Cara Mengejar Kebenaran (8)
Dalam beberapa hari terakhir ini, kita telah mempersekutukan topik tentang cara mengidentifikasi kualitas dalam berbagai aspek, bukan? (Ya.) Melalui persekutuan kita tentang perwujudan spesifik dari berbagai aspek dan tingkat kualitas, dapatkah engkau semua merangkum apa yang dimaksud dengan kualitas yang baik, kualitas rata-rata, kualitas yang buruk, dan sama sekali tidak berkualitas? Kita telah banyak mempersekutukan aspek ini, jadi engkau semua harus mampu merangkum pembahasan ini dan kemudian mencocokkannya dengan perwujudan spesifik dalam kehidupan sehari-hari. Dengan cara ini, penilaianmu tentang dirimu sendiri dan orang lain akan relatif lebih akurat. Jika engkau tidak tahu cara merangkum, ketika bertemu dengan orang-orang tertentu dalam kehidupan sehari-hari, engkau tidak akan mampu mengidentifikasi mereka, dan engkau juga tidak akan mampu mengidentifikasi perwujudanmu sendiri serta hal yang kauperlihatkan dalam berbagai aspek. Bukankah itu berarti engkau telah mendengarkan dengan sia-sia? Engkau harus mahir dalam merangkum. Apa arti merangkum? Merangkum berarti menemukan prinsip untuk mengidentifikasi atau memahami berbagai macam hal di dalam pembahasan yang spesifik dari semua aspek yang beragam tersebut. Dengan demikian, tujuan merangkum tercapai. Setelah engkau menemukan prinsip-prinsip tersebut, engkau akan mampu menggunakan prinsip-prinsip kebenaran untuk memandang orang dan hal-hal, serta akan mampu mengidentifikasi orang lain dan juga mengidentifikasi dirimu sendiri. Ini membuktikan bahwa engkau memahami kebenaran. Ketika engkau memahami suatu aspek kebenaran dan mampu menerapkannya, engkau akan memperoleh jalan masuk ke dalam kenyataan kebenaran dalam aspek ini. Jadi, apakah kita harus merangkum isi pembahasan yang spesifik tentang berbagai aspek kualitas? (Ya.) Kita harus merangkumnya. Hanya dengan cara ini, barulah engkau dapat memahami dengan jelas prinsip-prinsip kebenaran yang ada kaitannya dengan kualitas.
Engkau perlu mengetahui prinsip-prinsipnya agar dapat melakukan penilaian yang menyeluruh terhadap orang-orang yang berkualitas baik, bukan? (Ya.) Kita telah mempersekutukan banyak perwujudan yang spesifik secara terperinci, menggunakan perwujudan-perwujudan yang spesifik ini untuk menilai seperti apa kualitas yang orang miliki. Jadi, apa saja perwujudan keseluruhan orang-orang yang berkualitas baik? Di dalam hatinya, mereka memiliki prinsip-prinsip spesifik tertentu dalam cara mereka berperilaku dan bertindak. Bahkan ketika mereka tidak memahami kebenaran atau belum mendengar kebenaran, mereka memiliki beberapa prinsip paling dasar dalam cara mereka memandang orang dan hal-hal, serta dalam cara mereka berperilaku dan bertindak. Itu artinya, mereka memiliki batasan tertentu dalam cara mereka berperilaku. Hingga taraf tertentu, batasan-batasan ini relatif sesuai atau mendekati prinsip-prinsip kebenaran dan, setidaknya, mendekati standar hati nurani dan nalar kemanusiaan. Setelah mereka mulai memahami beberapa kebenaran melalui makan dan minum firman Tuhan serta menerima penyiraman dan perbekalan firman Tuhan, sekalipun mereka belum mengalami banyak hal atau lingkungan khusus, di dalam hatinya, mereka masih mampu mengerti dan memahami beberapa prinsip kebenaran. Dalam kehidupan nyata, mereka kemudian mampu menerapkan prinsip-prinsip ini untuk menangani berbagai orang, peristiwa, dan hal-hal. Tentu saja, ketika menangani berbagai orang, peristiwa, dan hal-hal, mereka tidak hanya mampu menangani masalah sederhana yang hanya memiliki satu aspek. Sebaliknya, ketika menghadapi berbagai orang, peristiwa, dan hal-hal yang rumit dan saling terkait, mereka mampu menerapkan firman Tuhan dan prinsip-prinsip kebenaran untuk memperlakukan dan menanganinya. Seperti inilah perwujudan orang-orang yang berkualitas baik dalam menangani hal-hal yang ada kaitannya dengan prinsip. Karena kualitas mereka baik, melalui penyiraman dan perbekalan firman Tuhan, mereka mampu menemukan sendiri prinsip-prinsipnya di dalam firman Tuhan untuk memandang dan menangani berbagai orang, peristiwa, dan hal-hal. Orang-orang yang berkualitas baik seperti ini mampu secara mandiri bertanggung jawab atas pekerjaan, menyelesaikan sendiri setiap tugas. Inilah perwujudan kualitas yang baik. Apakah perwujudan utamanya? (Perwujudan utamanya adalah bahwa melalui penyiraman dan perbekalan firman Tuhan, mereka mampu menemukan sendiri prinsip-prinsip di dalam firman Tuhan untuk memandang dan menangani berbagai orang, peristiwa, dan hal-hal, mampu menyelesaikan sendiri berbagai masalah dan secara mandiri bertanggung jawab atas pekerjaan.) Tepat sekali—melalui makan dan minum firman Tuhan, mereka mampu memahami kebenaran dan menemukan prinsip-prinsip untuk memandang dan menangani berbagai orang, peristiwa, dan hal-hal, mampu memikul sendiri pekerjaan mereka. Hanya inilah artinya memiliki kualitas yang baik. Sebelumnya, kita mengatakan bahwa untuk mampu memikul sendiri pekerjaan, orang harus memiliki berbagai kemampuan. Sekarang, menggunakan prinsip-prinsip kebenaran untuk mengukurnya, inilah perwujudan orang-orang yang berkualitas baik.
Apa sajakah perwujudan orang yang berkualitas rata-rata? Perwujudan mereka tentu jauh lebih buruk daripada perwujudan orang-orang yang berkualitas baik. Namun, entah orang berkualitas baik atau berkualitas rata-rata, sebelum mereka menerima perbekalan firman Tuhan dan memahami kebenaran, mereka tidak akan memiliki prinsip-prinsip yang benar dalam cara mereka berperilaku. Jika ingin memperoleh pemahaman mengenai prinsip tentang cara berperilaku, itu haruslah dilakukan di atas landasan menerima perbekalan firman Tuhan dan mulai memahami kebenaran. Hanya melalui pengalaman nyata, barulah orang dapat secara berangsur memahami prinsip-prinsip tentang cara berperilaku. Jika seseorang itu berkualitas rata-rata, ketika membaca firman Tuhan, mereka hanya mampu memahami makna dasar dan standar yang dituntut yang diungkapkan dalam firman Tuhan. Mereka memahami hal-hal ini dalam hal doktrin, tetapi ketika menghadapi situasi tertentu, mereka tetap tidak mampu menerapkan prinsip-prinsip kebenaran. Hanya melalui bimbingan dan perbekalan dari orang lain, atau setelah mengalami banyak hal, barulah mereka mampu memahami beberapa prinsip kebenaran yang dasar. Apa arti "dasar" di sini? Itu berarti prinsip-prinsip yang mereka mengerti dan pahami pada dasarnya adalah prinsip-prinsip yang hanya memiliki satu aspek dan relatif sederhana, serta yang memungkinkan mereka untuk menangani dan menyelesaikan masalah-masalah biasa, tetapi ketika menghadapi situasi atau konteks yang rumit, mereka tidak tahu bagaimana bertindak berdasarkan prinsip-prinsip tersebut. Mereka harus mengandalkan bimbingan dan bantuan dari orang-orang yang memahami kebenaran untuk menangani beberapa masalah rumit atau tugas-tugas yang berkaitan dengan banyak aspek. Inilah perwujudan orang yang berkualitas rata-rata. Apa yang menonjol dalam perwujudan orang yang berkualitas rata-rata? Mereka tidak mampu secara mandiri memahami kebenaran atau menemukan prinsip-prinsip penerapan di dalam firman Tuhan. Mereka tidak mampu memahami secara akurat apa sebenarnya standar yang Tuhan tuntut. Mereka membutuhkan seseorang untuk mempersekutukannya kepada mereka, menyokong mereka, membantu mereka memeriksa berbagai hal, memberi tahu dengan jelas dan mengingatkan mereka. Hanya dengan cara ini, barulah mereka tahu: "Ini adalah sebuah prinsip kebenaran. Aku harus mengingatnya. Aku harus menerapkan berdasarkan hal ini. Aku harus melaksanakan pekerjaan berdasarkan pengaturan kerja ini." Ini dalam hal pemahaman mereka. Kedua, dalam hal melakukan pekerjaan, ketika melakukan pekerjaan yang belum pernah mereka lakukan sebelumnya, mereka tidak dapat dengan cepat menerapkan prinsip-prinsip kebenaran untuk memandang atau menangani berbagai orang, peristiwa, dan hal-hal. Mereka hanya dapat menangani pekerjaan yang hanya memiliki satu aspek berdasarkan pemahaman akan beberapa prinsip kebenaran yang dasar. Ketika menghadapi pekerjaan rumit yang berkaitan dengan berbagai prinsip kebenaran, mereka membutuhkan orang lain untuk memeriksa berbagai hal, serta menyokong dan membekali mereka. Inilah perwujudan orang yang berkualitas rata-rata. Dalam hal pemahaman pribadi, mereka membutuhkan orang lain untuk bersekutu dengan mereka dan membantu mereka memeriksa berbagai hal. Mereka perlu banyak mendengarkan—tidak hanya mendengarkan satu aspek kebenaran, tetapi berbagai aspek, dan pada akhirnya mereka membutuhkan seseorang untuk memberi tahu mereka apa prinsip-prinsip dasar dari berbagai aspek kebenaran agar mereka dapat memahami beberapa di antaranya di dalam hati mereka. Namun, ketika menghadapi situasi yang rumit, mereka kembali tidak tahu bagaimana cara memahami dan masih perlu mencari. Ini adalah dalam hal pemahaman. Dalam menangani berbagai hal dalam pekerjaan atau kehidupan nyata, kemampuan mereka untuk menangani masalah hanya dapat mencapai tingkat menaati prinsip-prinsip kebenaran untuk menangani pekerjaan yang hanya memiliki satu aspek. Ketika menghadapi pekerjaan rumit yang berkaitan dengan banyak prinsip kebenaran, mereka merasa itu agak sulit dan perlu mencari dan meminta seseorang untuk memeriksa berbagai hal. Mereka sendiri tidak dapat menjamin bahwa mereka mampu melakukan pekerjaan itu dengan baik dan tidak dapat meyakini apakah yang mereka lakukan itu sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran atau tidak. Terkadang, akan ada penyimpangan dalam pekerjaan mereka. Namun, penyimpangan ini hanyalah penyimpangan dan bukan distorsi. Jika itu adalah distorsi, maka itu menunjukkan kualitas yang buruk. Ada perbedaan antara penyimpangan dan distorsi: Penyimpangan berarti bahwa pekerjaan tersebut tidak sepenuhnya sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran, tidak dilakukan dengan memadai, atau kurang pertimbangan, tetapi arahnya tidak salah. Hanya saja, karena mereka tidak memiliki pengalaman kerja yang cukup, atau memiliki pemahaman yang agak dangkal tentang kebenaran dan pemahaman tentang prinsip-prinsip kebenaran yang tidak cukup tepat, pekerjaan mereka menjadi kurang memenuhi standar. Pekerjaan mereka bisa saja mendekati standar tetapi masih perlu ditingkatkan agar dapat sepenuhnya memenuhi standar. Inilah perwujudan orang yang berkualitas rata-rata. Apa ciri utama orang-orang semacam ini? (Mereka tidak mampu secara mandiri melakukan satu bagian dari pekerjaan dengan semestinya; mereka membutuhkan bantuan dan sokongan dari orang lain untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.) Ciri mereka adalah, baik dalam hal pemahaman maupun dalam hal melaksanakan tugas, mereka relatif kurang. Mereka biasanya tidak mampu melakukan secara mandiri satu bagian dari pekerjaan dengan semestinya, sehingga membutuhkan sokongan, pemeriksaan, dan dorongan dari orang lain. Oleh karena itu, nalar dasar yang seharusnya dimiliki orang yang berkualitas rata-rata adalah lebih banyak mencari dan lebih banyak menunggu saat melakukan sesuatu. Ketika mereka tidak mampu mengetahui yang sebenarnya tentang sesuatu, mereka harus dengan segera dan dengan rendah hati mencari—baik mencari prinsip-prinsip kebenaran di dalam firman Tuhan untuk dijadikan dasar bagi diri mereka sendiri atau mencari dari orang-orang di atas mereka—serta tidak bertindak membabi buta atau dengan cara yang bingung. Setelah bekerja selama jangka waktu tertentu, jika engkau merasa bingung tentang banyak hal, segeralah merangkum dan mencatat, serta mencari dari orang-orang di atasmu. Tujuannya adalah agar orang-orang di atasmu memeriksa dan mengecek apakah ada penyimpangan atau celah dalam pekerjaan yang telah kaulakukan selama jangka waktu tersebut. Jangan terlalu merasa diri benar, menganggap bahwa dirimu memiliki pengalaman kerja, dan jangan merasa terlalu baik tentang dirimu sendiri. Engkau harus memiliki kesadaran diri. Perwujudan kualitas yang rata-rata telah dibahas, jadi apa ciri orang yang berkualitas rata-rata? (Mereka tidak mampu bekerja secara mandiri; mereka membutuhkan orang lain untuk menyokong, membantu, dan memeriksa berbagai hal.) Apa ciri mereka dalam hal memahami firman Tuhan? (Dalam hal memahami firman Tuhan, mereka hanya mampu memahami beberapa prinsip dasar, tetapi tidak mampu menerapkannya secara nyata dalam pekerjaan.) Apa ciri mereka dalam hal kemampuan kerja? (Dalam hal kemampuan kerja, orang yang berkualitas rata-rata tidak dapat dengan cepat menerapkan prinsip-prinsip kebenaran untuk memandang atau menangani berbagai masalah. Selain itu, mereka hanya mampu bertahan melakukan satu bagian dari pekerjaan; jika berkaitan dengan beberapa bagian dari pekerjaan, mereka tidak mampu memahami prinsip-prinsipnya. Mereka tidak mampu memprioritaskan berbagai bagian dari pekerjaan berdasarkan pentingnya atau mendesaknya pekerjaan itu untuk diselesaikan dengan baik, apalagi mengatur pekerjaan secara wajar. Mereka harus memiliki seseorang yang memeriksa berbagai hal dan membimbing arah mereka, serta yang terus-menerus membantu dan menyokong mereka.) Benar. Orang yang berkualitas rata-rata mampu secara mandiri melakukan pekerjaan tertentu yang hanya memiliki satu aspek, di atas landasan memiliki tingkat pengalaman kerja tertentu, mampu menangani beberapa pekerjaan sederhana. Namun, ketika menghadapi masalah-masalah yang rumit, terutama pekerjaan yang berkaitan dengan beberapa prinsip kebenaran, mereka menjadi bingung dan tidak tahu bagaimana cara menerapkannya. Pada satu saat, mereka berpikir bahwa pekerjaan harus dilakukan dengan cara ini, dan pada saat berikutnya, mereka berpikir bahwa pekerjaan harus dilakukan dengan cara itu, tetapi mereka tidak tahu cara mana yang sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran. Mereka tidak mampu menilai konsekuensi yang mungkin timbul setelah tugas tersebut akhirnya selesai. Dalam situasi seperti itu, mereka tidak memiliki jalan keluar. Orang yang berkualitas rata-rata bisa saja cakap dalam melakukan satu bagian dari pekerjaan, tetapi ketika menghadapi beberapa bagian dari pekerjaan atau pekerjaan yang sedikit lebih rumit, mereka menjadi bingung. Misalnya, ada pemimpin dan pekerja di antaramu yang mampu menangani satu bagian dari pekerjaan ketika itu ditugaskan kepada mereka, tetapi jika mereka ditugaskan untuk mengerjakan dua atau tiga bagian dari pekerjaan, mereka tidak dapat mengelolanya. Sekalipun mereka ingin melakukannya dengan baik, mereka tidak dapat mencapainya. Ketika mereka sibuk dengan pekerjaan, begitu seseorang mengemukakan satu masalah atau masalah lainnya, mereka menjadi bingung dan tidak tahu bagaimana menyelesaikannya. Akibatnya, tidak ada satu bagian dari pekerjaan pun yang dapat diselesaikan dengan baik. Inilah perwujudan orang yang berkualitas rata-rata. Orang yang berkualitas rata-rata tidak dapat memikul dua atau tiga bagian dari pekerjaan secara bersamaan. Terutama ketika mereka menghadapi situasi yang rumit atau khusus, mereka langsung menjadi bingung dan tidak tahu harus berbuat apa. Akibatnya, pekerjaan yang seharusnya dapat mereka lakukan dengan baik tidak dapat dilakukan dengan baik, dan bagian dari pekerjaan yang menjadi tanggung jawab mereka menghadapi masalah dan menjadi tertunda. Oleh karena itu, orang yang berkualitas rata-rata tidak dapat memikul dua atau tiga bagian dari pekerjaan dan hanya cocok untuk satu bagian dari pekerjaan yang sederhana. Ada pemimpin dan pekerja yang selalu menganggap melakukan pekerjaan sebagai hal yang sangat sederhana. Ketika orang lain menunjukkan masalah, mereka selalu acuh tak acuh dan tidak melihatnya sebagai masalah, bahkan menganggap ada yang salah dengan pikiran orang-orang itu dan bahwa mereka sedang membuat segalanya menjadi terlalu rumit. Pada akhirnya, masalah besar muncul, dan mereka tidak mampu menyelesaikannya dan baru kemudian melaporkannya kepada orang-orang di atas mereka. Pemimpin dan pekerja semacam itu memiliki terlalu sedikit pengalaman dan kurang berwawasan. Dalam pekerjaannya, mereka selalu berasumsi bahwa semuanya akan berjalan dengan lancar, hanya mematuhi beberapa peraturan dan dengan keras kepala berpegang pada satu jalan. Seserius apa pun masalah yang muncul, mereka gagal menyadarinya; terlebih dari itu, mereka gagal menyadari bahwa masalah-masalah ini akan menunda pekerjaan secara keseluruhan jika tidak diselesaikan. Inilah perwujudan orang yang berkualitas rata-rata.
Umumnya, jika orang yang berkualitas rata-rata memenuhi standar dalam semua aspek kemanusiaannya, mereka pada dasarnya mampu dengan cakap melakukan pekerjaan yang hanya memiliki satu aspek. Alasan-Ku mengatakan bahwa mereka tidak mampu menyelesaikan pekerjaan yang komprehensif secara mandiri adalah karena kualitas mereka hanya memungkinkan mereka untuk bekerja dengan baik dalam pekerjaan yang hanya memiliki satu aspek. Mengenai pekerjaan tertentu yang ada kaitannya dengan minat, hobi, dan kelebihan mereka, dalam hal kualitas yang mereka miliki, mereka mampu melakukannya dengan cakap. Namun, ketika menghadapi kerumitan pekerjaan yang memiliki banyak aspek, mereka menjadi bingung. Sekalipun mereka memiliki beberapa pengalaman nyata, kualitas mereka tidak memadai untuk tugas tersebut. Ada orang yang berkata, "Apakah ini karena aku masih muda?" Tidak. Jika engkau berkualitas rata-rata, sekalipun engkau telah berusia empat puluhan atau lima puluhan, engkau tetap tidak akan cakap dalam memikul pekerjaan yang memiliki banyak aspek. Mengapa Kukatakan demikian? Setelah mengumpulkan beberapa pengalaman dengan melakukan pekerjaan nyata, engkau mungkin menjadi mampu untuk menangani pekerjaan tertentu yang hanya memiliki satu aspek. Namun, engkau hanya mampu menyelesaikan pekerjaan dengan baik secara mandiri dalam situasi di mana engkau memiliki bimbingan, seseorang untuk memeriksa berbagai hal, atau tindak lanjut dari orang lain—engkau selamanya tidak akan mampu memikul pekerjaan yang berkaitan dengan banyak aspek secara mandiri. Ini menunjukkan bahwa engkau berkualitas rata-rata. Ada orang-orang yang, setelah mengumpulkan beberapa pengalaman selama bertahun-tahun menjalani berbagai situasi, dan setelah memahami beberapa prinsip kebenaran, masih tidak mampu memikul pekerjaan yang memiliki banyak aspek, terutama pekerjaan di mana mereka harus bertanggung jawab secara mandiri atas pekerjaan itu. Ketika mereka menghadapi situasi yang rumit, mereka menjadi bingung dan tidak dapat memprioritaskan tugas berdasarkan pentingnya atau mendesaknya tugas tersebut. Orang-orang semacam itu pasti berkualitas rata-rata. Pengalaman kerja hanya memperhitungkan satu aspek dari kemampuan kerja yang orang miliki; itu bukanlah faktor yang dominan. Faktor yang dominan adalah kualitas dan kemampuan yang orang miliki dalam berbagai aspek. Pengalaman kerja hanya memberikan sedikit referensi. Tentu saja, pengalaman kerja juga berharga karena itu muncul dari pengalaman pribadi, tetapi pengalaman kerja yang nyata ini tidak dapat memungkinkanmu untuk memahami prinsip-prinsip pekerjaan yang memiliki banyak aspek dengan lebih akurat. Jika kualitasmu baik dan engkau benar-benar memahami prinsip-prinsip kebenaran, sekalipun engkau tidak memiliki pengalaman kerja atau pengalaman pribadimu tidak luas, engkau tetap mampu memikul sendiri pekerjaan secara keseluruhan dan bertanggung jawab atas pekerjaan secara mandiri. Namun, orang yang berkualitas rata-rata tidak dapat menyelesaikan sendiri pekerjaan secara menyeluruh; mereka hanya dapat menyelesaikan pekerjaan yang memiliki satu aspek dan perlu sering disuruh, diperiksa, dibantu, dan dibimbing. Oleh karena itu, bagi mereka di antaramu yang berkualitas rata-rata, jangan mengira bahwa mampu bekerja dengan baik dalam pekerjaan tertentu yang hanya memiliki satu aspek berarti engkau mampu dengan cakap melakukan pekerjaan yang memiliki banyak aspek atau bertanggung jawab atas pekerjaan secara mandiri. Ini adalah ilusi dan pemahaman yang salah. Ada kesenjangan antara mampu menyelesaikan sendiri pekerjaan yang hanya memiliki satu aspek dan mampu menyelesaikan sendiri pekerjaan yang memiliki banyak aspek—yang berarti mampu bertanggung jawab atas pekerjaan secara mandiri. Ini adalah sesuatu yang secara bertahap akan engkau semua ketahui melalui pengalaman. Perkataan ini mungkin tidak mudah dipahami—hanya mereka yang telah melayani sebagai pemimpin atau pekerja selama bertahun-tahun dan memiliki pengalaman nyata yang mampu memahaminya. Saudara-saudari biasa mungkin tidak mengerti, bukan? Para pemimpin dan pekerja yang pernah memikul pekerjaan yang memiliki banyak aspek, mereka memiliki pengalaman nyata dan memahami perbedaan dalam hal ini—mereka memiliki prinsip-prinsip dalam cara mereka melakukan pekerjaan mereka. Sedangkan orang yang berkualitas rata-rata tidak mampu memahami hal ini. Dengan demikian, perwujudan orang yang berkualitas rata-rata telah dirangkum sepenuhnya.
Selanjutnya, mari kita merangkum perwujudan orang yang berkualitas buruk. Perwujudan orang yang berkualitas buruk tentu saja lebih buruk daripada perwujudan orang yang berkualitas rata-rata. Apa saja perwujudan orang yang berkualitas buruk? Dengan mencari atau dengan makan dan minum firman Tuhan yang mereka sendiri lakukan, meskipun mereka mampu memahami makna harfiah dari setiap kalimat dan bagian dari firman Tuhan—serta apa maksud dan tuntutan Tuhan—mereka sama sekali tidak memahami prinsip-prinsip kebenaran atau standar yang dituntut oleh Tuhan. Itu berarti, mereka tidak memahami standar yang dituntut oleh Tuhan tentang cara memandang orang dan hal-hal atau cara mereka berperilaku dan bertindak, dan mereka juga tidak memahami apa saja prinsip-prinsip kebenaran yang berkaitan dengan hal-hal tersebut. Ketika mereka makan dan minum firman Tuhan sendiri, mereka tidak mampu memahami hal-hal ini, dan setelah mengalami orang, peristiwa, dan hal-hal dalam kehidupan sehari-hari, mereka tetap tidak mengerti. Bahkan setelah bersekutu, mereka tetap tidak jelas tentang apa yang merupakan prinsip-prinsip kebenaran. Orang-orang semacam ini memiliki satu ciri: Meskipun mereka tidak memahami apa yang merupakan prinsip-prinsip kebenaran, mereka dapat merangkum peraturan yang perlu mereka ikuti dengan mengandalkan perasaan mereka. Yang dapat mereka ingat adalah peraturan—semacam dogma atau seperangkat aturan yang kaku. Sebagai contoh, Tuhan mempersekutukan satu aspek prinsip kebenaran, memberi contoh tentang perwujudan yang positif, perwujudan yang negatif, pemahaman yang murni, dan pemahaman menyimpang yang orang miliki, di antara berbagai perwujudan lainnya, dalam hal ini—apa yang akhirnya diperoleh orang-orang yang berkualitas buruk dari persekutuan ini? Mereka berkata, "Aku mengerti sekarang. Tuhan tidak mengizinkan orang melakukan ini atau itu. Tuhan tidak mengizinkan orang memakan ini atau itu. Tuhan tidak mengizinkan orang mengucapkan perkataan ini, perkataan itu, atau menggunakan istilah-istilah itu." Inilah yang mereka ingat, dan mereka dengan kaku menaati hal-hal ini, menganggapnya sebagai prinsip-prinsip kebenaran. Mereka yakin bahwa jika mereka mematuhi peraturan, perkataan, dan cara bertindak ini, itu berarti mereka sedang menaati prinsip-prinsip kebenaran. Sebanyak apa pun engkau memberi tahu mereka bahwa ini hanyalah mematuhi peraturan, mereka tidak akan menerimanya. Mereka bersikeras mematuhi peraturan ini, yakin bahwa melakukannya berarti menerapkan firman Tuhan dan menerapkan kebenaran. Sama sekali tidak mungkin menangani orang-orang yang tidak memiliki pemahaman rohani semacam itu. Jika mereka bersedia mematuhi peraturan, biarkan mereka melakukannya—selama niat mereka tidak salah, itu tidak apa-apa. Sebagai contoh, suatu kali Aku berkata, "Ketika engkau semua berdoa, engkau harus bersungguh-sungguh; jangan berdoa secara sambil lalu. Di lingkungan yang sesuai, yang terbaik adalah berdoalah dengan berlutut, berdoalah dengan bersujud di hadapan Tuhan, dan selama berdoa, engkau harus menenangkan diri di hadapan Tuhan dan berdoa dengan hati yang terfokus. Inilah yang berarti bersikap sungguh-sungguh dan memiliki hati yang takut akan Tuhan." Orang yang berkualitas buruk, setelah mendengar perkataan ini, hanya mengingat satu peraturan: "Untuk berdoa dengan sungguh-sungguh dan dengan hati yang takut akan Tuhan, orang harus berlutut." Mereka memperlakukan harus berdoa dengan berlutut sebagai prinsip kebenaran, dan menaatinya sebagai prinsip kebenaran, yakin bahwa melakukannya berarti menerapkan kebenaran. Jadi, seperti apa pun lingkungannya, mereka bersikeras untuk berdoa dengan berlutut. Bahkan ketika mereka ingin berdoa saat makan, mereka berdoa dengan berlutut di bawah meja. Saat bekerja di ladang, sekalipun tanahnya sangat kotor atau tanpa memedulikan apa yang mungkin ada di dalam tanah, mereka berdoa dengan berlutut. Bahkan ketika menghadapi bencana atau peristiwa besar saat sedang berada di antara orang-orang tidak percaya, jika mereka ingin berdoa kepada Tuhan, mereka harus menemukan tempat tersembunyi untuk berlutut dan berdoa. Mereka yakin bahwa hanya berdoa dengan cara inilah yang sesuai dengan maksud Tuhan, jadi apa pun keadaannya, mereka harus berdoa dengan berlutut. Mereka berpikir bahwa dengan melakukannya seperti ini, mereka sedang menerapkan kebenaran. Selain itu, mereka menganggap diri mereka sebagai orang yang paling taat, sebagai orang yang paling saksama dalam mengikuti jalan Tuhan, sebagai orang yang paling mencintai kebenaran, dan orang yang paling mampu tunduk pada kebenaran dan firman Tuhan. Engkau melihat bahwa seperti inilah perwujudan orang-orang yang berkualitas buruk. Orang semacam ini kurang dan bermasalah dalam hal pemahaman. Mereka selalu secara kaku menentukan apa prinsip-prinsipnya dalam satu kalimat atau peraturan. Mereka menggunakan metode memahami kata-kata dan pengetahuan untuk memahami kebenaran, dan, tentu saja, mereka juga menerapkan kebenaran dengan mematuhi peraturan, kata-kata, pepatah, dan formalitas. Dengan cara apa pun engkau mempersekutukan prinsip-prinsip kebenaran, setelah mendengarnya, mereka menganggapnya hanya sebagai kalimat, peraturan, cara bertindak, atau slogan. Bagi mereka, ini hanyalah tentang mengikuti aturan. Mereka menganggap menerapkan kebenaran sebagai hal yang sesederhana ini, hanya menaati apa yang boleh dan tidak boleh mereka lakukan, dan hanya itu.
Orang yang berkualitas buruk memandang orang dan hal-hal, berperilaku serta bertindak dengan menggunakan peraturan untuk mengukur dan memperlakukan segala sesuatu. Sekalipun lingkungan eksternal, serta orang, peristiwa, dan hal-hal di sekitar mereka telah berubah, mereka terus-menerus mematuhi satu peraturan tanpa perubahan. Jika kaukatakan bahwa mereka tidak mencintai kebenaran dan tidak menerapkan kebenaran, di dalam hatinya, mereka akan merasa diperlakukan tidak adil. Mereka berkata, "Aku telah meninggalkan begitu banyak hal, menanggung begitu banyak penderitaan, menaati begitu banyak firman Tuhan, dan menerapkan begitu banyak firman Tuhan—jadi mengapa kaukatakan aku tidak mencintai kebenaran dan tidak menerapkan kebenaran? Mengapa kau bahkan mengatakan aku mematuhi peraturan? Aku merasa diperlakukan tidak adil!" Memperlihatkan masalah apa sampai-sampai mereka dapat mengucapkan perkataan semacam itu? Apa perwujudan utama orang-orang yang berkualitas buruk? Dalam hal apa mereka berkualitas buruk? Mereka sama sekali tidak memiliki kemampuan untuk memahami kebenaran, jadi sebanyak apa pun aspek kebenaran yang dipersekutukan kepada mereka, bagi mereka semua itu pada akhirnya direduksi menjadi satu cara bertindak, satu aturan, satu ungkapan, atau satu formalitas, bukan menjadi satu prinsip. Jika seseorang mengucapkan sebuah kalimat atau menggunakan sebuah istilah yang melanggar aturan mereka, bagi mereka, ini merupakan pelanggaran terhadap prinsip-prinsip kebenaran. Ini menyusahkan. Oleh karena itu, orang-orang yang berkualitas buruk, di satu sisi, menggunakan berbagai peraturan, formalitas, kata-kata belaka, dan cara bertindak untuk menentukan bahwa mereka sendiri adalah orang yang memiliki kenyataan kebenaran. Selain itu, ada hal menyusahkan lainnya, yaitu mereka sering menggunakan doktrin yang kerap kali mereka ucapkan, serta peraturan dan cara bertindak yang sering mereka patuhi, untuk mengukur orang lain dan bahkan untuk mengukur Tuhan. Selain mengukur, mereka juga sering menghakimi orang lain dan Tuhan, serta membatasi orang lain dan Tuhan. Misalnya, Aku pernah berkata, "Aku biasanya tidak berani makan makanan dingin. Setelah memakannya, perut-Ku tidak dapat menerimanya, jadi pada dasarnya Aku tidak makan makanan yang mentah dan dingin." Seseorang yang berkualitas buruk mendengarnya dan berkata, "Sekarang aku memahami-Mu. Kelak, aku akan memastikan untuk tidak memberi-Mu makanan yang mentah dan dingin. Dalam keadaan apa pun, aku tidak akan pernah membiarkan-Mu makan makanan yang mentah dan dingin." Namun, ketika puncak musim panas tiba dan cuaca menjadi sangat panas, dan stroberi di ladang telah matang, suatu hari Aku makan dua stroberi di ladang, dan setelah melihatnya, dia berpikir: "Bukankah Engkau tidak pernah makan makanan yang mentah dan dingin? Bukankah stroberi itu dingin? Bukankah Engkau sebelumnya mengatakan bahwa makan makanan yang dingin membuat perut-Mu tidak nyaman? Lalu mengapa Engkau makan stroberi hari ini? Bukankah itu berarti Engkau berbohong?" Dia memikirkan hal ini di dalam hatinya; hanya saja dia tidak mengucapkannya dengan lantang. Katakan kepada-Ku, apakah pandangannya tentang berbagai hal tepat? (Tidak.) Mengapa tidak tepat? (Dia menjadikan satu hal yang Tuhan katakan sebagai peraturan untuk mengukur sesuatu tanpa mempertimbangkan latar belakang saat Tuhan mengatakannya.) Dia tidak tahu apa yang dimaksud dengan perkataan-Ku ini. Dalam keadaan normal, memakan makanan yang mentah dan dingin membuat perut-Ku terasa tidak nyaman, tetapi ada pengecualian. Misalnya, setelah Aku melakukan pekerjaan fisik dan tubuh-Ku menjadi panas, digabungkan dengan cuaca panas yang suhunya mencapai sekitar tiga puluh derajat, dan makanan yang mentah dan dingin itu menjadi tidak begitu dingin, maka dalam kasus seperti itu, Aku dapat memakannya dalam jumlah sedikit. Bukan berarti Aku sama sekali tidak boleh memakannya. Ketika Kukatakan Aku "tidak dapat memakannya", maksud-Ku adalah dalam keadaan biasa; dalam cuaca musim panas yang terik, Aku baik-baik saja jika memakannya dalam jumlah sedikit. Orang yang berkualitas buruk itu tidak dapat memahami perkataan ini. Ketika mendengarnya, dia menganggapnya sebagai suatu peraturan atau rumusan. Ketika keadaan khusus muncul, dia berusaha untuk tetap menerapkan rumusan ini. Ketika dilihatnya bahwa itu tidak dapat diterapkan, dia tidak dapat memahaminya: "Bukankah Kaukatakan bahwa Engkau tidak dapat memakan makanan yang mentah dan dingin? Mengapa Engkau memakannya sekarang? Bukankah itu berarti Engkau berbohong?" Di mana letak kekurangan orang itu dalam hal ketidakmampuannya untuk memahami perkataan-Ku? (Dia tidak memiliki kemampuan untuk memahami.) Kekurangannya terletak pada ketidakmampuannya untuk menilai dan memahami hal ini berdasarkan perubahan lingkungan dan keadaan khusus. Jika orang yang berkualitas memadai melihat hal ini, mereka akan tahu bahwa setelah bekerja dan tubuh-Ku menjadi panas, digabungkan dengan cuaca panas dan fakta bahwa buah-buahan ini menjadi tidak terlalu dingin, memakannya sedikit bukanlah masalah bagi-Ku, dan ini sangat normal. Mereka mampu memahami hal ini dan mencari tahu. Namun, orang yang berkualitas buruk tidak dapat mencari tahu; dia terjebak pada titik ini dan di dalam hatinya, mengembangkan gagasan. Apa akibatnya begitu gagasan terbentuk? Itu dengan mudah membuatnya menghakimi dan mengutuk. Bukankah ini yang terjadi? (Ya.) Tentu saja, hal kecil ini bukanlah masalah besar, tetapi di dalam hatinya, orang itu tidak bisa membiarkannya begitu saja: "Bukankah ini berarti berbohong? Jadi, Engkau juga berbohong!" Engkau melihat bahwa dia cepat sekali membatasi dan menghakimi bahkan mengenai hal yang sangat kecil ini. Ini bahkan sebelum menyentuh masalah-masalah besar—dia telah mengembangkan gagasan. Orang-orang yang berkualitas buruk tidak dapat mengetahui yang sebenarnya tentang hal-hal kecil semacam itu dan sama sekali tidak mampu membedakan. Dalam memandang masalah apa pun, mereka secara kaku menerapkan peraturan. Mereka yakin bahwa hanya orang yang mampu mematuhi peraturan yang memiliki kebenaran. Sekalipun perkataan dan tindakanmu sangat sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran, selama itu bertentangan dengan gagasan dan imajinasi yang dimiliki orang-orang semacam itu dan bertentangan dengan peraturan yang mereka kenali, mereka akan menghakimi dan mengutukmu di dalam hati mereka. Sekalipun mereka tidak mengatakannya dengan lantang, mereka akan mengembangkan gagasan atau berprasangka terhadapmu. Sebanyak apa pun banyak khotbah yang mereka dengar atau aspek kebenaran mana pun yang dipersekutukan kepada mereka, orang-orang yang berkualitas buruk ini selalu mereduksi semuanya menjadi satu pernyataan, cara bertindak, atau peraturan, dan mereka mematuhi pernyataan, cara bertindak, dan peraturan ini dengan sangat bersemangat; mereka bahkan yakin bahwa mereka adalah orang yang menerapkan kebenaran, dan bahwa mereka benar-benar tunduk pada kebenaran dan benar-benar takut akan Tuhan. Terkadang, mereka bahkan meneteskan air mata, menganggap diri mereka benar-benar mengasihi Tuhan dan tak seorang pun di dunia ini yang lebih mengasihi Tuhan dibandingkan mereka. Padahal sebenarnya, yang mereka patuhi hanyalah satu peraturan atau satu cara bertindak. Mereka melaksanakan penerapan mereka dengan cara ini dan dapat terus melakukannya tanpa perubahan, yakin bahwa mereka telah memperoleh kebenaran dan telah disempurnakan oleh Tuhan. Katakanlah kepada-Ku, bukankah ini menyusahkan? (Ya.)
Apakah engkau semua sering bertemu dengan orang-orang yang mematuhi peraturan? (Ya.) Misalnya, engkau memberi tahu orang yang memasak bahwa cuaca sudah menjadi makin panas, jadi setiap hari dia harus menyiapkan teh herbal yang menyegarkan atau membuat minuman dingin, dan menyajikan beberapa hidangan dingin saat membuat makanan—yang oleh orang Barat disebut salad—untuk merangsang selera makan orang. Seseorang yang berkualitas buruk menghafalkan perkataanmu sebagai berikut: Ketika cuaca sangat panas, orang harus makan hidangan dingin dan minum minuman dingin. Dia mengingatnya dengan baik dan mematuhinya dengan tekun. Namun, suatu hari, ketika suhunya turun, dia mengabaikan apakah cuacanya dingin atau tidak dan berpikir, "Sekarang musim panas, jadi aku harus membuat hidangan dingin dan minuman dingin. Aku akan membuatnya setiap hari agar kau dapat menikmatinya sepenuhnya, untuk menyejukkanmu sepenuhnya. Aku tidak peduli apakah suhunya turun atau tidak!" Dia tidak hanya membuat hidangan dingin, tetapi bahkan untuk mi, dia membilasnya dengan air dingin, kemudian menyajikannya dengan disertai minuman dingin, bahkan menambahkan beberapa es batu. Melihatnya, seseorang berkata: "Hari ini sangat dingin. Mengapa kau tetap membuat hidangan dingin? Kau bahkan menaruh es batu di minuman yang dingin itu—apakah kau sedang berusaha membuat kami membeku?" Orang yang memasak itu merasa sakit hati dan berkata, "Apakah aku benar-benar sejahat itu? Musim panas sangat panas—bukankah aku melakukan ini hanya untuk membantu semua orang agar merasa lebih sejuk dan makan lebih banyak? Bukankah ini mengikuti prinsip dan bersikap penuh perhatian kepada semua orang? Salahku bagaimana? Lalu sekarang kaukatakan aku sedang berusaha membuatmu membeku—apakah aku sedemikian tidak bermoral? Apakah kemanusiaanku benar-benar seburuk itu? Engkau semua begitu tidak pengertian terhadapku!" Dengan membuat makanan seperti itu, apakah orang itu sedang mengikuti prinsip? Apa prinsipnya di sini? Prinsipnya adalah menyesuaikan makanan dan minuman berdasarkan musim dan suhu. Pada musim panas ketika cuaca sedang panas, konsumsilah makanan atau minuman yang relatif dingin yang dapat merangsang nafsu makan orang—ini adalah sebuah prinsip, bukan? Ini adalah sebuah prinsip. Namun sekarang, dengan penurunan suhu yang tiba-tiba, bagaimana prinsip ini seharusnya diterapkan? (Ketika suhu tiba-tiba turun, orang yang memasak tidak boleh lagi tetap menyiapkan hidangan dingin atau salad seperti yang disarankan sebelumnya, tetapi harus menyesuaikan berdasarkan cuaca, dan membuat hidangan hangat sebagai gantinya. Mereka tidak boleh mematuhi peraturan.) Benar. Ketika cuaca sesekali mendingin di musim panas, engkau tidak boleh tetap membuat hidangan dingin dan minuman dingin di musim panas—engkau tidak boleh mematuhi peraturan ini. Ketika suhu tiba-tiba turun, makanan dan minuman yang dikonsumsi orang juga harus segera diubah. Hidangan dingin dan minuman dingin tidak boleh lagi dibuat, dan es batu sama sekali tidak boleh ditambahkan. Sebaliknya, engkau harus memasak hidangan panas, membuat mi hangat, menyesuaikan makanan dan minuman berdasarkan suhu dan cuaca. Ini adalah prinsipnya. Namun, orang yang berkualitas buruk itu, selama itu adalah musim panas, tetap membuat minuman dingin dan hidangan dingin, tanpa memedulikan suhu atau kondisi cuaca—apa masalahnya di sini? (Mematuhi peraturan.) Ini berarti mematuhi peraturan, tidak mampu menerapkan prinsip secara fleksibel berdasarkan keadaan. Ini adalah perwujudan orang yang berkualitas buruk dalam hal cara mereka melakukan sesuatu—mereka mengingat satu pernyataan dan memperlakukannya sebagai peraturan yang harus dipatuhi, dan sekalipun lingkungan, orang, peristiwa, dan berbagai hal berubah, mereka tidak dapat secara fleksibel menerapkan prinsip untuk menangani masalah. Sebenarnya, hasil yang ingin dicapai dengan menetapkan prinsip mengenai makanan dan minuman adalah memastikan bahwa orang makan dengan cara yang membuat tubuh mereka merasa nyaman. Prinsip semacam ini sama sekali bukan peraturan. Namun, mereka yang mematuhi peraturan, tanpa mempertimbangkan suhu atau cuaca, atau tanpa peduli apakah engkau merasa nyaman saat makan atau tidak, tetap membuat hidangan dingin dan minuman dingin selama itu masih musim panas—ini disebut mematuhi peraturan. Menerapkan berdasarkan prinsip berarti bahwa segala sesuatu yang dilakukan haruslah difokuskan untuk mencapai hasil akhir yang baik. Sedangkan mematuhi peraturan, mengabaikan hasil tersebut dan hanya berfokus pada formalitas dan cara bertindak. Inilah tepatnya cara menangani masalah yang dilakukan oleh orang yang berkualitas buruk—hal apa pun yang muncul, mereka menggunakan pendekatan yang sama untuk menanganinya.
Orang yang berkualitas buruk tidak dapat mengetahui yang sebenarnya tentang apa pun yang terjadi kepada mereka. Bahkan ketika membaca firman Tuhan atau mendengarkan khotbah, pemahaman mereka mengandung beberapa distorsi dan pasti mengandung penyimpangan. Mereka mematuhi peraturan, cara bertindak, atau ritual tertentu, yang sama sekali berbeda dengan prinsip-prinsip kebenaran, dan akibatnya banyak hal yang menyimpang pun muncul. Dapat dikatakan bahwa pemahaman orang yang berkualitas buruk mengenai hal apa pun selalu mengandung natur yang agak menyimpang. Meskipun dalam hal-hal yang sederhana dan mudah dikelola mereka bisa saja mencapai kepatuhan dan ketundukan tanpa memperlihatkan distorsi, tetapi mengenai hal-hal yang berdasarkan prinsip atau masalah yang relatif rumit, mereka tidak mampu memahami prinsip-prinsip kebenaran, dan hanya tahu untuk mematuhi peraturan. Apakah engkau mengerti? (Ya.) Orang yang berkualitas buruk sama sekali tidak memiliki kemampuan untuk memahami kebenaran dan hanya tahu untuk mematuhi peraturan. Orang-orang semacam itu juga cukup menyusahkan. Mereka sangat bersemangat dan bertekad dalam mematuhi peraturan. Jika engkau menyampaikan persekutuan kepada mereka dan berkata, "Yang sedang kaulakukan ini adalah mematuhi peraturan, bukan menaati prinsip-prinsip kebenaran," mereka tidak dapat menerimanya. Mereka merasa: "Aku menaati prinsip dengan teguh dan tidak dapat berkompromi dengan orang lain! Orang lain tidak menaati prinsip dan dikutuk karenanya, sedangkan aku, aku menaatinya tetapi aku juga dikutuk. Ini tidak adil!" Lihatlah betapa keras kepalanya mereka, engkau benar-benar tidak dapat membujuk mereka. Pernahkah engkau semua bertemu dengan orang-orang semacam itu? (Ya.) Misalnya, Aku memberi tahu seseorang, "Jika kau ingin belajar menari, kau dapat menyisihkan dua jam setiap hari untuk berlatih saat pekerjaan tidak sibuk. Jika kau terus melakukannya selama jangka waktu tertentu, kau akan menguasainya." Orang itu mengingat frasa "terus berlatih selama dua jam setiap hari" dan yakin bahwa melakukannya dengan cara seperti itu berarti menerapkan kebenaran dan berpegang teguh pada prinsip. Setelah itu, sesibuk apa pun tugas yang sedang dilaksanakannya, dia tetap berlatih menari selama dua jam setiap hari. Selama jangka waktu tertentu ketika pekerjaan gereja sangat sibuk dari pagi hingga sore dan dia pada dasarnya tidak memiliki waktu luang selama dua jam dalam sehari, dia tetap bersikeras berlatih menari selama dua jam. Ketika orang lain mengingatkannya bahwa hal ini dapat menunda pekerjaan gereja, dia menolak untuk mendengarkan dan berkata, "Tuhan menyuruhku untuk berlatih menari selama dua jam setiap hari. Aku harus melakukannya. Jika aku tidak melakukannya, itu berarti aku tidak taat dan tidak memiliki ketundukan." Jika engkau menyuruhnya untuk tidak melakukannya, dia tidak mau. Dia tidak dapat menangani berbagai hal secara fleksibel ataupun menerapkan firman-Ku secara fleksibel berdasarkan kebutuhan pekerjaan atau kebutuhan keadaan. Dia tidak mengerti mengapa dia harus berlatih selama dua jam, apa pentingnya berlatih selama dua jam, atau hasil apa yang ingin dicapai. Dia tidak mengerti dan tidak jelas tentang hal-hal ini. Baginya, menerapkan kebenaran hanya berarti mematuhi satu pernyataan, satu peraturan, atau suatu formalitas—yang, dalam pandangannya, berarti menerapkan kebenaran. Entah itu membuahkan hasil atau tidak, atau seperti apa pun hasilnya, dia dengan keras kepala terus menempuh satu jalan tersebut, menolak untuk berbalik apa pun yang terjadi, sekalipun sepuluh ekor lembu menariknya. Sekalipun dia menyimpang dalam penerapannya, dia akan terus melakukannya dengan cara itu. Ketika diberi tahu bahwa dia sedang bersikap tak masuk akal, dia tetap bersikeras melakukannya. Bukankah orang-orang semacam itu sangat menyusahkan? Siapa pun yang menyampaikan persekutuan kepadanya, itu tidak berhasil. Setelah engkau dengan susah payah menjelaskan hal-hal dengan gamblang, dia mungkin memahami hal ini pada hari ini, tetapi besok dia akan mematuhi peraturan dalam hal lainnya, tanpa henti mematuhi peraturan, dan engkau harus terus-menerus mengoreksi dirinya. Dia berbelok ke kiri atau ke kanan, dan menyimpang dalam hal semacam ini atau hal semacam itu—dia terus-menerus menyimpang tanpa akhir. Melihat dirinya membuatmu cemas, tetapi engkau tidak dapat mengoreksi orang itu apa pun yang berusaha kaulakukan. Mengapa? Karena kualitasnya terlalu buruk. Dia tidak pernah mampu membedakan antara hal positif dan hal negatif, antara tepat dan keliru, antara benar dan salah, antara kebenaran dan peraturan. Dia tidak memiliki standar untuk membatasi hal-hal ini, tidak memiliki kemampuan untuk membatasinya, dan sama sekali tidak dapat membatasinya. Oleh karena itu, orang yang berkualitas buruk hanya dapat melakukan pekerjaan dan tugas yang berdasarkan peraturan, atau pekerjaan yang hanya memiliki satu aspek yang tidak ada kaitannya dengan prinsip-prinsip kebenaran, seperti mengikuti jadwal rutin setiap hari, melakukan satu hal pada waktu tertentu dan melakukan hal lain pada waktu yang ditentukan lainnya—yang berarti, mereka hanya dapat menangani tugas-tugas sederhana di mana mematuhi jadwal, mempertahankan formalitas, dan mengikuti cara melakukan sesuatu sudah memadai untuk melakukan pekerjaan itu dengan baik. Namun, mereka tidak dapat menangani pekerjaan yang sedikit lebih rumit. Begitu mereka dituntut untuk bertindak berdasarkan prinsip-prinsip kebenaran dan mencapai hasil tertentu, mereka tidak mampu melaksanakannya. Jika engkau menugaskan kepada mereka satu bagian dari pekerjaan yang mengharuskan mereka untuk menerapkan prinsip kebenaran secara fleksibel, menangani berbagai masalah sebagaimana mestinya, dan beradaptasi berdasarkan keadaan, mereka menjadi bingung dan tidak mampu melaksanakannya. Mereka harus memiliki seseorang untuk membantu dan memberi mereka petunjuk; engkau tidak dapat mengharapkan mereka untuk melakukan pekerjaan dengan baik secara mandiri. Bagaimana seharusnya orang-orang semacam itu diperlakukan? Meskipun mereka dapat terus melaksanakan tugas mereka secara rutin setiap hari, ketika menghadapi situasi yang tidak terduga, mereka tidak tahu bagaimana menanggapinya dan bahkan mungkin tidak mau lagi melaksanakan tugas mereka. Bagi orang-orang semacam itu, perlu untuk sering menanyakan dan memeriksa pekerjaan mereka, dengan bertanya, "Selama periode ini, apakah ada kekacauan atau gangguan apa pun terhadap pekerjaan gereja? Apakah ada masalah rumit yang tidak kauketahui cara mengatasinya?" Setelah memikirkannya, mereka berkata, "Semuanya baik-baik saja selama periode ini. Semua orang melaksanakan tugas mereka dan dapat berkumpul serta makan dan minum firman Tuhan secara normal. Tak seorang pun mengacaukan atau mengganggu, dan aku belum pernah mendengar ada orang yang menyebarkan kekeliruan untuk menyesatkan orang lain." Mereka tidak dapat mengidentifikasi masalah apa pun dan tidak tahu apa yang harus dilaporkan, bahkan mereka juga tidak mampu mengajukan pertanyaan. Oleh karena itu, engkau tidak dapat mengharapkan mereka untuk menangani atau menyelesaikan sendiri masalah yang muncul dalam kehidupan nyata atau dalam pelaksanaan tugas mereka. Engkau juga tidak dapat mengharapkan mereka untuk mencari atau mengajukan pertanyaan kepada orang-orang di atas mereka ketika mereka tidak tahu bagaimana menangani sesuatu. Mereka tidak dapat mencapai semua ini karena kualitas mereka tidak memadai. Jika orang-orang tersebut tidak melaporkan masalah kepada orang-orang di atas mereka, orang lain mungkin akan mengira mereka tidak memiliki masalah. Padahal, bukan ini yang terjadi. Mereka tidak dapat mengidentifikasi masalah biasa sekalipun, bahkan ketika masalah telah menumpuk di hadapannya, mereka tidak melihatnya sebagai masalah. Dengan demikian, mereka juga tidak menyelesaikan masalah. Mereka memiliki kepala, dengan dua mata dan dua telinga; mereka dapat melihat, mendengar, dan berbicara, tetapi mereka tidak dapat mengidentifikasi atau menyelesaikan masalah. Karena mereka sama sekali tidak memiliki kualitas dan kemampuan untuk mengidentifikasi dan menangani masalah, sekalipun di luarnya mereka terlihat sangat cerdas, itu tidak ada gunanya. Mereka tidak mampu mengambil apa yang mereka lihat atau dengar dan mengolahnya dalam pikiran mereka untuk memikirkannya serta mengidentifikasi apakah ini adalah masalah atau bukan, atau bagaimana cara menanganinya. Jika mereka tidak dapat menangani masalah yang berkaitan dengan prinsip-prinsip kebenaran, mereka juga tidak akan melaporkannya kepada orang-orang di atas mereka. Mereka sama sekali tidak mampu melakukan semua ini. Bukankah ini memperlihatkan bahwa mereka berkualitas buruk? Bukankah ini perwujudan dari orang-orang yang berkualitas buruk? (Ya.) Jika engkau bertanya kepada seseorang yang berkualitas buruk, "Apakah ada masalah dalam pekerjaan selama periode ini? Apakah ada area di mana kau tidak memahami prinsip?" mereka menjawab, "Tidak ada masalah apa pun; semua orang sibuk, dan semuanya berjalan cukup baik!" Bagi mereka, semuanya baik-baik saja. Sebagai seorang pemimpin atau pekerja, jika engkau hanya memercayai mereka ketika mereka mengatakan semuanya baik-baik saja, berarti engkau terlalu bodoh dan engkau juga adalah orang yang berkualitas buruk sama seperti mereka. Orang yang berkualitas baik tidak hanya tahu cara mengenali masalah, tetapi juga harus mampu mengidentifikasi sendiri masalah tersebut. Mereka dapat terlibat dalam percakapan yang membahas masalah, dan saat mereka berbicara, masalah itu akan terungkap dengan sendirinya. Ketika engkau menemukan suatu masalah dan bertanya kepada orang yang berkualitas buruk tentang bagaimana mereka menanganinya, mereka akan menjawab, "Masalah apa? Mengapa aku tidak menyadarinya?" Orang yang berkualitas buruk tidak dapat mengidentifikasi masalah, jadi dalam melakukan pekerjaan, engkau harus mahir dalam mengenali dan mengidentifikasi masalah, memahami masalahnya dan tidak membiarkannya begitu saja, lalu membantu dalam menangani dan menyelesaikannya. Engkau perlu tahu cara mengobrol dengan orang-orang yang berkualitas buruk, menanyai mereka dan mengajukan pertanyaan dengan cara mengobrol, untuk mengidentifikasi masalahnya. Saat mengobrol, mereka sendiri tanpa sadar akan mengemukakan masalah itu. Tanpa mengobrol seperti ini, mustahil untuk mengidentifikasi masalah tersebut. Karena engkau mengobrol dengan mereka dengan cara seperti ini, mereka menjadi terinspirasi dan tiba-tiba mengidentifikasi masalah-masalah tersebut. Jika engkau tidak menggunakan pendekatan ini untuk mengenali situasinya, mereka tidak akan menganggap hal-hal yang mereka lihat ini sebagai masalah. Jadi, saat masalah terungkap selama obrolanmu, masalah tersebut harus dijelaskan sedikit demi sedikit, seperti memeras pasta gigi. Mereka hanya akan merasa sedikit malu ketika semua masalah telah terselesaikan. Bukankah ini memperlihatkan bahwa mereka berkualitas buruk? (Ya.) Berikut adalah perwujudan orang-orang yang berkualitas buruk: Bahkan ketika ada masalah, mereka tidak dapat mengidentifikasi masalah tersebut, dan karena mereka tidak dapat mengidentifikasi masalahnya, mereka tidak akan pernah dapat mengemukakannya atau menyelesaikannya. Katakan kepada-Ku, jika mereka tidak dapat mengidentifikasi masalah, dapatkah mereka melakukan pekerjaan mereka dengan baik? Dapatkah mereka melakukan pekerjaan mereka dengan baik dengan mematuhi peraturan? (Tidak.) Sama sekali tidak. Seperti inilah perwujudan memiliki kualitas yang buruk. Jika kaukatakan bahwa mereka berkualitas buruk, mereka bahkan berpikir, "Kualitasku sangat baik! Setelah Tuhan berbicara tentang sesuatu, aku langsung mengerti cara bertindak atau peraturannya, dan aku dapat mematuhi peraturan itu seumur hidupku. Lihat, bukankah kualitasku baik? Engkau semua gagal memahami poin-poin utamanya, tetapi aku bisa. Misalnya, aku diberi tahu bahwa pada musim panas cuacanya panas dan kita harus makan hidangan dingin. Jadi, aku terus membuat hidangan dingin dan menyajikan minuman dingin—aku mampu menaati apa yang Tuhan katakan. Engkau melihat bahwa tak seorang pun dari antaramu yang mampu menaatinya, dan kau selalu berbicara tentang prinsip. Bukankah prinsip hanyalah peraturan? Jika kau mematuhi peraturan, bukankah itu berarti menaati prinsip?" Mereka bahkan menganggap diri mereka berkualitas baik, yakin bahwa mereka mampu memahami poin-poin utama dari suatu masalah, dan bahwa dari khotbah yang panjang lebar, mereka dapat memilih satu pernyataan, cara bertindak, peraturan, atau bahkan satu frasa atau kata yang mereka rasa perlu untuk mereka ikuti. Katakan kepada-Ku, bukankah ini menyusahkan? Ada banyak sekali orang yang seperti itu. Ketika engkau mempersekutukan berbagai perincian dalam kebenaran, mereka tidak dapat memahaminya dan bahkan berkata, "Sungguh menyusahkan! Kau tidak mau berhenti bicara. Bukankah ini hanya tentang tidak mengatakan kata-kata tersebut atau tidak melakukan hal semacam itu? Patuhi saja satu pernyataan itu dan itu sudah cukup—ini hanyalah masalah satu pernyataan. Mengapa membuatnya menjadi begitu menyusahkan? Kau bahkan membedakan keadaan, lingkungan, dan kemanusiaan berbagai jenis orang, dan membedakan antara pemahaman yang menyimpang dan pemahaman yang murni. Apakah benar-benar terdapat begitu banyak perincian? Mengapa sedemikian terperinci? Kau sangat cerewet!" Mereka bahkan mengutuk orang lain. Seperti inilah perwujudan orang yang berkualitas buruk.
Apa saja ciri orang yang berkualitas buruk? Mereka tidak memahami prinsip-prinsip kebenaran; aspek apa pun dari prinsip-prinsip kebenaran itu, mereka memperlakukannya sebagai semacam peraturan atau rumusan, dan mereka kemudian mengikutinya dengan semangat yang tak kenal lelah. Mereka mampu membicarakan banyak doktrin sehingga beranggapan bahwa mereka memahami prinsip-prinsip kebenaran, padahal sebenarnya, mereka sama sekali tidak memahami kebenaran. Jika engkau menjelaskan beberapa dari prinsip mengenai cara bekerja bagi pemimpin dan pekerja, menyuruh orang-orang semacam itu untuk melakukan pekerjaan dan menangani berbagai masalah berdasarkan pemahaman mereka tentang prinsip-prinsip ini, orang-orang yang berkualitas buruk ini sama sekali tidak akan mampu menerapkannya. Mereka tidak memahami prinsip-prinsip kebenaran ini, dan mereka juga tidak mampu menerapkan prinsip-prinsip kebenaran untuk melakukan pekerjaan tersebut. Ketika mereka benar-benar melakukan pekerjaan, mereka sepenuhnya mematuhi peraturan, mengikuti protokol, dan menerapkan dogma secara otomatis. Ada orang-orang yang ingin menaati prinsip-prinsip kebenaran, tetapi karena mereka berkualitas buruk dan tidak mampu mencapai pemahaman akan kebenaran, mereka tidak mampu menaati prinsip-prinsip tersebut. Pekerjaan apa pun yang mereka lakukan, ketika menghadapi masalah, mereka menjadi bingung dan bahkan menjadi kewalahan—mereka tidak mampu melakukan pekerjaan apa pun dengan baik. Ketika orang-orang di atas mereka mempersekutukan prinsip-prinsip kepada mereka, mereka merasa telah mengerti, memahami, dan mengingat semuanya. Namun, ketika mereka menghadapi masalah dalam kehidupan nyata, mereka menjadi bingung, karena doktrin dan peraturan yang telah mereka pahami tidak ada gunanya, sehingga mereka berpikir: "Apa yang harus kulakukan sekarang?" Mereka tidak tahu harus mulai bekerja dari mana, mereka tidak tahu metode apa yang harus digunakan untuk melakukan pekerjaan itu, mereka tidak tahu bagaimana menerapkan pengaturan kerja, dan terlebih lagi, mereka tidak tahu masalah mana yang harus diselesaikan saat ini untuk menjamin kemajuan normal pekerjaan gereja—mereka tidak mengetahui semua ini. Akibatnya, seberapa lamanya pun mereka telah bekerja, tidak ada hasilnya, dan pengaturan kerja tidak dapat dilaksanakan. Mereka bahkan tidak mampu menyelesaikan masalah tentang bagaimana membuat kehidupan bergereja berjalan dengan baik. Mereka tidak dapat melakukan bahkan pekerjaan yang paling dasar dan tidak tahu cara melakukannya. Mereka hanya dapat mengucapkan doktrin kepada orang-orang dan meminta mereka untuk mematuhi peraturan. Dalam hal melaksanakan pengaturan kerja dan melakukan pekerjaan gereja yang konkret, mereka menjadi bingung dan tidak mampu melakukannya. Di dalam hatinya, mereka berpikir, "Bagaimana pengaturan kerja ini harus dilaksanakan? Peraturan mana yang harus dipatuhi?" Mereka tidak dapat melihat hal-hal ini dengan jelas. Namun, mereka masih memiliki satu cara terakhir: Mereka yakin bahwa selama mereka mengadakan lebih banyak pertemuan, masalah dapat diselesaikan. Oleh karena itu, cara mereka bekerja adalah dengan mengadakan pertemuan tanpa henti dan berkhotbah tanpa henti. Ketika khotbah mereka menggugah semua orang dan membuat mereka bersemangat, mereka menganggap bahwa semua masalah telah teratasi dan tidak ada lagi masalah, dan bahwa selama semua orang bersemangat, itu berarti semua pekerjaan telah dilakukan dengan semestinya. Namun ternyata, setelah beberapa hari berkumpul, masalah yang sebenarnya bukan saja tetap tidak terselesaikan, dan tugas-tugas yang orang laksanakan tetap tidak membuahkan hasil, melainkan pekerjaan gereja juga sama sekali tidak mengalami kemajuan. Namun, mereka masih memiliki suasana hati untuk berkhotbah. Orang-orang yang berkualitas buruk tidak akan memperoleh hasil apa pun, seberapa lamanya pun mereka telah bekerja, dan tidak dapat melaksanakan pengaturan kerja, sebanyak apa pun waktu yang diberikan kepada mereka—mereka tidak memiliki efisiensi maupun efektivitas. Inilah perwujudan orang yang berkualitas buruk. Perwujudan orang yang berkualitas buruk adalah seperti yang baru saja Kujelaskan, tetapi perwujudan orang yang tidak berkualitas jauh lebih buruk. Sebanyak apa pun khotbah yang mereka dengar atau sebanyak apa pun kebenaran yang orang lain persekutukan kepada mereka, mereka tidak mampu memahami prinsip-prinsip kebenaran tersebut, dan bahkan tidak mampu memahami peraturan paling dasar yang harus dipatuhi. Ketika buruknya kualitas seseorang mencapai taraf ini, prinsip-prinsip kebenaran berada di luar jangkauan mereka. Sekalipun orang lain mempersekutukan kebenaran kepada mereka, mereka tidak dapat menemukan jalan penerapannya, dan mereka harus meminta seseorang untuk memberi mereka petunjuk yang spesifik sebelum mereka tahu cara menerapkannya. Orang-orang semacam itu seolah-olah bereinkarnasi dari binatang buas; pikiran mereka selalu berkabut dan tidak jelas, serta tidak pernah mampu membedakan mana yang prinsip dan mana yang peraturan. Di dalam hatinya, mereka berkata, "Mengapa mendengar hal-hal ini selalu membuat kepalaku sakit dan membuatku mengantuk?" Pada akhirnya, mereka sampai pada suatu kesimpulan: "Prinsip-prinsip kebenaran bukan saja berada di luar jangkauanku, melainkan aku juga bahkan tidak dapat mematuhi peraturan, jadi kelak, aku akan bersinar terang hanya sebatas semangat yang ada dalam diriku, mengerahkan upaya hanya sebatas yang mampu kukerahkan, dan melakukan apa pun sebatas yang mampu kulakukan, dan itu sudah cukup." Ada di antara orang-orang ini yang bahkan menghibur diri dengan berkata, "Aku tidak tahu cara mematuhi peraturan, aku juga tidak memahami prinsip-prinsip kebenaran, tetapi aku memiliki hati yang mengasihi Tuhan!" Jika mereka benar-benar mampu mengasihi Tuhan, itu tidak buruk, tetapi dengan kualitas seburuk itu, mereka bahkan tidak memahami kebenaran—mungkinkah kasih mereka kepada Tuhan murni? Orang yang tidak berkualitas tidak memiliki kemampuan untuk memahami dalam segala hal dan bahkan tidak memiliki kemampuan untuk mematuhi peraturan. Ada orang-orang yang berkualitas buruk, ketika menerapkan kebenaran, mereka setidaknya mampu memahami prinsip yang dipahaminya sebagian, memahami suatu peraturan atau rumusan dan dengan demikian mampu menerapkan sedikit kebenaran. Namun, mereka yang tidak memiliki kualitas bahkan tidak mampu memahami atau mematuhi hal-hal yang berdasarkan peraturan—jenis orang ini jauh lebih menyedihkan.
Jika kita menilai kualitas yang orang miliki dengan menggunakan prinsip kebenaran seperti ini, maka perwujudan yang relevan adalah perwujudan yang baru saja kita bahas. Jadi, jika kita menggunakan apakah orang memiliki pemahaman rohani atau tidak untuk menilai kualitas orang tersebut, bagaimana cara melakukannya? Orang yang berkualitas baik pasti memiliki pemahaman rohani, bukan? (Ya.) Yang dimaksud dengan memiliki pemahaman rohani adalah bahwa mereka mampu memahami kebenaran, memahami prinsip-prinsip kebenaran, dan menggunakan kebenaran untuk menyelesaikan berbagai masalah yang muncul selama proses mereka percaya kepada Tuhan yang berkaitan dengan prinsip-prinsip kebenaran, serta menangani berbagai masalah internal rumah Tuhan dengan menggunakan kebenaran. Lalu, bagaimana dengan berbagai masalah di dunia luar? Karena orang yang berkualitas baik memiliki pemahaman rohani dan memiliki kemampuan untuk menangani berbagai masalah, mereka juga dapat menggunakan beberapa prinsip yang relatif sesuai dengan kemanusiaan normal atau beberapa prinsip yang mendekati hal-hal positif untuk menangani masalah di dunia luar. Meskipun terdapat perbedaan yang dangkal, hal-hal mendasar dari berbagai hal adalah sama, dan prinsip-prinsip dalam berbagai hal pada dasarnya adalah apa yang mampu dipahami oleh orang-orang yang berkualitas baik, jadi secara umum dapat dikatakan bahwa orang yang berkualitas baik memiliki pemahaman rohani. Yang disebut memiliki pemahaman rohani bukanlah mampu berkomunikasi dengan alam rohani; melainkan itu berarti orang mampu memahami hukum-hukum mendasar dan prinsip dari berbagai hal. Ini adalah cara yang lugas, sederhana, dan jelas untuk mengatakannya. Kemampuan untuk memahami hukum-hukum mendasar dari berbagai hal di dunia luar dan prinsip-prinsip yang berkaitan dengan kebenaran adalah perwujudan dari orang-orang yang berkualitas baik. Jadi, bagaimana kita dapat mengukur perwujudan orang yang berkualitas rata-rata berdasarkan apakah mereka memiliki pemahaman rohani atau tidak? Orang yang berkualitas rata-rata memiliki pemahaman rohani mengenai sesuatu hanya separuhnya tetapi tidak memahami separuh lainnya, memahami beberapa bagian tetapi tidak memahami bagian lainnya. Bagian di mana mereka memiliki pemahaman rohani adalah bagian yang dapat dijangkau oleh kualitas mereka. Melalui mendengar persekutuan tentang berbagai kebenaran yang berkaitan dengan kepercayaan kepada Tuhan, mereka dapat mulai memahaminya, dan bahkan tanpa instruksi siapa pun, mereka dapat menemukan prinsip-prinsip yang harus dipahami di dalamnya. Bagian di mana mereka tidak memiliki pemahaman rohani adalah bagian di mana kualitas mereka tidak memadai. Tanpa bimbingan dan instruksi dari orang lain, mereka tidak memiliki prinsip penerapan, mereka tidak mampu melaksanakan tugas mereka secara normal atau menyelesaikan masalah, dan mereka membutuhkan penyiraman, bimbingan, dan instruksi untuk mengetahui bagaimana cara melakukan pekerjaan dan menangani masalah—seperti inilah perwujudan orang yang tidak memiliki pemahaman rohani. Orang yang berkualitas rata-rata pada dasarnya dapat dikatakan memiliki pemahaman rohani, tetapi tingkat pemahaman rohani mereka kurang dibandingkan dengan orang yang berkualitas baik—mereka hanya mengerti separuhnya. Di mana kurangnya? Kurangnya adalah dalam tingkat pemahaman mereka mengenai prinsip-prinsip kebenaran—mereka tidak dapat menyelesaikan berbagai bagian dari pekerjaan secara mandiri. Jadi, jika kita menilai orang yang berkualitas buruk dengan menggunakan apakah mereka memiliki pemahaman rohani atau tidak, bagaimana cara kita melakukannya? Apakah mudah untuk menilainya? Apakah orang yang berkualitas buruk memiliki pemahaman rohani? (Tidak.) Engkau dapat mengetahui bahwa orang yang berkualitas buruk tidak memiliki pemahaman rohani hanya dengan melihat perwujudan mereka, karena mereka hanya mematuhi peraturan. Orang yang tidak berkualitas sebenarnya tidak memiliki roh manusia, dan tidak memiliki roh manusia berarti mereka sama sekali tidak memiliki pemahaman rohani seperti halnya binatang buas. Mengenai orang-orang semacam itu, tidak perlu menilai apakah mereka memiliki pemahaman rohani atau tidak. Ketika seseorang yang tidak memiliki roh memandang hal apa pun atau berurusan dengan berbagai orang, mereka tidak dapat menilai semua itu, dan mereka tidak memiliki sudut pandang mengenai hal positif atau hal negatif. Mereka hanya memiliki beberapa perhitungan untuk melindungi kepentingan mereka sendiri dan menghindari kerugian. Ketika engkau mengungkapkan suatu sudut pandang, jika mereka mengenalmu dan tahu bahwa engkau adalah orang yang berkualitas baik dan memiliki pemahaman yang murni, dan bahwa engkau adalah orang yang positif, mereka akan setuju dengan sudut pandangmu. Namun, jika mereka tidak mengenalmu, mereka akan memandang rendah dirimu. Betapapun benarnya sudut pandangmu atau betapapun sesuainya itu dengan prinsip-prinsip kebenaran, mereka tidak akan menerimanya. Mereka tidak tahu bahwa itu benar, tidak tahu bahwa itu adalah sesuatu yang seharusnya orang terima, dan tidak tahu betapa bermanfaatnya sudut pandang yang baik ini bagi mereka atau betapa banyaknya bantuan yang dapat diberikannya kepada mereka—mereka tidak menyadari semua ini. Sedangkan, ketika seseorang yang negatif mengemukakan sudut pandang yang negatif, jika orang yang negatif ini mendominasi dan merupakan seseorang yang mereka kagumi dan hormati, mereka akan menerima sudut pandang yang negatif tersebut sekalipun mereka tahu bahwa itu akan membahayakan mereka setelah mereka melakukannya. Orang macam apa mereka? (Orang yang tidak berkualitas.) Mereka adalah orang yang tidak berkualitas, yang berarti mereka tidak memiliki kemampuan untuk membedakan berbagai hal. Situasi seperti apa pun yang mereka hadapi, mereka tidak dapat melihat dengan jelas tentang hal itu dan tidak tahu prinsip apa yang harus mereka taati; orang semacam ini dapat melakukan perbuatan buruk ketika mengikuti orang yang buruk atau jahat, dan mereka dapat melakukan beberapa hal baik ketika mengikuti orang yang baik—mereka tidak memiliki kemampuan untuk membedakan berbagai hal. Itulah sebabnya Kukatakan bahwa mereka adalah orang mati yang tidak memiliki roh. Orang yang berkualitas buruk, setelah hidup selama bertahun-tahun bersama orang yang berkualitas baik atau individu yang positif, mungkin terpengaruh oleh apa yang mereka dengar dan lihat, serta mampu mempelajari beberapa hal yang baik, mematuhi beberapa peraturan yang baik, dan mematuhi beberapa perkataan dan cara bertindak yang positif atau pemikiran dan sudut pandang yang positif. Namun, orang mati yang tidak memiliki roh bahkan tidak dapat mempelajari atau mematuhi pemikiran dan sudut pandang yang positif, cara bertindak dan peraturan yang baik, alur pemikiran yang baik, atau beberapa gaya hidup yang positif dan pengetahuan umum tentang kehidupan sehari-hari yang positif. Ketika mereka mulai hidup mandiri, situasi kehidupan mereka—yang merupakan situasi kehidupan orang yang bingung—menjadi sepenuhnya tersingkap. Inilah perwujudan orang mati yang tidak memiliki roh.
Orang yang memiliki pemahaman rohani setidaknya berkualitas rata-rata. Jika kebenaran berada dalam jangkauan mereka dan mereka dapat memahaminya, berarti mereka adalah orang yang berkualitas baik. Orang yang tidak memiliki pemahaman rohani sudah pasti adalah orang yang berkualitas buruk atau orang yang sama sekali tidak berkualitas—kedua jenis orang ini pasti tidak memiliki pemahaman rohani. Hanya orang yang berkualitas baik yang dapat dikatakan memiliki pemahaman rohani yang lengkap, sedangkan orang yang berkualitas rata-rata memiliki tingkat pemahaman rohani yang rata-rata. Itu berarti, ada banyak hal yang di dalamnya kualitas mereka tidak memadai dan mereka tidak dapat mencapai pemahaman rohani. Hanya dalam hal-hal biasa, barulah mereka dapat mencapai pemahaman rohani dan menangani berbagai hal secara mandiri. Ketika mereka menghadapi hal-hal yang rumit atau pekerjaan yang memiliki banyak aspek, mereka tidak mampu menangani hal-hal tersebut secara mandiri karena prinsip-prinsip kebenaran yang berkaitan dengannya berada di luar jangkauan dan pemahaman mereka. Oleh karena itu, tingkat pemahaman rohani mereka sangatlah rata-rata. Ciri orang yang berkualitas buruk adalah bahwa prinsip-prinsip kebenaran itu berada di luar jangkauan mereka, dan mereka hanya mematuhi peraturan, karena mereka tidak mampu memahami prinsip-prinsip kebenaran, dan mereka bahkan tidak mengerti apa yang dimaksud dengan konsep dari prinsip-prinsip kebenaran, dan mereka yakin bahwa prinsip-prinsip kebenaran hanyalah peraturan. Oleh karena itu, sangatlah jelas bahwa orang-orang semacam ini tidak memiliki pemahaman rohani. Ciri utama dari mereka yang tidak memiliki pemahaman rohani adalah bahwa pemikiran dan sudut pandang yang mereka ungkapkan dalam pemahaman mereka tentang berbagai orang, peristiwa, dan hal-hal semuanya menyimpang. Apa arti "menyimpang" di sini? Itu berarti sepenuhnya terpisah dari alur cara berpikir kemanusiaan yang normal dan sepenuhnya terpisah dari alur kebutuhan kemanusiaan yang normal—seperti inilah menyimpang itu. Ketika engkau mendengarkan logika berpikir dari perkataan orang-orang ini, engkau merasa bahwa logika berpikir mereka aneh, dan setiap kali engkau mendengar mereka mengungkapkan sudut pandang tertentu atau berbicara tentang sesuatu, engkau merasa heran. Apa artinya "heran"? Itu berarti ketika engkau mendengar mereka mengatakan sesuatu, engkau merasa bahwa itu tidak masuk akal dan engkau berpikir, "Bagaimana mereka bisa punya ide seperti itu? Mengapa itu sangat berbeda dari apa yang dipikirkan orang normal? Ide ini sangat aneh—mengapa ini terasa seperti tidak masuk akal?" Di dalam hatimu, engkau merasa itu sangat janggal dan tidak masuk akal. Orang yang perkataannya selalu membuat orang lain merasa heran adalah orang yang benar-benar tidak masuk akal—sangat tak masuk akal. Misalnya, engkau bertanya kepada mereka, "Apakah kau sudah makan?" Mereka menjawab, "Hari ini cukup dingin." Apakah ada hubungan apa pun di antara kedua hal ini? (Tidak ada.) Engkau bertanya, "Mengapa kau berpakaian sangat tipis hari ini?" Mereka menjawab, "Aku minum secangkir teh jahe hari ini." Apakah jawaban mereka ada hubungan apa pun dengan pertanyaanmu? Apakah jawaban mereka mengandung cara berpikir dan logika yang normal? (Tidak.) Bagaimana seharusnya jawaban orang yang memiliki cara berpikir dan logika yang normal? Mereka bisa saja menjawab, "Aku berpakaian sangat tipis karena di dalam sangat hangat, dan selain itu, di luar sangat terik dan suhunya relatif tinggi." Atau mereka bisa saja menjawab, "Aku berpakaian sangat tipis karena aku baru saja selesai berolahraga dan aku kepanasan." Namun, jika orang bertanya, "Mengapa kau berpakaian sangat tipis?" dan mereka menjawab, "Karena aku mengenakan sepatu berlapis bulu domba hari ini," jawaban ini tidak ada hubungannya dengan pertanyaan tersebut. Alur pemikiran mereka dan logika yang mereka ikuti ketika berpikir tidak sesuai dengan cara berpikir dan logika kemanusiaan yang normal. Itu adalah ide yang sangat aneh dan alur pemikiran yang sangat aneh yang tidak akan dipikirkan oleh orang yang memiliki cara berpikir kemanusiaan yang normal. Jadi, setelah mendengar jawaban mereka, engkau merasa jawaban itu janggal. Engkau ingin mengobrol dengan mereka, tetapi engkau tidak dapat terhubung dengan mereka—mereka selalu memberikan jawaban yang tidak relevan, sehingga mustahil untuk melanjutkan percakapan. Misalnya, ada seseorang yang sedang belajar membuat pakaian, dan Aku bertanya kepadanya, "Bagaimana kemajuanmu dalam mempelajari cara membuat pakaian? Bisakah kau membuat pakaian berlapis?" Jawaban seperti apa yang sesuai dengan cara berpikir dan logika yang normal? (Jawabannya "Aku bisa" atau "Aku tidak bisa.") Jawaban seperti itu akan mencerminkan cara berpikir dan logika yang normal. Atau dia juga bisa berkata, "Terkadang aku melakukannya sedikit lebih baik, dan guruku mengatakan itu lumayan, hampir berhasil. Namun, untuk bagian-bagian yang lebih rumit, pekerjaanku tidak memadai dan harus dikerjakan ulang." Apakah jawaban seperti ini berasal dari orang yang memiliki cara berpikir dan logika yang normal? (Ya.) Bagaimana jawaban orang yang tidak memiliki cara berpikir dan logika yang normal tersebut? Aku bertanya, "Apakah sekarang kau bisa membuat jenis pakaian berlapis ini?" Dia menjawab, "Aku mempelajari cara membuat jenis pakaian ini ketika pertama kali datang ke sini." Aku bertanya, "Jadi, apakah sekarang kau bisa membuatnya?" Dia tetap menjawab, "Aku mempelajari cara membuat jenis pakaian ini ketika pertama kali datang ke sini." Aku berpikir, "Aku tidak mengerti. Kau mempelajari cara membuat jenis pakaian ini ketika pertama kali datang ke sini, jadi apakah sekarang kau bisa membuatnya? Mengapa Aku tidak bisa menemukan jawabannya?" Ketika mendengar jawabannya, Aku merasa itu janggal. Aku bertanya apakah dia sudah bisa membuat jenis pakaian ini, dan dia berkata bahwa dia telah mempelajari cara membuatnya ketika pertama kali dia datang. Aku tidak mengerti bagaimana dia bisa beralih ke topik tersebut—apa hubungannya itu dengan apakah dia bisa membuatnya atau tidak? Aku berpikir, "Aku benar-benar tidak mengerti perubahan topik ini." Bahkan ketika Aku bertanya dua atau tiga kali berturut-turut, "Jadi, apakah sekarang kau sudah bisa membuatnya?" dia terus menjawab, "Saat aku pertama kali datang, aku mempelajari cara membuatnya, dan guruku membimbingku dalam membuatnya—inilah yang terutama sedang kukerjakan." Aku masih belum mendapatkan jawaban yang Kucari, dan sampai hari ini, aku masih belum tahu apakah dia bisa membuatnya atau tidak. Analisislah logika di balik perkataannya dan mengapa dia berbicara dengan cara seperti itu. (Jawabannya agak tidak relevan dengan pertanyaannya. Orang yang mendengarnya akan berusaha menebak maksudnya, tetapi mereka tetap tidak akan tahu apakah dia benar-benar bisa membuatnya atau tidak.) Apakah dia ingin memberitahu-Ku atau tidak? Apakah dia ingin memberi-Ku jawaban yang akurat? Di sini, dia memberi petunjuk: "Aku sudah memberitahu-Mu bahwa ketika aku pertama kali datang, aku terutama mempelajari cara membuat ini, dan sekarang sudah seminggu—jadi, tentu saja aku bisa membuatnya. Bukankah Engkau seharusnya bisa mengerti apa yang kumaksud? Bagaimana mungkin Engkau tidak mengerti?" Dapatkah engkau semua mendapatkan makna ini dari jawabannya? (Tidak.) Jika jawabannya memungkinkanmu untuk memperoleh jawaban yang akurat dan membuatmu tahu apakah dia bisa atau tidak, maka jawaban itu akan logis. Namun, jawabannya hanya memberimu makna yang samar dan tidak membiarkanmu benar-benar tahu apakah dia bisa atau tidak. Orang yang selalu berbicara seperti ini—bukankah mereka sangat bingung? Jika mereka dengan sengaja menjawab dengan cara seperti ini, berarti itu adalah masalah karakter. Jika mereka tidak melakukannya dengan sengaja dan jawaban mereka selalu tidak ada kaitannya dengan jawaban yang berusaha kaudapatkan, itu berarti ada masalah dengan cara berpikir dan logika mereka. Jika ada masalah dengan cara berpikir dan logika mereka, bukankah ini berarti mereka berkualitas buruk? Bukankah mereka benar-benar tidak masuk akal? (Ya.) Ini adalah perwujudan dari cara berpikir yang tidak masuk akal. Orang itu berpikir, "Aku memberitahu-Mu bahwa aku mempelajari cara membuat ini ketika aku pertama kali datang, jadi hasil yang pasti adalah bahwa aku bisa membuatnya." Yang ingin disampaikannya adalah jawaban "Aku bisa membuatnya." Namun, orang yang memiliki cara berpikir yang normal tidak akan mendapatkan jawaban yang akurat setelah mendengar perkataannya. Oleh karena itu, jawabannya, "Aku mempelajari cara membuat ini ketika aku pertama kali datang," tidak memiliki hubungan yang logis dengan keinginannya untuk menyampaikan bahwa dia bisa membuatnya. Jadi, bukankah jawabannya adalah perkataan yang membingungkan? (Ya.) Mengucapkan perkataan yang membingungkan sembari menganggap dirinya telah menyampaikan maksudnya dengan baik dan telah menjawab pertanyaan—bukankah ini mencerminkan kualitas yang buruk? (Ya.) Ini adalah salah satu perwujudan dari kualitas yang buruk. Orang tersebut tidak memiliki cara berpikir dan logika kemanusiaan yang normal. Dengan cara apa pun engkau bertanya, dia tidak akan mampu menyadari apa inti masalahnya atau mengapa engkau terus menanyakan hal yang sama. Ketika engkau bertanya untuk ketiga kalinya, dia akan tetap memberikan jawaban yang sama dan bahkan merasa tidak sabar, berpikir, "Mengapa kau terus bertanya? Aku sudah memberitahumu, dan engkau masih tidak mengerti dan terus bertanya!" Bahkan setelah ditanya tiga kali, dia tidak akan mampu menyadari bahwa jawabannya tidak jelas dan bukan jawaban yang dicari lawan bicaranya, bahwa dia seharusnya mengubah perkataannya dan menyatakan dengan jelas apakah dia bisa membuatnya atau tidak, dan tidak membiarkan lawan bicaranya menebak-nebak. Dia tidak mampu menyadari perasaan orang yang mendengar jawabannya atau bagaimana orang lain bereaksi setelah mendengarnya—dia tidak dapat menyadari semua ini. Ini memperlihatkan bahwa dia tidak berkualitas. Berapa kali pun engkau bertanya, dia akan memberikan jawaban yang sama dan bahkan merasa bahwa apa yang dia katakan itu tulus dan tidak salah, berpikir, "Berapa kali pun kau bertanya tentang hal yang sama, aku telah memberikan jawaban yang sama—aku sedang menerapkan menjadi orang yang jujur, dan aku mengatakan apa yang ada dalam pikiranku." Bukankah ini adalah cerminan kualitas yang buruk? (Ya.) Ketika engkau bertanya tentang Tom, orang semacam ini selalu berbicara tentang Dick dan Harry. Ketika engkau bertanya tentang Dick dan Harry, mereka selalu berbicara tentang Tom. Orang yang tidak memiliki cara berpikir yang normal memiliki pemikiran yang bingung, dan cara berpikir mereka kacau. Inilah perwujudan utama dari kualitas yang buruk. Singkatnya, semua inilah perwujudan dari orang-orang dengan berbagai kualitas. Entah engkau menilai kualitas mereka berdasarkan mampu atau tidaknya mereka untuk memahami dan menerapkan prinsip-prinsip kebenaran, atau berdasarkan apakah mereka memiliki pemahaman rohani atau tidak, semua inilah perwujudannya. Meskipun kita telah membahas dengan menggunakan istilah yang agak umum, bukankah engkau pada dasarnya mampu mencocokkan firman-Ku ini dengan kehidupan nyata? (Ya.) Jadi, bukankah kita kurang lebih telah merangkum topik tentang kualitas? (Ya.) Ini mengakhiri pembahasan kita tentang topik kualitas.
Katakan kepada-Ku, apakah tingkat penentangan dan pemberontakan orang terhadap Tuhan ada hubungannya dengan apakah mereka berkualitas baik atau berkualitas buruk? Apakah orang menentang dan memberontak terhadap Tuhan karena mereka berkualitas buruk? Pernahkah engkau semua mempertimbangkan pertanyaan ini? Apakah ini pertanyaan yang layak dipertimbangkan? (Ya.) Ada orang-orang yang berkata, "Karena kualitas kami buruk, karena kualitas yang Tuhan berikan kepada kami tidak baik, kami sangat menentang dan memberontak terhadap Tuhan." Apakah pernyataan ini benar? (Tidak.) Berdasarkan persekutuan kita sebelumnya tentang perbedaan antara kondisi bawaan, kemanusiaan, dan watak yang rusak, termasuk golongan manakah kualitas itu? (Kondisi bawaan.) Kualitas termasuk kondisi bawaan. Jadi, tahukah engkau apakah berbagai aspek dari kondisi bawaan ada kaitannya dengan kemanusiaan dan watak rusak yang orang miliki? Mari kita mulai dengan kualitas—apakah kualitas menentukan tingkat pemberontakan dan penentangan orang terhadap Tuhan? (Tidak.) Mengapa kita katakan bahwa kualitas tidak menentukan hal ini? Ini ada kaitannya dengan alasan mengapa orang menentang dan memberontak terhadap Tuhan. Apakah orang memberontak dan menentang Tuhan karena kualitas yang buruk? (Tidak, itu karena kami memiliki watak yang rusak.) Benar—ini sesuai dengan kenyataannya. Penentangan dan pemberontakanmu terhadap Tuhan, serta ketidakmampuanmu untuk tunduk pada kebenaran, bukan disebabkan oleh kualitas yang buruk, melainkan karena engkau memiliki watak yang rusak. Jadi, engkau tidak boleh mengeluh bahwa engkau bisa menentang Tuhan karena Dia telah memberimu kualitas yang buruk. Kualitas, atau aspek lain dari kondisi bawaanmu, adalah kondisi yang engkau sendiri miliki sejak lahir; itu adalah kondisi bawaan yang secara hakiki kaumiliki sebagai makhluk ciptaan. Apa pun aspek kondisi bawaan tersebut, itu tidak membuatmu menentang Tuhan, dan itu tidak ada kaitannya dengan watak yang rusak. Misalnya, bertubuh tinggi tidak berarti watak rusakmu lebih sedikit. Berpenampilan cantik atau berkulit putih tidak berarti engkau tidak memiliki watak yang rusak. Terlahir dalam ras yang dihormati dan dikagumi orang tidak berarti engkau tidak memiliki watak yang rusak. Dengan kata lain, apa pun kondisi bawaan yang telah Tuhan berikan kepada seseorang, dan seperti apa pun kondisi bawaan seseorang, kondisi bawaan tersebut tidak ada hubungannya dengan watak rusak orang tersebut. Misalnya, penampilan seseorang itu sendiri tidak membuatnya menentang Tuhan. Namun, karena orang memiliki watak yang rusak, ketika seseorang itu berpenampilan menarik, dia mungkin berpikir, "Aku ini cantik, jadi aku seharusnya memiliki status dan dihormati." Ini adalah perwujudan watak yang rusak. Ada orang-orang yang menggunakan keelokan wajah mereka untuk menunjukkan kelebihan mereka, dan dengan demikian memperlihatkan banyak pernyataan dan tindakan yang keliru. Semua pernyataan dan tindakan ini disebabkan oleh watak rusak mereka, bukan oleh kondisi bawaan mereka. Entah engkau berkualitas baik atau berkualitas buruk, kualitas itu sendiri tidak membuatmu menentang Tuhan. Jika engkau berkualitas baik tetapi tidak memahami atau tidak menerima kebenaran, engkau akan tetap menentang dan memberontak terhadap Tuhan karena engkau memiliki watak yang rusak. Jika engkau berkualitas buruk tetapi mampu menerima kebenaran, dan begitu engkau memahami apa yang Tuhan perintahkan untuk kaulakukan atau tidak lakukan, engkau mampu menaatinya, dan engkau tidak mampu bertindak berdasarkan watak rusakmu, maka engkau tidak akan memberontak terhadap Tuhan, dan engkau juga tidak akan penuh tipu daya dan malas, atau bersikap asal-asalan, semaunya, atau sewenang-wenang dan gegabah. Entah engkau berkualitas buruk atau tidak, selama engkau memiliki watak yang rusak, sekalipun engkau mampu memahami firman Tuhan, engkau akan tetap memberontak dan menentang Tuhan. Karena engkau memiliki watak yang rusak sebagai hidupmu, engkau secara alami akan mengembangkan berbagai pemikiran dan sudut pandang Iblis, serta falsafah Iblis tentang cara berinteraksi dengan orang lain, dan sudut pandang Iblis yang mendasari caramu dalam memandang orang dan hal-hal, serta engkau akan pamer, membela diri, terus-menerus ingin menonjol, menempatkan diri di atas orang lain, dan bahkan ingin mengendalikan serta memerintah orang lain. Semua perwujudan ini berasal dari natur Iblis yang orang miliki. Jika engkau melakukan berbagai hal berdasarkan natur Iblis dan hidup Iblis yang kaumiliki, maka entah engkau berkualitas baik atau berkualitas buruk, engkau akan menentang Tuhan. Kualitas itu sendiri tidak membuat orang menentang Tuhan. Engkau adalah orang yang berkualitas buruk, tetapi dapatkah engkau bertindak berdasarkan firman Tuhan selama engkau memahaminya? Jika engkau tidak memiliki watak yang rusak atau tidak hidup berdasarkan watak rusakmu, engkau pasti dapat mencapai hal ini. Sebagai contoh, karena memiliki kelebihan tertentu—orang sering berpikir, "Karena aku memiliki kelebihan ini, aku lebih unggul daripada orang lain; aku seharusnya memiliki status di rumah Tuhan, aku seharusnya menjadi pemimpin atau sokoguru di rumah Tuhan." Pemikiran seperti ini tidak disebabkan karena memiliki kelebihan tetapi disebabkan karena watak yang rusak. Karena orang memiliki watak yang rusak sebagai hidup mereka, maka semua hal yang mereka perlihatkan, jalani, dan tunjukkan, serta perspektif, pendirian, dan prinsip mereka dalam memandang berbagai orang, peristiwa, dan hal-hal, semuanya disebabkan karena mereka memiliki watak yang rusak sebagai hidup mereka. Hal-hal ini tidak disebabkan oleh kondisi bawaan apa pun yang telah Tuhan berikan kepada mereka. Apakah engkau mengerti? (Ya.) Apa maksud-Ku mempersekutukan firman ini? Tujuan dari persekutuan ini adalah untuk memungkinkan engkau semua untuk memahami dan mengenali situasimu yang sebenarnya dengan lebih jelas, dan untuk mengenali seperti apa kualitasmu—jangan menjadi orang yang tidak bernalar, dan jangan melakukan perjuangan yang tidak ada gunanya karena memiliki kualitas yang rata-rata atau buruk, atau bahkan memberikan alasan yang tidak ada gunanya untuk menggambarkan bahwa kualitasmu tidaklah buruk. Tindakan-tindakan ini tidak ada nilainya. Persekutuan ini dimaksudkan untuk memungkinkanmu memahami kualitasmu dan berbagai kemampuanmu dengan tepat, dan agar engkau kemudian menemukan posisimu yang semestinya serta berperilaku sesuai dengan tempatmu yang semestinya. Ini akan lebih membantumu untuk menjadi makhluk ciptaan yang semestinya, berdiri di posisimu yang semestinya sebagai makhluk ciptaan, dan melaksanakan tugasmu dengan baik sebagai makhluk ciptaan. Tentu saja, hingga taraf tertentu, ini juga akan lebih membantumu untuk membuang watak rusakmu. Seberapa pun tingkat kualitasmu atau berbagai kemampuan yang kaumiliki, itu tidak menentukan sampai sejauh mana engkau menentang dan memberontak terhadap Tuhan. Dengan kata lain, dapat dikatakan juga bahwa watak rusakmu tidak bergantung pada golongan kualitasmu, dan terlebih lagi, itu tidak bergantung pada seperti apa kondisi bawaanmu. Watak rusak manusia muncul di dalam daging bawaan hakiki mereka. Setelah manusia dirusak oleh Iblis, watak rusak mereka menjadi hidup yang mereka miliki dalam diri mereka. Ketika engkau belum membuang watak rusakmu, engkau memanfaatkan kondisi bawaanmu untuk berbicara dan bertindak berdasarkan hidup Iblis tersebut. Ini berarti bahwa sebelum engkau membuang watak rusakmu, engkau sedang memanfaatkan berbagai kondisi bawaan yang Tuhan berikan kepadamu untuk mencapai tujuanmu sendiri. Dengan demikian, kita dapat mengatakan hal ini: Jika engkau tidak membuang watak rusakmu, berarti engkau sedang memanfaatkan atau menginjak-injak berbagai kondisi bawaan yang Tuhan berikan kepadamu; jika engkau sedang dalam proses mengejar kebenaran dan menerapkan kebenaran untuk membuang watak rusakmu, berarti engkau sedang memanfaatkan berbagai kondisi bawaan yang Tuhan berikan kepadamu dengan baik dan efektif; ketika engkau berubah dari memiliki watak yang rusak sebagai hidupmu menjadi memiliki kebenaran sebagai hidupmu, berarti engkau sedang menggunakan kondisi bawaan yang Tuhan berikan kepadamu dengan baik dan benar—dengan kata lain, dengan cara yang lebih berarti. Apakah engkau mengerti sekarang? Kondisi bawaan itu sendiri bukanlah akar penyebab penentangan manusia terhadap Tuhan. Sebaliknya, watak rusak Iblis yang orang miliki dan hidup yang Iblis tanamkan dalam diri oranglah yang menjadi akar penyebab penentangan dan pemberontakan manusia terhadap Tuhan. Bukankah ini yang terjadi? (Ya.) Apakah masalah ini sekarang pada dasarnya sudah jelas bagimu? (Ya.)
Sebelum kita mempersekutukan topik tentang kualitas, kita mempersekutukan beberapa perwujudan dalam tiga aspek: kondisi bawaan, kemanusiaan, dan watak yang rusak. Perwujudan apa yang terakhir kita persekutukan? (Terakhir, perwujudan yang dipersekutukan adalah ketekunan dalam melakukan sesuatu, melakukan sesuatu dengan terstruktur, memulai dengan kuat tetapi mengakhiri dengan lemah dalam melakukan sesuatu, dan berhati-hati dalam melakukan sesuatu, serta berbicara muluk-muluk dan menyombongkan diri, ceroboh, suka memamerkan diri sendiri, merendahkan orang miskin dan lebih menyukai orang kaya, menjilat orang yang berkuasa, memiliki ingatan yang luar biasa, dan sebagainya.) Kita tidak akan mempersekutukan hal-hal ini lebih jauh lagi. Selanjutnya, kita akan mempersekutukan berbagai perwujudan kondisi bawaan, kemanusiaan, dan perwujudan watak yang rusak. Ketika perwujudan-perwujudan ini muncul, engkau harus tahu termasuk apa jenis perwujudan tersebut, dan engkau harus mampu membedakan dan mengetahui yang sebenarnya tentang perwujudan tersebut; hanya dengan demikian, barulah engkau dapat memperlakukannya dengan akurat. Jika suatu perwujudan berkaitan dengan kondisi bawaan, yang tidak dapat diubah, engkau tidak perlu memedulikannya. Jika perwujudan tersebut merupakan cacat atau kekurangan dalam kemanusiaan yang dapat diatasi, diperbaiki, atau diubah, engkau harus berusaha memperbaikinya dan mengubahnya. Jika perwujudan tersebut tidak perlu diatasi dan tidak memengaruhi pelaksanaan tugasmu atau pengejaranmu akan kebenaran, engkau tidak perlu memperhatikannya. Jika suatu perwujudan bukanlah masalah kondisi bawaan, juga bukan masalah dalam kemanusiaan, tetapi ada kaitannya dengan watak yang rusak, perwujudan tersebut harus diubah. Jika engkau tidak mentransformasi atau mengubahnya, maka, dengan bentuk kehidupan yang didominasi oleh watak rusak yang berakar dan berkuasa di dalam dirimu tersebut, apa yang kaujalani dan perlihatkan bukanlah sekadar masalah kecil seperti tidak dapat bergaul dengan orang lain atau tidak menyenangkan orang lain dan gagal mendidik kerohanian mereka. Sebaliknya, apa yang kaujalani dan perlihatkan telah mencapai taraf melanggar kebenaran, melanggar prinsip-prinsip kebenaran, menentang Tuhan, menolak Tuhan, bersikap antagonistik terhadap Tuhan, dan—bahkan dapat dikatakan—melawan Tuhan. Justru karena watak rusak memiliki natur seperti ini, begitu perwujudan-perwujudan ini ada kaitannya dengan watak yang rusak, engkau harus mulai mengetahui watak-watak yang rusak ini, dan kemudian mencari kebenaran, mengerti dan memahami prinsip untuk menerapkan kebenaran, dan melakukan penerapan berdasarkan prinsip-prinsip kebenaran untuk menggantikan watak-watak yang rusak ini, sehingga watak-watak rusak ini tidak lagi mendominasi hidupmu, dan sebagai gantinya, kebenaranlah yang menjadi hidupmu dan mendominasi kehidupanmu sehari-hari dan apa yang kaujalani.
Kita akan lanjutkan dengan mempersekutukan berbagai perwujudan kondisi bawaan, kemanusiaan, dan watak yang rusak. Perwujudan terakhir yang kita persekutukan terakhir kali adalah memiliki ingatan yang baik, bukan? (Ya.) Lalu termasuk aspek apakah sifat pelupa itu? (Kondisi bawaan.) Sifat pelupa adalah kondisi bawaan dan juga merupakan cacat dalam kemanusiaan—hanya kedua aspek ini. Apakah sifat pelupa adalah watak yang rusak? (Bukan.) Jelas bukan. Ada orang-orang yang pelupa karena mereka secara alami memiliki daya ingat yang buruk, sementara yang ada yang menjadi pelupa karena penuaan otak dan daya ingat yang menurun seiring bertambahnya usia. Jika sifat pelupa adalah bawaan, itu termasuk kondisi bawaan; jika itu diperoleh, maka itu adalah cacat dalam kemanusiaan. Tentu saja, memiliki sifat pelupa secara alami juga dianggap sebagai cacat, bukan? (Ya.)
Mahir dalam membuat rencana sebelum melakukan segala sesuatu—termasuk aspek apakah hal ini? (Kelebihan dalam kemanusiaan.) Ini adalah kelebihan dalam kemanusiaan. Sebelum melakukan sesuatu, orang yang mahir dalam membuat rencana akan merencanakan terlebih dahulu, dan kemudian mengikuti langkah-langkah tersebut, tanpa bersikap impulsif, ceroboh, atau gegabah. Mereka bertindak dengan mantap, tidak terburu-buru melakukan sesuatu secara tiba-tiba, tetapi mempertimbangkan terlebih dahulu bagaimana mereka harus pergi, dengan siapa mereka akan pergi, apa yang harus dilakukan dalam keadaan khusus, dokumen atau barang apa yang perlu dibawa, apakah akan membawa beberapa kebutuhan pokok sehari-hari tergantung pada lingkungannya, dan sebagainya. Mereka mampu mempertimbangkan semua hal ini. Sebelum melakukan sesuatu, mereka melakukan persiapan yang menyeluruh, mempertimbangkan lebih banyak faktor dan lebih teliti dalam pertimbangan mereka. Mereka akan menilai terlebih dahulu perbedaan antara kondisi yang menguntungkan dan yang tidak menguntungkan, dan mereka akan membedakan antara kondisi terbaik dan konsekuensi terburuk yang mungkin terjadi. Mereka akan membuat pengaturan yang masuk akal untuk mencapai hasil terbaik. Karena mereka mahir dalam membuat rencana dan membuat pengaturan yang masuk akal, penanganan mereka terhadap hal-hal biasanya lebih menyeluruh. Situasi yang tidak terduga dalam berbagai hal dan dalam rencana perjalanan yang mereka atur lebih jarang terjadi, dan hasil pekerjaan mereka cenderung lebih baik. Orang-orang yang bekerja dengan mereka tidak merasa cemas, tetapi malah merasa lebih tenang. Jadi, dapatkah dikatakan bahwa mahir dalam membuat rencana, secara relatif, termasuk kelebihan dalam kemanusiaan? (Ya.) Inilah yang disebut mahir membuat rencana. Lalu, apakah sifat yang penuh perhitungan adalah hal yang baik atau buruk? (Itu tidak baik. Itu adalah cacat dalam kemanusiaan.) Mahir dalam membuat rencana adalah kelebihan dan poin yang kuat dalam kemanusiaan—itu positif—sedangkan sifat penuh perhitungan adalah cacat dalam kemanusiaan. Sebagai contoh, jika dua orang makan dengan total biaya sepuluh yuan, dan ketika membayar, orang yang penuh perhitungan membayar lima yuan lima puluh sen sementara orang yang satunya membayar empat yuan lima puluh sen, dia merasa: "Ini tidak benar—dia membayar lima puluh sen lebih sedikit. Masing-masing orang seharusnya membayar lima yuan agar adil dan masuk akal." Dia bahkan penuh perhitungan untuk jumlah uang sekecil itu. Jika dia merasa rugi, dia menjadi tidak nyaman dan selalu mencari kesempatan untuk menutupi kerugiannya melalui cara-cara licik. Jika dia tidak dapat menutupi kerugiannya dengan cara seperti ini, dia tidak berselera makan atau tidak bisa tidur nyenyak. Sifat penuh perhitungan adalah cacat dalam kemanusiaan. Jika ini menjadi serius dan mereka penuh perhitungan bahkan dalam hal-hal besar, selalu berusaha untuk mengambil keuntungan dari orang lain atau memanfaatkan mereka, atau sering menggunakan berbagai siasat demi sifat penuh perhitungan mereka, maka ini bukan lagi sekadar cacat dalam kemanusiaan, melainkan ada kaitannya dengan watak yang rusak. Jika sifat penuh perhitungan yang orang miliki tidak memengaruhi orang lain atau tidak merugikan kepentingan mereka dan hanya muncul dalam hal-hal sepele dalam kehidupan sehari-hari, yang akhirnya sering menyebabkan kegagalan atau hasil yang buruk dalam menangani urusan, ini adalah cacat dalam kemanusiaan.
Jenis masalah apakah sifat kikir itu? (Cacat dalam kemanusiaan.) Apa saja perwujudan sifat kikir itu? Misalnya, jika seseorang yang kikir hendak pergi ke suatu tempat dan seseorang berkata, "Kebetulan kau akan berangkat, bisakah memberiku tumpangan? Hanya perlu waktu lima menit, dan aku bisa memberimu uang untuk membeli bensin," dia khawatir orang tersebut tidak akan membayar setelah perjalanan sehingga mencari alasan untuk menolak mengantarnya—seperti inilah sifat kikir itu. Ada juga orang yang, ketika seseorang ingin meminjam sesuatu dari mereka, mereka tidak ingin meminjamkannya dengan berkata, "Aku sedang menggunakannya sekarang. Aku tidak benar-benar dalam posisi bisa meminjamkannya kepadamu. Pinjamlah kepada orang lain." Mereka sangat kikir dan jahat; mereka tidak memiliki interaksi antarpibadi yang normal dan sangat takut dimanfaatkan oleh orang lain, sembari selalu berharap untuk memanfaatkan orang lain. Ini disebut sifat kikir. Ada juga orang yang, ketika engkau meminjam sepuluh yuan untuk membeli makanan dan beberapa barang lainnya, berpikir sejenak: "Aku hanya akan meminjamkanmu lima yuan untuk makanan—tidak lebih, bahkan satu sen pun tidak!" Keesokan harinya ketika mereka bertemu denganmu, mereka bahkan bertanya, "Bagaimana makanan itu? Apakah kauhabiskan seluruh lima yuan itu?" Perkataan mereka secara halus mengisyaratkan, "Cepat bayar utangmu kepadaku! Kau masih berutang kepadaku untuk membeli makanan itu. Jika kau tidak membayar utangmu, kau harus mentraktirku makan!" Orang-orang semacam ini sangat picik dalam cara mereka berperilaku dan mahir dalam melakukan perhitungan. Mereka tidak hanya mahir dalam melakukan perhitungan untuk hal-hal yang bersifat materi tetapi juga sangat mahir melakukan perhitungan dalam interaksi antarpribadi. Apa pun yang orang katakan kepadanya, mereka selalu menafsirkan perkataan itu lebih dalam dan merenungkan makna di baliknya. Jika perkataan itu menyakiti mereka atau merugikan kepentingannya, mereka segera melakukan pembalasan. Bahkan dalam percakapan, mereka berusaha memanfaatkan dan dengan tegas menolak menderita kerugian apa pun. Ini bukan lagi sekadar bersikap picik atau kikir—ini adalah watak yang rusak. Jika hanya berkaitan dengan selalu berusaha memanfaatkan dan menghindari kerugian dalam interaksi materiel dan finansial sehari-hari, ini hanyalah cacat dalam kemanusiaan dan belum mencapai taraf watak yang rusak. Namun, jika berkaitan dengan prinsip dalam cara orang berperilaku dan bertindak, maka ini bukan lagi cacat dalam kemanusiaan tetapi telah meningkat ke tahap watak yang rusak. Lalu, termasuk apakah kemurahan hati itu? (Kelebihan dalam kemanusiaan.) Ini dapat digolongkan sebagai kelebihan dalam kemanusiaan. Dalam berinteraksi dengan orang lain, orang yang murah hati tidak terlalu memedulikan untung rugi. Ketika orang lain mengambil sedikit keuntungan atau mengambil sedikit sesuatu dari mereka, atau terkadang ketika seseorang gagal mengembalikan uang yang dipinjam dari mereka, mereka tidak benar-benar penuh perhitungan dalam hal-hal semacam itu. Mereka relatif murah hati dan toleran terhadap orang lain—ini adalah kelebihan dalam kemanusiaan.
Jenis masalah apakah sifat picik itu? (Cacat dalam kemanusiaan.) Itu adalah cacat dalam kemanusiaan. Apa sajakah perwujudan sifat picik itu? (Kecenderungan untuk meributkan hal-hal kecil.) Sebagai contoh, selama makan, jika engkau berkata kepada orang yang picik, "Selera makanmu sangat besar—kau makan lebih banyak daripada kebanyakan orang," mereka akan marah: "Apakah kau sedang menyebutku orang yang rakus?" Engkau telah mengucapkan perkataan yang secara tidak sengaja menyakiti mereka atau membuat mereka kesal, dan mereka menyimpannya dalam hati serta tidak akan melupakannya. Mereka bisa tetap marah kepadamu selama setengah bulan dan menolak untuk berbicara kepadamu, dan engkau tidak akan tahu apa yang sebabnya. Sebenarnya, engkau hanya mengucapkan perkataan biasa tanpa ada niat untuk mengejek mereka, tetapi di luar dugaan, mereka membesar-besarkan komentar ini, merasa yakin bahwa mereka sedang ditertawakan. Mereka bahkan menganggap serius hal yang kecil ini dan membesar-besarkannya tanpa henti, terlalu menganggap serius hal tersebut dan sama sekali tidak memaafkan—seperti inilah sifat picik itu. Dapat menjadi seberapa picikkah orang semacam ini? Mereka bisa bersikap semaunya seperti anak-anak—tak seorang pun berani memicu kemarahan mereka. Saat berinteraksi dengan mereka, engkau harus selalu berhati-hati, tidak berani berbicara kepada mereka secara normal, karena jika engkau melakukannya, apa pun yang kaukatakan dapat menyinggung atau menyakiti mereka, dan itu akan ada akibatnya—saat engkau bertemu lagi dengan mereka, mereka akan menatapmu dengan wajah cemberut, menghindari kontak mata, dan bahkan mengatakan hal yang menghancurkan perasaanmu. Jika engkau mencoba berbicara kepada mereka, mereka akan mengabaikanmu. Membicarakannya secara baik-baik dengan mereka atau mencoba membujuk mereka tidak akan berhasil. Jika engkau duduk di dekat mereka, mereka akan menghindarimu dan mengabaikanmu. Berapa pun usia mereka, mereka selalu meluapkan amarah dengan kekanak-kanakan dan bertindak semaunya—bukankah seperti inilah sifat picik itu? (Ya.) Ini adalah cacat dalam kemanusiaan. Orang-orang semacam ini sangat sulit diajak bergaul. Ketika saudara-saudari bersekutu dengan hati terbuka bersama-sama, saling menunjukkan kekurangan satu sama lain, tak seorang pun berani menunjukkan apa pun kepada orang semacam ini. Namun, jika mereka tidak dilibatkan dalam persekutuan, mereka menjadi tidak puas dan mulai memiliki pemikiran tertentu: "Kalian semua bersekutu dengan hati terbuka bersama-sama, saling membantu, tetapi kalian tidak memperlakukanku sebagai saudara atau saudari." Tidak mengatakan apa pun kepada mereka tidaklah baik—engkau harus mengatakan sesuatu kepada mereka: "Kau ini hebat, tetapi terkadang kau agak mudah marah. Namun, kami juga memiliki kesalahan dan sering kali tidak memperhatikan apa yang kami katakan." Jika engkau tidak mengungkapkannya seperti itu dan hanya mengatakan bahwa mereka memiliki sifat yang mudah marah dan berpikiran sempit, itu tidak akan berhasil—mereka akan marah. Ketika berinteraksi dengan mereka, engkau harus sangat berhati-hati dan berbicara dengan hati-hati. Jika engkau mengatakan sesuatu yang tidak pantas, engkau akan harus menanggung akibatnya. Oleh karena itu, berinteraksi dengan mereka sangatlah melelahkan. Orang-orang tidak percaya memiliki istilah untuk ini, mereka mengatakan orang-orang semacam ini memiliki "hati kaca", yang berarti mereka sangat mudah terluka. Dalam sekejap, orang-orang seperti ini merasa terluka, mulai menangis, menolak makan, tidak bisa tidur, dan menjadi negatif. Mereka berkata, "Kalian semua mengatakan bahwa aku tidak baik. Tak seorang pun dari kalian menyukaiku, tak seorang pun dari kalian mengobrol denganku, dan kalian semua menjauhiku dan tidak ingin berada di dekatku." Bukankah ini kekanak-kanakan? (Ya.) Seseorang berkata, "Hatimu begitu rapuh, seperti kaca—hatimu hancur jika terluka sedikit pun. Siapa yang berani menyingkapkan dirimu? Siapa yang berani menanganimu? Semua orang takut untuk melakukannya." Tidaklah objektif untuk mengatakan bahwa orang-orang semacam ini memiliki kemanusiaan yang jahat—mereka benar-benar tidak melakukan perbuatan jahat apa pun. Hanya saja mereka sangat pemarah—mereka keras kepala, rewel, dan memiliki sifat seperti anak kecil. Engkau tidak dapat menentang atau memicu kemarahan mereka. Jika engkau pemaaf terhadap mereka, mereka menganggapmu sedang memandang rendah mereka dan tidak menganggap mereka serius; jika engkau bersikap serius terhadap mereka, mereka menganggapmu cerewet terhadap mereka—apa pun yang kaulakukan, itu salah. Ketika berinteraksi dengan orang-orang semacam ini, jika pendekatanmu sesuai dan engkau berhasil menyenangkan mereka, sekalipun kualitas mereka agak buruk, mereka mampu melaksanakan tugas mereka dengan baik. Namun, jika pendekatanmu tidak sesuai dan ada sesuatu yang membuat mereka kesal, mereka menjadi negatif, dan engkau harus memeras otak untuk mencari cara menenangkan mereka. Orang yang picik sangat merepotkan. Karena masalah sepele, mereka bisa menangis berjam-jam, sampai mata mereka menjadi sangat merah. Jika masalah sepele tidak berjalan sesuai keinginannya, mereka bisa cemberut selama berjam-jam. Ketika mereka sedang marah, mereka bisa tidak peduli atau tidak berbicara kepada orang lain selama setengah bulan. Orang-orang semacam ini memiliki sifat yang mudah marah dan picik, tetapi mereka tetap melakukan pekerjaan yang seharusnya mereka lakukan—hanya saja mereka melakukannya dengan marah. Setelah suasana hati mereka membaik, mereka dapat kembali bekerja dengan baik. Secara keseluruhan, cacat dan masalah dalam kemanusiaan mereka ini parah. Mereka cenderung menciptakan suasana tegang dan menimbulkan masalah serta membebani diri mereka sendiri dan orang lain. Orang-orang semacam ini tidak memiliki kemurahan hati orang dewasa atau sikap orang dewasa dalam berinteraksi dengan orang lain. Mereka agak seperti anak-anak berusia sekitar sepuluh tahun—engkau tidak dapat mengatakan bahwa mereka berakal sehat, karena mereka sebenarnya tidak berakal sehat, tetapi engkau tidak dapat mengatakan bahwa mereka tidak dewasa, karena mereka selalu berbicara seperti orang dewasa. Jika engkau memperlakukan mereka seperti orang dewasa, maka mungkin saja apa pun yang kaukatakan dapat membuat mereka tidak senang dan membuat mereka merasa terkekang, menyebabkan mereka tiba-tiba meluapkan kemarahan seperti anak kecil. Namun, jika engkau memperlakukan mereka seperti anak-anak, mereka merasa engkau sedang memandang rendah mereka. Singkatnya, mereka sangat tidak normal. Ini adalah cacat dalam kemanusiaan. Jika orang memiliki masalah semacam ini, mereka harus berubah dan berusaha untuk belajar bersikap toleran dan menahan diri, belajar untuk memperlakukan dan menangani masalah dengan cara yang benar dan dengan sikap yang benar, serta berinteraksi dengan orang lain dengan cara yang rasional seperti orang normal. Sekalipun kebanyakan orang tidak menerima kebenaran atau cara yang benar dalam melakukan segala sesuatu, engkau tidak boleh dikekang atau dipengaruhi oleh hal ini, dan engkau juga tidak boleh dibatasi atau dibelenggu oleh hal ini. Engkau harus tetap bertahan dalam melakukan segala sesuatu dengan cara yang benar. Sekalipun engkau merasa sulit, jangan menyerah—ini juga merupakan bagian dari proses pembelajaran. Lambat laun, kemanusiaan, wawasan, dan aspek-aspek lain dalam dirimu akan menjadi dewasa, dan engkau akan bertumbuh. Apa yang menandakan pertumbuhan? Tandanya adalah mampu bergaul secara harmonis dengan kebanyakan orang; mampu menanggung, memahami, dan memperlakukan dengan benar ketika orang mengatakan kepadamu sesuatu yang tidak menyenangkan, membuat lelucon, atau mengatakan sesuatu yang menyakitimu. Jika apa yang orang lain katakan tidak enak didengar tetapi mencerminkan situasimu yang sebenarnya, engkau harus menerima dan mengakuinya. Jika seseorang tanpa sengaja mengatakan sesuatu yang menyinggungmu, dan engkau melihat bahwa itu tidak disengaja, engkau harus memilih untuk bersikap toleran. Jika seseorang dengan sengaja menargetkan dirimu dan mengatakan beberapa hal yang sangat menyakitkan, engkau perlu menenangkan diri, berdoa kepada Tuhan, dan mencari: "Mengapa dia menargetkanku seperti ini? Apa niatnya? Apakah dia orang jahat, atau apakah ini merupakan perwujudan watak yang rusak? Jika dia adalah orang jahat, aku perlu lebih tahu yang sebenarnya tentang dirinya dan bersikap waspada terhadapnya. Jika apa yang dia katakan benar dan sesuai dengan kebenaran, aku akan menerimanya; jika itu tidak benar, aku juga tidak perlu berdebat dengannya. Jika dia sedang memperlihatkan watak yang rusak, aku akan melihat apakah dia mampu menerima kebenaran. Jika dia mampu menerima kebenaran, aku akan mempersekutukan kebenaran kepadanya. Jika dia tidak menerima kebenaran, aku hanya dapat bersikap sabar." Bukankah itu menyelesaikan masalahnya? Dengan demikian, ketika engkau berinteraksi dengan semua jenis orang, engkau dapat melakukannya dengan saling menoleransi dan saling membantu, serta bergaul dengan mereka secara harmonis—ini selalu lebih baik daripada menjadi orang yang picik. Orang yang picik, di satu sisi, membuat orang lain merasa sangat tidak nyaman, dan di sisi lain, mereka gagal untuk menyesuaikan diri di kelompok mana pun, tampak sangat terisolasi serta merasa tidak nyaman dan canggung. Beberapa orang yang baik hati akan merasa kasihan kepadamu, dan semua orang sebenarnya ingin membantumu, karena engkau semua adalah saudara-saudari, tetapi ketika engkau selalu mengisolasi dirimu dan tetap sendirian seperti ini, bukankah menurutmu engkau tampak canggung bagi orang lain? (Ya.) Mengapa engkau merasa tidak nyaman dan canggung? Itu karena engkau memiliki cacat ini dalam kemanusiaanmu, jadi engkau harus berusaha mengatasinya dan berubah secara bertahap, bukan? (Ya.)
Memiliki sifat yang mudah marah, bersifat pemarah—termasuk aspek apakah ini? (Cacat dalam kemanusiaan.) Memiliki sifat yang mudah marah dapat juga disebut sebagai bersifat pemarah—apakah ini termasuk cacat dalam kemanusiaan? (Bukan.) Bagaimana seharusnya memandang hal ini? Orang yang tidak mudah marah, menyembunyikan kebenciannya di balik senyuman, selalu berbicara dengan lembut dan ramah, tidak pernah bertengkar dengan siapa pun, dan selalu mengatakan apa yang ingin didengar orang lain—apakah ini sifat yang baik? (Bukan.) Jika seseorang mengatakan bahwa orang ini kasar, mereka berkata, "Bersikap kasar itu baik; orang yang kasar tidak membuat masalah." Jika seseorang mengatakan bahwa mereka licik, mereka berkata, "Bersikap licik itu baik; orang yang licik itu pintar." Dengan kata lain, apa pun yang orang lain katakan atau dengan cara apa pun orang lain memperlakukannya, mereka tidak pernah marah atau terpicu kemarahannya. Apakah orang semacam ini baik? (Tidak.) Ketika berkaitan dengan orang yang benar-benar mereka sukai, pemikiran dan sudut pandang mereka tentang orang yang baik dan hal yang baik serta tentang orang yang jahat dan hal yang jahat, dan entah mereka menyetujui orang yang baik dan membenci orang yang jahat, atau menyetujui orang yang jahat dan membenci orang yang baik, mereka tidak memiliki sudut pandang atau pendirian yang jelas tentang hal-hal ini, dan mereka tidak mengomentari apa pun. Apa pun masalah yang mereka hadapi, mereka selalu menepisnya dengan senyuman, dan mereka sangat menyenangkan dan tidak mudah marah. Apakah ini merupakan kelebihan dalam kemanusiaan? (Bukan.) Tidak mudah marah bukanlah kelebihan dalam kemanusiaan, lalu apakah memiliki sifat yang mudah marah merupakan cacat dalam kemanusiaan? Dapatkah memiliki sifat yang tidak mudah marah atau mudah marah menentukan seperti apa kemanusiaan yang orang miliki? (Tidak.) Sebagai contoh, ada orang-orang yang, ketika melihat seseorang bersikap asal-asalan dalam tugasnya, mereka tidak peduli, ketika melihat seseorang mengganggu pekerjaan gereja, mereka tidak merasa marah; dan mereka bahkan berkata, "Tidak apa-apa, kau akan bersikap lebih baik—jangan terburu-buru. Tuhan memiliki niat yang tekun bagi kita; kita harus membalas kasih dan anugerah Tuhan, serta tidak boleh bersikap asal-asalan. Lain kali perhatikan hal ini ya." Apakah orang-orang ini memiliki sifat yang tidak mudah marah? (Ya.) Ketika melihat seseorang tidak melindungi kepentingan rumah Tuhan, ada orang yang berkata, "Dapatkah kau berusaha untuk melindungi kepentingan rumah Tuhan? Akan sangat bagus jika kau mempertimbangkan maksud-maksud Tuhan. Kita harus menjadi orang yang baik—jika kita bukan orang yang baik, Tuhan tidak akan menyukai kita. Dalam cara kita berperilaku, setidaknya, kita harus melindungi kepentingan rumah Tuhan—kelak perhatikanlah hal ini ya." Apakah kemarahan diperlihatkan dalam perkataan ini? (Tidak.) Mereka benar-benar tidak mudah marah, bukan? Ada orang-orang yang tidak pernah marah apa pun yang terjadi. Ketika melihat beberapa orang sering melaporkan jumlah yang palsu untuk menipu Yang di Atas dan rumah Tuhan saat memberitakan Injil, mereka berkata, "Jika mayoritas orang melaporkan jumlah yang palsu seperti ini, berarti ini adalah aliran pekerjaan Roh Kudus—kita harus tunduk padanya!" Seseorang membantah mereka, dengan berkata, "Melaporkan jumlah yang palsu berarti berbohong dan menipu Tuhan; aku tidak boleh melakukannya." Mereka menjawab, "Mengapa tidak? Orang lain melaporkan jumlah yang palsu, hanya melaporkan kabar baik dan bukan kabar buruk. Mengapa kau begitu bodoh?" Ketika melihat orang-orang melaporkan jumlah palsu, mereka merasa senang. Ketika melihat orang-orang berpegang teguh pada prinsip dan menolak melaporkan jumlah palsu, mereka menjadi marah dan geram, menggebrak meja, dan berkata, "Mengapa kau tidak melaporkan jumlah yang palsu? Apakah kau ingin melawan aliran Roh Kudus? Jika kau tidak melaporkan jumlah yang palsu, aku akan memberhentikanmu! Aku akan mengeluarkanmu!" Bagaimana menurutmu orang-orang yang marah dengan cara seperti ini? (Itu jahat.) Ini adalah luapan amarah yang jahat. Tidak marah saat mereka seharusnya marah dan marah secara sewenang-wenang saat mereka seharusnya tidak marah, menyebut hal yang jahat sebagai hal yang adil, menyebut pelaporan jumlah yang palsu sebagai aliran Roh Kudus dan sangat memujinya, serta bahkan mempromosikannya—bukankah ini keji? (Ya.) Ketika melihat seseorang menolak untuk melaporkan jumlah yang palsu, mereka menggebrak meja, marah, dan melotot, ingin memberhentikan orang itu atau mengeluarkannya—ini adalah "kemarahan yang menggelegar!" Si naga merah yang sangat besar memiliki "Operasi Guntur"; pertunjukan kekuatan Ibllis itu disebut "Operasi Guntur", dan seperti inilah "kemarahan yang menggelegar" dari orang-orang ini. Jika engkau menolak untuk melaporkan jumlah yang palsu, dan mereka menggebrak meja dan melampiaskan amarah mereka yang menggelegar terhadapmu, dalam situasi seperti itu, beranikah engkau semua berpegang pada prinsip, hanya melaporkan jumlah yang sebenarnya dan menolak untuk melaporkan jumlah yang palsu? Beranikah engkau bertindak dan mengkritik serta menyingkapkan mereka, dengan berkata: "Kau memaksa orang untuk melaporkan jumlah yang palsu—kau adalah setan! Kau bahkan menyebut mengikuti antikristus dalam melaporkan jumlah yang palsu sebagai aliran Roh Kudus. Bukankah ini menghujat Roh Kudus dan menghujat Tuhan? Kau tidak membedakan yang benar dari yang salah dan kau menghujat Roh Kudus, tetapi kau menganggap dirimu sendiri sebagai malaikat yang adil. Kau tidak akan membiarkan siapa pun menentang tuntutanmu untuk melaporkan jumlah yang palsu, dan kau bahkan marah. Kau tidak memiliki rasa keadilan sedikit pun. Kau bukan saja tidak menyingkapkan dan mengutuk hal-hal yang jahat, melainkan kau juga membiarkan amarahmu meledak hebat terhadap mereka yang berpegang teguh pada kebenaran dan menolak melaporkan jumlah yang palsu, bahkan melampiaskan 'amarahmu yang menggelegar' terhadap mereka. Bukankah ini berarti dengan sengaja mengacaukan dan mengganggu pekerjaan rumah Tuhan? Bukankah perilaku ini sama naturnya seperti apa yang dilakukan oleh si naga merah yang sangat besar?" Jadi, jika kita meninjau kembali tentang apakah memiliki sifat yang mudah marah sebenarnya merupakan cacat dalam kemanusiaan ataukah kelebihan dalam kemanusiaan, hal ini tidak dapat digeneralisasikan. Itu bergantung pada situasi apa yang menyebabkan seseorang marah dan situasi apa yang tidak, serta mengapa orang tersebut biasanya mudah marah. Itu bergantung pada apa yang sedang dikejar orang tersebut, apakah orang tersebut memiliki prinsip dalam caranya berperilaku, dan seperti apa tepatnya sikapnya terhadap kebenaran, serta sikapnya terhadap Tuhan, pekerjaan Tuhan, kepentingan rumah Tuhan, dan pekerjaan gereja. Jika, demi menegakkan prinsip-prinsip kebenaran, melindungi kepentingan rumah Tuhan, dan melindungi pekerjaan rumah Tuhan, mereka terus-menerus memiliki sifat yang mudah marah ketika menghadapi berbagai orang, peristiwa, dan hal-hal yang jahat, maka ini adalah kelebihan dalam kemanusiaan mereka. Namun, jika mereka tidak pernah jengkel atau marah ketika menghadapi berbagai hal jahat atau hal-hal yang menentang Tuhan, seolah-olah mereka tidak ada hubungannya dengan hal-hal tersebut, maka ini bukanlah cacat dalam kemanusiaan mereka—ini adalah kemanusiaan yang buruk, tidak adanya rasa keadilan, dan tentu saja ini termasuk kategori watak yang rusak. Jadi, bagaimana seharusnya memandang sifat marah itu? Orang yang tidak mudah marah belum tentu berarti memiliki kemanusiaan yang baik, dan orang yang mudah marah belum tentu berarti memiliki kemanusiaan yang buruk—itu tergantung pada ditujukan pada hal apa sifat mudah marah mereka tersebut. Jika sifat mereka yang mudah marah itu ditujukan pada hal-hal yang jahat, gelap, dan tidak sesuai dengan kebenaran—jika itu ditujukan pada hal-hal yang melanggar prinsip-prinsip rumah Tuhan, merugikan kepentingan rumah Tuhan, dan mengacaukan serta mengganggu pekerjaan gereja—dan mereka sering marah dan mudah marah karena merasa cemas, gelisah, dan khawatir tentang hal-hal ini, maka ini bukanlah kemanusiaan yang buruk. Ini berarti mempertimbangkan maksud Tuhan, ini adalah kelebihan dalam kemanusiaan. Sebaliknya, jika saat menghadapi hal-hal negatif ini, mereka tidak memperlihatkan kemarahan, tidak melangkah maju untuk melindungi kepentingan rumah Tuhan atau kesaksian Tuhan, dan tidak berpegang pada prinsip-prinsip kebenaran dan melangkah maju untuk menghentikan atau membatasi hal-hal ini, tetapi malah membiarkan kekacauan dan gangguan ini tumbuh dan menyebar tanpa terkendali, maka meskipun orang-orang semacam ini mungkin terlihat tidak mudah marah, sebenarnya, karakter mereka sangat buruk. Bukankah mereka sebenarnya seperti itu? (Ya.) Bagaimana seharusnya memandang sifat yang mudah marah itu? Itu tergantung ditujukan pada hal-hal apakah orang bersikap mudah marah; engkau harus melihat seperti apa karakter orang itu, apa yang mereka kejar dan jalan apa yang mereka tempuh, serta bagaimana sikap mereka terhadap kebenaran, terhadap Tuhan, terhadap pekerjaan rumah Tuhan, dan terhadap kepentingan rumah Tuhan. Apakah cara memandang ini akurat? (Ya.) Jika orang tidak memiliki rasa keadilan tetapi mereka mudah marah, mudah terpicu kemarahannya, dan sangat gampang marah ketika bergaul dengan orang lain dalam kehidupan mereka sehari-hari, sering meluapkan amarah, dan sering bertengkar dan berhadapan langsung dengan orang lain atas hal-hal sepele, bahkan menggunakan kata-kata kotor, ini bukanlah cacat dalam kemanusiaan—ini adalah karakter yang sangat buruk. Jika dipandang dari watak yang rusak, watak orang ini sangat kejam, dan tidak ada yang berani memicu kemarahan mereka. Mereka tidak mudah marah demi melindungi tujuan yang benar, melindungi hal-hal yang positif, menegakkan prinsip-prinsip kebenaran, atau melindungi kepentingan dan pekerjaan rumah Tuhan, tetapi mudah marah demi melindungi semua kepentingan mereka sendiri, reputasi, status, kesombongan, harta benda, uang, dan hal lain yang mereka miliki. Sifat mudah marah orang-orang semacam itu dapat digolongkan sebagai karakter yang sangat buruk. Sifat mudah marah harus dipandang berdasarkan situasinya, dengan mempertimbangkan ditujukan pada apa sifat mudah marah itu dan niat di baliknya. Jika, demi melindungi kepentingan mereka sendiri atau melindungi reputasi dan statusnya, mereka bisa sangat marah dan membuat keributan hanya karena satu komentar, berarti karakter mereka sangat buruk. Jika mereka pada umumnya cukup murah hati dalam hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan pribadi mereka—misalnya, ketika orang sesekali membuat komentar yang menargetkan mereka dan sedikit melukai harga diri mereka, atau sedikit memanfaatkannya, mereka biasanya membiarkannya berlalu dan tidak menjadi marah—jika mereka tidak mempermasalahkan hal-hal kecil dan dapat bersikap toleran saat bergaul dengan orang lain, tetapi mereka marah saat melihat seseorang mengacaukan dan mengganggu pekerjaan gereja serta menyebabkan kepentingan rumah Tuhan dirugikan, maka ini bukanlah karakter yang buruk. Sebaliknya, ini adalah rasa keadilan yang seharusnya dimiliki kemanusiaan; ini adalah kelebihan dalam kemanusiaan.
Cenderung merajuk—termasuk jenis masalah apakah ini? (Cacat dalam kemanusiaan.) Ini adalah cacat dalam kemanusiaan. Orang macam apa yang cenderung merajuk? (Orang yang picik.) Orang yang picik, orang yang mudah tersinggung, dan anak-anak semuanya cenderung merajuk. Ketika menghadapi masalah kecil, mereka tiba-tiba menjadi marah, tidak mau berbicara kepadamu, tidak mau bertemu denganmu, dan tidak mau menjawab teleponmu. Engkau secara tidak sengaja mengatakan sesuatu yang menyakiti mereka, dan mereka mulai merajuk, mengabaikanmu untuk waktu yang lama, dan bahkan ketika ditanya tentang hal ini, mereka tidak mengatakan apa pun. Engkau bertanya kepada mereka, "Ada apa? Jika ada masalah, mari kita selesaikan. Jika aku berutang sesuatu kepadamu, aku akan membayarnya. Jika sesuatu yang kukatakan menyakitimu, aku minta maaf, dan aku dapat melakukan apa pun yang menurutmu perlu kulakukan." Namun, mereka tetap diam, merajuk. Bukankah orang-orang semacam itu menyusahkan? (Ya.) Ini adalah kemanusiaan yang tidak normal. Masalah yang berkaitan dengan kemanusiaan yang tidak meningkat ke tahap masalah karakter semuanya termasuk cacat dalam kemanusiaan. Cacat berarti sesuatu yang seharusnya ada dalam kemanusiaan yang normal, tidak ada dalam diri seseorang, yang berarti sikap atau cara orang itu dalam berperilaku dan menangani berbagai hal tidak normal atau tidak dewasa dan tidak memenuhi standar nalar kemanusiaan yang normal. Ini adalah sebuah cacat. Cenderung merajuk, di satu sisi, membuat orang lain kesal, dan mereka tidak suka berinteraksi dengan orang-orang semacam itu. Selain itu, cenderung merajuk berarti bersikap tidak dewasa dengan cara yang kekanak-kanakan. Umumnya, hanya anak-anak berusia sekitar sepuluh tahun yang berperilaku seperti ini—orang dewasa tidak memiliki perwujudan ini. Ketika orang semacam itu memiliki hubungan yang baik denganmu, engkau berdua seperti pinang dibelah dua. Namun, ketika keadaan memburuk di antaramu, dia berubah menjadi memusuhimu, merajuk, menolak untuk berbicara denganmu, mengembalikan semua yang pernah kauberikan kepadanya, dan memutuskan hubungan denganmu untuk selamanya. Namun, siapa tahu—suatu hari dia mungkin berbaikan denganmu dan menjadi sedekat sebelumnya. Ini adalah perwujudan dari sikap yang tidak dewasa. Semua perwujudan dari sikap yang tidak dewasa ini merupakan cacat dalam kemanusiaan. Cenderung merajuk adalah cacat dalam kemanusiaan. Orang yang cenderung merajuk kemungkinan besar menunda ketika melaksanakan tugas. Engkau tidak pernah tahu kapan mereka mungkin merajuk selama berhari-hari karena seseorang mengatakan sesuatu yang menyakiti mereka. Betapapun pentingnya tugas tersebut, mereka bisa saja berhenti tanpa mengatakan apa pun. Engkau mungkin mengira mereka masih melaksanakan tugas seperti biasa, padahal sebenarnya, mereka telah berhenti bekerja sejak lama. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk jangan pernah menugaskan pekerjaan penting kepada orang-orang yang cenderung merajuk, terutama tugas-tugas dalam tahap kritis, karena mereka bersikap sangat semaunya, selalu emosional, cenderung merajuk, serta tidak bernalar, dan ini dapat dengan mudah menyebabkan mereka meninggalkan pekerjaan mereka selama proses pelaksanaan tugas mereka. Jika pekerjaan ini benar-benar harus dilakukan oleh mereka atau tidak ada orang lain yang menggantikan mereka, maka ketika menugaskan pekerjaan itu kepada mereka, engkau harus meminta seseorang untuk mengawasi pekerjaan mereka. Jika ada orang lain yang dapat menggantikan mereka, pekerjaan yang relatif penting tidak boleh ditugaskan kepada mereka. Sebagai contoh, ada seseorang yang sedikit berkualitas dan mampu menangani pekerjaan sebagai pemimpin gereja, tetapi ketika seorang saudara atau saudari mengatakan sesuatu yang menyakitinya, dia merajuk: "Aku berhenti! Kau dapat membiarkan siapa pun yang kalian inginkan untuk menjadi pemimpin. Aku akan pulang ke rumah untuk menjalani hidupku—aku sudah tak tahan lagi!" Begitu mereka mulai merajuk, mereka bisa melepaskan tugas mereka lalu pergi, dan siapa yang tahu kapan mereka akan kembali. Apakah orang-orang semacam itu dapat diandalkan? (Tidak.) Mereka melampiaskan kemarahan pada tugas mereka dan pekerjaan gereja, melepaskan tugas mereka kapan saja. Bukankah ini adalah perwujudan dari sikap yang tidak dewasa? (Ya.) Mereka memperlakukan tugas dan pekerjaan gereja seolah-olah itu adalah permainan anak-anak, seperti bermain rumah-rumahan—itulah perwujudan dari sikap yang tidak dewasa. Ketika anak-anak bermain rumah-rumahan, itu hanyalah permainan—jika mereka merasa kesal, mereka berhenti bermain; itu tidak menunda apa pun. Namun, memperlakukan pekerjaan gereja atau tugas tertentu seperti seorang anak yang bermain rumah-rumahan, berhenti kapan pun yang mereka mau—bukankah itu menunda berbagai hal? Ini tidak hanya menunda urusan mereka sendiri—jika mereka adalah pemimpin gereja, pekerjaan gereja menjadi tertunda karena mereka. Jika mereka sedang melaksanakan tugas penting, tugas penting itu menjadi tertunda. Oleh karena itu, ketika memilih orang untuk dipakai, engkau harus mempertimbangkan apakah mereka bermasalah dalam hal cenderung merajuk. Jika mereka memang bermasalah dalam hal ini, apakah itu parah? Seberapa parahkah itu? Apakah mereka akan melepaskan pekerjaan mereka? Ketika mereka merajuk, apakah mereka akan marah, pulang ke rumah, dan tidak mau lagi melaksanakan tugas mereka, menolak untuk kembali tanpa peduli siapa pun yang menelepon mereka? Orang-orang semacam ini sangat sulit untuk ditangani. Jangan pernah memakai mereka—mereka adalah jenis orang yang mudah tersinggung. Membujuk mereka tidak berhasil, mendisiplinkan mereka tidak berhasil, dan dengan cara apa pun engkau mempersekutukan kebenaran, mereka merasa sulit untuk menerimanya. Hanya setelah mereka sendiri mengerti dan memahaminya sendiri, barulah mereka mampu pulih dan kembali memiliki nalar yang normal. Oleh karena itu, selain memiliki watak yang rusak, jika kemanusiaan seseorang juga memiliki banyak cacat atau kekurangan, maka begitu mereka menghadapi sesuatu yang tidak menyenangkan, itu dapat menyebabkan mereka menjadi sangat negatif sehingga mereka tidak dapat pulih. Sekalipun mereka bertekad dan bersedia mengejar kebenaran untuk memperoleh keselamatan, dan sekalipun di benaknya, mereka ingin melaksanakan tugas mereka dengan baik dan memenuhi standar sebagai makhluk ciptaan, ketika kesulitan atau situasi yang tidak menyenangkan muncul, mereka tidak dapat lagi bergerak maju. Oleh karena itu, jika orang ingin mengejar kebenaran dan melaksanakan tugas mereka dengan baik, mereka harus mencari kebenaran untuk membereskan semua cacat atau kekurangan yang mungkin ada dalam kemanusiaan mereka. Jika engkau tidak memiliki hati yang sangat mendambakan Tuhan atau yang merindukan kebenaran, dan engkau tidak bersedia mengatasi cacat dalam kemanusiaan ini atau tidak memiliki tekad yang cukup untuk melakukannya, maka tantangan yang kauhadapi akan banyak. Jika engkau bahkan tidak mampu mengubah atau mengatasi cacat pribadi ini, akan jauh lebih sulit bagimu untuk membuang watak rusakmu.
Sekarang mari kita membahas tentang "suka mengambil keuntungan"—masalah macam apakah ini? (Cacat dalam kemanusiaan.) Apakah ini cacat dalam kemanusiaan? Suka mengambil keuntungan adalah masalah karakter. Jika orang mengambil keuntungan dalam setiap situasi, bahkan atas sesuatu yang sekecil sayur, selembar kertas, atau sebotol kecil air, masalahnya ada pada karakter mereka—karakter mereka sangat buruk. Ini bukanlah cacat dalam kemanusiaan. Apakah engkau mengerti? (Ya.) Orang-orang semacam ini memiliki karakter yang sangat buruk dan tidak berintegritas. Ketika berbelanja di toko, mereka selalu berusaha menawar dan meminta diskon. Ketika membeli sayuran di pasar, mereka berdebat tanpa henti hanya karena uang beberapa sen. Ketika menginap di sebuah hotel dan melihat barang-barang gratis seperti handuk sekali pakai, sikat gigi, dan pasta gigi, mereka membawa pulang semuanya tanpa menyisakan satu barang pun, takut kehilangan apa pun. Beberapa orang berkata, "Apakah mereka suka mengambil keuntungan karena mereka miskin?" Tidak, orang semacam ini memang memiliki karakter seperti itu. Keluarga mereka tidak kekurangan uang, tetapi mereka tetap bersikeras untuk mengambil keuntungan. Setelah percaya kepada Tuhan, orang semacam ini bahkan mengambil keuntungan dari rumah Tuhan. Beberapa orang tidak makan di rumah mereka sendiri, tetapi selalu pergi ke kediaman keluarga tuan rumah untuk makan gratis, berpura-pura berada di sana untuk membantu melakukan berbagai hal bagi kediaman keluarga tuan rumah. Mereka diam-diam menggunakan barang milik saudara-saudari. Mereka tidak menggunakan barang mereka sendiri dan selalu menggunakan barang milik orang lain. Mereka tidak mengenakan pakaian mereka sendiri dan selalu mengenakan pakaian milik orang lain. Ketika melihat seseorang mencuci pakaian, mereka meminta orang itu untuk mencucikan beberapa pakaian mereka sembari dia mencuci pakaiannya sendiri dan akhirnya memberi tujuh atau delapan potong pakaian untuk dicuci orang itu—ini jelas-jelas sedang mengambil keuntungan. Mereka memang memiliki karakter semacam ini. Meskipun keluarga mereka jelas-jelas memiliki uang, mereka tetap meminjam uang dari saudara-saudari. Ketika ditanya kapan mereka akan mengembalikannya, mereka berkata, "Aku akan mengembalikannya saat aku punya uang. Jika aku tidak punya uang, bagaimana aku bisa mengembalikannya? Aku tidak punya uang—aku hanya punya nyawa!" Apa maksud perkataan ini? Mereka jelas tidak mau mengembalikan dan tidak pernah berniat untuk mengembalikannya—mereka hanya ingin mengambil keuntungan, menggunakan uang orang lain untuk kesenangan mereka sendiri dan menggunakannya dengan bebas. Inilah tujuan mereka. Ketika melihat seseorang telah membeli sesuatu yang baru, mereka menjadi sangat tertarik dan selalu berpikir untuk meminjamnya. Jika pemiliknya membutuhkan barang itu dan tidak ingin meminjamkannya, mereka tetap meminjamnya dengan paksa. Mereka menggunakannya sampai barang itu usang atau rusak dan tetap tidak mengembalikannya, memperlakukannya seolah-olah itu adalah milik mereka sendiri. Orang semacam ini mengambil keuntungan di mana-mana, meminjam barang dan tidak pernah mengembalikannya. Apakah ini cacat dalam kemanusiaan? (Bukan.) Ini adalah tidak berintegritas dan memiliki karakter yang sangat buruk. Pernahkah engkau semua bertemu dengan orang semacam ini? (Pernah.) Ada cukup banyak orang semacam ini. Katakan kepada-Ku, apakah orang semacam ini mampu menerapkan kebenaran? (Tidak.) Kebanyakan dari mereka termasuk orang seperti apa? Bukankah mereka adalah bajingan? Sebanyak apa pun mereka mengambil keuntungan dari orang lain, hati nurani mereka tidak merasa tertuduh. Katakan kepada-Ku, apakah mereka memiliki hati nurani? (Tidak.) Orang yang tidak memiliki hati nurani itu orang macam apa? Tidak usah kita bicarakan apakah mereka orang baik atau orang jahat—setidaknya, mereka tidak memiliki standar dan kondisi paling dasar yang seharusnya dimiliki kemanusiaan untuk menerapkan kebenaran. Kita sebelumnya telah bersekutu bahwa untuk menerapkan kebenaran, orang setidaknya harus memiliki hati nurani. Hati nurani yang orang miliki mencakup rasa malu. Apakah orang yang selalu mengambil keuntungan dari orang lain tanpa adanya rasa tertuduh dalam hati nurani mereka memiliki rasa malu? (Tidak.) Apakah orang yang tidak memiliki rasa malu mampu menerapkan kebenaran? (Tidak.) Mereka melakukan kejahatan tanpa merasakan apa pun dan tanpa sedikit pun teguran dari hati nurani mereka. Oleh karena itu, melakukan perbuatan yang adil dan menempuh jalan yang benar tidak menarik bagi mereka karena kemanusiaan mereka tidak membutuhkan hal-hal semacam itu. Apa kebutuhan mereka? Yang mereka butuhkan adalah melindungi kepentingan mereka sendiri dari kerugian apa pun sembari memanfaatkan kepentingan orang lain dan menggunakannya untuk keuntungan mereka sendiri. Kemanusiaan mereka tidak memiliki perasaan tertegur atau tertuduh atas perilaku semacam itu, juga tidak memiliki rasa malu. Oleh karena itu, sangat sulit bagi orang semacam ini untuk menerapkan kebenaran. Keyakinan mereka dalam cara mereka berperilaku adalah: segala sesuatu yang bermanfaat bagi diri mereka, baik hal materi maupun hal psikologis, tidak boleh dilepaskan sedikit pun. Mereka selalu ingin memiliki, merebut, atau bahkan menguasai barang-barang bagus dan berharga milik orang lain secara paksa. Begitu ada kesempatan, mereka akan merebut barang-barang bagus milik orang lain tersebut untuk diri mereka sendiri. Mereka sama sekali tidak dapat membiarkan diri mereka melewatkan kesempatan itu, dan jika mereka melewatkannya, mereka akan menyesalinya seumur hidup. Inilah keyakinan mereka dalam cara mereka berperilaku. Karena mereka dikendalikan oleh keyakinan ini, mereka merasa dapat dibenarkan dan merasa tenang saat mengambil keuntungan dari orang lain dan mengeklaim keuntungan orang lain sebagai milik mereka, merasa telah meraih pencapaian yang luar biasa. Jika mereka gagal mengambil keuntungan atau kehilangan kesempatan untuk melakukannya, mereka merasa telah gagal dan menganggap diri mereka bodoh. Saat mengambil keuntungan, mereka merasa senang, gembira, dan damai. Namun, ketika melihat ada kesempatan untuk mengambil keuntungan dan mereka melewatkannya, mereka merasa kesal dan gelisah: "Rugi jika aku tidak mengambil keuntungan ini. Jika orang lain yang mengambil keuntungan itu, bukankah artinya akuyang merugi?" Lihatlah—apakah orang yang dikendalikan keyakinan ini mampu berusaha menjadi orang yang baik? (Tidak.) Ketika menerapkan kebenaran, orang perlu melepaskan banyak hal, seperti rasa harga diri, status, dan hal-hal psikologis lain yang mereka hargai, serta beberapa hal materi. Semua ini berkaitan dengan kepentingan pribadi, dan menerapkan kebenaran mengharuskan orang untuk memberontak terhadap hal-hal ini, mengatasi, membuang, dan melepaskannya. Orang-orang yang suka mengambil keuntungan sama sekali tidak mampu melakukan semua ini. Mereka tidak mampu melepaskan harga diri atau status mereka, dan terlebih lagi, tidak mampu melepaskan kepentingan materi apa pun. Ketika menerapkan kebenaran, mereka tidak mampu melakukan semua itu. Jadi, apakah mereka mampu menerapkan kebenaran? (Tidak.) Oleh karena itu, sangat sulit bagi mereka untuk menerapkan kebenaran. Mereka ingin memiliki semua hal psikologis dan materi yang bagus untuk diri mereka sendiri dan tidak pernah mampu melepaskannya, dan hal ini secara langsung bertentangan dan berlawanan dengan prinsip-prinsip menerapkan kebenaran. Itulah sebabnya mereka tidak mampu menerapkan kebenaran. Lihat saja orang-orang yang sangat suka mengambil keuntungan itu—sampai sejauh mana mereka melakukannya? Ketika mengunjungi rumah seseorang, mereka bahkan memastikan untuk minum air dan makan makanan orang itu sebelum pergi. Katakan kepada-Ku, apakah orang-orang yang memiliki karakter semacam ini mampu menerapkan kebenaran? (Tidak.) Standar mereka untuk mengukur segala sesuatu didasarkan pada prinsip, yakni apakah mereka dapat mengambil keuntungan dan memperoleh manfaat atau tidak. Keuntungan pribadi adalah prinsip yang mereka gunakan untuk mengukur segala sesuatu. Cara mereka berperilaku hanya terfokus pada mengambil keuntungan dari orang lain. Selama mereka tidak menderita kerugian dan dapat mengambil keuntungan, mereka merasa hal itu layak dilakukan. Mereka yakin bahwa dalam cara berperilaku, orang harus bisa mengambil keuntungan, dan bahwa orang hanya cerdas dan cerdik jika mereka sering mengambil keuntungan—jika orang tidak tahu bagaimana cara mengambil keuntungan, orang itu bodoh! Standar dalam cara mereka berperilaku adalah hanya mengambil keuntungan dan jangan pernah merugi. Mereka menjadikan pendekatan ini sebagai standar bagi cara mereka berperilaku—apakah mereka mampu menerapkan kebenaran? (Tidak.) Apakah ada tempat bagi kebenaran di dalam hati mereka? Dapatkah kebenaran memegang kekuasaan di hati mereka? (Tidak.) Lalu, kebenaran apa yang mampu mereka terapkan? (Tidak ada sama sekali.) Mereka sama sekali tidak mampu menerapkan kebenaran apa pun—karakter mereka terlalu rendah, sehingga orang lain membenci mereka. Ada orang-orang yang melaksanakan tugas di rumah Tuhan; rumah Tuhan menyediakan beberapa barang untuk digunakan sehari-hari, dan mereka sering meminta lebih dengan alasan barangnya sudah habis, padahal sebenarnya masih ada yang tersisa. Mengapa mereka selalu meminta lebih? Mereka berpikir, "Jika aku tidak mengambil keuntungan dari hal ini dan orang lain yang mengambil keuntungan, bukankah artinya akulah yang merugi?" Lihatlah—karakter macam apa ini? Standar yang digunakan orang semacam ini untuk mengukur segala sesuatu didasarkan pada prinsip apakah mereka dapat mengambil keuntungan dan memperoleh manfaat atau tidak. Hati mereka sepenuhnya dipenuhi dengan pemikiran tentang kepentingan. Dengan cara apa pun engkau mempersekutukan hal-hal positif atau kebenaran kepada mereka, mereka tidak mau menerimanya, dan ini tidak ada hubungannya dengan kualitas mereka, atau apakah mereka mampu memahami atau tidak—ini karena ada masalah dengan keyakinan mereka tentang cara berperilaku. Mereka sama sekali tidak akan menerima atau menerapkan hal-hal positif, juga tidak akan menaati prinsip-prinsip kebenaran. Karakter mereka sangat rendah. Katakan kepada-Ku, apakah perlu mempersekutukan kebenaran kepada orang semacam ini? (Tidak.) Mengapa tidak? (Karena mereka tidak akan pernah menerapkan kebenaran.) Tidak ada kepekaan hati nurani dalam kemanusiaan mereka dan mereka tidak memiliki syarat-syarat dasar untuk menerapkan kebenaran. Hati mereka hanya terfokus pada mengambil keuntungan dan memperoleh manfaat. Dapat dikatakan bahwa orang semacam ini sama sekali tidak layak untuk mendengar kebenaran dan tidak layak mendengarkan khotbah tentang memperoleh keselamatan. Lihatlah, engkau semua tidak sepenuhnya memahami, suka mengambil keuntungan itu termasuk jenis masalah apa, bukan? Engkau bahkan mengira bahwa itu adalah cacat dalam kemanusiaan. Apakah itu cacat dalam kemanusiaan? (Bukan.) Engkau mengerti sekarang, bukan? Masalah macam apakah ini? (Ini adalah masalah karakter—orang seperti ini berkarakter rendah.)
Sekarang mari kita membahas tentang kecenderungan bersedekah. Jika tidak ada motif di balik kecenderungan orang untuk bersedekah, dan itu hanyalah semacam perilaku atau tindakan yang biasa mereka lakukan dalam kehidupan mereka sehari-hari, maka kecenderungan bersedekah ini harus dianggap sebagai kelebihan dalam kemanusiaan. Bagaimanapun, memberi lebih baik daripada menerima. Setidaknya, orang yang cenderung bersedekah memiliki hati yang bersimpati terhadap orang lain, dan memiliki unsur kebaikan dalam kemanusiaan mereka, dan mereka tidak kikir serta tidak terlalu mementingkan hal-hal materi. Selain itu, ketika mereka memiliki barang-barang materi yang relatif melimpah, mereka akan memberikan barang-barang berlebih mereka, atau barang-barang yang tidak mereka gunakan tetapi masih layak untuk digunakan orang lain, membuat kebutuhan hidup orang lain menjadi sedikit lebih tercukupi atau nyaman. Dinilai dari motif di balik tindakan ini, paling tidak, orang yang memiliki kecenderungan bersedekah memiliki kemanusiaan yang baik, dan memperlihatkan perwujudan penting berupa bersimpati dan berbelas kasihan kepada orang lain—itu adalah kelebihan dalam kemanusiaan mereka. Orang-orang semacam itu memiliki karakter yang relatif baik, jauh lebih baik daripada karakter orang-orang jahat yang suka mengambil keuntungan dari orang lain dan merampas barang milik orang lain secara sewenang-wenang—mereka agak lebih berintegritas. Mereka bersedekah dan membantu orang lain tanpa mengharapkan imbalan apa pun, tanpa mengharapkan pujian dari orang lain atau tanpa bermaksud memiliki reputasi yang baik. Ini hanyalah sikap mereka dalam cara mereka berperilaku, atau cara hidup mereka. Misalnya, ketika bertemu seseorang yang kekurangan pakaian, mereka segera memberikan kelebihan pakaian mereka untuk orang itu kenakan. Ketika melihat keluarga orang lain miskin dan sering kali tidak cukup makan, mereka memberikan sebagian beras keluarga mereka kepada orang-orang itu agar mereka juga bisa makan dengan cukup. Ketika membeli sebuah komputer baru dan melihat bahwa komputer orang lain hampir tidak dapat digunakan, mereka memberikan komputer lama mereka untuk digunakan orang tersebut. Mereka bersedekah tanpa mengharapkan imbalan apa pun—ini hanyalah karakter mereka. Ini adalah kelebihan dalam kemanusiaan dan juga dapat digolongkan sebagai perwujudan karakter yang baik. Perilaku cenderung bersedekah sama sekali tidak buruk, tetapi ada orang-orang yang, karena cenderung bersedekah, sering berpikir, "Aku baik, aku mulia, aku murah hati. Banyak orang yang hidupnya menjadi lebih baik setelah menerima sedekah dan bantuan dariku. Aku adalah objek penyelamatan Tuhan. Jika Tuhan tidak menyelamatkan orang seperti aku, orang macam apa yang akan Dia selamatkan?" Mereka sering menganggap diri mereka "orang baik yang cenderung bersedekah". Misalkan seseorang berkata kepada mereka, "Kemanusiaanmu tidak baik. Kau melakukan banyak hal yang bertentangan dengan kebenaran, dan kau tidak mencintai kebenaran." Setelah mendengarnya, mereka akan menjadi marah. Apa masalahnya di sini? Ada orang-orang yang keluarganya relatif kaya, dan saudara-saudari di sekitar orang itu semuanya pernah menerima bantuan dari mereka. Jadi orang-orang itu sering merenung, "Aku telah memperlakukan orang-orang di gereja dengan sangat baik—mereka semua pernah menerima bantuan dariku. Bukankah aku memiliki prestise dan status di hati orang-orang ini? Bukankah aku adalah orang yang memiliki kualitas terbaik dan kemanusiaan terbaik di gereja? Bukankah aku seharusnya menjadi seorang pemimpin? Bukankah semua saudara-saudari seharusnya mendengarkanku?" Masalah macam apa ini? Bukankah ini masalah watak yang rusak? (Ya.) Hanya karena mereka memiliki sedikit perilaku yang baik, mereka tidak lagi mengetahui ukuran diri mereka yang sebenarnya, mereka memperlakukan perilaku ini sebagai modal, selalu ingin menjadi pemimpin gereja, dan menjadi sombong, menganggap dirinya luar biasa. Mereka tidak mengaitkan berbagai watak rusak yang disingkapkan oleh firman Tuhan dengan diri mereka sendiri. Mereka yakin bahwa kecenderungan mereka untuk bersedekah berarti mereka adalah orang yang baik, bahwa mereka tidak memiliki watak yang rusak, bahwa semua yang mereka lakukan adalah benar, dan bahwa mereka seharusnya menjadi pemimpin dan teladan di gereja, dan semua saudara-saudari seharusnya meniru mereka. Perwujudan apakah semua ini? (Watak yang rusak.) Ini telah meningkat ke tahap watak yang rusak. Meskipun cenderung bersedekah adalah kelebihan dalam kemanusiaan, jika orang menilai dirinya sebagai orang baik yang pasti akan diselamatkan karena ini, apakah pemikiran dan sudut pandang seperti ini benar? Mereka menganggap perilaku baik mereka yang cenderung bersedekah sebagai karakter yang baik dan integritas mulia yang mereka miliki, dan bahkan menganggapnya sebagai penerapan kebenaran dan ketundukan kepada Tuhan. Ini adalah kesalahan besar. Ini adalah kecongkakan dan merasa diri benar, serta tidak memiliki kesadaran akan dirinya sendiri. Cenderung bersedekah dapat dianggap sebagai perilaku yang baik. Orang yang cenderung bersedekah paling maksimal memiliki karakter yang relatif baik, jauh lebih baik daripada karakter orang yang suka mengambil keuntungan. Namun, engkau tidak dapat menyatakan bahwa dirimu adalah orang yang baik, bahwa engkau tidak memiliki watak yang rusak dan memiliki kenyataan kebenaran, serta bahwa engkau memenuhi syarat untuk menjadi pemimpin gereja, lebih menonjol dibandingkan orang lain, dan memberi perintah, hanya karena engkau memiliki perilaku yang baik, yakni cenderung bersedekah. Ini adalah watak yang congkak. Meskipun engkau cenderung bersedekah dan membantu orang lain—memiliki beberapa perbuatan baik ini—yang merupakan kelebihan dalam kemanusiaan, ini tidak membuktikan bahwa engkau tidak memiliki watak yang rusak. Jika engkau memperlakukan kecenderunganmu untuk bersedekah dan membantu orang lain seperti modal dan mengembangkan ambisi untuk menjadi pemimpin gereja serta mengangkat dirimu menjadi lebih tinggi daripada orang lain, ini adalah masalah watak yang rusak. Dapatkah engkau melihat perbedaannya sekarang? Memiliki karakter yang baik tidak berarti bahwa orang tidak memiliki watak yang rusak. Ada orang-orang yang pada dasarnya berinteraksi dan bergaul dengan cukup baik dengan orang lain—mereka tidak mengambil keuntungan dari orang lain dan mereka bahkan bersedekah dan membantu orang lain—mereka memiliki beberapa kelebihan dalam kemanusiaan. Namun, setelah menghabiskan waktu bersama mereka, engkau mendapati bahwa mereka sangat congkak, suka menyombongkan diri, dan terkadang bahkan berbohong dan cukup licik. Jika engkau mengkritik mereka, mereka menolak untuk menerimanya dan bersikap agak kejam, bahkan menggebrak meja dan berkata, "Aku telah percaya kepada Tuhan selama bertahun-tahun—siapa yang belum menerima sedekah dariku? Tanyakan kepada saudara-saudari—apakah aku pernah mengambil keuntungan dari siapa pun? Apakah aku pernah merugikan atau menyakiti siapa pun?" Apakah tidak merugikan orang lain membuatmu menjadi orang yang baik? Bukankah tidak merugikan orang lain hanyalah hal paling minimal yang seharusnya orang lakukan? Apa alasanmu bersikap sombong? Tidak merugikan atau tidak menyakiti siapa pun adalah hal yang seharusnya orang lakukan—itu bukanlah modal. Tidak mengambil keuntungan dari orang lain bukan berarti engkau mampu menerapkan kebenaran dan tunduk kepada Tuhan. Engkau seharusnya belajar untuk merenungkan dirimu sendiri dan mampu menerima kritik dan bantuan dari orang lain—hanya dengan demikian, barulah engkau akan menjadi orang yang bernalar. Engkau sedang dipangkas sekarang karena engkau telah memperlihatkan watak yang rusak dan tindakanmu tidak sesuai dengan kebenaran. Ini bukan menyangkali fakta bahwa perilaku baikmu yang cenderung bersedekah adalah hal yang positif, atau menyangkali karaktermu. Sebaliknya, pemangkasan dan penyingkapan diterapkan karena engkau telah melakukan kesalahan dan melanggar prinsip-prinsip kebenaran. Jika engkau mampu menerimanya, berarti engkau adalah orang yang mencintai kebenaran dan mampu menerapkan kebenaran. Jika engkau tidak menerimanya, berarti kecenderunganmu untuk bersedekah, paling maksimal, merupakan kelebihan dalam kemanusiaan. Namun karena kecongkakan, kekejaman, dan kejahatan dalam watak rusakmu mendominasi, engkau tidak mampu menerima kebenaran, jadi engkau benar-benar hina dan tidak berharga. Ketika menghadapi pemangkasan, orang-orang semacam ini membuat keributan besar, membicarakan kualifikasi mereka, dan memamerkan sedikit perilaku baik yang telah mereka lakukan. Mereka berperilaku seperti anjing gila, mengamuk. Sedikit citra baik yang mereka miliki sepenuhnya lenyap, dan natur mereka sepenuhnya tersingkap. Semua orang melihat ini dengan jelas dan berkata, "Orang ini memiliki watak yang sangat rusak—dia orang yang jahat, orang yang licik! Untunglah mereka tidak terpilih sebagai pemimpin gereja. Jika mereka menjadi pemimpin gereja, mereka sama sekali tidak akan mau dikritik—jika ada yang mencoba memberhentikan mereka, mereka tidak akan pernah membiarkan orang itu dan akan melawannya sampai mati. Itu akan menjadi bencana!" Jika engkau hanya melihat satu perilaku baik mereka atau satu kualitas kemanusiaan mereka, engkau tidak akan dapat melihat seperti apa watak rusak mereka, seperti apa sikap mereka terhadap kebenaran, atau apakah mereka mampu tunduk pada kebenaran. Ketika mereka memperlihatkan watak yang rusak dan kemudian mengalami diri mereka disingkapkan dan dipangkas, sikap mereka terhadap kebenaran akan muncul ke permukaan sedikit demi sedikit dan tersingkap. Oleh karena itu, karakter seseorang, atau kelebihan dan kekurangan dalam kemanusiaan mereka, tidak dapat sepenuhnya menentukan apakah mereka menerima kebenaran atau tidak. Dengan melihat karakter mereka atau kelebihan dan kekurangan dalam kemanusiaan mereka juga tidak mungkin untuk melihat seperti apa sikap mereka terhadap kebenaran. Hanya ketika mereka memperlihatkan watak yang rusak, atau ketika mereka menghadapi diri mereka disingkapkan dan dipangkas, barulah dapat diketahui apakah mereka mencintai kebenaran, apakah mereka mampu menerapkan kebenaran, dan seberapa besar harapan mereka untuk diselamatkan pada akhirnya. Dari kecenderungan orang-orang semacam itu untuk bersedekah dan membantu orang lain, engkau dapat melihat kelebihan dan kekurangan apa yang kemanusiaan mereka miliki. Kemudian, dari serangkaian masalah mereka—seperti mereka menjadi congkak dan merasa diri benar, serta ingin menjadi pemimpin dan ingin lebih menonjol daripada orang lain karena kecenderungan mereka untuk bersedekah dan membantu orang lain—engkau dapat melihat dengan jelas sikap mereka terhadap kebenaran; dan berdasarkan sikap mereka terhadap kebenaran, engkau dapat melihat dengan jelas apakah mereka dapat memperoleh keselamatan atau tidak. Melalui perilaku-perilaku ini, engkau dapat mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan dalam kemanusiaan mereka, mengidentifikasi karakter mereka, dan pada saat yang sama belajar untuk membedakan antara kemanusiaan dan watak yang rusak, tetapi engkau tidak dapat sepenuhnya mengetahui apakah mereka pada akhirnya dapat diselamatkan atau seperti apa hasil mereka nantinya. Untuk menilai apakah seseorang dapat diselamatkan atau tidak agak lebih rumit—engkau juga harus melihat apakah mereka dapat menerima kebenaran, merenungkan diri mereka sendiri, dan sungguh-sungguh bertobat ketika mereka memperlihatkan watak yang rusak; hal itu harus dinilai berdasarkan aspek-aspek ini.
Senang bergaul—aspek apakah ini? (Kondisi bawaan.) Ini adalah kondisi bawaan, semacam cara berinteraksi dengan orang lain saat berada di antara sekelompok orang. Ada orang-orang yang senang bergaul dengan orang lain, tidak pernah bosan melakukannya, dan seperti apa pun kepribadian orang lain, mereka mampu dan bersedia bergaul dengan mereka. Sebaliknya, ada orang-orang yang lebih suka menghindari keramaian dan tidak mau bergaul dengan orang lain. Ini ada hubungan tertentu dengan kepribadian bawaan yang orang miliki. Hal yang berkaitan dengan kepribadian pasti berkaitan dengan kondisi bawaan. Senang bergaul berkaitan dengan kepribadian yang orang miliki; itu tidak ada kaitannya dengan kelebihan atau kekurangan dalam kemanusiaan, dan tentu saja tidak ada kaitannya dengan watak yang rusak. Ini adalah perwujudan yang relatif sederhana. Menyendiri—termasuk aspek apakah menyendiri itu? (Itu adalah bagian dari kepribadian bawaan yang orang miliki.) (Itu adalah cacat dalam kemanusiaan.) Ada perbedaan pendapat di sini—jadi, masalah macam apakah menyendiri itu? (Menyendiri menandakan bahwa seseorang itu memiliki kepribadian yang buruk.) Memiliki kepribadian yang buruk adalah cacat dalam kemanusiaan. Kepribadian itu sendiri juga adalah aspek dari kondisi bawaan seseorang, jadi sifat menyendiri ini merupakan kondisi bawaan sekaligus cacat dalam kemanusiaan. Menyendiri tidak termasuk watak yang rusak dan tidak ada kaitannya dengan cara orang dalam berperilaku. Menyendiri berarti selalu menghindari orang lain, tidak mau menyampaikan pemikirannya kepada orang lain, lebih suka melakukan sesuatu sendiri, tidak senang bergaul dengan orang lain, dan tidak senang hidup di antara orang banyak. Orang-orang semacam itu hanya suka tinggal di lingkungan yang menyendiri atau di sudut. Ketika ada banyak orang, mereka tidak mau berbicara. Mereka tidak pandai berkomunikasi dengan orang lain. Ketika berkomunikasi dengan orang lain, mereka merasa cemas dan panik, atau pada akhirnya mendapati dirinya berada dalam situasi yang memalukan dan canggung. Ini adalah masalah kepribadian dalam kondisi bawaan dan, tentu saja, ini juga merupakan cacat dalam kemanusiaan, bukan? (Ya.)
Sekarang mari kita melihat sifat penakut—masalah macam apa ini? (Kondisi bawaan.) (Cacat dalam kemanusiaan.) Ini adalah kondisi bawaan dan juga cacat dalam kemanusiaan. Katakan kepada-Ku, apa artinya bersifat penakut? Takut keluar malam, takut tikus, kelabang, dan kalajengking, serta takut mendapat masalah dan tidak mau menghadapi masalah yang rumit—semua ini adalah perwujudan dari sifat penakut. Ada orang yang pingsan karena ketakutan ketika melihat ular. Ada orang yang menjadi sangat takut hingga seluruh tubuhnya gemetar ketika mendengar tentang kecelakaan mobil. Ada orang yang menjadi sangat takut hingga tidak berani percaya setelah mendengar bahwa orang yang percaya kepada Tuhan dianiaya dan bisa saja ditangkap, dijatuhi hukuman, dan dipenjarakan. Ada juga orang yang tidak berani naik wahana halilintar. Orang-orang semacam itu tidak berani berpartisipasi atau mencoba sesuatu jika ada sedikit saja tentangnya yang tidak dapat mereka ketahui yang sebenarnya atau jika itu adalah sesuatu yang belum pernah mereka lakukan sebelumnya. Mereka bukan saja tidak berani mencoba pekerjaan atau aktivitas berbahaya, melainkan mereka juga takut melakukan hal-hal yang seharusnya dilakukan orang normal dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, jika diminta untuk belajar mengemudi, mereka berkata, "Aku tidak berani mengemudi. Ada begitu banyak mobil di jalan, dan mobil-mobil itu melaju begitu cepat—bagaimana jika aku tertabrak?" Seseorang berkata, "Mengapa kau selalu khawatir tentang kecelakaan mobil? Bukankah kau bisa sedikit lebih berhati-hati saat mengemudi?" Namun mereka tetap takut, berkata, "Begitu mobil mulai bergerak, itu berada di luar kendaliku. Jika kecelakaan benar-benar terjadi, tak seorang pun dapat mengendalikan hal itu!" Mereka selalu berpikir ke arah negatif, sehingga mereka tidak dapat mencapai apa pun. Sifat penakut adalah kondisi bawaan, dan itu juga merupakan cacat dalam kemanusiaan. Orang yang penakut terlalu berhati-hati dan teliti dalam segala sesuatu yang mereka lakukan. Mereka biasanya tidak melakukan kesalahan besar atau melakukan hal-hal buruk yang besar. Namun dari perspektif mana pun, ini tidak dapat dianggap sebagai suatu kelebihan—ini adalah cacat dalam kemanusiaan. Lalu bagaimana dengan sifat berani? Istilah apa yang biasanya dikaitkan dengan sifat berani? (Bertindak berani dengan bodoh, bertindak gegabah karena memiliki keberanian.) "Bertindak gegabah karena memiliki keberanian", "bertindak berani dengan kurang ajar", dan "bertindak berani tanpa berpikir panjang" semuanya mengacu pada sifat berani. Jadi, apakah sifat berani itu baik atau buruk? (Tergantung pada masalahnya.) Itu tergantung pada situasinya dan orang seperti apa mereka. Jika dilihat dari perspektif kemanusiaan, sifat berani tidak dapat digolongkan sebagai kelebihan ataupun kekurangan—kita akan menggolongkannya sebagai kondisi bawaan. Keberanian seseorang harus dipertimbangkan dalam hal masalahnya; selain itu, engkau harus melihat apakah mereka memiliki batasan dalam melakukan sesuatu dan seperti apa karakter mereka. Jika karakter mereka buruk, keberanian dapat menyebabkan mereka melanggar hukum, berbuat jahat, dan melakukan kejahatan, mengambil keuntungan, memperoleh keuntungan yang tidak sah, serta menipu dan mencurangi orang lain di mana-mana. Jika seseorang menawarkan mereka uang untuk melakukan hal-hal buruk, mereka mampu melakukannya. Demi mengambil keuntungan, mereka berani melakukan perbuatan jahat apa pun, tanpa memedulikan akibatnya atau tanpa mempertimbangkan orang lain. Apakah bertindak gegabah karena memiliki keberanian seperti ini baik? (Tidak.) Ada orang-orang yang menipu orang lain di mana-mana demi bisnis mereka. Bisnis yang mereka jalankan ilegal—itu hanya perusahaan cangkang yang tidak beroperasi secara nyata. Namun, karena keberanian mereka yang dipadukan dengan kemampuan mereka untuk menipu, mereka untuk sementara waktu meraup keuntungan, tinggal di vila-vila, dan mengendarai mobil sedan—mereka menikmati kehidupan yang sangat baik, tetapi uang dan harta benda yang mereka nikmati semuanya diperoleh dengan tipu daya sebagai hasil dari keberanian mereka. Apakah ini hal yang baik? Katakan kepada-Ku, apakah keberanian seperti ini baik? (Tidak.) Oleh karena itu, berkaitan dengan orang yang berani, engkau harus melihat jalan yang mereka tempuh. Jika mereka berani menipu dan mencurangi orang lain karena keberanian mereka, mereka sedang melakukan kejahatan besar. Makin banyak engkau menipu dan makin banyak engkau mengambil keuntungan dari orang lain, makin berat hukuman yang akan kauterima di masa mendatang, bukan? Bukankah ini mendatangkan malapetaka? (Ya.) Jika engkau penakut dan ingin menipu serta mencurangi orang lain, engkau akan melakukan agak lebih sedikit penipuan, dan hukuman yang akan kauterima di masa mendatang akan lebih ringan. Jadi, bagi orang-orang yang tidak menempuh jalan yang benar semacam itu, apakah lebih baik bagi mereka untuk menjadi agak penakut atau agak berani? (Lebih baik menjadi agak penakut.) Bagi orang-orang yang tidak menempuh jalan yang benar ini, yang mampu menipu dan mencurangi orang lain, yang mengabaikan hukum dan selalu berusaha memanfaatkan celah hukum untuk mendapatkan keuntungan besar, dan yang setiap saat mampu melanggar hukum, keberanian adalah malapetaka—itu adalah cacat dan kegagalan dalam kemanusiaan mereka. Menjadi penakut, di sisi lain, menjadi hal yang baik—itu bahkan menjadi perlindungan bagi mereka. Orang yang penakut mencari nafkah agar mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar keluarga dan diri mereka sendiri, dan juga menikmati beberapa kemewahan, dan berhenti di situ. Hukuman yang mereka terima di masa mendatang akan lebih ringan. Orang yang berani, berani melakukan kejahatan dengan gegabah, menipu, dan mencurangi orang lain, mengambil apa yang menjadi milik orang lain sehingga mereka sendiri memiliki lebih banyak hal untuk dinikmati. Mereka mengambil keuntungan dari orang lain—bukankah mereka harus menggantinya di masa mendatang? (Ya.) Jika mereka memiliki kehidupan berikutnya, hukuman yang mereka terima pada saat itu akan berat—mereka bahkan mungkin tidak dapat menggantinya sepenuhnya dalam satu atau dua masa kehidupan. Ada orang-orang yang menghabiskan seluruh hidup mereka untuk menjalankan restoran atau berbisnis, menghasilkan satu atau dua juta atau bahkan puluhan juta dalam bentuk aset, tetapi mereka sendiri tidak dapat menikmati semua itu karena semua itu digunakan untuk membayar utang. Bahkan pada saat mereka telah berusia tujuh puluhan atau delapan puluhan, mereka masih belum selesai membayar. Apa yang sedang terjadi di sini? Ini adalah ganjaran yang bersifat sebab-akibat—mungkin karena di kehidupan sebelumnya, mereka mengambil terlalu banyak dari orang lain karena sifat mereka yang serakah, jadi mereka telah membayar utang selama beberapa masa kehidupan ini. Bukankah itu karena di kehidupan masa lalu, mereka terlalu serakah, terlalu berani, dan terlalu banyak mengambil keuntungan dari orang lain, sehingga mengakibatkan ganjaran di kehidupan mereka yang sekarang? (Ya.) Bagi orang yang tidak menempuh jalan yang benar, bersifat sedikit penakut merupakan suatu perlindungan bagi mereka, sedangkan bersifat berani merupakan pertanda buruk.
Jika orang menempuh jalan yang benar, apakah keberanian itu baik? (Ya.) Apa yang baik mengenainya? (Jika mereka berani, mereka mampu tetap bertahan dalam kepercayaan mereka kepada Tuhan saat menghadapi penganiayaan.) Keberanian ini tidak hanya mengacu pada keberanian daging. Jika ini adalah jenis keberanian yang merupakan keberanian daging, maka ini adalah sikap yang gegabah dan sembrono—ini berarti bersikap agak impulsif dan membabi buta. Misalnya, jika engkau berani, dan engkau ditangkap karena percaya kepada Tuhan, apakah engkau akan takut disiksa? Apakah engkau akan takut mati? Apakah engkau akan takut dipenjara selama dua puluh atau tiga puluh tahun? Jika engkau akan menjadi takut, berarti perkataanmu, "Aku tidak takut" saat engkau mulai percaya kepada Tuhan adalah sikap yang gegabah, bukan keberanian sejati. Perwujudan apa yang bukan merupakan sikap yang gegabah? Yaitu, saat engkau mulai percaya kepada Tuhan, engkau memiliki keberanian tertentu, tetapi engkau juga memiliki iman yang sejati. Apa artinya iman yang sejati? Itu berarti dalam percaya kepada Tuhan, engkau bertekad, "Jika aku dianiaya, ditangkap, dan disiksa karena percaya kepada Tuhan, aku harus siap mengorbankan nyawaku. Dengan cara apa pun aku disiksa atau hingga seberat apa pun, aku tidak akan mengkhianati gereja atau menjadi Yudas—aku tidak takut mati!" Ini adalah di satu sisi. Di sisi lainnya, jika engkau benar-benar ditangkap lalu dianiaya, dan si naga merah yang sangat besar mengancammu untuk mengkhianati gereja, engkau mampu mengetahui yang sebenarnya tentang siasat Iblis, dan tidak dikekang olehnya, serta tetap teguh dalam kesaksianmu, dengan berkata, "Segala sesuatu tentang manusia, termasuk hidup dan matinya, berada di tangan Tuhan. Aku tidak takut!" Ini bukanlah sikap yang gegabah, juga bukan sekadar keberanian; ini adalah iman yang sejati. Memiliki iman yang sejati dan mampu tetap teguh dalam kesaksianmu adalah kelebihanmu. Misalkan engkau tidak memiliki iman yang sejati dan hanya berkata, "Aku tidak takut—yang terburuk, paling-paling aku mati," tetapi ketika engkau menghadapi penangkapan, engkau begitu takutnya sampai engkau mengompol. Setelah ditangkap, hal pertama yang kaupikirkan adalah, "Apakah aku akan disiksa? Apakah dagingku akan menderita? Jika besi panas listrik ditekan ke tubuhku, apakah aku mampu menahannya? Jika penyiksaannya parah, apakah aku akan mati? Jika aku mati, akankah Tuhan tidak mengingatku? Apakah aku tidak akan dapat memperoleh keselamatan? Jika aku benar-benar tidak dapat menahannya, aku akan mengkhianati gereja dan menjadi seorang Yudas. Jika aku dihukum dan dihancurkan setelah aku menjadi seorang Yudas, biarlah—setidaknya aku tidak akan menderita kesakitan pada saat ini." Jika itulah yang kaulakukan, bukankah engkau sedang kehilangan kesaksianmu? Katakanlah Partai Komunis kemudian mengancammu, menggunakan keluargamu untuk memerasmu—tidak mengizinkan anak-anakmu untuk kuliah, menolak orang tuamu untuk mendapatkan asuransi kesehatan, mencabut semua hak keluargamu—maka engkau akan menjadi takut dan tidak memiliki iman yang sejati. Ke mana perginya keberanianmu? Apakah engkau benar-benar berani? Jika engkau tidak memiliki iman yang sejati, keberanianmu itu hanyalah sikap yang gegabah. Hanya ketika engkau memiliki iman yang sejati, barulah keberanianmu itu sejati. Sebelum ditangkap, jika engkau berpikir, "Tuhan tidak akan membiarkanku ditangkap," dan engkau menjadi berani karena pemikiran ini, itu bukanlah keteguhan yang sejati atau iman yang sejati. Misalkan, sebelum ditangkap, engkau sudah memikirkan semua ini dan berkata, "Hidup dan mati manusia berada di tangan Tuhan. Jika Tuhan benar-benar ingin mengambil nyawaku, aku harus tunduk. Mengenai tempat tujuan masa depanku, itu ditentukan oleh satu perkataan dari Tuhan. Dengan cara apa pun Tuhan memperlakukanku dan apa pun tempat tujuan yang Dia anugerahkan kepadaku, semua itu adalah kebenaran Tuhan, dan aku akan tunduk. Jika Tuhan mengatur agar aku mati di penjara, itu adalah kehormatan bagiku—aku bersedia mempersembahkan hidup ini kepada Tuhan. Seberat apa pun penderitaan yang kualami, aku akan memiliki satu keyakinan yang tidak berubah, yaitu bahwa aku memercayakan hidupku ke dalam tangan Tuhan, dan, dengan cara apa pun Iblis menyiksaku, menganiayaku, atau membuatku mengalami penyiksaan, aku tidak akan pernah menyerah kepadanya. Aku tidak peduli apakah aku akan mati. Sekalipun aku mati, itu berada di bawah kedaulatan Tuhan dan Dia telah menentukan hal itu dari semula. Aku akan tetap bersyukur dan memuji Tuhan!" Iman seperti inilah yang harus kaumiliki; hanya dengan memiliki iman seperti ini, barulah engkau dapat memiliki keberanian sejati. Katakanlah, sebelum ditangkap, sebelum itu benar-benar terjadi padamu, engkau telah mengetahui yang sebenarnya tentang hal-hal ini, memiliki iman yang sejati kepada Tuhan, ketundukan yang sejati kepada Tuhan, dan pemahaman serta penerimaan yang sejati tentang masalah hidup dan mati, dan engkau mampu sepenuhnya memercayakan dirimu ke dalam tangan Tuhan, lalu, ketika engkau benar-benar ditangkap dan menghadapi kemungkinan akan mati, pemahaman di dalam hatimu ini tetap tidak berubah—maka imanmu tidak akan goyah. Seperti apa pun keadaannya, jika imanmu tidak hancur atau kalah, engkau akan selalu memiliki keberanian. Misalkan, sebelum ditangkap, sebelum itu benar-benar terjadi padamu, engkau belum memikirkan semua ini dan hanya berpikir dengan berangan-angan, "Aku bersedia mempersembahkan nyawaku. Nyawaku diberikan oleh Tuhan—paling buruk, aku akan mati sebagai martir bagi Tuhan!" Jika itu yang terjadi, ketika si naga merah yang sangat besar menyiksamu dan kemudian menjatuhkan hukuman sepuluh tahun penjara kepadamu, engkau akan tercengang: "Kupikir mati akan menjadi akhir dari segalanya. Jika aku mati syahid, Tuhan akan mengingatku. Aku tidak menyangka bahwa aku akan gagal memberikan kesaksian tersebut dan, pada akhirnya, dijatuhi hukuman sepuluh tahun. Sepuluh tahun—itu bukan sepuluh hari atau sepuluh bulan! Bagaimana aku mampu menanggungnya?" Karena engkau belum memikirkan hal-hal ini sebelumnya, apakah mudah untuk mencari tahu pada saat ini? Akan agak sulit, bukan? (Ya.) Ketika kesulitan muncul, orang hanya berpikir tentang cara menanganinya dan cara melepaskan diri darinya. Jika doronganmu untuk melepaskan diri dari kesulitan kuat, maka doronganmu untuk beradaptasi di tengah kesulitan akan sangat lemah. Oleh karena itu, ketika menghadapi kesulitan, menjadi sangat sulit bagimu untuk tunduk pada lingkungan seperti itu. Jadi, bagaimana seharusnya mengatasi situasi semacam itu? Engkau harus segera mencari kebenaran dan memikirkan hal-hal ini dengan saksama; engkau juga harus mencari tahu jalan tentang bagaimana seharusnya engkau menerapkan kebenaran. Misalnya, jika engkau akan dipenjara selama sepuluh tahun, apa yang akan kaupikirkan? "Apakah istri (atau suamiku) akan menceraikanku? Berapa umur anak-anakku setelah sepuluh tahun? Aku tidak akan memenuhi tanggung jawabku terhadap mereka—apakah mereka akan menyangkalku dan menolak untuk merawatku di masa tuaku? Bagaimana aku akan hidup setelah dibebaskan? Setelah sepuluh tahun, orang tuaku akan lanjut usia, dan aku tidak akan memenuhi tanggung jawabku untuk berbakti kepada mereka—bukankah itu akan membuatku menjadi anak yang tidak berbakti? Apakah pekerjaan Tuhan akan selesai setelah sepuluh tahun? Aku tidak akan memperoleh apa pun di dalam penjara—aku tidak akan menghadiri pertemuan apa pun, atau mendengarkan khotbah apa pun, dan aku tidak akan memahami kebenaran. Bukankah aku akan tertinggal selama sepuluh tahun ini? Bukankah itu berarti aku telah disingkirkan? Akankah Tuhan masih menginginkanku? Jika aku mengalami penderitaan ini, akankah Tuhan mengingatnya? Jika Dia tidak mengingatnya dan aku tidak dapat memperoleh keselamatan, bukankah waktu yang kuhabiskan di dalam penjara akan sia-sia? Banyak hal akan berubah dalam sepuluh tahun, dan aku tidak akan memperoleh apa pun padahal telah kehilangan banyak hal." Ketika engkau memikirkan hal-hal ini, kesulitan pun muncul. Bagaimana engkau seharusnya menghadapi kesulitan ini? Bukankah engkau seharusnya berpikir bagaimana menjalaninya setiap hari? Jika engkau belum memikirkan hal-hal ini dan belum mencapai titik di mana engkau memahami kebenaran dan memahami hal-hal ini dengan jelas, maka ketika engkau menghadapi penangkapan, hidup dan matimu akan bergantung pada satu pemikiran, yakni sesaat saja merasa takut dan ngeri, satu saja pemikiran atau ide, dapat menyebabkanmu menjadi seorang Yudas, mengkhianati gereja, dan menyia-nyiakan semua upayamu sebelumnya. Jika engkau tidak dapat memikirkan atau mengetahui yang sebenarnya tentang hal ini, akan sangat sulit untuk tidak khawatir tentang prospek dan nasibmu, dan akan sangat sulit untuk memercayakan hidup dan matimu ke dalam tangan Tuhan dan membiarkan-Nya mengatur sesuai kehendak-Nya. Jika engkau tidak dapat mengetahui yang sebenarnya tentang hal hidup dan mati serta masih memiliki mentalitas mencoba peruntunganmu, ingin bersikap asal-asalan, maka ketika sebuah lingkungan harus kaualami, engkau akan tersingkap. Semua orang yang menjadi Yudas ketika mereka ditangkap, menandatangani "Tiga Pernyataan", melakukannya dalam semalam, dan mereka dicap dengan tanda binatang oleh Iblis. Hidup dan mati seseorang terkadang bergantung pada satu pemikiran. Tanpa kebenaran, sangat sulit untuk melewati krisis. Jadi, apakah keberanian yang sejati itu? Jika orang mencapai sesuatu dengan mengandalkan ledakan kekuatan fisik, apakah itu adalah keberanian yang sejati? Bukan—itu adalah sikap yang impulsif. Orang yang benar-benar berani memiliki tingkat pembedaan tertentu dalam hati mereka mengenai banyak hal positif dan hal negatif. Di dalam dirinya, mereka mampu menyetujui, menerima, dan dengan tegas mengakui hal-hal positif, mencapai titik mampu tunduk pada kebenaran dan kedaulatan Tuhan. Hanya dengan cara ini, barulah engkau dapat memiliki keberanian sejati. Jika engkau tidak memiliki hal-hal ini di dalam hatimu, keberanianmu hanyalah keberanian yang bodoh—seperti anak sapi yang baru lahir yang tidak takut pada harimau. Oleh karena itu, di negara yang menentang Tuhan, percaya dan mengikuti Tuhan tidak hanya membutuhkan keberanian, tetapi yang lebih penting lagi, membutuhkan iman. Engkau berani percaya kepada Tuhan bukan karena engkau berani, tetapi karena engkau memiliki iman. Ada orang-orang yang berkata, "Menurutku aku percaya kepada Tuhan hanya karena aku berani dan tidak takut akan penganiayaan." Pernyataan ini mungkin benar. Engkau percaya karena kenekatan, tetapi mengingat kebodohan, ketidaktahuan, dan kesederhanaanmu, Tuhan memperlihatkan kasih karunia khusus kepadamu, menyediakan lingkungan tertentu untukmu, serta memberimu penyiraman dan perbekalan kebenaran. Melalui ini, engkau mulai mengerti dan memperoleh cukup banyak kebenaran. Seiring berjalannya waktu, kenekatanmu memperoleh unsur-unsur iman yang sejati, dan baru setelah itulah keberanianmu bertumbuh, dan engkau lebih berani menghadapi lingkungan atau penganiayaan di masa depan. Jika orang tidak memiliki iman sejati dan mengandalkan ledakan kekuatan, dengan berkata, "Aku berani percaya kepada Tuhan! Aku tidak takut dianiaya atau ditangkap dan dipenjarakan!"—keberanian seperti itu tidak akan bertahan lama. Tanpa perbekalan kebenaran, tanpa Tuhan menyediakan lingkungan dalam kehidupan nyata untuk melatihmu, untuk membuatmu berlatih, dan mengajarimu cara menghadapi berbagai hal, keberanianmu hanyalah sekadar kenekatan, dan itu sama sekali bukan iman sejati. Apakah engkau mengerti? (Ya.) Jika itu benar-benar adalah kenekatan, itu akan menjadikanmu orang yang gegabah, bodoh, dan tidak tahu apa-apa. Sebagian orang yang percaya kepada Tuhan memiliki pemikiran yang sangat sederhana, membayangkan segala sesuatunya berjalan dengan sangat mudah, tanpa sama sekali mengantisipasi bahaya apa yang akan terjadi dalam mengikuti Tuhan. Namun, ketika mereka mengalami kemunduran, barulah mereka menyadari bahwa mengikuti Tuhan bukanlah hal yang mudah. Jika keberanian yang orang miliki adalah kelebihan dalam kemanusiaan, maka paling tidak, mereka sederhana dan lugas, tidak rumit, dan mereka tidak mengkhawatirkan ini dan itu. Namun, misalkan keberanianmu didorong oleh niat untuk memperoleh berkat, dan engkau berpikir, "Jika percaya kepada Tuhan, orang dapat masuk ke dalam surga, memperoleh berkat yang besar, dan terhindar dari bencana serta terhindar dari kematian, maka aku akan percaya, apa pun yang terjadi!" Dengan kata lain, kepercayaanmu itu didorong oleh ledakan kekuatan fisik yang nekat; itu berarti engkau bukanlah ingin, dengan cara sederhana, percaya kepada Tuhan; melainkan, engkau ingin mengejar berkat. Dalam hal itu, keberanianmu paling maksimal adalah kenekatan dan tidak dapat digolongkan sebagai kelebihan dalam kemanusiaan. Oleh karena itu, mengenai orang yang berani, engkau harus melihat seperti apa esensi kemanusiaan mereka. Jika mereka tidak berhati nurani, tidak bernalar, dan hanya nekat, berarti mereka tidak ada nilainya dan tidak dapat mencapai apa pun yang berarti. Namun, jika mereka mampu percaya kepada Tuhan dan menerima kebenaran, orang-orang semacam itu adalah orang yang bernilai. Jika orang berani tetapi tidak memiliki kemampuan untuk memahami, tidak mampu memahami kebenaran, dan percaya kepada Tuhan hanya demi memperoleh berkat, dan mereka bersedia meninggalkan keluarga dan karier mereka serta tidak takut akan penganiayaan demi memperoleh berkat—maka ini bukanlah kelebihan dalam kemanusiaan, melainkan suatu pemikiran dan sudut pandang yang salah. Apakah pemikiran dan sudut pandang yang salah sesuai dengan maksud-maksud Tuhan? (Tidak.) Apakah seseorang itu penakut atau berani, itu ada kaitannya dengan kondisi bawaan mereka dan tidak ada hubungannya dengan esensi kemanusiaan mereka.
Jika kita tidak mempersekutukan berbagai perwujudan kondisi bawaan, kemanusiaan, dan watak yang rusak, bisakah engkau semua membedakannya sendiri? (Kami mungkin bisa untuk perwujudan yang sederhana, tetapi kami tidak bisa untuk perwujudan yang lebih kompleks.) Karena perbedaan antara kondisi bawaan, kemanusiaan, dan watak yang rusak telah dipersekutukan, bisakah engkau semua membedakannya sekarang? (Kami dapat membedakannya sedikit lebih baik daripada sebelumnya.) Jika Aku memberikan beberapa contoh yang lebih tidak biasa, apakah engkau semua dapat membedakannya berdasarkan apa yang telah Kupersekutukan? Sulit untuk mengatakannya, bukan? Kalau begitu, lain kali, kita akan terus mempersekutukan masalah-masalah yang berkaitan dengan topik ini. Saat kita bersekutu lebih jauh, engkau semua akan mengidentifikasi beberapa aturan untuk membedakan berbagai jenis masalah. Dalam hal berbagai perwujudan kemanusiaan, kondisi bawaan, dan watak yang rusak, engkau semua secara umum mampu membedakan perwujudan yang telah dipersekutukan. Bagi mereka yang belum pernah bersekutu tentang hal ini, hanya orang-orang yang memiliki pemahaman rohani atau mereka yang tahu cara mencari kebenaran yang mungkin mampu membedakan beberapa darinya. Mereka yang berkualitas buruk mungkin tidak mampu membedakannya, jadi mereka perlu lebih banyak mendengarkan dan mengajukan lebih banyak pertanyaan. Jika kita tidak mempersekutukan masalah-masalah ini, semua itu akan selalu tidak jelas bagimu, dan apa yang kaukatakan juga tidak akan jelas; akan selalu ada kesenjangan antara pemahamanmu dan pemahamanmu yang murni tentang kebenaran, bukan? (Ya.)
Hari ini kita telah mempersekutukan berbagai hal tentang kualitas. Sekarang ini, dapatkah engkau mengidentifikasi seperti apa kualitas seseorang itu? (Kami dapat mengidentifikasi hal itu tetapi tidak benar-benar akurat.) Jika engkau tidak dapat mengidentifikasi hal itu, luangkanlah waktumu dan alami berbagai hal. Dalam kehidupan sehari-hari, engkau akan menghadapi hal-hal ini. Belajarlah untuk menerapkan firman dari persekutuan kita dalam kehidupan nyata, mencocokkannya dengan perwujudan yang orang perlihatkan sedikit demi sedikit—mengidentifikasi dirimu sendiri dan mengidentifikasi orang lain, mulai mengenal dirimu dan mulai mengenal orang lain. Lambat laun, engkau akan mampu mengukur hal-hal ini dan memiliki standar untuk melakukannya. Prinsip-prinsip untuk memandang orang dan hal-hal, serta untuk berperilaku dan bertindak, akan menjadi makin jelas. Kita telah bersekutu banyak tentang berbagai aspek dalam membedakan kondisi bawaan, kemanusiaan, dan watak yang rusak. Perwujudan atau perwujudan kemanusiaan apa pun yang kita persekutukan, tak ada satu pun yang merupakan kata-kata kosong—semua hal ini dapat ditemui, dilihat, dan dirasakan dalam kehidupan nyata. Oleh karena itu, engkau semua harus belajar untuk memandang berbagai hal dan berbagai macam orang dengan mencocokkan firman Tuhan dengan semuanya itu. Hanya dengan belajar mencocokkan berbagai keadaan dan hal-hal dari persekutuan kita dengan kehidupan nyata, barulah engkau lambat laun dapat mengalami kemajuan dalam memandang orang dan hal-hal, serta dalam berperilaku dan bertindak, memiliki pemahaman yang akurat tentang berbagai hal yang berkaitan dengan kebenaran, dan secara bertahap memahami berbagai prinsip kebenaran. Apakah engkau mengerti? (Ya.) Meskipun hal-hal yang telah kita bahas terutama digunakan untuk mengidentifikasi berbagai keadaan dan perwujudan yang orang perlihatkan, dan tidak secara langsung memungkinkanmu untuk memahami dan masuk ke dalam kebenaran, semua hal ini akan memengaruhi pemahamanmu tentang kebenaran dan prinsip-prinsip kebenaran, serta jalan masukmu ke dalam kebenaran dan prinsip-prinsip kebenaran. Oleh karena itu, meskipun dalam gagasan orang, hal-hal ini mungkin tampak hanya berkaitan dengan kemanusiaan, kondisi bawaan, atau beberapa watak rusak yang jelas, setiap hal dan setiap pernyataan ada kaitannya dengan jalan masuk orang ke dalam kebenaran. Jadi, hal-hal ini adalah hal-hal yang harus kauhadapi saat menempuh jalan masuk ke dalam kebenaran—engkau tidak dapat menghindarinya. Berbagai hal dan perwujudan kemanusiaan, baik yang positif maupun yang negatif, adalah semua hal yang akan kauhadapi dan temui di berbagai lingkungan dalam kehidupan sehari-hari. Jika, ketika engkau menghadapi berbagai hal, engkau tidak mampu membedakan satu pun dari semuanya dan menggeneralisasi semuanya, dengan menganggap prinsip-prinsip kebenaran dari persekutuan kita sebagai peraturan atau doktrin, engkau tidak akan pernah dapat masuk ke dalam kenyataan kebenaran. Mengapa demikian? Karena engkau tidak akan pernah mengerti apa kebenaran itu.
Baiklah, sekian untuk persekutuan hari ini. Sampai jumpa!
25 November 2023