatu dari Yang di Atas serta menipu Tuhan dalam situasi di mana engkau pasif atau pada saat-saat engkau putus asa, dan bahwa engkau hanya menekan orang atau memperlihatkan sikap yang terburu nafsu pada saat-saat engkau putus asa. Apakah ini benar-benar karena saat-saat putus asa yang sementara? Tidak, ini adalah akibat engkau dikendalikan oleh watak rusakmu yang telah berakar kuat dalam dirimu. Hal ini tak dapat dihindari. Mengapa tidak dapat dihindari? Karena kebenaran yang kaupahami hanyalah semacam kemauan, semacam keyakinan bagimu; kebenaran belum menjadi hidupmu. Entah engkau memiliki pengetahuan atau tidak, entah kualitasmu tinggi atau rendah, setidaknya, kebenaran belumlah menjadi hidupmu. Itu berarti, kebenaran bukanlah yang berkuasa di dalam dirimu; yang berkuasa di dalam dirimu adalah watak Iblis dan falsafah Iblis. Ketika engkau didominasi oleh watak Iblis, engkau sedang hidup berdasarkan watak Iblis, dan engkau masih hidup di bawah pengaruh Iblis. Ketika kepentingan dan harga dirimu tidak dirugikan, ketika status, ketenaran, dan keuntunganmu tidak terlibat, engkau bersedia menerapkan sedikit kebenaran. Namun, begitu ketenaran, keuntungan, status, atau tempat tujuanmu terlibat, watak rusakmu mencengkeram dan mengendalikanmu dengan kuat dan erat. Engkau masih belum benar-benar tunduk kepada Tuhan; engkau masih seratus persen dapat mengkhianati Tuhan dan kebenaran. Dinilai dari semua fenomena ini, apakah watak rusakmu telah dibereskan? Apakah watak rusakmu telah dibuang? Apakah kebenaran telah menjadi hidupmu? Ketika sesuatu terjadi, jika kebenaran yang kaupahami tidak dapat mengatasi watak rusakmu, tidak dapat mengatasi pilihan dan keinginanmu, tidak dapat mengatasi hasrat, ambisi, status, dan reputasimu, berarti kebenaran yang kaupahami itu bukanlah hidupmu. Ketika kebenaran menjadi hidupmu, engkau akan dengan sendirinya mampu mengatasi watak rusak tersebut. Jika engkau tidak mampu mengatasi watak rusakmu, itu memperlihatkan bahwa kebenaran belum berkuasa di dalam dirimu, dan itu belum menjadi hidupmu. Engkau mengatakan bahwa engkau mencintai kebenaran, tetapi ini hanyalah kerinduan dan harapanmu; itu tidak merepresentasikan hidupmu. Semua orang dengan kemanusiaan yang normal memiliki kerinduan yang positif. Apakah kerinduan untuk menjadi orang baik berarti bahwa engkau adalah orang baik? (Tidak.) Apakah mencintai kebenaran, keadilan, dan kepatutan berarti engkau memiliki kebenaran, keadilan, dan kepatutan? Tidak—engkau tidak memiliki hal-hal ini, engkau hanya merindukannya. Apa yang dimaksud dengan kerinduan? (Harapan indah seseorang.) Benar, itu hanyalah harapan. Itu tidak ada hubungannya dengan bagaimana caramu sebenarnya berperilaku, bukan? (Tidak.)
Apakah sekarang ini engkau semua memiliki kebenaran sebagai hidupmu? (Tidak.) Dengan cara apa orang tahu apakah engkau memiliki kebenaran sebagai hidupmu? Orang bisa mengetahuinya dengan melihat apakah kebenaran yang kaupahami dapat mengatasi watak rusakmu ketika kepentinganmu bertentangan dengan kebenaran, ketika kepentinganmu akan dirugikan atau terancam. Jika itu dapat, berarti engkau adalah orang yang memiliki kebenaran sebagai hidupmu. Jika itu tidak dapat, itu membuktikan bahwa tingkat pertumbuhanmu sangatlah kecil. Seberapa kecil? Engkau tidak memiliki kebenaran sebagai hidupmu. Inilah kenyataannya. Ada orang-orang yang berkata, "Jika kami tidak memiliki kebenaran sebagai hidup kami, lalu mengapa kami tetap mampu meninggalkan segalanya untuk melaksanakan tugas kami di rumah Tuhan? Mengapa kami tetap mampu menderita dan membayar harga untuk Tuhan?" Bahkan ada orang-orang yang berkata, "Aku telah memiliki sedikit pengabdian; aku telah dijadikan seorang pemenang." Sebenarnya, pernyataan semacam itu telah bercampur dengan gagasan dan imajinasi manusia. Tidaklah salah bagi orang untuk memiliki ketetapan hati dan aspirasi. Kerinduan orang akan terang, keadilan, dan juga kerinduan mereka untuk mengejar kebenaran, memperoleh keselamatan, dan sebagainya—harapan-harapan indah ini dapat mengubah sebagian dari kesadaran mereka, arah jalan yang mereka tempuh, dan tentu saja, sebagian dari perilaku mereka, dan beberapa aspek dari sikap dan cara hidup mereka secara lahiriah. Apa yang dimaksud dengan perubahan di sini? Misalnya, katakanlah engkau saat ini memiliki iman, keadaanmu sangat baik, engkau tidak negatif, dan tugasmu berjalan dengan sangat lancar. Akibatnya, engkau merasa bahwa engkau sangat setia, dan merasa ada harapan bagimu untuk mewujudkan keinginanmu memperoleh keselamatan, dan tidak masalah bagimu untuk menanggung kesukaran apa pun. Namun, masa-masa indah itu tidak bertahan lama. Selama proses pelaksanaan tugasmu, engkau menghadapi beberapa kemunduran dan kegagalan, engkau dipangkas, mengambil banyak jalan memutar, dan bahkan disesatkan serta ditekan oleh antikristus, menderita banyak keluhan. Engkau kemudian merasakan ketidaknyamanan dalam hatimu. Engkau tidak memahami kebenaran, tidak tahu mengapa hal-hal ini terjadi, dan tidak mendapatkan jawaban dari doamu kepada Tuhan, sehingga engkau merasa sedih. Hingga taraf tertentu, terjadinya hal-hal ini memberikan pukulan dan kehancuran tertentu pada ketetapan hatimu yang merindukan kebenaran dan terang. Setelah mengalami kehancuran ini, engkau tidak mau lagi melaksanakan tugasmu, merasa itu sia-sia. Apa yang sedang terjadi di sini? Bagaimana engkau bisa berubah begitu cepat? Mengapa engkau seperti orang yang sama sekali berbeda dari sebelumnya? Jika engkau memiliki tingkat pertumbuhan, dan memiliki kebenaran sebagai hidupmu, pengabdianmu tidak akan berubah. Namun, karena engkau tidak memiliki kebenaran sebagai hidupmu, keadaan batin dan mentalitasmu, serta semangatmu untuk percaya kepada Tuhan dan mengorbankan diri selalu tidak stabil serta dapat berubah secara ekstrem dan tiba-tiba. Selama kurun waktu ketika segalanya berjalan dengan lancar dan suasana hatimu sedang baik, engkau sangat bersemangat, engkau memiliki banyak hal untuk dikatakan dalam doa, bersedia membaca firman Tuhan, engkau bekerja sangat keras dalam tugasmu, dan tidak masalah jika engkau sibuk atau kelelahan, serta menanggung kesukaran apa pun. Namun, begitu keadaan menjadi sedikit tidak menguntungkan, engkau menjadi negatif dan lemah, kehilangan semangat untuk melaksanakan tugasmu. Ketika melewatkan satu kali makan atau kurang tidur, engkau merasa itu adalah kesukaran yang sangat berat, dan keluhan pun muncul dalam hatimu: "Mengapa aku harus menderita? Aku bahkan tidak menghasilkan uang dari melaksanakan tugasku, itu tidak sepadan!" Lihatlah, mentalitasmu menjadi sama sekali berbeda. Mengapa terjadi perubahan sebesar itu? Itu karena engkau tidak memiliki kebenaran sebagai hidupmu, dan watak rusakmu masih ada di dalam dirimu. Ketika orang bersemangat, mereka merasa tidak memiliki ambisi atau keinginan, ataupun tuntutan terhadap Tuhan. Sebenarnya, watak rusak mereka masih berkuasa di dalam diri mereka; hal-hal ini tetap tidak berubah. Ketika orang dalam keadaan positif, mereka sangat antusias dan sangat bersemangat, dan tak seorang pun dapat menahan mereka. Ketika mereka negatif, mereka menjadi seperti genangan bubur, tidak dapat dibangkitkan oleh siapa pun. Mereka selalu bertindak ekstrem, dan mereka benar-benar tidak stabil. Ini memperlihatkan bahwa ada yang sesuatu yang kurang dalam kemanusiaan normal mereka. Apa yang kurang tersebut? Mereka tidak memiliki kebenaran sebagai hidup mereka—begitulah keadaannya. Keadaanmu bisa berubah secara ekstrem dan tiba-tiba, negatif di satu saat dan positif di saat berikutnya. Apa penyebabnya? Watak rusakmulah yang menyebabkan masalah. Hari ini watak rusakmu membuatmu memikirkan satu hal, besoknya memikirkan hal lainnya; bagaimanapun, pemikiran ini selalu sesuai dengan keinginanmu, sikapmu yang terburu nafsu, dan dengan keadaan, suasana hati, serta emosimu saat itu. Namun, berbeda halnya ketika orang memiliki kebenaran di dalam dirinya. Jika kebenaran menjadi hidupmu, itu akan selalu memungkinkanmu untuk memiliki definisi yang akurat dan benar tentang apa yang kaulakukan, dan ini tidak akan pernah berubah. Engkau tidak akan berubah secara ekstrem dan tiba-tiba, dan engkau tidak akan menjadi negatif dan patah semangat hanya karena satu kegagalan dan kejatuhan, atau karena sedikit pemangkasan atau sedikit kemunduran. Engkau juga tidak akan sedemikian positif, sampai-sampai bertindak seperti anak muda yang penuh semangat, tetap terjaga selama tiga hari tiga malam. Sebaliknya, engkau akan memiliki rasionalitas yang normal. Benar? (Ya.) Begitu orang memahami kebenaran dan kebenaran itu menjadi hidup mereka, mereka menjadi jelas tentang visi. Mereka tahu mengapa mereka perlu mengikuti Tuhan, mengapa mereka perlu melaksanakan tugas mereka, hasil apa yang harus mereka capai dalam pelaksanaan tugas mereka, serta tujuan, makna penting, dan nilai dari menanggung kesukaran-kesukaran ini. Mereka memahami semua prinsip kebenaran ini secara menyeluruh di dalam hati mereka, tanpa kebingungan atau ketidakjelasan. Dengan demikian, mereka rela menderita dan tidak mengeluh, mereka memiliki aturan dan prinsip dalam semua yang mereka lakukan, serta tidak pernah kehilangan iman kepada Tuhan; ketika merasa negatif, mereka tidak mengeluh tentang Tuhan atau meninggalkan-Nya, dan ketika merasa positif, mereka tidak memiliki tuntutan tambahan terhadap Tuhan, dan keadaan mereka sangat normal. Apakah engkau semua seperti ini sekarang? (Tidak.) Lalu, apa yang harus dilakukan? (Mulai sekarang, kami harus berfokus mengejar kebenaran untuk membereskan watak rusak kami; tidak ada jalan lain.) Tidak ada jalan lain selain mengejar kebenaran. Biar Kuberitahukan kepadamu: Jika engkau tidak mengejar kebenaran, dan watak rusak selalu tetap berkuasa sebagai hidupmu, engkau tidak akan memiliki tempat tujuan yang baik; paling maksimal, engkau pada akhirnya akan menjadi orang yang berjerih payah. Namun, jika engkau mengejar kebenaran, harapanmu untuk memperoleh keselamatan akan besar, dan berkat yang akhirnya kauterima juga akan besar. Jika engkau mengejar kebenaran, engkau akan terbebas dari belenggu watak yang rusak, watak rusak tidak akan lagi menjadi hidupmu, dan akibatnya engkau benar-benar akan memiliki harapan untuk memperoleh keselamatan. Jika engkau tidak mengejar kebenaran, dan watak rusakmu tetap tidak dibereskan, dan engkau hanya ingin mengandalkan pengendalian diri dan tekad untuk melakukan hal-hal yang baik dan tidak melakukan kejahatan, maka sulit dikatakan apakah engkau akan dapat mencapai akhir dari jalan tersebut. Mengerti? (Mengerti.) Apa masalah terbesar yang perlu orang bereskan dalam kepercayaan kepada Tuhan? (Watak yang rusak.) Membereskan watak yang rusak adalah hal yang terpenting. Jangan berpikir, "Kini aku sedang melaksanakan tugas penuh waktu di rumah Tuhan, mengorbankan diriku penuh waktu, jadi aku adalah seorang pemenang!" Tuhan berfirman tentang membentuk sekelompok pemenang—siapa yang dimaksud dengan pemenang? "Mereka adalah orang-orang yang mengikuti Anak Domba ke mana pun Dia pergi" (Wahyu 14:4). Inilah pemenang dalam pengertian sederhana dari kata tersebut. Orang tidak boleh merasa puas hanya dengan menjadi pemenang. Menjadi pemenang dalam pengertian sederhana ini bukan berarti watak rusak yang dimilikinya telah dibuang, dan bukan berarti orang memiliki kebenaran sebagai hidupnya. Mereka yang akhirnya diselamatkan bukan sekadar pemenang—tidak sesederhana itu. Pemenang hanyalah mereka yang mengalahkan dunia sekuler, Iblis, tren-tren jahat, dan rezim jahat—inilah yang dimaksud dengan pemenang. Jika engkau hanya memahami beberapa prinsip kebenaran, dan engkau mampu mengatasi kedagingan dan perasaan untuk sementara, atau tidak terkekang oleh berbagai rumor yang tak berdasar, atau tidak diganggu oleh orang jahat atau pengikut yang bukan orang percaya, ini tetap belum sepenuhnya memenuhi standar seorang pemenang. Hanya memiliki beberapa pengalaman kecil ini tidak terlalu berharga. Apa yang berharga? Memiliki kebenaran sebagai hidup adalah hal yang paling berharga. Bagaimana agar orang dapat menjadikan kebenaran sebagai hidupnya? Hanya ada satu jalan: Engkau harus lebih banyak membaca firman Tuhan, serta lebih banyak menerapkan dan mengalami firman Tuhan. Hanya dengan cara inilah engkau dapat memperoleh kebenaran dari firman Tuhan dan menjadikan kebenaran sebagai hidupmu. Jika engkau menggunakan kebenaran untuk membimbing seluruh hidupmu, keseharianmu, dan prinsip-prinsip yang kaugunakan dalam bertindak dan dalam caramu berperilaku—jika engkau menerapkan dengan cara ini—engkau akan memiliki kenyataan kebenaran. Ketika engkau memiliki kenyataan kebenaran, watak Iblismu yang semula akan disingkirkan. Sebelum engkau memutuskan bagaimana akan bertindak, renungkanlah terlebih dahulu, "Apa yang kupikirkan tidak merepresentasikan prinsip-prinsip kebenaran. Aku harus melihat apa yang dikatakan firman Tuhan." Jika engkau merenungkan dengan cara seperti ini setiap saat, dan jika engkau berbicara dan menerapkan berdasarkan firman Tuhan setiap saat, bukankah kebenaran akan datang untuk masuk ke dalam hidupmu sedikit demi sedikit? Sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit. Biarkanlah kebenaran memasuki hatimu sedikit demi sedikit untuk mengubah kehidupanmu sehari-hari, pandanganmu, status keberadaanmu saat ini, dan keadaanmu. Saat keadaanmu berangsur-angsur berubah dan berkembang ke arah yang baik, kemungkinanmu untuk melakukan kejahatan serta menyebabkan kekacauan dan gangguan akan terus berkurang, kemungkinanmu untuk pamer akan terus berkurang, sementara kesaksianmu tentang bagaimana engkau menerapkan berdasarkan prinsip-prinsip kebenaran akan terus meningkat. Ketika hal-hal kritis tentang yang benar dan yang salah muncul, prinsip-prinsip kebenaran akan mengatasi watak rusak Iblis dalam dirimu, serta keinginan, preferensi, dan rencana pribadimu. Hanya dengan cara demikianlah engkau akan menjadi pemenang sejati, orang yang memiliki kebenaran sebagai hidupnya, dan orang yang mampu memperoleh keselamatan. Sebaliknya, jika engkau hanya bertindak berdasarkan preferensimu, berpikir, "Bertindak dengan cara ini baik, aku melakukan hal-hal ini dengan senang hati dan rela dan aku tidak memiliki keluhan," apa gunanya? Engkau tidak memiliki keluhan, tetapi seperti apa prinsip penerapanmu? Penerapanmu sepenuhnya berasal dari preferensi watak rusakmu, dari pemikiran dan pandangan yang salah, dari niat yang egois, dari ambisi dan keinginan, dari perasaan, dan dari sikap yang terburu nafsu—semuanya dipandu oleh watak rusakmu. Ini adalah kehidupan yang memperlihatkan watak yang rusak, bukan kehidupan yang memperlihatkan kebenaran. Tuhan bukan saja tidak akan mengingatnya, melainkan Dia juga akan mengutuknya. Engkau harus berusaha semaksimal mungkin untuk membuat apa yang kaujalani, perkataan yang kauucapkan dan hal-hal yang kaulakukan, serta pemikiran dan pandangan yang kaungkapkan semuanya sesuai dengan kebenaran; untuk membuat pemikiran dan pandangan keliru yang dihasilkan oleh watak yang rusak menjadi makin berkurang di dalam hatimu; dan untuk membuat apa yang kaupikirkan dalam hatimu dan pandanganmu tentang berbagai hal, semuanya berkaitan dengan kebenaran, dan semuanya sesuai dengan kebenaran. Engkau harus mengejar dan berfokus pada aspek ini, dan dengan demikian akan terjadi makin banyak perubahan di dalam dirimu, dan keadaanmu akan menjadi makin baik. Sekarang ini, banyak orang mampu mengucapkan kata-kata dan doktrin, mengartikulasikannya dengan jelas dan logis, tetapi dalam hal berbicara tentang kenyataan kebenaran, mereka tidak memiliki apa pun untuk dikatakan, dan tidak mampu mengungkapkan sedikit pun pemahaman yang nyata. Apa yang sedang terjadi di sini? (Kami tidak memiliki kebenaran.) Hidupmu masih merupakan kehidupan watak yang rusak, kehidupan Iblis, dan itu bukanlah kehidupan kebenaran.
Sudahkah engkau memahami apa yang baru saja kita persekutukan? Jika engkau semua benar-benar menyadari bahwa watak rusakmu belum dibuang dan bahwa engkau masih hidup berdasarkan watak yang rusak, apakah engkau semua akan menjadi negatif? (Barusan, ketika aku mendengar Tuhan berkata bahwa watak rusak kami belum berubah, aku merasakan pergolakan yang hebat dalam hatiku, berpikir bahwa aku telah terus-menerus makan dan minum firman Tuhan selama bertahun-tahun, dan telah berfokus pada menerapkan kebenaran dalam situasi-situasi tertentu—jadi bagaimana mungkin watak rusakku masih belum berubah? Aku merasa sedikit kecewa dan negatif. Namun melalui bimbingan dan persekutuan Tuhan sedikit demi sedikit, aku mengerti bahwa aku hanya memperlihatkan beberapa perilaku yang baik secara lahiriah, tetapi watak rusakku masih berkuasa di dalam diriku; ternyata memang belum ada perubahan apa pun. Tuhan berfirman bahwa ketika melakukan segala sesuatu, orang harus terlebih dahulu merenungkan, dan bahwa sebaik apa pun ide mereka, itu tidak merepresentasikan prinsip-prinsip kebenaran, dan bahwa mereka harus melihat apa yang dikatakan oleh kebenaran dalam firman Tuhan, serta berlatih mencari kebenaran dan menerapkan berdasarkan firman Tuhan setiap kali mereka melakukan sesuatu, dan kemudian perlahan-lahan keadaan mereka akan berubah. Setelah aku mendengar persekutuan dari Tuhan, aku seperti kembali melihat harapan, dan aku merasa ada jalan, dan tidak lagi negatif.) Bersikap negatif itu salah; engkau tidak boleh bersikap negatif dalam keadaan apa pun. Membuang watak yang rusak adalah kunci utama untuk memperoleh keselamatan. Makin sesuatu adalah watak yang rusak, makin engkau harus berfokus untuk membereskannya. Engkau harus berusaha semaksimal mungkin dan mencurahkan perhatian penuhmu pada hal itu. Engkau tidak boleh bersikap negatif dan tidak boleh menyerah. Meskipun engkau semua sekarang mulai berfokus untuk mengejar kebenaran, terkadang engkau masih belum tahu cara menerapkan. Sekarang ini berbicara kepada engkau semua tentang jalan penerapan adalah lebih bermanfaat bagi jalan masuk kehidupanmu, dan hal ini sekaligus dapat menyebabkan perasaan genting bangkit dalam dirimu, dan memungkinkanmu untuk berfokus pada kebenaran, memahami kebenaran, dan masuk ke dalam kenyataan kebenaran sesegera mungkin. Jangan berpuas diri, dan jangan puas dengan situasimu saat ini. Engkau semua baru sekadar menjadi taat dan berperilaku baik, serta sedikit lebih bijaksana daripada sebelumnya, tetapi engkau masih jauh dari membuang watak rusakmu! Faktanya jelas terlihat, jadi apa gunanya bersikap negatif? Bersikap negatif tidak dapat menyelesaikan masalah yang sebenarnya. Engkau harus menemukan dari mana masalah itu berasal dan mulai berusaha untuk menyelesaikannya dari sana. Belum terlambat untuk memulai sekarang. Kapan itu akan terlambat? Itu akan terlambat ketika pekerjaan Tuhan berakhir. Apakah engkau semua memiliki tekad untuk masuk ke dalam kenyataan kebenaran dan memperoleh kebenaran sebagai hidupmu? (Kami sekarang memiliki tekad ini.) Sebenarnya, masuk ke dalam kenyataan kebenaran tidaklah sulit. Coba pikirkan, banyak firman persekutuan tentang kebenaran telah diucapkan, dan firman-firman itu sangat terperinci dan spesifik. Isinya sepertinya banyak, tetapi prinsip-prinsipnya tidak berubah, dan jalan penerapannya tidak berubah. Ketika engkau memperlihatkan suatu watak yang rusak, sadarilah ide atau pemikiran tersebut, dan renungkanlah dalam hatimu, "Ini adalah watak yang rusak, jadi bagaimana aku harus membereskannya? Aku belum pernah membereskannya sebelumnya. Aku telah percaya kepada Tuhan selama bertahun-tahun, tetapi aku hanya berfokus pada tindakan lahiriah dan pamer, serta tidak pernah merenungkan fakta bahwa aku masih memiliki watak yang rusak. Hari ini aku tiba-tiba menyadari bahwa aku memiliki pemikiran seperti itu di benakku. Dari mana datangnya pemikiran ini? Dari watak yang rusak. Lalu bagaimana watak yang rusak ini harus dibereskan?" Berdoalah kepada Tuhan dan carilah kebenaran, dan tanyakan juga kepada orang-orang di sekitarmu yang pernah mengalaminya; mereka akan menuntunmu untuk mencari kebenaran dan menyelesaikan masalah tersebut. Ketika semua orang berkumpul bersama, engkau harus saling mendukung dan membantu, serta saling memahami. Tingkat pertumbuhan semua orang itu sama, dan tak seorang pun boleh memandang tinggi ataupun memandang rendah orang lain. Jika semua orang saling membantu dan mendukung seperti ini, serta tingkat pertumbuhan setiap orang perlahan-lahan bertumbuh, dan pada akhirnya, engkau semua memperoleh keselamatan lalu masuk ke dalam kerajaan bersama-sama, bukankah itu baik? (Ya.) Baiklah, mari kita akhiri persekutuan kita hari ini. Sampai jumpa!
9 September 2023